Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan agama merupakan unsur penting dalam pembentukan dan pembinaan kepribadian seseorang, pendidikan agama berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan agama yang berlangsung dengan baik dalam semua lembaga pendidikan formal sekolah maupun informal keluarga dan non formal masyarakat akan merupakan unsur penting dalam pembinaan kepribadian seseorang, karena pengalaman keagamaan yang dilalui tersebut akan menjadi unsur penting dalam kepribadiannya. kepribadian yang terjalin didalam nilai-nilai agama akan membuahkan akhlak yang baik. Pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada anak didik melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspek. Belakangan ini banyak ditemukan orang-orang yang akhlaknya tidak baik, sopan santun kepada orang tuanya kurang, bahkan ada ditemukan orang-oramg terpelajar yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum, adat, sopan santun masyarakat dan ajaran agama Hal tersebut mungkin disebabkan oleh orientasi sekolah, keluarga dan masyarakat dalam pendidikan adalah kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama termasuk akhlak. oleh karena itu nilai-nilai akhlak tidak tercermin dalam sikap, perilaku dan corak hidup pada umumnya. Dalam hal ini, orientasi sekolah barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan agama diberikan disekolah lebih mementingkan pengetahuan agama yang harus dimiliki oleh peserta didik dan kurang memperhatikan nilai- nilai agama yang terkandung didalamnya, padahal pendidikan agama bertujuan agar peserta didik menghayati dan melaksanakan nilai-nilai agama dalam kehidupannya sehari-hari, itulah barangkali yang menyebabkan banyaknya anak, remaja dan orang dewasa berperilaku yang bertentangan dengan agama. Seharusnya nilai-nilai agama masuk dan terjalin kedalam kepribadiannya mulai dari awal pembentukan kepribadian dalam keluarga bahkan sejak dalam kandungan, seandainya anak belum memperoleh nilai-nilai dalam dalam keluarga maka sekolah yang membantunya dengan cara yang tepat. Jika dicermati secara kritis, kata demi kata, kalimat demi kalimat, alinea demi alinea yang terdapat pada pembukaan UUD 1945, bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, bahkan spirit keagamaanlah yang mendorong bangsa Indonesia berjuang sampai akhirnya menyatakan kemerdekaan padatanggal 17 Agustus 1945. Berdasarkan hal itu secara yuridis tepatlah jika dikatakan bahwa nagara RI adalah negara agama yang berdasarkan pancasila atau disebut negara pancasila yang di jiwai agama. Konsekuensi logisnya, dalam kaitannya dengan kepentingan nasional cukup beralasan jika pendidikan agama mendapat tempat yang penting dalam kurikulum pendidikan nasional, sehingga wajib diikuti oleh seluruh peserta didik mulai dari jenjang pendidikan yang paling rendah sampai perguruan tinggi. Lihat GBHN: 78;83;88;93;98;99 bab agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Atas pertimbangan itu tujuan pendidikan agama tentunya menumbuhkembangkan nilai-nilai keagamaan sebagai landasan berpijak bangsa dan menjadikannya pembangkit semangat dalam mempertahankan eksistensi kemerdekaan Indonesia dan mengisinya, sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Mengingat telah terjadinya degradasi kewibawaan pendidikan agama terutama dilembaga-lembaga pendidikan formal, maka dalam konteks yang menyangkut konsep dasar, tujuan dan materi, proses pembelajaran dan evaluasi pendidikan Agama. Meskipun sekolah merupakan sarana transfortasi kebudayaan suatu masyarakat namun, eksistensinya tidak seluas eksistensi kebudayaan umum, eksistensi hanya subculture dari totalitas kebudayaan manusia kondisi ini menjadikan sekolah sebagai lembaga paling besar peranannya dalam proses dinamika budaya manusia hal ini setidaknya disebabkan tiga faktor, yaitu: 1 Sekolah merupakan tempat berkumpulnya peserta didik, yang berasal dari berbagai latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dalam hal ini, sekolah berfungsi untuk mengakumulasi berbagai bentuk latar belakang kebudayaan peserta didik, dalam suatu sistem kebudayaan. 2 Eksistensi sekolah merupakan miniatur untuk melihat sejauh mana maju mundurnya peradaban suatu negara. 3 Sekolah juga merupakan tempat dimana peserta didik menerima berbagai macam bentuk keterampilan yang secara pragmatis dapat dipergunakan dalam kehidupannya. Dilain pihak, sekolah juga merupakan tempat penumbuhan nilai moralitas religius, dengan nilai tersebut, diharapkan agar mampu menjadi alat kontrol dalam setiap aktivitas yang dilakukannya. 1 Melihat dari wacana diatas, terlihat bahwa eksistensi sekolah merupakan sarana paling vital dalam proses kemunculan kepribadian manusia seutuhnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang dialogis, adaftik, dan kondusif lagi optimalisasi pencapaian tugas dan fungsinya, baik secara makro maupun mikro. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk memberikan bagi para siswa agar dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai keagamaan dalam hal ini khususnya Islam. Dalam hal ini, pendidikan agama di SMPN 02 Bekasi pun bertujuan agar dapat mencetak siswai memiliki kepribadian yang baik, walaupun disekolah ini orientasi pendidikannya adalah pendidikan umum, namun seorang guru berupaya semaksimal mungkin, agar pendidikan agama dapat terlaksana dengan efektif dan efesien, agar tujuan pendidikan agama disekolah dapat terlaksana secara optimal, sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak hanya mampu mentransfer ilmu namun juga mampu mentransfer kultur yang sesuai dengan ajaran agama Islam 1 Kritik-kritik yang cenderung menimpakan segala tanggung jawab atas terjadinya penyimpangan perilaku siswa seperti tawuran dan keterlibatan narkoba, selama ini hanya pada program pelajaran agama adalah tidak adil, sebab pembentukan perilaku akhlakul karimah adalah tanggung jawab semua pendidik bangsa ini termasuk para pemimpin negara. Pendidikan agama berkarakteristik sarat nilai sebagaimana sifat pendidik mempunyai muatan nilai yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendidikan Agama mengharapkan diperolehnya sejumlah pengetahuan, terbentuknya sikap dan wujud dan terwujudnya perilaku sebagai insan kamil bagi para pesertanya. Muatan pendidikan agama adalah segala hal tentang bagaimana hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, benda, tumbuhan dan hewan. Pendidikan Agama Islam bersumber pada Al-Quran, Hadits dan Sunah Nabi. Sebagaimana pendidikan tentang nilai, akan sangat efektif apabila dipelajari melalui contoh keteladanan, sangatlah penting bagi semua yang terlibat dalam pendidikan ini, menunjukan perilaku yang patut dicontoh. 1 Dr.Samsul Nizar,MA, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:Gaya media Pratama, 2001, Cel.l, hal. 125-131 Sudah seharusnyalah seorang guru, apapun pelajaran yang diajarkannya harus memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian, serta akhlaknya hendaklah dijadikan contoh oleh peserta didik, dalam pembentukan pembinaan kepribadian peserta didik, terutama guru agama menjadi cermin bagi agama yang diajarkannya. Dengan demikian seorang guru agama harus mengatahui ciri-ciri perkembangan jiwa anak menguasai ilmu jiwa anak atau ilmu jiwa perkembangan , agar dia dapat melaksanakan pendidikan agama dengan cara yang sesuai dan serasi dengan perkembangan jiwa anak yang sedang dihadapinya. 2 Berbagai perilaku akan terbentuk secara bertahap, melalui pembiasaan- pembiasaan, peniruan, analisis kritis dan pengubah-pengubah modifikasi. Motivasi berperilaku bisa juga disebabkan oleh penguasaan atas perilaku prasyarat karena ada kepuasan menguasai kecakapan tertentu, Penguasaan kecakapan menimbulkan rasa berhasil dan mendorong untuk memperkuat perilaku tersebut. Umpan balik dan penguatan lebih-lebih pada tahap awal, sangat penting. Pendidikan nilai yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan tiga pihak tadi Al- khalik, manusia dan alam melingkupi penghayatan mendalam yang menyentuh pengalaman batiniah yang sukar dirasakan yang sukar 2 Abdur Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, PT Gema Windu, Panca Pcrkasa, h. 118-119. diraba dan diamati, sampai tindakan nyata senyata-nyatanya terhadap orang lain, benda dan makhluk lainnya. 3 Sesungguhnya tujuan akhir dari semua pendidikan yang sehat dan berguna adalah yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan meningkatkan harkat kemanusiaannya dalam waktu yang sama dapat menyelamatkan manusia dari keburukan serta bahaya-bahaya yang mengancam nafsu amarah atau kebejatan akhlak dan kerusakan masyarakat yang melingkupinya. Pendidikan dilihat dari segi operasionalnya mempunyai dua aspek yaitu: a. Pendidikan berarti menumbuhkan dan membina. b. Pendidikan berarti menjaga dan memperbaiki. 4 Menangkal terhadap penyakit moral, memperkuat penanaman keutamaan akhlak dalam diri remaja dan dalam masyarakat kita merupakan senjata yang paling ampuh untuk memerangi segala penyakit moral. Untuk itu memperkokoh kejujuran dan kesabaran hati, sikap memenuhi janji dan keadilan, kasih sayang, menahan hawa nafsu, tolong menolong, persaudaraan, persatuan, bersungguh- sungguh serta sikap tengah tawadu, rendah hati, kebersihan hati serta ksatria akan dapat menimbulkan dalam diri manusia daya pencegah terhadap segala kerendahan nafsu, kitab suci Al-Quran memberikan petunjuk dengan ayat- 3 Didaktika Islamika, Reorientasi Pendidikan Agama, edisi khusus. H:35-37 4 Prof.Dr.Fadliil Al-jumali, Menerabas krisis Pendidikan Dunia Islam, Jakarta:Golden Teramyon Press, 1993 cet.ke 3, hal.49 ayatnya yang mendorong kita agar mengambil segala perbuatan yang baik dan menjauhi segala bentuk perbuatan yang rendah hina. Dengan penggambaran proses internalisasi norma-norma seperti itu, pendidikan agama akan memberikan dampak kepada perilaku anak apabila terjadi konsistensi antara apa yang diucapkan dan apa yang diperbuat oleh mereka. Disamping itu dampak dari pendidikan agama akan menunjukkan efektifitasnya apabila terjadi kesinambungan yang harmonis antara rumah - sekolah dan lingkungan ketiga. Sebaiknya apabila pendidikan di rumah tidak sesuai dengan norma-norma yang diberikan di sekolah dan lebih-lebih bertentangan dengan kenyataan yang ada di lingkungan ketiga, maka bukan saja keraguan yang akan timbul tetapi anak-anak akan kehilangan pegangan kemudian dia akan larut kepada perilaku reaktif yang terjadi secara situasional. Tekanan- tekanan akan datang dari luar dirinya terutama dari kawan-kawan atau dari orang- orang yang dia temui didalam pergaulannya, termasuk tatanan layanan sosial yang tampak membuai, tetapi pada hakikatnya merupakan malapetaka contoh varia, film dan majalah porno serta budaya kekerasan. Pendidikan agama yang baik menyajikan pembisaan-pembiasaan, pengetahuan, penghayatan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dan dalam bentuk- bentuk perilaku yang baik akhlaqul karimah. Didalam perjalanannya tentu saja dampa ini terlihat pada awalnya sebagai kebisaan-kebisaan, kemudian lama kelamaan melalui daya kritisnya dia akan memahami dari apa yang ia lakukan, ia akan menyakini bahwa segala perilakunya itu adalah cerminan keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan itu pula ia memiliki keimanan, sebagaimana yang telah digariskan dalam rukun iman, tetapi juga berperilaku terhadap sesamanya dengan cara-cara yang terpuji sebagaimana dicontohkan oleh nabi-nabi yang diketahui penuturan dan bacaannya. Dalam menjalankan syariat agama, ia juga akan berpedoman kepada aturan-aturan yang diajarkan kepadanya, baik melalui percontohan maupun melalui ajaran-ajaran serta cara-cara lain yang berhubungan dengan media atau teknologi sesuai denganjamannya. Pada tataran yang lebih tinggi pendidikan agama bukan saja pedoman perilaku anak didik pada keadaan-keadaan yang normal, tetapi ia akan menjadi benteng terhadap gelombang-gelombang kehidupan dan ujian-ujian kehidupan berupa berbagai godaan yang bertentangan dengan perilaku akhlaqul karimah tersebut. Negara kita bukan negara sekuler. Pendidikan agama telah disepakati sebagai sesuatu yang harus dijadikan sebagai salah satu pelayanan kepada warga negara Indonesia yang sangat pluralistik. Berbeda dengan negara-negara yang sekuler seperti di Turki maupun di Korea Selatan misalnya, bahwa negara justru tidak membolehkan sekolah memberikan pendidikan agama karena dianggap memasuki wilayah pribadi dan itu bertentangan dengan norma-norma mereka. Semangat keagamaan merupakan pendorong bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat, karena itu nilai-nilai keagamaan dijunjung tinggi. Pendidikan agama wajib diberikan dari berbagai tingkat pendidikan. pendidikan agama wajib diberikan dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi.

B. Alasan Memilih Judul