Profil Penderita Kanker Paru Yang Dirawat di Rindu A3 RA3) RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2007-2010

(1)

TESIS

PROFIL PENDERITA KANKER PARU YANG DIRAWAT DI

RINDU A3 (RA3) RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2007 - 2010

HENNI MARIA SARAGIH

NIM 080188001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

PROFIL PENDERITA KANKER PARU YANG DIRAWAT DI

RINDU A3 (RA3) RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2007 - 2010

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Paru Dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Pada Departemen Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

HENNI MARIA SARAGIH NIM 080188001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/SMF PARU RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN 2012


(3)

LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Profil Penderita Kanker Paru Yang Dirawat di Rindu A3 (RA3) RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2007-2010

Nama : Henni Maria Saragih

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinis Pendidikan Dokter

Spesialis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Menyetujui Pembimbing I

NIP. 19540228.198409.1.001

Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K)

Anggota Anggota Koordinator Penelitian Departemen Pulmonologi

& Ilmu Kedokteran Respirasi

Dr.Noni N. Soeroso,Sp.P Dr. Arlinda Sari Wahyuni,M.Kes

NIP: 19781120.200501.2.002 NIP: 19690609.199903.2.001 NIP19521101.198003.1.005

Prof. Dr. Tamsil S,Sp.P(K)

Ketua Program Studi Ketua Departemen Ketua TKP PPDS FK USU Departemen Pulmonologi Departemen Pulmonologi

& Ilmu Kedokteran Respirasi & Ilmu Kedokteran Respirasi

Dr.Amira P. Tarigan, Sp.P Prof.Dr.H.Luhur Soeroso,Sp.P(K)

NIP 1969110799903 2 002 NIP.19440715.197402.1.001 NIP.19540620.198011.1.001


(4)

TESIS

PPDS MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA / RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

Judul Penelitian : Profil Penderita Kanker Paru yang dirawat di Rindu A3 (RA3) RSUP. H. Adam Malik Tahun 2007-2010

Nama Peneliti : Henni Maria Saragih

Fakultas : Kedokteran Sumatera Utara

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinis Pendidikan Dokter

Spesialis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Repirasi

Jangka Waktu : 2 (dua) bulan

Biaya Penelitian : Rp. 6.750.000,-

Lokasi Penelitian : RS. H. Adam Malik Medan

Pembimbing : Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K)


(5)

PERNYATAAN

Judul Penelitian: Profil Penderita Kanker Paru Yang Dirawat Di Rindu A3 (RA3) RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2007-2010

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang Menyatakan, Peneliti

NIM 080188001 Dr. Henni Maria Saragih


(6)

Telah diuji pada

Tanggal: 08 Maret 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Penguji I : Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P (K) Penguji II : dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P (K) Penguji III : dr. Zainuddin Amir, Sp.P (K)


(7)

ABSTRAK

Objektif : Untuk memperoleh gambaran karakteristik penderita kanker paru yang

dirawat di Rindu A3 (RA3) RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode : Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan pendekatan restrospektif, dimana data diambil dari data skunder (rekam medis).

Hasil : Dari 320 orang penderita kanker yang dirawat di RA3 RSUP H.Adam Malik

Medan periode Januari 2007 – Desember 2010, yang memenuhi kriteria inklusi 201 sampel yaitu data penderita kanker yang telah didiagnosis secara definitif (sitologi/histopatologi). Pada penderita kanker didapati; 86.1% laki-laki, 40.8% berusia ≤ 60 tahun dan 87.6% memiliki riwayat merokok. Penderita perokok 96% laki-laki dimana 72% masih tetap berstatus merokok ketika didiagnosis sebagai kanker paru. Penderita bukan perokok 84% perempuan. Manifestasi klinis terbanyak dijumpai sesak napas 49.2%, gambaran foto toraks terbanyak dijumpai massa 42.3%, adenokarsinoma didapati sebanyak 57.3% dan 54.8 % ditemukan pada stadium IIIB.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini penderita kanker paru terbanyak ditemukan pada laki-laki berusia diatas 60 tahun, sebagian besar adalah perokok, sehingga diperlukan beberapa upaya untuk menurunkan prevalensi perokok agar jumlah penderita kanker paru dapat diturunkan.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan akhir ini, yang merupakan persyaratan akhir dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinis di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, baik keluarga, guru-guru yang penulis hormati dan para sejawat asisten paru. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P (K)

Sebagai Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF RSUP H. Adam Malik Medan yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, arahan, petunjuk serta nasehat dalam cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang baik selama masa pendidikan, yang mana hal tersebut sangat berguna di masa yang akan datang.

Dr. H. Zainuddin Amir, Sp.P (K)

Sebagai ketua Tim Koordinator Pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis (TKP-PPDS) FK USU yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama masa pendidikan.


(9)

Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P (K)

Sebagai Sekretaris Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF RSUP H. Adam Malik Medan dan pembimbing I saya, dalam penelitian ini yang banyak berjasa dan tiada jenuh memberikan kesempatan, motivasi, masukan dan pengarahan dalam penyempurnaan tulisan ini.

Dr. Amira Tarigan, Sp.P

Sebagai Ketua Program Studi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF RSUP H. Adam Malik Medan yang banyak memberikan bimbingan dan masukan selama masa pendidikan.

Dr. Noni Novisari Soeroso, Sp.P

Sebagai Sekretaris Program Studi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF RSUP H. Adam Malik dan pembimbing II saya, dalam penelitian ini yang banyak berjasa dan tiada jenuh memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan pengetahuan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan penulisan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K)

Sebagai Koordinator Penelitian Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF RSUP H. Adam Malik Medan dan Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan, masukan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini.


(10)

Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes

Sebagai Pembimbing Statistik yang telah banyak membantu penulis dalam bidang statistik dan penulisan ilmiah.

Penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P (K), DTM&H, dr. P. S. Pandia, Sp.P (K), dr. Widi Rahardjo, Sp.P (K), dr. Fajrinur Syarani, Sp.P (K), dr. Parluhutan Siagian, Sp.P, dr. Bintang YM. Sinaga, Sp.P, dr. Setia Putra Tarigan, Sp.P, dr. Ucok Martin, Sp.P, dr. Netty Damanik, Sp.P, yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan arahan pada penulis dalam menyelesaikan tulisan akhir ini.

Izinkanlah penulis ucapkan terima kasih kepada: Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas selama penulis melakukan pendidikan di RSUP H. Adam Malik Medan.

Terima kasih saya ucapkan pada teman sejawat peserta Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Respirasi FK USU Medan yang telah bekerja sama dan membantu penulis selama mengikuti pendidikan.

Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terbalas saya sampaikan kepada ibunda tercinta R. Purba dan ayahanda J. Saragih yang telah rela berkorban membesarkan, mendidik, dan memberikan dorongan kepada penulis hingga selesai pendidikan. Penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada suami tercinta Heri Pasaribu, ST dan putri tersayang Jesica Loita Pasaribu yang selalu sabar dan penuh pengertian mendampingi penulis selama pendidikan.


(11)

Akhirnya dalam kesempatan ini penulis sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekhilafan dan kesalahan kepada semua pihak yang telah diperbuat selama ini. Semoga ilmu dan pengalaman yang penulis dapatkan selama pendidikan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan keluarga saya tercinta.

Medan, Juli 2012 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR USULAN PENELITIAN ... ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SINGKATAN ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 7

Tujuan Penelititian ... 8

Tujuan Umum ... 8

Tujuan Khusus ... 8

Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Defenisi ……… 10

2.2. Epidemologi ... 10

2.3. Etiologi ... 12

2.4. Patologi ... 24

2.5. Diagnosis Kanker Paru ... 25

Manifestasi Klinis ... 25

Pemeriksaan Fisik ... 29


(13)

Pemeriksaan Radiologi ... 30

Diagnosis Berdasarkan Pemeriksaan Histologi ... 34

2.6. Histologi Kanker Paru …... 36

Karsinoma Sel Skuamosa ... 36

Adenokarsinoma ... 36

Karsinoma Sel Besar ... 37

Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil ... 37

2.7. Penderajatan (Staging) Kanker Paru ……….. 38

2.8. Penatalaksanaan Kanker Paru ... 42

Penanganan Pada Kanker Paru Bukan Sel Kecil ... 42

Penanganan Pada Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil ... 44

Targeted Therapy ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Desain Penelitian ... 45

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

3.3. Populasi dan Sampel ... 45

Populasi ... 45

Sampel ... 45

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 46

Kriteria Inklusi ... 46

Kriteria Eksklusi ... 46


(14)

3.6. Kerangka Konsep ... 53

3.7. Analisa Data ... 53

3.8. Pengolahan Data ... 53

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 55

4.1. Hasil Penelitian ... 55

4.2. Pembahasan ………... 70

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1. Kesimpulan ……... 83

5.2. Saran ………... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN

DAFTAR PASIEN


(15)

DAFTAR SINGKATAN

ACTH : Adrenocorticotrophic Hormone

AJH : Aspirasi Jarum Halus

BSOL : Bronkoskopi Serat Optik Lentur CT Scan : Computed Tomographic Scan

HPOA : Hypertrophic Pulmonary Osteo-Arthropathy IB : Indeks Brinkman

IDT : Instalasi Diagnostik Terpadu KPKSK : Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil

KPKSBK : Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil MRI : Magnetic Resonance Imaging Scan PET : Positron Emission Tomography PAH : Polynuclear Aromatic Hydrocarbons PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Menahun SCLC : Small Cell Lung Cancinoma SD : Sekolah Dasar

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SVKS : Sindroma Vena Kava Superior TBNA : Transbronchial Needle Aspiration TTNA : Transthorasic Needle Aspiration TMN : Tumor-Nodul-Metastasis

TKI : Tirosin Kinase Inhibitor

UPUD : Amine Precursor Uptake Decarboxylase WHO : Word Health Organization


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Faktor Risiko Kanker Paru ... 15 Tabel 2. Sindroma Paraneoplastik ... 28 Tabel 3. Gambaran Foto Toraks Berdasarkan Tipe Histologi Kanker Paru ... 32 Tabel 4. Sistim TMN Versi 6 dan 7 Dalam Penderajatan KPKBSK …………. 39 Tabel 5. Penderajatan Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil ... 41


(17)

ABSTRAK

Objektif : Untuk memperoleh gambaran karakteristik penderita kanker paru yang

dirawat di Rindu A3 (RA3) RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode : Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan pendekatan restrospektif, dimana data diambil dari data skunder (rekam medis).

Hasil : Dari 320 orang penderita kanker yang dirawat di RA3 RSUP H.Adam Malik

Medan periode Januari 2007 – Desember 2010, yang memenuhi kriteria inklusi 201 sampel yaitu data penderita kanker yang telah didiagnosis secara definitif (sitologi/histopatologi). Pada penderita kanker didapati; 86.1% laki-laki, 40.8% berusia ≤ 60 tahun dan 87.6% memiliki riwayat merokok. Penderita perokok 96% laki-laki dimana 72% masih tetap berstatus merokok ketika didiagnosis sebagai kanker paru. Penderita bukan perokok 84% perempuan. Manifestasi klinis terbanyak dijumpai sesak napas 49.2%, gambaran foto toraks terbanyak dijumpai massa 42.3%, adenokarsinoma didapati sebanyak 57.3% dan 54.8 % ditemukan pada stadium IIIB.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini penderita kanker paru terbanyak ditemukan pada laki-laki berusia diatas 60 tahun, sebagian besar adalah perokok, sehingga diperlukan beberapa upaya untuk menurunkan prevalensi perokok agar jumlah penderita kanker paru dapat diturunkan.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kanker paru merupakan penyebab utama kematian dalam kelompok kanker.1 Pada

tahun 1990 diseluruh dunia, terdapat sebanyak 1.04 juta kasus baru kanker paru, yaitu laki-laki 772.000 kasus dan perempuan 265.000 kasus. 2 Menurut World Health Organization

(WHO) pada tahun 2000 diseluruh dunia terdapat 1.2 juta kasus baru kanker paru atau sebanyak 12.3% dari keseluruhan jenis kanker. 3 Kematian yang disebabkan oleh kanker

paru pada tahun 1990 adalah sebanyak 921.000 atau 18% dari keseluruhan jumlah kematian karena kanker. 2

Di Amerika Serikat pada tahun 1990 didapati 1.2 juta kanker kasus baru, 14% (171.600) adalah karsinoma bronkogenik. Kanker paru pada laki-laki didapati sebanyak 94.000 atau 15% dari jumlah keseluruhan kanker kasus baru laki-laki dan merupakan urutan kedua setelah kanker prostat. Kanker paru pada perempuan didapati sebanyak 77.600 atau 13% dari jumlah keseluruhan kanker kasus baru pada perempuan dan merupakan urutan kedua, setelah kanker payudara (176.300). Insiden kanker paru pada perempuan dari tahun 1973 sampai awal tahun 1990an terus mengalami peningkatan, hal ini terjadi karena jumlah perempuan perokok meningkat. Jumlah Kematian karena kanker paru pada tahun 1990 adalah sebanyak 158.900 atau 28% dari jumlah keseluruhan kematian karena kanker.

2

Pada tahun 2008 terdapat 215.020 kasus baru kanker paru dan 161.840 kematian akibat kanker paru. 1

Kantor Pencegahan Penanganan Tumor Nasional Departemen Kesehatan Republik Rakyat Cina tahun 2000, memperkirakan insiden kanker paru adalah 62.1/100.000, yaitu


(19)

43.0/100.000 pada laki-laki dan 19.1/100.000 pada perempuan, sedangkan angka kematian akibat kanker paru adalah 52.8/100.000 terdiri dari 36.7/100.000 pada laki-laki dan 16.1/100.000 pada perempuan. Secara keseluruhan mortalitas kanker paru di Cina masih terus meningkat karena jumlah perokok meningkat secara dramatis dalam dua dekade terakhir.

Sekitar 85% kanker paru berhubungan dengan rokok, baik itu perokok aktif maupun pasif.

3

4

The American Cancer Society tahun 2002, memperkirakan bahwa sekitar 170.000

kematian disebabkan oleh kanker paru dapat dicegah setiap tahunnya, apabila berhenti merokok. 2 Amerika Serikat telah berhasil menurunkan prevalensi jumlah perokok dari

42.4% pada tahun 1965 menjadi 17.9 % tahun 2009, namun jumlah perempuan perokok mulai meningkat pada 1973 sampai awal tahun 1995. Keberhasilan dalam upaya menurunkan prevalensi jumlah perokok di Amerika Serikat, menjadi penyebab mengapa kanker paru lebih banyak ditemukan pada orang yang sudah berhenti merokok dibandingkan dengan orang yang masih sedang merokok. 4

Prevalensi perokok tinggi di negara berkembang, sehingga tidak mengejutkan jika 58% kanker paru kasus baru terdapat di negara tersebut.

2

Menurut survei epidemiologi tentang prilaku merokok penduduk Cina tahun 1996, didapati laki-laki perokok sebanyak 66.9% dan perempuan perokok sebanyak 4.2%, jumlah total keseluruhan perokok adalah sebayak 37.6%, dan sebanyak 53.48% akan menjadi perokok pasif. 3 Sekitar dua pertiga

laki-laki dewasa di Cina adalah perokok, jumlah ini mewakili sepertiga dari jumlah keseluruhan perokok yang ada di dunia. Menurut survei pada Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOK) oleh Benjamin tahun 1990 dan Hariadi tahun 1993 pada guru sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), didapati lebih dari 60% laki-laki adalah perokok dan lebih


(20)

dari 80% perokok ini sudah memulai kebiasaan merokok sejak berusia dibawah 20 tahun, bahkan Sutji tahun 2001 mendapati bahwa 14% perokok sudah merokok sejak masih duduk dibangku sekolah dasar (SD) kelas 5 dan 6.

Kanker paru dibagi menjadi kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK), hampir 85% kanker paru di Amerika Serikat adalah KPKSBK.

5

1

Karsinoma sel skuamosa adalah jenis histologi paling banyak pada laki-laki, namun insidensinya sudah menurun sejak awal tahun 1980an, berbeda dengan adenokarsinoma, insidensinya terus meningkat. 6 Adenokarsinoma menjadi jenis histologi

paling sering ditemukan pada perempuan maupun laki-laki di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1990, menggantikan kedudukan dari karsinoma sel skuamosa. Adenokarsinoma paling sering ditemukan pada perempuan bukan perokok, walaupun sebagian besar penderita kanker paru jenis adenokarsinoma adalah perokok. Peningkatan proporsi adenokarsinoma secara umum terjadi karena perubahan jenis rokok yang digunakan pada tahun 1960an dan 1970an menjadi rokok filter rendah tar.

6,7

Bryant dkk tahun 2007 melaporkan dari 730 penderita kanker paru, didapati 77% perokok (79% laki-laki dan 21% perempuan) dan 33% bukan prokok (41% laki-laki dan 59.9% perempuan). 54% penderita kanker paru ditemukan pada perokok lebih dari 40 pak pertahun dan 35% didapati pada perokok antara 20-40 pak pertahun. Jenis histologi kanker paru pada perokok paling banyak adalah karsinoma sel skuamosa 42%, kemudian diikuti oleh adenokarsinoma 39%. Jenis histologi kanker paru pada bukan perokok paling banyak adalah adenokarsinoma 35%, kemudian diikuti karsinoma sel skuamosa 33%. Stadium kanker paru paling banyak adalah stadium I (42%) dan stadium III (37%). Penderita kanker


(21)

paru pada bukan perokok paling banyak adalah perempuan. Adenokarsinoma lebih sering didapati pada perempuan karena berhubungan secara hormonal dan faktor genetika.

Mong dkk tahun 2011melaporkan, dari 626 penderita kanker paru, terdiri dari 51.3% laki-laki dan 48.7% perempuan. Berdasarkan usia penderita dikelompokkan menjadi usia kurang dari 70 tahun 48.6% dan lebih dari 70 tahun 51.4%. Sebanyak 77% penderita memiliki riwayat merokok, namun hanya 11.3% penderita masih tetap merokok. Pada penderita yang sudah berhenti merokok, kanker paru paling banyak didapati pada penderita yang sudah berhenti merokok selama 1-10 tahun 26.8. Kanker paru paling banyak ditemukan pada penderita perokok 21-50 pak pertahun 33.1%, kemudian pada penderita perokok 51-100 pak pertahun 20.9 %. Jenis histologi paling banyak didapati adalah adenokarsinoma 67.9%, kemudian karsinoma sel skuamosa 13.9%. Stadium kanker paru paling banyak didapati pada stadium I 58.8% dan stadium III 23.8%, hal ini sangat berbeda pada populasi umum, karena hampir setengah dari penderita kanker sudah dalam stadium lanjut ketika didiagnosis sebagai kanker paru.

8

Guntulu dkk tahun 2007, melaporkan dari 1340 penderita kanker paru dari Januari 1990 - Desember 2005, usia penderita dikelompokkan menjadi dua yaitu usia muda (kurang dari 50 tahun) 13.4% dan usia tua (diatas 50 tahun) 86.6%. Jenis histologi kanker paru pada periode 5 tahun pertama didapati karsinoma sel skuamosa 46.4% dan adenokarsinoma 12.78%, periode 5 tahun kedua didapati karsinoma sel skuamosa 43.2% dan adenokarsinoma 16.8%, pada periode 5 tahun ketiga didapati karsinoma sel skuamosa 39.3% dan adenokarsinoma 21.6%. Pada kelompok usia muda jenis histologi paling banyak adalah adenokarsinoma 43.7% dan KPKSK 34.6%, sedangkan jenis histologi pada kelompok usia tua paling banyak adalah karsinoma sel skuamosa 43.7%. Selama periode 15 tahun


(22)

penelitian ini, persentase kanker paru pada perempuan meningkat dua kali lipat yaitu dari 4.6% pada 5 tahun periode pertama menjadi 9.5% periode ketiga. Pada kelompok usia muda keluhan paling banyak adalah nyeri dada, sedangkan pada kelompok usia tua keluhan paling banyak adalah batuk dan sesak napas. Faktor risiko kanker paru pada kelumpok usia muda adalah karsinogen yang terdapat di lingkungan tempat bekerja, sedangkan pada kelompok usia tua adalah merokok. Rasio kanker paru pada perempuan terus meningkat, terjadi karena perubahan sosiobudaya dan status ekonomi. Gambaran radiologi toraks pada kelompok usia muda didapati gambaran massa 47.5%, pembesaran hilus 33.5%, pelebaran mediastinum 17.3%, efusi pleura 14.0%, atelektasis 14.5%, pneumonia 11.2%, nodul 5.0%, kavitas 5.6%, sedangkan kelompok usia tua didapati gambaran massa 43.7%, pembesaran hilus 44.1%, pelebaran mediastinum 15.8%, efusi pleura 14.6%, atelektasis 15.8%, pneumonia 13.1%, nodul 5.8%, kavitas 3.4%.9

Marlen dkk tahun 2009, melaporkan dari 43 penderita KPKBSK pascabedah di RS Persahabatan tahun 1997 – 2008, terdiri dari laki-laki 69.8% dan perempuan 30.2%. Penderita kanker paru 72.1% adalah perokok dan 27.9% bukan perokok. Jenis histologi pada perokok paling banyak adalah adenokarsinoma 58.1%, kemudian karsinoma sel skuamosa 41.9%. Jenis histologi penderita kanker paru pada bukan perokok paling banyak adalah adenokarsinoma 58.3% kemudian karsinoma sel skuamosa 41.7%. Rerata usia 56.19 ± 8.33 tahun dengan median 56 tahun, pasien termuda 39 tahun dan tertua 72 tahun. Berdasarkan stadium kanker paru, stadium IA 6.9%, stadium IB 23.3%, stadium IIA 2.3%, stadium IIB 46.5%, stadium IIIA 20.9%, stadium IIIB dan IV 0%.

Data epidemiologi kanker paru di Indonesia belum ada data, Rumah Sakit Persahabatan tahun 2004 melaporkan bahwa total keganasan dirongga toraks tercatat


(23)

sebanyak 448 kasus dengan 262 kasus didiagnosis kanker paru, 76% laki-laki. Sebanyak 93.4% adalah kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) terdiri dari 80% adenokarsinoma, 14.7% karsinoma sel skuamosa, 3.3% karsinoma sel besar dan 2% jenis lainnya dan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) sangat jarang ditemukan di Indonesia. 10 Panderita kanker paru ketika datang berobat ke RS Persahabatan sebahagian

besar sudah dalam stadium III dan IV dan hampir 90% penderita meninggal dalam 2 tahun.

