1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan Pasal 164 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, menyebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar
hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja meliputi pekerja sektor informal
dan formal. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja. Disebutkan pula bahwa pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan menjamin
lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan datang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat,
ramah lingkungan, sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik bagi pengusaha
maupun tenaga kerja. Dengan demikian pemantauan dan pelaksanaan norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan bekerja dan berusaha dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan sustainable
development Tambusai,2001. Menurut Suma’mur P.K 1996 untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-
baiknya, pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dan cara dimaksud meliputi di
Universitas Sumatera Utara
2
antaranya tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap badan, penserasian manusia dan mesin, pengekonomisan upaya. Cara dan lingkungan
tersebut perlu disesuaikan pula dengan tingkat kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja yang bersangkutan.
Sulistiono dalam Imania menyatakan bahwa penyakit akibat kerja dapat menimbulkan kelainan cacat yang sukar tidak bisa dipulihkan. Menyebabkan
hilangnya waktu kerja. Faktor fisik dan kondisi lingkungan kerja dapat menjadi pendorong resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor fisik tersebut diantaranya
gerakan dengan kekuatan dan berulang tekanan statis pada otot dan tekanan oleh mesin atau getaran dan suhu yang terlalu panas atau dingin. Faktor tersebut akan
semakin mempengaruhi dan dirasakan sebagai pemicu akibat kerja, setelah masa kerja, waktu istirahat yang kurang dan pekerjaan yang monoton Imania, 2009.
Masa kerja menunjukkan lamanya seseorang terkena paparan di tempat kerja, semakin lama masa kerja maka akan semakin lama terkena paparan di tempat kerja
sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Melakukan pekerjaan yang sama selama bertahun – tahun tanpa ada rotasi pekerjaan menyebabkan
pekerjaan tersebut membebani otot dan jaringan lunak yang sama dalam jangka waktu tersebut Luttman, 2003.
Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam
waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan
Universitas Sumatera Utara
3
kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah.
Sikap tubuh dalam bekerja harus merupakan sikap tubuh yang alami, tidak dipaksakan dan tidak canggung, sehingga dicapai efisiensi dan produktivitas kerja
yang optimal dan memberikan kenyamanan waktu bekerja, diusahakan agar semua pekerjaan dilakukan dalam sikap ergonomis harus diatur sedemikian rupa sehingga
tidak menyebabkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan dan bahaya-bahaya kesehatan lainnya. Bekerja dengan posisi berdiri dan kurangnya gerakan otot pada
kaki lebih cepat menimbulkan kelelahan, bila hal ini berlangsung lama akan terjadi gangguan pada organ tubuh lain seperti tengkuk, punggung, pinggang, juga dapat
menimbulkan varices pada kaki Sinaga, 2005. Pada saat individu berdiri dalam waktu yang lama, tekanan dinding vena akan
meningkat karena kerja katup tidak maksimal dan pengaruh gaya gravitasi bumi. Penekanan yang cukup besar, akan menyebabkan dinding vena meregang dan
menyebabkan bentuk vena berubah. Bentuk vena lebih mudah berubah sebab vena tidak memiliki otot polos. Perubahan bentuk akan diikuti dengan terganggunya fungsi
katup. Bila pekerjaan mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis diam, tapi tetap bergerak. Misalnya dengan berjalan di tempat,
agar otot tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung. Hal ini menjadi salah satu pemicu varices. Ronny, 2009
Jantet G 1998 yang dikutip oleh Malik 1999 menyatakan bahwa insiden varices tungkai per tahun pada wanita 2,6 dan pria 1,9. Insiden meningkat dengan
bertambahnya usia dan puncaknya pada usia 30 – 40 tahun. Basuki dkk 1990 yang
Universitas Sumatera Utara
4
dikutip oleh Malik 1999 pada penelitiannya mendapatkan 1226 penderita varices tungkai dalam periode 1984 – 1989 dan penderita terbanyak usia 20 – 40 tahun
sedangkan perbandingan wanita dan pria adalah 9,95 : 1. Sandick NS 1992 yang dikutip oleh Malik 1999 pada penelitiannya mendapatkan 84 kasus dengan
predisposisi genetik, kehamilan 30, berdiri lebih dari 6 jamhari 19, pemakaian kontrasespsi oral 18, kegemukan 15, paparan sinar ultraviolet 10 dan riwayat
tromboplebistis 0,4. Kebun Klambir V adalah salah satu kebun PTP Nusantara II yang menangani
tembakau. Salah satu proses produksi di kebun tersebut adalah sortasi yang dilakukan didalam bangsal. Bagian sortasi merupakan bagian yang sangat terpenting dalam
kelancaran kegiatan di Kebun Klambir V. Semua daun tembakau yang telah dipanen dikirim ke bangsal dan diterima oleh pekerja quality control QC yang kemudian
memilah-milah daun tembakau tersebut dan menepuk-nepuk daun tembakau untuk mengurangi debu yang ada didaun. Setelah selesai daun-daun tersebut disatukan
dalam beberapa ikatan yang kemudian di tumpuk untuk selanjutnya di rapihkan bentuknya yang sudah keriput akibat proses pengeringan. Kemudian daun yang sudah
rapi bentuknya disortir berdasarkan kualitas warna daun yang kemudian siap untuk dikirim kebagian fermentasi.
Berdasarkan survey pendahuluan dan pengamatan yang dilakukan kepada pekerja QC tersebut selama proses pekerjaan tersebut mereka bekerja dengan sikap
berdiri dari awal bekerja sampai selesai dengan memilah-milah daun tembakau diatas meja kerja yang telah disediakan. Selama berlangsungnya masa pensortiran daun
tembakau pekerja bekerja selama 8 jam kerja yang dimulai dari pukul 07.00 – 16.00
Universitas Sumatera Utara
5
WIB. Walaupun diberikan waktu istirahat setiap 2 jam sekali selama 15 menit namun pekerja lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaan daripada istirahat. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa lelah, pegal dan kebas pada bagian tungkai, bila terjadi terus menerus akan mengakibatkan gangguan pembuluh darah vena. Dengan keadaan
tungkai yang lelah, pegal dan kebas yang dirasakan pekerja dapat menurunkan produktivitas.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun
Klambir V PTP Nusantara II tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah