Berdasarkan keempat aspek ini, terlihat bagaiman hubungan antara pendidikan dan pembentukan kepribadian yang lebih lanjut
berhubungan dengan filsafat pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai budaya sebagai pandangan hidup suatu bangsa.
36
Secara garis besar, aspek-aspek kepribadian itu dapat digolongkan pada tiga hal, yaitu:
1. Aspek-aspek kejasmanian yang meliputi tingkah laku atau sikap
2. Aspek-aspek kejiwaan yang meliputi sikap, minat dan cara-cara berpikir
3. Aspek-aspek kerohanian yang meliputi falsafah hidup atau kepercayaan.
37
Jadi kesimpulannya kepribadian muslim yaitu kepribadian yang menunjukan tingkah laku luar, kegiatan-kegiatan jiwa dan falsafah hidup serta
kepercayaan seorang muslim.
3. Struktur Kepribadian
Dalam struktur kepribadian terdapat bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling mengatur serta menyesuaikan dan berintegrasi.
Kepribadian menurut Yusak Burhanudin, meliputi: a.
Nafsu, merupakan merupakan keinginan untuk dapat mempertahankan diri dan menjaga kelangsungan hidup seseorang.
b. integrasi dan intelek, integrasi adalah kempuan seseorang
untuk menyelesaikan persoalan secara efektif dan efisien
36
Dr. Jalaludin dan Drs Abdullah IDI. M.Ed, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997 h. 160
37
Drs. Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT- maarif, 1989 h.67-68
berdasarkan pengalamannya. Adapun intelek adalah kemampuan seseorang yang diperoleh dari hasil belajar.
c. Temperamen, yaitu meliputi cara menerima dan melaksanakan
pengalaman emosional; keterampilan dan kecekatan dalam melakukan tugas-tugas sehari-hari yang menjadi dasar perasaan seseorang dan
dorongan dalam melakukan aktivitas.
d. Psikomotorik, merupakan luapan jiwa dan pikiran seseorang.
e. Watak, merupakan gabungan seluruh tingkah laku yang membentuk dasar
kepribadian seseorang.
38
4. Tipologi Kepribadian
Kepribadian merupakan satu kesatuan yang menyeluruh dan kompleks. Setiap orang memiliki kepribadian tersendiri. Dalam hal ini para
ahli mengelompokan kepribadian atau tipologi kepribadian. Dalam bukunya Nana Syaodih memaparkan, ada empat tipe
kepribadian, yaitu: a.
Choleric choler adalah empedu kuning yang memiliki temperamen cepat marah, mudah tersinggung, tidak sabar dan sebagainya.
b. Melancholic melas dan choler adalah empedu hitam. Yang memiliki
temperamen pemurung, penduka, mudah sedih, pesimis, dan putus asa. c.
Phlegmatic phlegma adalah lendir yang memiliki sifat-sifat periang, aktif, dinamis, dan cekatan.
Tipologi ini didasarkan atas teori yang lahir dari pemikiran filosofis dan bukan penelitian empiris.
38
Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, Bandung: Pustaka Setia, 1999, h.53-54
Menurut Kretchmer ada tiga tipe kepribadian yang digolongkan berdasarkan bentuk tubuh, yaitu:
1 Asthenicus atau leptosome, yaitu orang-orang yang berperawakan tinggi
kurus, memiliki sifat-sifat kritis, memiliki kemampuan berpikir abstrak, suka melamun dan sensitif.
2 Pycknicus, seorang yang berperawakan pendek gemuk, memiliki sifat-
sifat periang, suka humor, populer, hubungan sosial luas, banyak kawan dan suka main.
3 Athleticus, seorang yang bertubuh tinggi besar, memiliki sifat pemberani,
agresif, mudah menyesuaikan diri dan berpendirian teguh.
39
Sejalan dengan tipologi kretchmer adalah tipologi dari sheldon 1940, berdasarkan penelitianempiris terhadap unsur-unsur jaringan tubuh dalam
embrio, sheldon menyimpulkan adanya tiga tipe khas manusia berdasarkan bentuk tubuh, yaitu:
a Endomorphic, berbadan pendek gemuk dengan ciri-ciri kepribadiannya
viscerotonia, yaitu: senang makan, hidup mudah, tak banyak yang dipikirkan, rasa kasihsayang, senang bergaul, toleran dan rileks.
b Mesomorphic, berbadan tinggi kurus dengan ciri kepribadian somatonia,
yaitu senang akan kekuatan jasmaniah, aktif, agresif dan energik.
39
Ibid., h. 55
c Ectomorphic, berbadan tinggi kurus dengan ciri kepribadian cerebrotonia,
yaitu: suka berpikir, melamun, senang menyendiri, pesimis dan mudah terharu.
Tipologi lain dikembangkan oleh spranger, seorang filsuf Jerman, ia menhgelompokkan individu atas dasar kecendrungannya akan nilai-nilai
dalam kehidupan. Menurutnya ada enam tipe kepribadian, yaitu: 1
Theoritic manusia teoritis, tipe ini memiliki dorongan yang besar untuk meneliti, mencari kebenaran, rasa ingin tahu, pandangan yang objektif
tentan dirinya dan dunia luar. 2
Economic, Perilakunya selalu diwarnai oleh dorongan-dorongan ekonomi, segala sesuatu dilihat dari manfaat atau kegunaannya terutama untuk
dirinya. 3
Aesthetic nilai-nilai keindahan, yang memiliki sifat senang akan keindahan, bentuk-bentuk simetris, harmonis, segala sesuatu dipandang
dari sudut keindahan. 4
Sociatic nilai-nilai sosial, yang memiliki sifat menyenangi orang lain, simpatik, baik, dan meninjau persoalan dari hubungan antara manusia.