1

Samat melaporkan bahwa riwayat orang tua menderita kanker paru, maka anaknya memiliki resiko menderita kanker paru lebih dari lima kali. 11

Penelitian yang dilakukan Siagian tahun 2002 di RSUP.H. Adam Malik Medan, melaporkan dari 38 kasus keganasan yang berdasarkan foto toraks, 24 kasus terdapat di sentral (63.2%) dan 14 kasus terdapat di perifer (36.8%). Dari 24 kasus tumor di sentral, didapati 36.8% karsinoma sel skuamous dan 21.1% adenokarsinoma. Dari 14 kasus tumor di perifer, didapati 10.5% karsinoma sel skuamous dan 36,3% adenokarsinoma.

Kusuma pada tahun 2011 melaporkan bahwa dari 100 penderita kanker paru yang telah dilakukan bronkoskopi di Intalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP.H. Adam Malik Medan, terdiri dari 77% laki-laki dan 23 % perempuan, kelompok usia penderita paling banyak 40-60 tahun yaitu 59% , terbanyak kedua adalah usia lebih dari 60 tahun, yaitu 31%, dan hanya 10% penderita kanker paru berusia kurang dari 40 tahun. Berdasarkan sitologi bronkus, adenokarsinoma menempati urutan pertama sebanyak 45%, yang kedua adalah karsinoma sel skuamosa sebanyak 33%. Pada penelitian ini didapati edenokarsinoma adalah jenis histologi paling banyak ditemukan pada kelompok usia 40-60 tahun, yaitu 64.44%.

12

13


(24)

Walaupun telah terdapat penelitian sebelumnya di RSUP.H. Adam Malik Medan mengenai kanker paru, namun belum ada data tentang profil penderita kanker paru secara lengkap.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil uraian dan latar belakang diatas, dimana dijumpai peningkatan jumlah penderita kanker paru baik di Indonesia maupun diseluruh dunia, dan peningkatan prevalensi merokok pada laki-laki maupun perempuan terutama di negara berkembang, maka peneliti ingin meneliti tentang profil penderita kanker paru, yang dirawat di ruang rawat inap Rindu A3 (RA3) RSUP H. Adam Malik Medan pada Januari 2007 - Desember 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran karakteristik penderita kanker paru yang dirawat di RA3 Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Memperoleh deskripsi karakteristik sosiodemografi (jenis kelamin, usia, suku, pekerjaan) penderita kanker paru yang dirawat di RA3 RSUP.H. Adam Malik 2. Mengetahui deskripsi kanker paru dengan kebiasaan merokok pada penderita

kanker paru yang dirawat di RA3 RSUP H. Adam Malik.

3. Mengetahui deskripsi manifestasi klinis penderita kanker paru yang dirawat di RA3 RSUP H. Adam Malik.


(25)

4. Mengetahui deskripsi foto toraks penderita kanker paru pada penderita kanker paru yang dirawat di RA3 RSUP H. Adam Malik .

5. Memperoleh deskripsi jenis kanker paru berdasarkan pemeriksaan

sitologi/histopatologi pada penderita kanker paru yang dirawat di RA3 RSUP H. Adam Malik.

6. Memperoleh deskripsi stadium kanker paru pada penderita kanker paru yang di rawat di RA3 RSUP H.Adam Malik.

7. Memperoleh deskripsi rejimen kemoterapi yang diberikan pada penderita kanker paru yang di rawat di RA3 RSUP H.Adam Malik.

8. Memperoleh hubungan antara jenis histologi kanker paru dengan derajat Indeks Brinkman.

9. Memperoleh hubungan antara jenis histologi kanker paru dengan jenis rokok. 10.Memperoleh hubungan antara jenis histologi kanker paru dengan foto toraks. 11.Memperoleh hubungan antara jenis histologi kanker paru dengan usia.

1.3.3. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberi informasi tentang profil penderita kanker paru yang dirawat di RA3 RSUP H.Adam Malik Medan selama periode Januari 2007 - Desember 2010, sehingga data ini dapat dipergunakan sebagai dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk penyuluhan pencegahan kanker


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada awal abab ke-20 kanker paru masih jarang ditemukan, namun sekarang ini telah menjadi masalah global. Pada abab ke-21 kanker paru akan tetap menjadi penyebab kematian diseluruh dunia karena kanker, meskipun di negara maju penggunaan tembakau telah menurun, namun di negara berkembang prevalensi merokok masih tetap tinggi.

2.1. Defenisi

14

Kanker paru adalah kelainan disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada

sel-sel epitel saluran napas, mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat

dikendalikan.15 Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,

mencakup keganasan yang berasal dari paru itu sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus atau bronchogenic carcinoma.

2.2. Epidemiologi

16

Kanker paru adalah penyebab utama kematian terkait dengan kanker, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga diseluruh dunia. Diseluruh dunia kanker paru menyebabkan 1.4 juta kematian. 4 Pada tahun 2008 di Amerika Serikat diperkirakan 215.020 penderita kanker

paru kasus baru dan sebanyak 161.840 jiwa diperkirakan meninggal karena kanker paru. Penderita kanker paru yang meninggal tahun 2009 adalah 159.000 jiwa, bila dibandingkan dengan jumlah kematian yang disebabkan oleh gabungan antara kanker kolorektal, payudara dan prostat sebanyak 118.000 jiwa. 1,4


(27)

Insiden penderita kanker paru pada laki-laki diseluruh dunia sebagai berikut, insiden tinggi (>46/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Kanada, Amerika Serikat, Pilipina, sebagian besar negara Eropah, Rusia, Korea, insiden menengah (25-46/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Argentina, Kuba, Islandia, Norwegia, Finlandia, Portugal, Cina, Irlandia, Spanyol, Australia, Selandia Baru dan insiden rendah (< 25/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Utah (Amerika Serikat), sebahagian negara Amerika Latin, Swedia, Afrika, dan sebagian besar negara Asia. Insiden kanker paru pada perempuan diseluruh dunia sebagai berikut: relatif tinggi (>11.5/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Kanada, Amerika Serikat, Kuba, Eropah Utara dan Pusat Eropah, Asia Tenggara, Aus tralia, dan Selandia baru, insiden menengah (6.5-11.5/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Meksiko, Amerika Latin, Eropah Selatan dan Eropah Timur, Afrika Selatan dan Rusia, sedangkan insiden rendah (<6.5/100.000 penduduk pertahun) yaitu di India, Afrika, Spanyol. 6 Di Jerman

insiden kanker paru setiap tahunnya adalah 65/100.000 pada laki-laki dan 21/100.000 pada perempuan dan insiden kanker paru meningkat pada usia 75-80 tahun. 17

Keberhasilan dalam upaya menurunkan prevalensi perokok di Amerika Serikat, menyebabkan kanker paru paling banyak ditemukan pada bekas perokok dari pada orang yang masih merokok. Pada penelitian lebih dari 5.000 penderita kanker paru yang didiagnosis tahun 1997-2002 di Amerika Serikat, hanya 25% penderita kanker paru masih merokok dan 60% penderita kanker paru adalah bekas perokok.

1

Di Amerika Serikat Pada tahun 2005 lebih dari setengah jumlah perokok, menjadi bekas perokok (berhenti merokok), namun sebahagian lagi terus merokok, diperkirakan 4.5 juta (20.9%) penduduk dewasa Amerika Serikat adalah perokok, dimana 80.8% dilaporkan merokok setiap hari dan 19.2% tidak merokok secara rutin setiap harinya, proporsi laki-laki perokok sebanyak 23.9% dan


(28)

perempuan perokok sebanyak 18.1%. 18 Persentase perokok Asia pada umumnya tinggi,

namun paling tinggi ditemukan pada laki-laki, prevalensi merokok pada perempuan asia adalah rendah, namun prevalensi merokok mengalami peningkatan pada perempuan muda Asia.

Di Amerika serikat, biasanya perokok sudah memulai kebiasaan merokok mereka pada saat masih remaja. Sekitar 90% perokok dewasa, mulai merokok pada saat berusia 18 tahun dan 70% akan mejadi perokok aktif terus-menerus.

6

2.3. Etiologi

18

Etiologi kanker paru dapat dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk jenis kelamin, faktor genetika dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain, paparan terhadap asap rokok, asap rokok lingkungan, karsinogen di lingkungan pekerjaan, polusi udara, makanan dan beberapa penyakit pada paru juga dapat meningkatkan risiko berkembangnya kanker paru. 2

A. Jenis Kelamin

Bila dibandingkan antara perempuan dan laki-laki bukan perokok, maka perempuan memiliki risiko menderita kanker paru 2-7 kali seumur hidupnya dan jika dibandingkan antara perempuan dan laki-laki perokok, maka perempuan memiliki risiko lebih besar menderita kanker paru dibandingkan dengan laki-laki. Namun demikian penderita kanker paru, tetap lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan, hal ini terjadi karena


(29)

biasanya laki-laki memiliki kebiasaan merokok dengan jumlah lebih banyak dengan hisapan yang lebih dalam dibandingkan perempuan biasanya merokok dengan jumlah lebih sedikit, hisapanlebih dangkal, memulai merokok pada usia yang lebih tua dan lebih menyukai rokok filter.

Zang dan Wynder dapat memberikan penjelasan, mengapa perempuan memiliki risiko lebih besar menderita kanker paru dibandingkan dengan laki-laki, hal ini terjadi karena metabolisme unsur-unsur tembakau pada perempuan rendah, terdapat perbedaan dalam enzym cytochorome P-450, dan kemungkinan efek estrogen terhadap perkembangan pertumbuhan kanker paru.

2

B. Suku

2

Perbedaan genetika pada perderita yang memiliki risiko menderita kanker paru telah banyak diteliti. CYP1A1 adalah gen yang mengkode beberapa enzym yang terlibat dalam metabolisme dari polynuclear aromatic hydrocarbons (PAHs). PAH adalah karsinogen yang banyak ditemukan dalam asap rokok, pembakaran arang, gas dari pembakaran batu bara,

asap kendaraan. Terdapat beberapa bukti, bahwa beberapa macam alel CYP1A1

berhubungan dengan peningkatan kecepatan kanker paru pada penduduk Afrikan Amerika yang merokok.

C. Faktor Genetika 3

Samat melaporkan bahwa adanya riwayat orang tua menderita kanker paru, maka anaknya memiliki risiko menderita kanker paru lebih dari lima kali. Pada orang bukan perokok tetapi memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru, maka risiko menderita kanker paru lebih besar, bila dibandingkan dengan orang perokok tetapi tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru. 3,11


(30)

D. Merokok

Sebahagian besar penelitian epidemiologi menyatakan bahwa merokok adalah penyebab utama kanker paru. Lebih dari 87% penderita kanker paru adalah perokok namun hanya sekitar 20% dari perokok yang berkembang menjadi kanker paru. 14 Asap rokok yang

dihirup secara langsung maupun perokok pasif, mengandung sekitar 4.000 zat kimia dan lebih dari 60 zat karsinogen, yang dapat merangsang perubahan sebagian besar gen yang mengontrol homeostasis alveolar normal dan sel-sel bronkial.

