Perumusan Masalah Ruang Lingkup Pembahasan Metode Penelitian

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai fungsi dan makna dari adjektiva Iroiro dan Samazama, yang sama-sama memiliki arti “bermacam- macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”, tetapi masing-masing kemungkinan memiliki perbedaan dalam penggunannya, dan belum tentu dapat saling menggantikan. Hal inilah yang menyebabkan munculnya kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk menggunakan atau menterjemahkan kalimat ke dalam bahasa Jepang dengan tepat, khususnya bagi kalimat yang memiliki unsur yang bersinonim di dalamnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan seperti berikut: 1. Apa makna dari Iroiro dan Samazama? 2. Apa fungsi dari Iroiro dan Samazama? 3. Apa perbedaan nuansa makna Iroiro dan Samazama dalam kalimat bahasa Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan proposal skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan mengenai penggunaan kata bersinonim yaitu Iroiro dan Samazama. Pembahasannya lebih difokuskan kepada analisis makna dan fungsi dari kedua adjektiva yang bersinonim tersebut. Untuk masing-masing adjektiva Iroiro dan Samazama akan dibatasi maksimal 10 buah contoh kalimat yang diambil dari kalimat-kalimat bahasa Jepang yang terdapat di dalam majalah atau tabloid seperti majalah Nipponia. Universitas Sumatera Utara

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan makna dari kata- kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk mendefenisikan beberapa istilah dalam linguistik, khususnya yang mencangkup tentang semantik. Linguistik berarti adalah ilmu bahasa. Oleh karena itu, ilmu linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Ilmu linguistik tersebut, bukan hanya mempelajari sebuah bahasa saja, melainkan seluk-beluk bahasa pada umumnya. Salah satu kajian dari linguistik adalah semantik atau kajian makna. Semantik merupakan salah satu bidang Linguistik yang mempelajari tentang makna. Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani yaitu “sema” kata benda yang berarti “tanda atau lambang”. Kata kerjanya adalah “semaino” yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata dari sema itu adalah tanda linguistik. Seperti yang dikemukan oleh Ferdinan de Saussure, tanda lingustik terdiri dari : 1 Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa. 2 Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama. Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referentacuanhal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal- hal yang ditandainya dan ilmu tentang makna atau arti. Universitas Sumatera Utara Kosakata goi merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dalam bahasa Jepang, baik itu dalam ragam tulisan maupun ragam lisan. Kosakata goi dapat diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas kata yaitu verba doushi, adjektiva-I keiyoushi, adjektiva-Na keiyoudoushi, nomina meishi, pronomina rentaishi, adverbial fukushi, interjeksi kandoushi, konjugasi setsuzokushi, verba bantu jodoushi, dan partikel joshi, Sudjianto, 2004:98. Iroiro dan samazama yang akan dibahas di dalam penelitian ini termasuk ke dalam golongan adjektiva-Na keiyoudoushi. Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis fungsi dan makna adjektiva iroiro dan samazama yang memiliki makna yang sama tetapi berbeda cara penggunaannya di dalam kalimat. Hal ini menyangkut tataran bidang linguistik yaitu semantik. Objek kajian semantik antara lain makna kata go no imi, relasi makna antar satu kata dengan kata yang lainnya go no imi kankei, makna frase ku no imi, dan makna kalimat bun no imi. Lalu objek kajian yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas ini adalah relasi makna khususnya adalah sinonim, karena dalam hal ini adjektiva iroiro dan samazama merupakan kata-kata yang bersinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya Chaer, 1994:297. Dua buah ujaran atau lebih yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain yaitu faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang Universitas Sumatera Utara kegiatan, dan faktor nuansa makna. Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan ruigigo.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara linguistik bidang semantik dan konsep sinonim. Menurut Koizumi, semantik imiron adalah mengungkapkan makna dari sebuah kata. Sedangkan menurut Sutedi 2008:111 menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu cabang linguistik gengogaku yang mengkaji tentang makna. Kata semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti bahasa. Banyak teori tentang makna yang dikemukakan orang. Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen yaitu komponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa tuntunan bunyi dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep. Dengan demikian, menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure dalam Chaer 1994:287 bahwa makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Selanjutnya menurut J.D Parera 2004:46 secara umum teori makna dibedakan antara : Universitas Sumatera Utara 1. Teori Referensial atau korespondensi Hubungan antara reference dan referent yang dinyatakan lewat symbol bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase atau kalimat. 2. Teori Kontekstual Teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam pendekatan semantik semantik bandingan antarbahasa. Makna sebuah kata terikat pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu. 3. Teori Mentalisme Teori mentalisme ini bertentangan dengan teori teori referensi. 4. Teori Formalitas Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman Wittgenstein 1830 dan 1858. Wittgenstein berpendapat bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu. Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik di atas, teori makna yang dipergunakan adalah teori kontekstual. Teori makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks dan makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yaitu waktu, tempat, dan lingkungan penggunaan bahasa itu Chaer, 1994:290. Penulis menggunakan teori kontekstual tersebut karena berdasarkan situasinya. Meskipun iroiro dan samazama merupakan sinonim yang sama dan memiliki makna yang sama, situasi diantara iroiro dan samazama tersebut berbeda dan kedua ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama. Istilah sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti “nama” dan syn yang berarti “dengan”. Makna secara harfiahnya adalah nama lain Universitas Sumatera Utara untuk benda yang sama. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya Chaer, 1994:297. Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, yaitu faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor kegiatan, dan faktor nuansa makna. Untuk makna iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat Hirotase dan Masayoshi 1994:121-122 dalam buku Effective Japan Usage Guide menyatakan bahwa: いろいろはたくさんの種類があるというようすを表します。「い ろいろ」 は「さまざま」よりも一般的に広く使われ、ほとんどの場 合「さまざま」の代わりをすることができます。 Iroiro wa takusan no shurui ga aru to iu yousu o arawashimasu. [iroiro] wa [samazama] yori mo ippan teki ni hiroku tsukaware, hotondo no baai [samazama] no kawari o suru koto ga dekimasu. Terjemahan: Iroiro menunjukkan bahwa ada banyak jenis. Iroiro digunakan lebih luas daripada samazama. さまざまはたくさんの種類があるようすを表しますが、「いろ いろ」よりも少しかたい言い方です。それぞれに違いがあると いう意味が強く含まれています。 Samazama wa takusan no shurui ga aru yousu o arawashimasuga, [iroiro] yori mo sukoshikatai ii kata desu. Sorezore ni chigai ga aru to iu imi ga tsuyoku fukumarete imasu. Terjemahan: Samazama menunjukkan bahwa ada banyak jenis tetapi cara menjelaskannya agak lebih sulit daripada「iroiro」. Artinya termasuk kuat bahwa masing-masing mempunyai perbedaan. Universitas Sumatera Utara Fungsi iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat Tian Zhonkui, Shoji Izuhara, dan Xianshun Jin 1998:08-109 dalam buku Ruigigo Tsukaiwake Jiten menyatakan bahwa : いろいろ:副詞的に使って「あれこれ」、形容詞的に使って数 . 種類の多さ Iroiro : fukushi teki ni tsukatte [are kore], keiyoushi teki ni tsukatte kazu . shurui no oosa. Terjemahan: Iroiro : Bilangan yang digunakan dalam kata sifat dan kata keterangan [aresore]. Banyaknya jenis. さまざま:目で見た様子 . 状態が一つ一つ異なっていること。 種類の多さ。 Samazama : me de mita yousu . jyoutai ga hitotsu hitotsu kotonatte iru koto. Shurui no oosa. Terjemahan: Samazama : Suatu keadaan yang membedakan satu persatu keadaan yang dilihat dengan mata. Banyaknya jenis. Konsep atau fungsi dan makna iroiro dan samazama di atas ini dijadikan acuan untuk pembahasan mengenai fungsi dan makna iroiro dan samazama dalam skripsi ini. Berdasarkan kerangka teori di atas, maka penulis akan menginterpretasikan makna adjektiva iroiro dan samazama dengan konteks kalimatnya, serta melihat ketepatan pemilihan kedua kata bersinonim tersebut dalam kalimat. Universitas Sumatera Utara