5 Politic, yang memiliki dorongan untuk menguasai orang lain dan menjadi
manusia terpenting dalam kelompoknya. 6
Religious, yang mengutamakan nilai-nilai spritual hubungan dengan Tuhan, perilakunya didasari oleh nilai-nilai keagamaan, keimana, yang
teguh, penyerahan diri kepada Tuhan.
40
Sebagaimana telah kita fahami bahwa didalam perkembangan kepribadian seseorang yang dapat dilihat dari keseluruhan perilakunya, maka
pada anak didik perlu dibentuk secara intensif adalah pada lingkungan rumah, kemudian berkembang pada lingkungan yang lebih besar yaitu dengan
tetangganya. Pada saat ia memasuki dunia sekolah maka ia akan beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekolah. Didalam interaksi-interaksi
40
Nana Syaodih, Psikologi Pendidikan dalam...., h. 143-146
tersebut sebenarnya terjadi proses-proses peniruan atau imitasi terhadap orang-orang sekitarnya terutama orang yang sangat penting dalam
kehidupannya significant others. Disamping peniruan yang dilakukan terhadap perilaku orang-orang disekitarnya ia juga melakukan percobaan-
percobaan yang dikembangkannya sendiri dan dari perilaku mencoba-coba tersebut ia memperoleh penguatan ataupun penghambat dari lingkungannya
sesuai dengan ukuran-ukuran norma yang hidup dalam masyarakat tersebut. Pendidikan agama dalam hal ini memberikan acuan mengenai sesuatu yang
dianggap baik atau tidak baik sehingga perilaku tersebut terbentuk. Setelah anak-anak lebih besar pengetahuan tentang baik atau buruk itu juga diperoleh
dari hasil bacaan, dari hasil pengamatan terhadap perilaku orang-orang lain baik diamati secara langsung maupun lewat bacaan atau tontonan yang lain.
Masa-masa pembentukan dilalui oleh anak didik terutama pada tahapan pendidikan dasar dengan fondasi yang diperoleh dari rumah maka
pada saat ia memasuki pendidikan di luar sekolah. Sebagai penggalan pertama dari pendidikan dasar maka kebutuhan kepada orang tua yang semula menjadi
acuan utama pada masa-masa balita sampai sebelum sekolah akan beralih atau dilengkapi dengan acuan-acuan yang diberikan oleh gurunya dibanding
kepada orang tuanya didalam hal-hal tertentu. Pada saat ia memasuki penggalan kedua dari pendidikan dasar, yaitu
Sekolah Menengah Pertama dan pada awal Sekolah Menengah Umum akan terjadi suatu masa kritis dimana norma-norma termasuk tentu saja norma
agama yang selama ini ia terima sehingga menjadi anak yang manis, mulai dipertanyakan, mulai disoal sebelum ia mengakui bahwa norma itu bersesuai
dengan hati nuraninya. Ini adalah perkembangan yang sangat normal bahwa sebelum menjadi dewasa, seorang anak didik akan tetap mempersoalkan, baru
kemudian mengakui. Oleh karena itu pendidikan agama akan memerlukan format yang
berbeda dengan penyajian pada masa-masa pendidikan awal dengan masa- masa pendidikan ketiga anak itu menginjak masa remaja dan ambang dewasa.
Pada masa-masa awal maka pembiasaan menjadi sangat dominan. Demikian juga peniruan dan sistem hukuman dan ganjaran. Sedangkan pada masa-masa
dimana sikap kritis mulai tumbuh maka pembahasan diperlukan dengan pemberian penalaran. Tapi ada satu hal yang mengikat para pendidik untuk
selalu menerapkannya baik pada tatanan sistem pendidikan dasar, dimana anak-anak tersebut sampai pada ambang kedewasaan, yaitu bahwa para
pendidik harus mempraktekan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya. Dengan kata lain ia harus berperilaku secara konsisten atau menjadi satunya
kata dan perbuatan alias taat azas. Setiap perilaku yang berstandar ganda yang ditujukan pendidik akan menghasilkan kebingungan kepada anak-anak dan
pada saatnya anak akan menunjukkan perilaku menolak terhadap apa yang disampaikan kepada para pendidikannya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Obyek Penelitian
Obyek bagi penelitian yang penulis lakukan dalam penyusunan skripsi ini adalah SMPN 02 Bekasi Timur, yang terletak di Jl. Chairil Anwar No. 37
Kelurahan Margahayu Kecamatan Bekasi Timur, Kabupaten Bekasi 17122 Propinsi Jawa Barat Telp. 021 8803079
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di SMPN 02 Bekasi Timur, waktu penelitian di laksanakan dari tanggal 2 Februari sd 28 Mei 2005
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian
41
. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMPN 02, yang berjumlah 280 siswa.
Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang sama, sehingga betul-betul mewakili populas.
42
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah proposional stratified random
sampling yaitu suatu teknik yang tidak sama. Sedangkan besar anggota sampel
41
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1996, cet.ke- 10, h. 115
42
Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989, h. 34