Salah satu faktor penting, yang menjelaskan hubungan antara merokok dengan kanker paru pada penelitian epidemiologi adalah:

14,18

1. Jumlah rokok yang dihisap perhari

19

2. Jumlah maksimum rokok yang dihisap perhari

3. Umur pada saat mulai merokok

4. Jumlah dan lamanya tahun merokok

5. Jenis hisapan/ kedalaman hisapan rokok 6. Kandungan tar dan nikotin dalam rokok.

Tabel 1. Faktor risiko kanker paru. Faktor

20

Resiko relatif

Bukan perokok 1

Perokok 1-2 pak/hari 42

Bekas perokok 1-10

Perokok pasif 1.5-2

Paparan asbestos 5

Paparan asbestos + perokok 90

Pada banyak penelitan derajat merokok sering diberi istilah ‘pack years’ atau pak pertahun adalah merupakan hubungan secara langsung, antara jumlah rokok dengan lamanya tahun merokok, rumusnya adalah: 21


(31)

Derajat berat merokok dapat ditentukan berdasarkan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap seharinya, dikalikan dengan lamanya merokok dalam tahun :

1. Ringan : 0-200

22

2. Sedang : 200-600 3. Berat : >600

Terdapat literatur menyatakan bahwa indeks Brinkman lebih besar dari 400 merupakan kelompok resiko tinggi menderita kanker paru. Setelah berhenti merokok, resiko kanker paru menurun secara bertahap selama 15 tahun, tetapi tetap 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko menderita kanker paru pada perokok pasif sebesar 1.5%.

Berdasarkan jenis rokok yang digunakan, maka rokok kertas (sigaret) lebih besar risikonya menyebabkan kanker paru, dibandingkan dengan rokok pipa dan cerutu. Rokok pipa dan cerutu lebih besar kemungkinan menyebabkan kanker mulut dan faring, hal ini terjadi karena asap bakaran dari rokok pipa dan cerutu lebih alkali, sehingga nikotin dengan mudah dapat diserap melalui mukosa mulut, karena itu perokok cendrung tidak menghisap asap rokok masuk ke paru-paru. Berbeda dengan rokok kertas, asap bakaran rokok tersebut lebih asam, sehingga susah diserap oleh mukosa mulut, karena itu asap rokok harus dihisap, agar dapat masuk ke dalam paru-paru untuk diserap.

3,23

Pada pertengahan tahun 1950an diperkenalkan rokok rendah nikotin dengan filter, namun rokok filter kurang efektif dalam menyaring partikel-partikel berukuran lebih kecil,


(32)

hal ini menyebabkan semakin banyak zat-zat karsinogenik yang tertumpuk dibagian perifer paru dan karena kandungan nikotinnya rendah, maka perokok biasanya mengkompensasi nikotin yang rendah, dengan merokok dengan jumlah lebih banyak dan hisapan lebih dalam, dan pada akhirnya akan meningkatkan insidensi kanker paru jenis adenokarsinoma. 6,19

Berdasarkan kandungan tar dan nikotinnya maka dikelompokkan menjadi :

1. Jenis rokok diaggap mengandung nikotin tinggi, jika rokok tersebut mengandung nikotin 2.0 mg – 2.7 mg dan mengandung tar 25.8 mg - 35.7 mg.

19

2. Jenis rokok dianggap mengandung nikotin sedang, jika rokok tersebut mengandung nikotin 1.2 mg - 1.9 mg dan kandungan tar 17.6 mg - 25.7 mg.

3. Jenis rokok dianggap mengandung nikotin dan tar rendah, jika dibawah kriteria sedang.

E. Paparan Pekerjaan

Walaupun merokok adalah penyebab utama kanker paru, namun sebanyak 3% sampai 17% kanker paru disebabkan oleh paparan unsur-unsur karsinogenik yang terdapat di lingkungan pekerjaan. Unsur-unsur karsinogenik tersebut antara lain misalnya: asbestos, arsen, etil krometil, hidrokarbon polisiklik, kromium. Paparan paling sering menyebabkan kanker paru-paru adalah asbestos. Merokok tembakau bersinergisme dengan asbestosis untuk meningkatkan risiko relatif kanker paru 6-60 kali dibandingkan dengan bukan perokok. Gas radon yang ditemukan secara alami dalam batu, tanah dan air tanah dapat juga meningkatkan risiko kanker paru.

F. Polusi Udara

2,3,23

Terdapat bukti kuat yang menyatakan bahwa polusi udara adalah salah satu penyebab kanker paru. Polusi udara di dalam atau di luar ruangan, gas buangan kenderaan


(33)

bermotor juga mengandung unsur-unsur karsinogenik. Belakangan terakhir ini, bahan dekorasi ruangan seperti formaldehid dan gas radon, mungkin juga berisiko menimbulkan kanker paru.

G. Penyakit Paru Sebelumnya 3

Peradangan pada saluran napas, dapat menyebabkan pengeluaran tumorigenesis

melalui beberapa mekanisme, seperti menginduksi stres oksidan dan lipid preoxidation. 25 Bukti epidemiologi menunjukkan peningkatan resiko menderita kanker paru pada orang yang memiliki riwayat penyakit paru sebelumnya. Pada beberapa kondisi, seperti Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOK) dan penyakit tuberkulosis, dapat menyebabkan karsinogenesis dengan membentuk daerah peradangan dan kerusakan sel epitel paru. Beberapa penyakit paru kronis lainnya seperti, tuberkulosis, pneumonia dan penyakit yang berhubungan dengan paparan zat-zat karsinogenik di lingkungan pekerjaan (asbes dan silika), juga dapat menyebabkan pembentuk fibrosis paru (scarring), fibrosis ini adalah proses akhir suatu peradangan, dimana luka sembuh dengan pembentukan jaringan ikat.

H. Hormonal

26

Beberapa penelitian menyatakan bahwa hormon estrogen memiliki peranan terhadap terjadinya kanker paru, khususnya pada perempuan. Taiolin dan Wynear tahun 2007 melaporkan bahwa menopause dini, dapat menurunkan risiko kanker paru jenis adenokarsinoma pada perempuan sedangkan pemberian terapi hormonal dapat menyebabkan peningkatan resiko menderita kanker paru. Hormon estrogen eksogen maupun endogen mungkin berhubungan dengan, terjadinya kanker paru jenis adenokarsinoma.

I. Ganja (Marijuana/Cannabis)


(34)

Merokok ganja mungkin memiliki potensi lebih besar menyebabkan kanker paru dibandingkan dengan merokok tembakau. Walaupun ganja mengandung konsentrasi zat karsinogenik polycylic aromatic hydrocarbon lebih dari dua kali lipat bila dibandingkan dengan yang terdapat dalam rokok, namun secara kualitatif asap ganja sangat mirip dengan asap tembakau. Ganja cendrung dihisap tanpa menggunakan filter, biasanya dihisap dengan hisapan dalam dan menahan napas lebih lama, hal ini menyebabkan penumpukan zat karsinogenik pada saluran napas bagian bawah. Karbon monoksida diserap lima kali lebih besar pada perokok ganja bila dibandingkan dengan perokok tembakau dengan konsentrasi asap yang dihirup sama. 27

Didalam tembakau ditemukan nikotin sedangkan didalam ganja ditemukan

delta-9tetrahydrocannabinol (THC) yang menyebabkan kecanduan atau ketergantungan

psikologis atau keduanya. Didalam asap ganja terdapat THC dan sekitar 60 senyawa

cannabinoid. Marijuana merupakan hasil pengeringan pucuk bunga dan daun ganja. Pada

awalnya THC yang terdapat dalam asap ganja merelaksasikan otot polos saluran pernapasan, pada orang sehat maupun pada penderita asma stabil, menyebabkan bronkodilatasi, namun efek bronkodilatasi tersebut hanya dalam waktu relatif singkat, efek bronkodilatasi akan berkurang apabila digunakan secara berulang ( tachyphylaxis).

28

J. Asap tembakau lingkungan ( Envirimental Tabacco Smoke, ETS)

Asap tambakau lingkungan atau asap rokok pasif adalah gabungan antara asap yang dihasilkan oleh “ sidestream” yaitu asap yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau dan asap “mainstream” yaitu asap yang dihembuskan oleh perokok. 14 Asap mainstream dan asap sidetream secara kwantitas sangat mirip, tetapi secara kualitas berbeda, karena kondisi


(35)

pembakarannya yang berbeda. Asap sidetream mengandung zat karsinogenik dan zat beracun lebih tinggi, yang kemudian akan bercampur udara sekitarnya. Kadar cotinine

sebagai biomarker terhadap paparan asap tembakau lingkungan yang terdapat didalam serum, urine, air liur, dapat dideteksi pada ≥ 80% populasi yang bukan perokok. 29 Seseorang bukan perokok dapat terpapar asap rokok yaitu dirumah, tempat kerja, dan ditempat-tempat umum. 30 Asap tembakau lingkungan, mengandung sekitar 5000 zat kimia,

termasuk 43 zat kimia yang telah diketahui sebagai zat karsinogenik pada manusia maupun hewan. 2

Risiko kanker paru menunjukkan peningkatan akibat paparan terhadap asap tembakau lingkungan. Dikalangan orang bukan perokok terutama perempuan, asap tembakau lingkungan bertanggung jawab terhadap sekitar 3.000 kematian karena kanker paru setiap tahunnya di Amerika Serikat.

Asap rokok pasif dari suami perokok 30,31

Perokok pasif sebagai faktor risiko kanker paru, pertama sekali dipublikasikan pada tahun 1981, ketika itu dipublikasikan dua penelitian yang menyatakan bahwa risiko kanker paru meningkat pada perempuan bukan perokok yang memiliki suami seorang perokok. Hirayana melaporkan hasil penelitiannya di Jepang, risiko kanker paru lebih tinggi pada perempuan bukan perokok yang memiliki suami perokok, dibandingkan dengan perempuan bukan perokok yang memiliki suami juga bukan perokok. Seorang perempuan bukan perokok jika tinggal dengan suami perokok, memiliki risiko 24% lebih besar menderita kanker paru. 31


(36)

The National Reasearch Council, bukti epidemiologi yang terakhir menyimpulkan bahwa seseorang yang memiliki pasangan hidup seorang perokok, kemungkinan 30 % lebih besar menderita kanker paru, bila dibandingkan dengan seorang bukan perokok dengan pasangan hidup juga bukan perokok. Hampir seperempat kasus kanker paru yang ditemukan dikalangan bukan perokok diperkirakan terjadi karena paparan terhadap asap rokok pasif.

Asap rokok pasif selama masa kanak-kanak

31

Risiko kanker paru pada orang dewasa dapat dipengaruhi oleh paparan asap rokok melalui plasenta atau pada masa kanak-kanak. Cotinine dapat diukur dalam cairan plasenta seorang ibu perokok maupun seorang ibu bukan perokok yang terpapar asap rokok pasif dan

thiocyanate dapat diukur dalam darah plasenta. Penelitian juga menunjukkan peningkatan

aktivitas enzim yang memetabolisme benzo(a)pyrene dalam plasenta seorang perempuan perokok dan bahkan dapat juga ditemukan dalam plasenta perempuan bukan perokok yang terpapar asap rokok. Peningkatan ini juga ditemukan pada janin atau pada anak-anak yang terpapar asap rokok. Beberapa penelitan epidemiologi menunjukkan bahwa seorang anak yang memiliki ayah maupun ibu seorang perokok, akan meningkatkan terjadinya kanker pada usia anak-anak. 32 Paparan asap tembakau lingkungan selama masa kanak-kanak dan

remaja, meningkatkan risiko kanker paru pada saat dewasa. 33 Penelitian terbaru melaporkan

bahwa perokok pasif selama masa kanak-kanak, meningkatkan risiko kanker paru sebanyak 3.6 kali pada saat berusia dewasa.

Asap rokok pasif dilingkungan ditempat bekerja 1

Lebih dari 50 penelitian epidemiologi pada orang bukan perokok yang terpapar asap rokok pasif didalam rumah dengan atau tampa paparan asap rokok pasif tempat bekerja,


(37)

meningkatkan risiko kanker paru. Menghilangkan paparan asap rokok pasif baik di rumah, di lingkunagan pekerjaan, ditempat-tempat umum sangat dibutuhkan untuk menurunkan risiko menderita kanker paru diantara orang bukan yang tidak merokok.

