Kelelahan Mata pada Pekerja Bagian Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Tahun 2011

(1)

SKRIPSI

KELELAHAN MATA PADA PEKERJA BAGIAN SORTIR DAUN TEMBAKAU DI KEBUN KLAMBIR V PTPN II TAHUN 2011

OLEH:

061000121 RIZKA ANNISA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

KELELAHAN MATA PADA PEKERJA BAGIAN SORTIR DAUN TEMBAKAU DI KEBUN KLAMBIR V PTPN II TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH: 061000121 RIZKA ANNISA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

KELELAHAN MATA PADA PEKERJA BAGIAN SORTIR DAUN TEMBAKAU DI KEBUN KLAMBIR V PTPN II TAHUN 2011

Oleh:

NIM. 061000121 RIZKA ANNISA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 19 Maret 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes

NIP. 196202061992031002 NIP. 197911072005012003 Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes

Penguji II Penguji III

Ir. Kalsum, M.Kes

NIP. 195908131991032001 NIP. 198203012008122002 Arfah Mardiana Lubis M.Psi.

Medan, April 2012

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan

NIP. 196108311989031001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang kelelahan mata pada pekerja sortir daun tembakau di Kebun Klambir V PTPN II tahun 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelelahan mata pada pekerja sortir daun tembakau di kebun klambir V PTPN II tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sampel penelitian sebanyak 33 pekerja (populasi total). Data primer di peroleh melalui observasi dan pengukuran terhadap pekerja dengan menggunakan alat flicker fusion. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan data sekunder di peroleh dari profil perusahaan. Hasil penelitian yang diperoleh dari pengukuran menggunakan flicker fusion pada mata pekerja sortir daun tembakau ditemukan 17 orang (51,51%) dari pekerja sortir sudah mengalami kelelahan mata pada pagi hari sebelum mulai aktifitas kerja, 33 orang (100%) mengalami kelelahan mata pada saat setelah bekerja lebih kurang 4 jam atau sebelum istirahat makan siang, 33 orang (100%) mengalami kelelahan mata setelah istirahat makan siang. Kelelahan mata terbesar terdapat pada kelompok usia 41-45 tahun yaitu sebanyak 11 orang (33,33%) dan frekuensi terbesar yang mengalami kelelahan mata pada saat sebelum bekerja adalah pekerja sortir dengan masa kerja antara 1-5 tahun sebanyak 10 orang (30,30%). Disarankan agar pekerja sortir daun tembakau dapat mengistirahatkan matanya setiap satu atau dua jam selama mata digunakan untuk bekerja, dianjurkan juga kepada pekerja tidak hanya fokus menatap daun tembakau tetapi sesekali menggunakan mata untuk memandang ke objek lain, makan makanan yang bergizi dan mengandung vitamin A dan sebaiknya lakukan pemeriksaan ke dokter untuk mengetahui apakah pekerja sortir mengalami kelainan pada matanya.


(5)

ABSTRACT

Research has been conducted about the fatigue of the tobacco selection workers at kebun klambir V farm PTPN II 2011.The research purposed is to knowing about tobacco selection workers eye fatigue at kebun klambir V farm II 2011. The research is descriptive research. The research sample is 33 workers ( total population ). Primary data was obtain by the observation and measurement against workers using flicker fusion tool. Then data presented in frequency distribution table format and secondary data was collected from the company profile.The result of the research which obtained from the measurement using flicker fusion at tobacco selection workers founding 17 person (51,51%) of the selection workers has got eye fatigue at the morning before starts working activity, 33 person (100%) of them suffers eye fatigue after more or less 4 hours working or before lunch break, 33 person (100%) who suffers eye fatigue after lunch break. Eye fatigue mostly in range 41-45 years old person are 11 person (33,33%) , and the largest frequency who suffers eye fatigue before working are the selection workers with period of employment between 1-5 years are 10 person (30,30%).Advisory to the tobacco selection workers should be take a break every 1-2 hours as they eye using they’re eyes to work , advise to workers never just be focus looking at the tobacco leave but once in a while looking at other objects, consuming nutritious food and containing vitamin A and conducting a medical check up to ophthalmologist (eye doctor) to figure out wheter the selection workers has abnormality with their eyes.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizka Annisa

Tempat/Tanggal Lahir : Binjai / 14 Oktober 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 2 Bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Sei Mencirim Kompleks Bougienviel Indah Blok.B No.54 Sunggal

Riwayat Pendidikan

Tahun 1991-1994 : Tadika Fakulti Pendidikan Universitas Kebangsaan Malaysia Bangi

Tahun 1994-2000 : SD Percobaan Negeri Medan Tahun 2000-2003 : SMP Negeri 1 Medan

Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 2 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan senantiasa memberi kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kelelahan Mata Pada Pekerja Bagian Sortir Daun Tembakau Di Kebun Klambir V PTPN II Tahun 2011”.

Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sekaligus dosen pembimbing I dan Ketua Penguji yang memberikan banyak masukan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II sekaligus dosen penguji I yang telah begitu sabar memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ir. Kalsum, M.Kes selaku Penguji II dan Arfah Mardiana Lubis, M.Psi selaku Penguji III yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang banyak memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis selama menyelesaikan kuliah.

6. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku dosen pembimbing akademik.

7. Seluruh dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah memberikan ilmu dan pengarahan, juga kepada Bu Ainun yang turut membantu dalam kelancaran skripsi ini.


(8)

8. Direksi PTPN II di Tanjung Morawa serta Kepala Bagian Sumber Daya Manusia Dr. Ir. H. Erwin, MS yang telah memberi izin penelitian pada perusahaan tersebut.

9. Bapak Edi Suranta, Bapak Novian dan seluruh pekerja di Kebun Klambir V PTPN II yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

10. Ayahanda Dr. Ir. Hasanuddin, MS dan Ibunda Dr. Dra Rozanna Mulyani M.A yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi kepada penulis. Untuk adik tersayang Rizki Arrizal yang selalu setia menghibur penulis.

11. Andung Hj. Rohana Ridwan, dr.Noermadi Saleh dan Rooswati Diana yang selalu memberikan perhatian, nasehat dan kasih sayang lebih selama penulis menyelesaikan kuliahnya. Serta kepada seluruh keluarga besar yang tak henti-hentinya memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.

12. Sahabat terbaik Dhanang Pratomo, terima kasih atas segala dukungan dan perhatian kepada penulis.

13. Untuk Karlina Yunisa, Psi, Merisa Juniana, SKM, Yuni Hidayatun, Ariya Ayu Putri, Riri Oktalini, SKM, Tri Octadiana, Deslimah Dwi Mulya, SKM, Wartika Syilviana, SKM dan Nuzul Hibni terima kasih telah memberikan warna bagi hidup penulis.

14. Untuk Nanang Prabowo, SE dan keluarga terima kasih karena pernah memberikan dukungan kepada penulis.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi kepentingan pengembangan ilmu Kesehatan Masyarakat terutama di bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Medan, Maret 2012 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

ABSTRAK... ii

RIWAYAT HIDUP... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... ... .. 1