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui makna kata antara iroiro dan samazama. 2. Untuk mengetahui fungsi kata antara iroiro dan samazama. 3. Untuk mengetahui perbedaan nuansa makna adjektiva iroiro dan samazama di dalam kalimat berbahasa Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk dapat dijadikan masukan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami penggunaan adjektiva iroiro dan samazama. 2. Untuk dapat dijadikan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami fungsi dan makna adjektiva iroiro dan samazama. 3. Untuk dapat dijadikan acuan bagi penelitian bahasa Jepang mengenai kata bersinonim lainnya.

1.6 Metode Penelitian

Dalam pembahasan atau penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Surachmad 1988:5 dalam buku Pengantar Metodelogi Ilmiah menerangkan bahwa metode penelitian deskriptif lebih merupakan istilah umum yang mencakup berbagai teknik deskriptif. Diantaranya adalah penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasikan. Dan Universitas Sumatera Utara pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data ini. Data-data yang diperoleh adalah melalui penelitian pustaka atau metode kepustakaan Library Research. Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan tata bahasa, baik itu buku bahasa Jepang, maupun buku bahasa Indonesia, khususnya buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP ADJEKTIVA DAN STUDI SEMANTIK

2.1 Definisi Adjektiva 2.1.1 Pengertian Adjektiva Sebelum menelaah tentang adjektiva dan fungsi dan makna kata sifat dalam bahasa Jepang dan pemakaian adjektiva iroiro dan samazama, penulis akan menjelaskan pengertian adjektiva secara umum. Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Adjektiva yang memberikan keterangan terhadap nomina itu berfungsi atributif. Keterangan itu dapat mengungkapkan suatu kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan. Contoh kata pemeri kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan itu ialah kecil, berat, merah, bundar, gaib, dan ganda. Selanjutnya adjektiva juga dapat berfungsi sebagai predikat dan adverbial kalimat. Fungsi predikatif dan adverbial itu dapat mengacu ke suatu keadaan. Contoh kata pemeri keadaan ialah mabuk, sakit, basah, baik, dan sadar. Adjektiva juga dicirikan oleh kemungkinannya menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan nomina yang diterangkannya. Perbedaan tingkat kualitas ditegaskan dengan pemakaian kata seperti sangat di samping adjektiva. Karena dari segi bentuknya adjektiva dasar sukar dibedakan dari verba dasar, atau nomina dasar, klasifikasi adjektiva akan dipaparkan lebih dahulu berdasarkan ciri semantisnya. Perinciannya menjadi beberapa tipe pertalian dengan korelasi antara ciri semantisnya dengan proses pembentukan dan penurunan kata adjektiva secara morfologis, serta dengan perilaku sintaksisnya. Universitas Sumatera Utara