K. Asap Masakan

18

Asap bahan bakar rumah tangga (misalnya batu bara, kayu, biomassa) yang digunakan untuk memasak dan pemanas, telah dihubungkan dengan berbagai masalah kesehatan ( Kim dan Henley tahun 2002; Kiriz dkk tahun 2003; Mishra dkk tahun 1999, 2004; Pokhrel dkk tahun 2005; Schei dkk tahun 2004; Shrestha dan Shrestha tahun 2005; Tang dkk tahun 2006; Whichmann dan Voyi tahun 2006), termasuk juga kanker paru ( Hernandez-Garduno dkk tahun 2004; Hosgood dkk tahun 2008; Lan dkk tahun 2002, 2008; Mumford dkk tahun 1987). Bahan bakar diklasifikasikan mejadi dua yaitu bahan bakar padat ( batu bara, kayu) dan bahan bakar bukan padat ( listrik, minyak dan gas). Bahan bakar yang paling banyak merugikan kesehatan adalah bahan bakar padat, karena menghasilkan asap lebih banyak dibandingkan dengan bahan bakar bukan padat ( Haines dkk tahun 2007).

Menurut analisa global terbaru, WHO memperkirakan bahwa penggunaan bahan bakar padat rumah tangga di Cina menyebabkan sekitar 420.000 kematian dini setiap tahunnya.

34

34

Disamping paparan terhadap asap tembakau (baik pasif maupun aktif) dan partikel-partikel udara di dalam ruangan dianggap sebagai faktor risiko, yang berpotensial terhadap berkembangnya kanker paru, sebagai contoh: paparan asap minyak goreng, asap pemasak dan pemanas (pembakaran batu bara dan kayu bakar), dupa, obat nyamuk bakar, dan radon dalam ruangan (Ko dkk tahun 2000; Wang dkk tahun 2002; Yu dkk tahun 2006;


(38)

Zhang dan Smith 2007). Asap minyak goreng diketahui mengandung paling sedikit dua

senyawa karsinogenik yaitu benzo(a)pyrene dan 2,4-decadienal yang merangsang

kelangsungan hidup sel-sel paru melalui the nuclear factor –kB pathway (Hung dkk tahun 2005, 2007). Perempuan bukan perokok apabila terpapar dengan asap minyak penggorengan bersuhu tinggi, memiliki risiko menderita kanker paru lebih tinggi dan risiko tersebut semakin tinggi jika asap tidak dikurangi dengan menggunakan ekstraktor ( Ko dkk tahun 2002). 35

Bakar padat paling banyak digunakan di negara Cina adalah batu bara, sedangkan di negara barat paling banyak menggunakan bahan bakar kayu. Diseluruh negara kawasan Asia menggunakan bahan bakar batu bara untuk memasak dan pemanas, dimana hal ini nantinya akan meningkatkan kadar zat karsinogenik di dalam ruangan seperti polycylic aromatic

hydrocarbon (PAHs) (International Agency For Research on Cancer (IARC) tahun 1983;

Zhang dan Smith 2003).

34

IARC tahun 2010 menyimpulkan bahwa emisi di dalam ruangan yang berasal dari pembakaran bahan bakar batu bara bersifat karsinogenik bagi manusia (kelompok 1), sedangkan emisi dalam ruangan yang berasal dari pembakaran bahan bakar biomassa terutama kayu dan emisi yang berasal dari suhu minyak penggorengan yang tinggi, diklasifikasikan sebebagai zat karsinogenik pada manusia (kelompok 2A). 34,36

K. Inflamasi kronik

Bukti terakhir menunjukkan bahwa proses inflamasi mungkin memiliki peran utama terhadap karsinogenesis. Penyakit paru sebelumnya seperti penyakit paru obstruksi kronis (PPOK: emfisema dan bronkhitis kronis), pneumonia, TB adalah penyebab utama


(39)

peradangan di paru, dimana kondisi tersebut dapat berperan sebagai katalisator terhadap terjadinya neoplasma di paru dan tampaknya berhubungan dengan kanker paru. 38 Infeksi

juga meningkatkan airway remodeling yang dapat meningkatkan karsinogenesis. 37

Pada orang perokok, paparan asap rokok dapat memicu respon inflamasi pada saluran napasnya. Asap rokok memicu pelepasan berbagai jenis mediator inflamasi dan faktor pertumbuhan termasuk TGF-β, EGFr, IL-1, IL-8 dan G-CSF melalui stress oksidatf dan peradangan yang terjadi dapat berlangsung selama puluhan tahun setelah berhenti merokok. PPOK meningkatkan risiko kanker paru hingga 4.5 kali lipat pada perokok dalam jangka waktu yang lama. Sejauh ini PPOK adalah faktor risiko terbesar terhadap berkembangnya kanker paru pada orang perokok dan PPOK ditemukan pada 50-90% penderita kanker paru.

2.4. Patologi 39

Secara keseluruhan kanker paru, lebih banyak ditemukan pada paru kanan dibandingkan paru kiri. Berikutnya kanker paru lebih sering terjadi pada lobus atas daripada lobus bawah paru. Pasokan darah ke tumor, diperoleh melalui arteri bronkial dari epitel bronkus. Bentuk penyebaran yang khas pada kanker paru adalah pertama sekali kanker paru menyebar ke kelenjar limfe hilus, kemudian masuk ke kelenjar limfe mediastinum (biasanya ipsilateral). Kanker paru dapat menyebar secara hematogen ke hati, adrenal, paru, tulang, ginjal dan otak. Metastasis ke tulang biasanya adalah osteolytic.

2.5. Diagnosis Kanker Paru

12

Seseorang yang disangkankan menderita kanker paru, maka tujuan pemeriksaan klinis adalah menentukan jesis histologi dan stadium kanker paru tersebut, hal ini penting


(40)

untuk menentukan rencana pengobatan yang tepat. Komponen dalam pemeriksaan klinis tersebut adalah:

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

40

b. Pemeriksaan darah rutin c. Foto toraks

d. CT scan toraks

e. Pencitraan tambahan lain yang diperlukan f. Biopsi diagnostik

2.5.1. Manifestasi Klinis

Parenkim paru tidak memiliki serat saraf sensorik, karena itu gejala klinis kanker paru biasanya timbul setelah ada penekanan, invasi atau metastasis tumor ke organ atau struktur lainnya. 41

A. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)

Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi:

Gejala lokal yang timbul berupa batuk berdahak, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, obstruksi saluran napas biasanya terjadi setelah tumor berukuran besar.40,41,42

1. Batuk disebabkan oleh tumor endobronkial, pneumonia atau efusi pleura. Batuk

biasanya kronis dan tidak berdahak. Batuk berdahak yang berlebihan biasanya didapati pada bronkoalveolar sel karsinoma. Obstruksi pada bronkus utama atau bronkus lobaris, dapat mengganggu pengeluaran sputum, menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan akan menimbulkan pneumonia.

2. Batuk darah biasanya ditemukan pada lesi endobronkial, tetapi dapat juga terjadi sebagai konplikasi kanker paru itu sendiri, misalnya emboli paru dan pneumonia.


(41)

3. Nyari dada, pada umumnya terjadi sebagai akibat invasi tumor ke pleura, ke dinding dada dan ke mediastinum. Invasi lokal tumor ke struktur yang berdekatan, seperti tulang rusuk dan tulang belakang dapat menyebabkan nyeri dada yang menetap.

4. Sesak napas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penyakit pada

endobronkial, atelektasis, emboli paru, penyebaran tumor ke kelenjar limfe dan efusi perikardial yang menyebabkan aritmia dan temponade.

B. Manifestasi Intratorakal Ekstrapulmonal

1. Sindroma Vena Kava Superior (SVKS)

2. Tumor yang berlokasi di lobus atas paru kanan atau kelenjar mediastinum, dapat

menginvasi atau menekan vena kava superior. Gambaran klinis SVKS adalah sesak napas, bengkak pada muka, leher dan lengan, batuk, orthopnue, nyeri dada dan sakit kepala, sedangkan tanda klinis SVKS adalah pelebaran vena dileher, wajah sembab, venektasi vena dileher, daerah dada maupun punggung, bengkak pada lengan dan edema.

3. Sindroma Horner

40,41,43

,

Tumor yang berada di apikal dapat meluas, melibatkan saraf simpatis dan menyebabkan sindroma Horner

s

,

s (kelopak mata jatuh, pupul mengecil, tidak berkeringat pada satu sisi wajah). 41,43,44 Tumor apikal juga dapat melibatkan plexus

brakialis, menyebabkan nyeri pada bahu dan leher, terjadinya atropi pada otot-otot kecil di tangan. 41

4. Suara Serak

Tumor pada paru kiri, dapat menekan nervus laringeus rekurens yang berada tepat diatas arcus aorta menyebabkan paralisis pita suara sebelah kiri. 41 Tumor mediastinum


(42)

yang besar, dapat menyebabkan paralisis pita suara bilateral, menyebabkan stridor

akibat sumbatan pada saluran napas bagian atas.

5. Disfagia

40

Invasi tumor secara langsung atau kelenjar mediastinum yang membesar dapat menyebabkan penekanan pada oesophagus, menyebabkan disfagia.

C. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis

45

Kira-kira 10-20% penderita kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik, hal ini terjadi bukan karena invasi tumor secara langsung, melainkan karena polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel tumor, yang menyerupai hormon. 45,46

Tabel 2. Sindroma paraneoplastik.

Sering terjadi 41 Jarang terjadi Anoreksia Secara umum Kaheksia

Penurunan berat badan Jari tabuh HPAO Demam Endokarditis mirantik Hiperkalsemia Endokrin SIADH Anemia Hematologi Polisitemia Sindroma miastenia Lambert-Eaton Neurologi Neuropati perifer Dermatomiositis/polimiolitis Jaringan ikat / vaskulitis Sistemik Lupus Eritematosus

Acanthosis nigricans Kulit Iktiosis didapat Keratoderma palmoplantar didapat Dermatomiositis Eritema annulare Dermatitis eksfoliatif Pemfigus Pruritis Akromegali Endokrin Sindroma karsinoid Sindroma Cushing Genekomastia Hiperkalsitonemia Hipoglikemia Hipofosfatemia Asidosis laktat Amiloidosis Hematologi Eosinofilia Lekositosis Reaksi lekoeritroblastik Polisitemia Trombositopenia Neuropati otonomik Neurologi Degenerasi serebelar Encefalitis limbic Miolinosis pontin Retinopati Glomeronefritis Ginjal Tubulointerstitial


(43)

D. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis

Kanker paru lebih sering bermetastasis ke adrenal, kelenjar, hati, tulang dan ke susunan saraf pusat (SSP).

1. Metastasis ke adrenal

12,40

Metastasis ke adrenal, paling banyak ditemukan pada KPKSK, sering tampa gejala dan jarang ditemukan pada pemeriksaan fisik, namun ditemukan pada pemeriksaan radiologi secara rutin (foto toraks dan CT scan toraks), metastasis adrenal yang luas dapat menyebabkan nyeri punggung dan bilateral metastasis adrenal dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi adrenal.

2. Metastasis ke hati

40

Metastasis kanker paru ke hati lebih sering ditemukan pada penderita KPKSK dari pada penderita KPKBSK. Keluhan paling sering ditemukan adalah anoreksia, perasaan tidak nyaman, dan penurunan berat badan dan gejala klinis yang jarang ditemukan adalah ikterik, nyeri perut kanan atas berhubungan dengan hepatomegali.

3. Metastasis ke susunan saraf pusat

40

Sering ditemukan pada KPKBSK (terutama adenokarsinoma) maupun pada KPKSK. Gejala klinis metastasis ke otak adalah nyeri kepala, perubahan status mental, kejang, mual dan muntah, defisit fokal motorik dan sensorik.

4. Metastasis ke tulang

40

Sepertiga dari penderita kanker paru, bermetastasis ke tulang, gejala paling sering berupa nyeri tulang, biasanya asimptomatik, diketahui pada saat melakukan CT-tulang atau adanya hiperkalsemia. 40


(44)

2.5.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik bukan saja menentukan lokasi tumor, tetapi juga untuk menentukan kelainan lainnya pada tubuh penderita, misalnya tumor di daerah leher, supraklavikula, aksila, payudara dan dinding dada, intraabdominal atau pembesaran prostat pada laki-laki. Dengan pemeriksaan teliti dapat memprediksi kegawatan, misalnya tanda- tanda sindrom vena kava superior karena penekanan tumor. Tanda-tanda lainnya adalah edema pada wajah dan lengan kanan disertai peningkatan tekanan vena jugularis dan tampak venektasi di dada.

2.5.3. Pemeriksaan Laboratorium 47

Pemeriksaan laboratorium dapat menjadi indikasi yang bermanfaat dalam menilai kemungkinan adanya metastasis (misalnya: fungsi hati meningkat, kemungkinan telah terjadi metastasis ke hati, peningkatan alkalin fosfatase kemungkinan menunjukkan telah terjadi metastasis ketulang). Pemeriksaan laboratorium juga dapat menilai kelainan metabolik dan paraneoplastik (misalnya: hiperglikemia, hipokalemia). Penurunan laktat dehidrogenase dan albumin merupakan pentanda prognosa yang jelek pada kanker paru.

2.5.4. Pemeriksaan Radiologi

40

Gambaran pancitraan pada kanker paru, dapat dipertimbangkan sebagai tumor yang terdapat disentral dan tumor yang terdapat di perifer. Tumor yang terdapat di sentral adalah tumor yang berada dekat dengan hilus/bronkus sekmentalis dengan/atau tampa adanya kollaps atau konsolidasi paru bagian distal. Dapat ditemukan adanya gambaran berikut ini:

1. Golden S Singn


(45)

2. Pembesaran hilus

3. Konsolidasi lobus yang luas 4. Massa di sentral

5. Berkurangnya ukuran saluran napas 6. Pneumonia persisten

7. Pneumonia berulang

Tumor yang terdapat diperifer adalah tumor yang terdapat diluar dari tumor hilus/ tumor bronkus sekmentalis. Dapat ditemukan gambaran berikut ini:

1. Biasa tumor berukuran besar dan berbentuk tidak beraturan

48

2. Pada foto toraks ukuran 1cm jarang dapat dilihat 3. Biasanya tumor berbentuk bulat, oval atau lobulated

4. Sudut tumor biasanya lobular atau tidak beraturan, pada kasus yang jarang dapat menyerupai pneumonia

5. Korona radiata kurang spesifik 6. Dapat terlihat sebagai mucocele

7. 16% kasus dapat terlihat sebagai kavitas pada foto toraks, pada CT scan toraks dapat terlihat lebih sering.

8. Air bronchogram dan cystlike lucencies jarang terlihat pada foto toraks walaupun

25% kasus dapat terlihat pada CT scan toraks.

9. Kalsifikasi sebenarnya jarang terlihat pada foto toraks dan sejumlah kecil dapat terlihat pada CT scan toraks.


(46)

A. Foto Toraks

Diperlukan foto toraks posteroanterior dan lateral, kelainan dapat dilihat jika ukuran massa tumor lebih dari 1 cm. Pemeriksaan foto toraks, dapat memberikan informasi tentang ukuran, bentuk, kepadatan dan lokasi tumor. Pemeriksaan foto toraks juga dapat memberikan informasi tentang limfadenopati toraks, efusi pleura, efusi perikardial, infiltrat, pneumonia dan konsolidasi. Perubahan bentuk mediastinum akibat limfadenopati, metastasis ke iga dan struktur tulang lainnya juga dapat dilihat. 16,20,44

Foto toraks juga dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan jenis histologi tumor, karsinoma sel skuamousa cendrung sebagai massa berukuran besar, berlokasi di sentral (hilar atau para hilar), menyebabkan nekrosis luas dan pada sepertiga kasus karsinoma sel skuamosa didapati adanya kavitas, apabila berada diperifer biasanya sebagai nodul atau massa yang besar. Dua pertiga adenokarsinoma ditemukan di perifer dengan diameter tumor biasanya lebih dari 4 cm tetapi dapat juga di temukan di sentral atau tumor endobronkial.

Tabel 3. Gambaran foto toraks berdasarkan tipe histologi kanker paru.

16,20,49 50 Gambaran radiologi Karsinoma sel skuamosa

Adenokarsinoma Karsinoma sel kecil

Karsinoma sel besar

Nodul ≤ 4cm 14% 46% 21% 18%

Lokasi perifer 29% 65% 26% 61%

Lokasi sentral 64% 5% 74% 42%

Massa

Hilar/parahilar

40% 17% 78% 32%

Kavitas 5% 3% 0% 4%

Keterlibatan pleura/dinding dada

3% 14% 5% 2%

Adenopati hilar 38% 19% 61% 32%

Adenopati mediastinal


(47)

B. CT scan Toraks

CT-scan toraks (Computed Tomographic Scan) dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik dibandingkan dengan foto toraks, dalam mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening hilus dan mediastinum, efusi pleura, efusi perikardial, invasi tumor ke dinding toraks dan struktur mediastinum, dapat mendeteksi tumor dengan ukuran kurang dari 1cm. Diameter kelenjar getah bening lebih besar dari 1cm dianggap tidak normal dan ketika diameternya lebih besar dari 1.5 cm maka CT-scan memiliki spesifisiti hampir 85% di dalam menentukan metastasis ke kelenjar limfe mediastinum. 16,40,42

C. PET (Positron Emission Tomography) atau PET-CT

Adalah prosedur yang tidak invasif dalam menilai pembesaran kelenjar getah bening, dengan sensitifitas 74% dan spesisifiti 85%, namun jika pembesaran kelenjar getah bening lebih besar sensitifitasnya dapat menjadi 100% dengan spesifiti 79%.

D. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scan)

17

Dengan pemeriksaan MRI scan dapat memberikan informasi lebih rinci tentang invasi tumor ke struktur toraks, pada pancoast tumor, sangat penting untuk menilai invasi tumor ke vaskular, saraf plexus brakialis dan ketika kanker paru direncanakan untuk tindakan operasi.

E. CT scan Abdomen 17

Jarang diperlukan secara rutin, karena dengan CT scan toraks pada umumnya telah mencakup pemeriksaan abdomen bagian atas sehingga telah dapat mengevaluasi metastasis ke hati. 40


(48)

F. Pemeriksaan Radiologi Tambahan

Dalam menentukan stadium kanker paru, diperlukan pemeriksaan radiologi tambahan. 40 Untuk mendeteksi metastasis yang jauh diperlukan pencitraan yang tepat

dengan :

1. CT atau MRI kranial dengan kontras

17

2. Bone Scientigraphy

3. Ultrasonografi

4. CT atau MRI hati dan adrenal

5. PET atau PET- CT

2.5.5. Diagnosis Berdasarkan Pemeriksaan Histologi

Diagnosis akhir kanker paru adalah pemeriksaan histologi yang menyatakan adanya keganasan. Diagnosis keganasan pada penderita yang disangkakan menderita kanker paru, diperlukan prosedur yang kurang invasif untuk mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologi.

a. Sitologi sputum

40

Adalah pemeriksaan sederhana dan tidak invasif dalam menentukan kanker paru, sangat tergantung kepada ukuran tumor, jarak tumor dengan saluran napas besar dan kemampuan penderita untuk mengeluarkan dahak, sebagai bahan pemeriksaan yang memadai. Pada lesi berukuran kecil yang terdapat di perifer, hasil pemeriksaan sitologi sputum kurang dari 20%. Sel-sel ganas dalam sputum dapat ditemukan pada 50% penderita. 20,40


(49)

b. Aspirasi Jarum Halus (AJH)

Pada penderita dengan pembesaran kelenjar getah bening superfisial atau metastasis

dermal, aspirasi jarum halus menghasilkan diagnosis positif dengan resiko

pemeriksaan yang ringan, sedangkan pada penderita efusi pleura, torakosintesis diagnostik adalah prosedur pemeriksaan dengan resiko rendah tetapi hasil pemeriksaan yang tinggi.

c. Bronkoskopi

40

Dengan bronkoskopi serat optik lentur (BSOL), dapat menentukan jenis histologi dan stadium kanker paru. BSOL merupakan pemeriksaan utama untuk menentukan jenis histologi kanker paru primer, dengan sensitivitas 88% pada tumor yang terdapat di sentral dan 78% pada tumor yang terletak di perifer. 17 Dengan

bronkoskopi lesi di sentral dapat dilihat secara langsung, bahan pemeriksaaan dapat diambil dengan menggunakan biopsi forsep, bilasan dan sikatan bronkus. Sedangkan lesi di perifer bahan pemeriksaan dapat diambil dengan tindakan biopsi

transbronchial needle aspiration (TBNA), bilasan dan sikatan, dan hasil

pemeriksaan tergantung pada ukuran lesi (misalnya lesi lebih keci dari 2 cm; hasil pemeriksaan positif sekitar 20% dan lesi lebih besar dari 4 cm hasilnya dapat mencapai lebih dari 80%).

d. Transthorasic Needle Aspiration (TTNA)

40

Digunakan pada lesi yang terletak di perifer, dan kelenjar getah bening mediastinum yang tidak dapat diakses dengan BSOL. 43 Lesi terletak di perifer dan ukuran lebih


(50)

Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTNA dengan tuntunan CT-Scan. 16

2.6. Histologi Kanker Paru

Karsinoma bronkogenik dibagi menjadi empat jenis histologi yang utama berdasarkan sifat biologi dan penanganan dan prognosisnya yaitu: 17,20

1. Kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) sebanyak 70%

-Karsinoma sel skuamosa (52%)

-Adenokarsinoma (13%)

-Karsinoma sel besar (5%)

2. Kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) sebanyak 30%

2.6.1. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa dikenal juga sebagai karsinoma epidermoid, karena mengandung struktur keratin menyerupai kulit. Karsinoma sel skuamousa timbul dari epitel skuamousa pada saluran napas yang besar dan berkembang secara cepat, paling sering berlokasi di sentral dan parahilar, ditemukan paling banyak pada laki-laki perokok dalam waktu yang lama dan rata-rata usia ketika ditemukan sekitar 57 tahun. Bukti terbaru mengatakan bahwa human papilomavirus dapat menyebabkan karsinoma sel skuamousa. 6,44

2.6.2. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma sering ditemukan pada perempuan berusia lebih tua dan bukan perokok. Adenokarsinoma berhubungan erat dengan fibrosis paru yang luas dan haneycomb lung. Adenokarsinoma timbul dari sel-sel glandular, seperti sel-sel goblet, sel pneumosit tipe


(51)

II, dan sel klara. Jenis sel ini paling banyak berhubungan dengan pekerjaan dan 90% adenokarsinoma terjadi antara umur 40-69 tahun, usia rata-rata ketika di diagnosis adalah 53.3 tahun. Karena letak tumor di perifer jarang menyebabkan gejala obstruktif dan biasanya tidak ada gejala klinis.

2.6.3. Karsinoma Sel Besar 20

Lokasi karsinoma sel besar berubah-ubah, tetapi biasanya berlokasi di sentral. Lesi di perifer ukurannya lebih besar dari adenokarsinoma. Kanker ini dapat juga menyebabkan batuk berdahak atau batuk darah. Ketika terdapat pada saluran napas utama, dapat menyebabkan obstruksi pneumonia.

2.6.4. Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil 20

Kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kebiasaan merokok. 35 Jenis kanker ini berkembang dan bermetastasis secara cepat,

umumnya ditemukan sebagai massa di sentral (hilar atau para hilar) dengan atau tampa adanya kollaps labaris, sering menyebar mengakibatkan perbesaran kelenjar getah bening mediastinum, dan obstruksi vena kava superior. 12 KPKSK timbul dari sel endokrin,

sel-sel kulchitsky dan sistem membran amine precursor uptake decarboxylase (APUD).

KPKSK adalah keganasan yang paling progresif dari semua karsinoma bronkogenik.

2.7. Penderajatan (Staging) Kanker Paru

46

Setelah ditegakkan diagnosis sebagai kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), maka stadium yang akurat harus ditentukan, berdasarkan sistim TNM (T untuk tumor primer; N untuk kelenjar getah bening regional; M untuk metastasis jauh) karena hal tersebut sangat penting untuk menentukan terapi yang akurat. Secara konvensional stadium


(52)

kanker paru, paling sering ditentukan berdasarkan CT scan toraks dan abdomen bagian atas. Namun demikian pencitraan CT memiliki sensitiviti terbatas, dan sering sering tidak dapat membedakan, apakah pembesaran kelenjar getah bening mediastinum disebabkan oleh keganasan atau karena reaksi hiperplasi jinak. Sangat berbeda dengan PET dengan fluorine

18-labeled fluorodedeoxyglucosa, memiliki sensitivitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi

metabolisme keganasan yang aktif dan dapat mengakibatkan perubahan stadium dan rencana pengobatan pada KPKSBK.

Tumor marker tidak dilakukan untuk diagnosis kanker paru, tetapi hanya bermanfaat untuk evaluasi hasil terapi. Pada kondisi tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah dilakukan berbagai prosedur diagnosa, maka torakotomi eksplorasi dapat dilakukan.

1,17

47,51

Tabel 4. Sistim TMN versi 6 (2002) dengan versi 7 (2009) dalam penderajatan KPKBSK.

17,48

Versi 6 Versi 7

TX Tumor primer sulit dinilai, atau terdapat sel ganas pada sputum atau cairan bronchial lavage, tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopik

Tx Tumor primer sulit dinilai,

terdapat sel ganas pada sputum atau cairan bronchial lavage, tapi tidak tampak secara radiologis dan bronkoskopik

T0 Tidak ada bukti adanya tumor

primer

T0 Tidak ada bukti adanya tumor

primer

Tis Karsinoma in situ Tis Karsinoma in situ


(53)

≤3cm, dikelilingi oleh jaringan

paru atau pleura viseral, tidak ada bukti secara bronkoskopik infiltrasi proximal ke bronkus

lobaris (belum sampai ke

bronkus utama)

dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral, tidak ada bukti

secara bronkoskopi infiltrasi

proximal ke bronkus lobaris (belum sampai ke bronkus utama). T1a Diameter tumor ≤ 2 cm

T1b Diameter tumor > 2cm tapi ≤ 3 cm T2 Tumor > 3cm diikuti oleh satu

dari gambaran berikut ini : - tumor primer mengenai bronku utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina

- invasi tumor ke pleura viseral - berhubungan dengan atelektasis atau

pneumonitis obstruktif yang

meluas kedaerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.

T2 Tumor > 3cm tetapi ≤7cm diikuti oleh satu dari gambaran berikut ini :

- tumor primer mengenai bronku utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina

- invasi tumor ke pleura viseral - berhubungan dengan atelektasis atau

pneumonitis obstruktif yang

meluas kedaerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.

T2a Diameter terbesar tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm

T2b Diameter terbesar tumor > 5 cm tetapi ≤ 7cm

T3 Tumor dengan berbagai ukuran

dengan invasi secara langsung pada salah satu struktur berikut ini:

- dinding dada (termasuk

tumor sulkus superior) - diafragma

- nervus frenikus - pleura mediastinum - perikardium parietal

atau tumor terdapat dalam

bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2cm sebelah distal karina, tetapi belum mengenai

karina; atelektasis atau

pneumonitis obstruktif seluruh paru.

T3 Diameter tumor > 7cm atau tumor berbagai ukuran dengan invasi secara langsung pada salah satu struktur berikut ini:

- dinding dada ( termasuk tumor sulkus superior)

- diafragma - nervus frenikus - pleura mediastinum - perikardium parietal

atau tumor terdapat dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2cm sebelah distal karina, tetapi belum mengenai

karina; atelektasis atau

pneumonitis obstruktif seluruh paru, atau nodul tumor satelit pada lobus yang sama.

T4 Tumor berbagai ukuran yang

menginvasi salah satu struktur berikut:

- mediastinum

- jantung

T4 Tumor berbagai ukuran yang

menginvasi salah satu struktur berikut ini:

- mediastinum


(54)

- pembuluh darah besar

- trakea

- nervus laryngeal

reccurent

- esofagus

- vertebra

- karina

atau penyebaran nodul tumor pada lobus yang sama atau tumor dengan efusi pleura ganas atau efusi perikardial

- pembuluh darah besar

- trakea

- nervus laryngeal reccurent

- esofagus

- vertebra

- karina

atau penyebaran tumor nodul

satelit pada lobus berbeda

ipsilateral.

N X

Kelenjar getah bening regional belum dapat di evaluasi

NX Kelenjar getah bening regional

belum dapat di evaluasi

N0 Tidak ada metastasis kelenjar

getah bening regional

N0 Tidak ada metastasis kelenjar

getah bening regional

N1 Metastasis pada kelenjar getah

bening peribronkial dan/atau

hilus ipsilateral, termasuk

perluasan tumor secara langsung.

N1 Metastasis pada kelenjar getah

bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung.

N2 Metastasis pada kelenjar getah

bening mediastinum ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kelenjar getah bening subkarina.

N2 Metastasis pada kelenjar getah

bening mediastinum ipsilateral dangan atau tanpa metastasis pada kelenjar getah bening subkarina.

N3 Metastasis pada kelenjar getah

bening hilus dan mediastinum

kontralateral, atau KGB

skalenus / supraklavikula

ipsilateral atau kontralateral.

N3 Metastasis pada kelenjar getah

bening hilus dan mediastinum kontralateral, atau KGB skalenus / supraklavikula ipsilateral atau kontralateral.

M X

Metastasis tidak dapat dinilai MX Metastasis tidak dapat dinilai

M0 Tidak ditemukan metastase jauh M0 Tidak ditemukan metastase jauh

M1 Metastase jauh temasuk,

penyebaran nodul tumor ke lobus paru yang lain

M1 Metastasis jauh

M1a Penyebaran nodul tumor ke dalam lubus kontralateral, nodul pada pleura, efusi pleura ganas atau efusi perikardial

M1b Metastasis jauh

Tabel 5. Penderajatan Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil.17,48

Versi 6 Versi 7

T N M T N M

Occult Carcinoma


(55)

0 Is 0 0 Is 0 0

I IA 1 0 0 IA 1a,b 0 0

IB 2 0 0 IB 2a 0 0

II IIA 1 1 0 IIA 1a,b 1 0

2a 1 0

2b 0 0

IIB 2 1 0 IIB 2b 1 0

3 0 0 3 0 0

III IIIA 1-3 2 0 IIIA 1,2 2 0

3 1 0 3 1,2 0

4 1,0 0

IIIB 4 0-2 0 IIIB 4 2 0

Any 3 0 Any 3 0

IV Any Any 1 IV Any Any 1a,b

Kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) atau small cell lung carcinoma (SCLC) terdiri dari :

a. Stadium terbatas (limited), jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)

17

b. Stadium luas (extensive), jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke organ lain

2.8. Penatalaksanaan Kanker Paru

Penatalaksanaan kanker paru, berdasarkan jenis histologis kanker paru, stadium penyakit, tampilan umum (performance status) dan keuangan. 16 Modalitas terapi lokal adalah dengan pembedahan dan radioterapi. Terapi sistemik dengan kemoterapi secara konvensional dan target terapi. Dapat diberikan radiokemoterapi, dimana radioterapi dan kemoterapi diberikan secara bersamaan. Kemoterapi, radioterapi dan radiokemoterapi dapat diberikan sebelum dilakukan operasi (terapi neoajuvan) atau diberikan setelah pembedahan (terapi ajuvan). Jika histologi tumor gabungan diantara KPKBSK dan KPKSK maka seharusnya ditangani sebagai KPKSK.

2.8.1. Penanganan Pada Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil 17


(56)

A. Stadium I dan II

25%-30% KPKBSK di diagnosis pada stadium dini. Pada penderita ini jika tidak ditemukan kontraindikasi terhadap pembedahan, maka reseksi adalah terapi pilihan. Prosedur bedah onkologi termasuk lobektomi, bilobektomi dan pneumonektomi, dengan limfadektomi mediastinal sistemik. Setelah reseksi tumor secara keseluruhan, dapat dilanjutkan dengan kemoterapi ajuvan dengan platinum based therapy direkomendasikan pada stadium II, tetapi secara umum tidak direkomendasikan pada kanker paru stadium I. Radioterapi ajuvan tidak direkomendasikan setelah reseksi komplit. Pada penderita stadium I dan II yang tidak dapat menjalani pembedahan dianjurkan radioterapi kuratif. 17

B. Stadium IIIA

15%-20% KPKBSK di diagnosis pada stadium IIIA, stadium ini sama dengan status T3N1M0. Pada stadium ini sering kali didapati kontraindikasi untuk pembedahan. Jika tidak ada kontraindikasi lakukan pembedahan, kemudian lanjutkan dengan kemoterapi ajuvan. Pada status T3N2M0 (10%) adalah menjadi batas pada stadium IIIA yang dapat dilakukan tindakan operasi. Pada kasus dimana N2 ditemukan pada saat preoperasi dan pascapembedahan, dengan kondisi umum penderita baik, maka direkomendasikan kemoterapi ajuvan platinum based dan dipertimbangkan pemberian radioterapi. Pada kasus N2 diketahui sebelum operasi dengan kelanjar getah bening yang terlibat adalah luas direkomendasikan radiokemoterapi dan bila kondisi penderita baik terapi diberikan secara bersamaan. 17


(57)

C. Stadium IIIB

Ditemukan sekitar 10%-15% KPKBSK ditemukan pada stadium IIIB. Terapi yang diberikan adalah radiokemoterapi. Pada semua penderita stadium IIIB berdasarkan N3 (tidak ada efusi pleura dan efusi perikardial) rejimen yang menjadi pilihan adalah radiokemoterapi dengan platinum based. Pada kondisi penderita yang baik terapi dengan kemoradioterapi sekuensial lebih disukai.

D. Stadium IV

17

40%-50% penderita KPKBSK di diagnosis pada stadium IV, hanya dapat diberikan pengobatan paliatif. Keberhasilan pengobatan tergantung pada penderita.17

2.8.2. Penanganan Pada Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil

Kemoterapi adalah terapi pilihan untuk KPKSK stadium terbatas atau stadium luas. Tambahan radiasi dapat dilakukan setelah kemoterapi 6 siklus. 16

Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan reseptor untuk membunuh

sel kanker, yang telah banyak digunakan saat ini adalah obat yang bekerja sebagai TKI

(tirosin kinase inhibitors). Seperti erlotinib dan gefitinib, obat golongan ini lebih sederhana

cara pemberiannya dan ringan efek sampingnya, tetapi pemanfaatannya sebagai terapi lini pertama masih perlu pembuktian lebih lanjut.

2.8.3. Targeted Therapy


(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif tentang karakteristik sosiosemografi, kebiasaan merokok, manifestasi klinis, gambaran foto toraks, stadium kanker paru, dan kemoterapi pada penderita kanker paru dengan pendekatan retrospektif, dimana data diambil dari data skunder (rekam medis).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang rawat inap di RA3 RSUP. Haji Adam Malik Medan / Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU. Data diperoleh dari rekam medik mulai dari Januari 2007- Desember 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua data rekam medik penderita kanker paru yang dirawat di ruang rawat inap di RA3 RSUP. H.Adam Malik Medan

3.3.2. Sampel

Semua penderita kanker paru yang dirawat di ruang rawat inap Rindu A3 (RA3) RSUP.Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.


(1)

8. Bryant A, Cerfalio RJ. Differences in Epidemiology, Histology, and Survival Between Cigarette Smokers and Never-Smokers Who Develop Non-Small Cell Lung Cancer. Chest 2007; 185- 92

9. Guntulu AK. Metentas M, Metintas S, et al. Lung Cancer in Individuals Less Than 50 Years of Age. Lung. 2007. 185: 279-86

10.Syahruddin E, Marleen FS. Hodoyo A. Endarjo S. Ekspresi Protein Bcl-2 Pada Sediaan Blok Parafin Jaringan Kanker Paru. J Respir Indo.29; 2009: 210- 6

11.Senby C. Neoplastic Disease. In : Respiratory Medicine. New York. Churchill Livingstone; 2002 : 54- 9

12.Siagian P. Peranan Sitologi Sputum Pada Diagnosis Awal Kanker Paru Dengan Kelainan Foto toraks. In : Siagian P. Tesis: Untuk Memperoleh gelar Spesialis Paru Pada Program Pendidikan Dokter Spsialis I Departemen Ilmu Penyakit Paru FK.USU/RSUP.H. Adam Malik; Medan. 2002: 28-30

13.Kasuma D.Penilaian Visualisasi Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik lentur Dengan Konfirmasi Pemeriksaan Sitologi Bronkus Dalam Menegakkan Diagnosis Kanker Paru. In : Tesis: Untuk Memperoleh gelar Spesialis Paru Pada Program Pendidikan Dokter Spsialis I Departemen Ilmu Penyakit Paru FK.USU/RSUP.H. Adam Malik; Medan. 2011

14.Haugen A, Mollerup S. Etiology of Lung Cancer. In : Hansen H. Lung Cancer. London. Informa Healthcare;2000: 1-8

15.Kern JA, McLennan G. Genetic and Molecular Changes of Human Lung Cancer. In Fishman A, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA,et al. Fishman’S Pulmonary Diseases And Disorders. 4 th ed. New York. Mc Graw Hill; 2008 :1802-28


(2)

16.Jusuf A, Harryanto A, Syahrudddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Dutandio N. Kanker paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil. Pedoman Nasional Untuk Diagnosa& Penatalaksanaan di Indonesia.PDPI. Jakarta: 2005

17.Hammerscmidt S, Wirtz H.Lung Cancer:Current Diagnosis and Treatment. Dtsch Arztebl Int 2009;106 (49): 809-20

18.Prokhorov AV, Ford KH, Hudmon KS. Smoking Cassation. In : Roth JA, Hong WK, Cox JD. Lung Cancer. USA. Blackwell Publishing; 2008: 1-20

19.Boyle P, Gandini S, Gray N. Epidemiology of Lung Cancer: A Century of Great Success and Ignominious Failure. In : Hansen H. Textbook of Lung cancer. USA. Informa Healthcare; 2008:10-18

20.Patel H, Gwilt C, McGowan P. Neoplastic Disease of The lung. In : Szar DH, Adcock I. Respiratory System. New York. Mosby Elsevier; 2008: 151-159

21.Barnett M. The Background to COPD. In :Chonic Obstructive Pulmonary Disease In Primary Care. New York. John Wiley & Son, Ltd; 2006: 1-14

22.Gautchi O, Mack PC, Heighway J, Gumerlock PH. Melecular Biology of Lung Cancer as the Basis for Targeted Therapy. In : Pandya KJ, Brahmer JR, Hidalgo M. Lung Cancer Translational and Emerging Therapies. New York. Informa Healthcare USA, Inc ; 2007 :1-6

23.Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener C. Kanker Paru In : At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta. Arlangga ; 2007: 84

24.Burns DM. Lung Cancer and Tabacco control. In : Hirsch FR, Bunn PA, Kato H, Mulshine JL.Textbook of Prevention and Detection of Early Lung Cancer. New York. Taylor & Francis; 2006: 34-52


(3)

25.Wu X, Lin J, Spitz MR. Lung Cancer Susceptibility and Risk Assessment Models. In; Roth Aj, Cox JD. Lung Cancer. 3th

26.Hammound Z, Tan B, Badve S, Bigsby. In: Estrogen Promotor Tumor Progression In a Genetically Defined Model of Lung Adenocarcinoma : Endocrine-Related Cancer (2008) 15 475-483

ed. Australia.2008. 32-48

27.Aldington S, Harwood M, Cox B, et al. Cannabis Use and Risk of Lung cancer: A Casecontrol Study. Eur Respir J. 2008; 31(2): 280-286

28.Tashkin DP. Pulmonary Complicatins of Smoked Substance Abuse. West J Med 1990; 152: 525-530

29.Jaakkola MS. Environmental Tabacco Smoke and Health In The elderly. Eur Respir J 2002; 19: 172-181

30.Alberg AJ, Ford JG, Samet JM. Epidemiology Of Lung Cancer: ACCP Evidence-Based Clinical Practice Guidelines (2nd

31.Thomas L, Doyle LA, Edelman MJ. Emerging Differences in Epidemiology, Biology, and Therapy. Chest 2005; 128:370-381

Edition). Chest 2007; 132:29S-55S.

32.Sandler DP, Everson RB, Wilcox AJ, et al. Cancer Risk in Adulthood From Early Life Exposure to Parents’ Smoking. Am J Puplic Health 1985; 75: 487-492.

33.Campbell IA. Smoking. In : Seaton A, Seaton D, Leitch AG. Crofton and Douglas’s Respiratory Disease. 4 th

34.Hosgood HD, Berndt SI, Lan Q. GST Genotypes and Lung Cencer Susceptibility in Asian Populations With Indoor Air Pollution Exposures: a Meta-Analysis. Mutat Res. 2007; 636(1-3): 134-143.


(4)

35.Tang L, Lim WY, Eng P, et al. Lung Cancer in Chinese Women: Evidence for an Interaction Between Tabacco Smoking and Exposure to Inhalants in the Indoor Environment. Environ Health Perfect 118:1257-1260 (2010)

36.Hosgood HD. Boffetta P, Greenland S, et al. In Home and Wood Use and Lung Cancer Risk: A Pooled Analysis of the International Lung Cancer Consortium. Environ Health perspect 118:1743-1747 (2010)

37.Koshiol J, Rotunno M, Consonni D,et al. Choronic Pulmonary Disease and Altered Risk of Lung cancer in a Population-Based Case-Control Study. Plos ONE 4 (10): e7380

38.Brenner DR, McLaughlin JR, Hung RJ. Previous Lung Disease and Lung Cancer Risk: A Systematic Review and Meta-Analysis. Plos ONE 6(3): e1779.

39.Adcock IM, Caramori G, Barnes PJ. Chrinic Obstructive Pulmonary Disease and Lung Cancer: New Molecular Insights. Respiration 2011; 81: 265-284.

40.Fossella FV. Clinical Examination Of Patients With Suspected Lung Cancer In : Buzdar A, Freedman RS. Lung Cancer. New York. Springer ; 2003: 25-34

41.Putnam JB, Fossella JFV, Komaki R. Implementation Of Multidisciplinary care In The Treatment Of Patients With Lung Cancer. In : Buzdar A, Freedman RS. Lung Cancer. New York. Springer ; 2003: 1-2

42.Shah P.Clinical considerations in Lung Canser. In : Desai SR. Lung Cancer. New York. Cambridge Univercity Press; 2007: 1-10


(5)

44.Raza MA, Mintz ML. Lung Cancer. In : Mintz ML. Disorders of the Respiratory tract cammon Challenges in Primary care. New Jersey. Human Press Inc; 2006: 205-18

45.Syahruddin E, Zairus D, Jusuf A. Toksisiti Hematologi Akibat Kemoterapi Pada Penderita Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil. J Respir Indo. 2008;28: 184-8

46.Syahruddin E, Pratama AD, Arief N. A Restrospective Study: Clinical and Diagnostic and Diagnostic Characteristics in Advanced Stage of lung Cancer Patients With Pleural Effusion In Persahabatan Hospital 2004-2007. J Respir Indo.31; 2010: 146-147

47.Syahruddin E,Hudoyo A, Arief N. In : Efusi Pleura Ganas Pada Kanker Paru. J Respir Indo 2010;29: 196-201

48.Houston M, Scoot J.Neoplasmas of The Lungs, Airway, and Pleura. In : Hansell DM, Lynch DA, McAdam HP.Imaging of Diseases of the Chest. Elsevier. USA; 2010: 787-832

49.Pomplun S. Pathology of Lung Cancer. In : Desai SR. Lung Cancer. New York. Cambridge Univercity Press; 2007: 12-22

50.Hirsch FR, Corrin B, Colby. Clinical Features and Staging. In : Travis WD, Brambilla E, Herlink KM, Harris CC. WHO Classification of Tumor Pathology and Genetics of Tumours of the Lung,Pleura, Thymus and Heart. Perancis. IARC Press International Agency for Research on Cancer (IARC) 69008 Lyon; 2004: 16-21 51.Jafri SAHZ, Copley JS. Imaging of Lung Cancer. In : Desai SR. Lung Cancer. New


(6)

52.Blair A, Zahm SH. Agricultural Exposure and Cancer. Environ Health Prespect 103 (Suppl 8): 205-2008 (1995)

53.Fano V, Mechelozzi P, Ancona C et al. Occupational and Environmental Exposures and Lung Cancer in an Industialised Area in Italy. Occup Environ Med 2004; 61; 757-763

54.Thomas L, Boyle LA, Adelman M. Lung Cancer in Women Emerging Diffrences in Epidemiology Biology and Therapy, Chest 2005; 128; 370-381

55.Thun MJ, Lally CA, Flannery JT, et al. Cigarette Smoking and Changes in The Histopatology of Lung Cancer. Journal of the National Cancer Institute, Vol. 89, No.21, November 5,1997.

56.Yun YH, Kim MK, Jung WK, et al. Cancer Epidemiology, Biomarkers dan Prevention. Relative and Absolute Risks of Cigarette Smoking on Major in Korean Men. Cancer Epidemiol Biomarkes Prev 2005;14:125-2130.