1.2. Perumusan Masalah... .. 7

1.3. Tujuan Penelitian... .. 7

1.3.1. Tujuan Umum ... .. 7

1.3.2. Tujuan Khusus... .. 7

1.4. Manfaat Penelitian... .... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Ergonomi... 9

2.2. Kelelahan... 10

2.3. Kelelahan Mata... .. 14

2.4. Mata... 16

2.5. Upaya pencegahan kelelahan mata... 19

2.6. Kerangka Konsep... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Jenis Penelitian... 21

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 21

3.2.1. Lokasi Penelitian... 21

3.2.2. Waktu Penelitian... 21

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 21

3.3.1. Populasi... 21

3.3.2. Sampel... 22

3.4. Metode Pengumpulan Data.... ... 22

3.5. Definisi Operasional Variabel... 22

3.6. Aspek Pengukuran... 23


(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN... 27

4.1. Gambaran Umum PTP Nusantara II... 27

4.1.1. Sejarah PTP Nusantara II... 27

4.1.2. Proses Produksi PTP Nusantara II... 28

4.1.3. CaraKerja Pekerja Sortir... 32

4.2. Kelelahan Mata Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II... 33

4.3. Kelelahan Mata Berdasarkan Karakteristik Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II... 34

4.3.1. Kelelahan Mata Berdasarkan Umur... 34

4.3.2. Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja... 37

4.3.3. Kelelahan Mata Berdasarkan Riwayat Penyakit Mata... 40

4.4 Kelelahan Mata Berdasarkan Cara Kerja... 41

BAB V PEMBAHASAN... 44

5.1. Kelelahan Mata Pada Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II.. 44

5.2. Kelelahan Mata Berdasarkan Karakteristik Pada Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II... 46

5.2.1. Kelelahan Mata Berdasarkan Umur... 46

5.2.2. Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja... 48

5.2.3. Kelelahan Mata Berdasarkan Riwayat Penyakit Mata... 49

5.3. Kelelahan Mata Ditinjau Dari Cara Kerja Pekerja Sortir... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 52

6.1. Kesimpulan... 52

6.2. Saran... 53

DAFTAR PUSTAKA... 54 DAFTAR LAMPIRAN... 56

1. Rekapitulasi Data Sampel Pada Saat Pengukuran Kelelahan Mata Menggunakan Flicker Fusion... 56

2. Surat Izin Peminjaman Alat... 57

3. Surat Permohonan Izin Penelitian... 58


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Distribusi Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II

Berdasarkan Kelelahan Mata pada tahun 2011... 33 Tabel 4.2. Distribusi Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II

Berdasarkan Umur pada tahun

2011... 34 Tabel 4.3. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Umur Pada Pekerja

Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Sebelum Kerja pada tahun 2011...

.

35 Tabel 4.4. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Umur Pada Pekerja

Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Sebelum

Istirahat Makan Siang pada tahun 2011... 36 Tabel 4.5. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Umur Pada Pekerja

Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Setelah

Istirahat Makan Siang pada tahun 2011... 36 Tabel 4.6. Distribusi Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II

Berdasarkan Masa Kerja pada tahun

2011... 37 Tabel 4.7. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja

Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Sebelum

Kerja pada tahun 2011... 38 Tabel 4.8. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja

Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Sebelum

Istirahat Makan Siang pada tahun 2011... 39 Tabel 4.9. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja

Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II

SesudahIstirahat Makan Siang pada tahun 2011... 39 Tabel 4.10. Distribusi Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II

Berdasarkan Riwayat Penyakit Mata pada tahun


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagian-bagian Mata... 17

Gambar 2. Kerangka Konsep... 20

Gambar 3. Flicker Fusion... 24

Gambar 4. Kerangka Penelitian (Kerja)... 25

Gambar 5. Proses tembakau dari pembibitan sampai ekspor... 31


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Rekapitulasi Data Sampel Pengukuran Kelelahan Mata

Menggunakan flicker fusion... 56

Lampiran 2. Surat Izin Peminjaman Alat... 57

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian... 58


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang kelelahan mata pada pekerja sortir daun tembakau di Kebun Klambir V PTPN II tahun 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelelahan mata pada pekerja sortir daun tembakau di kebun klambir V PTPN II tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sampel penelitian sebanyak 33 pekerja (populasi total). Data primer di peroleh melalui observasi dan pengukuran terhadap pekerja dengan menggunakan alat flicker fusion. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan data sekunder di peroleh dari profil perusahaan. Hasil penelitian yang diperoleh dari pengukuran menggunakan flicker fusion pada mata pekerja sortir daun tembakau ditemukan 17 orang (51,51%) dari pekerja sortir sudah mengalami kelelahan mata pada pagi hari sebelum mulai aktifitas kerja, 33 orang (100%) mengalami kelelahan mata pada saat setelah bekerja lebih kurang 4 jam atau sebelum istirahat makan siang, 33 orang (100%) mengalami kelelahan mata setelah istirahat makan siang. Kelelahan mata terbesar terdapat pada kelompok usia 41-45 tahun yaitu sebanyak 11 orang (33,33%) dan frekuensi terbesar yang mengalami kelelahan mata pada saat sebelum bekerja adalah pekerja sortir dengan masa kerja antara 1-5 tahun sebanyak 10 orang (30,30%). Disarankan agar pekerja sortir daun tembakau dapat mengistirahatkan matanya setiap satu atau dua jam selama mata digunakan untuk bekerja, dianjurkan juga kepada pekerja tidak hanya fokus menatap daun tembakau tetapi sesekali menggunakan mata untuk memandang ke objek lain, makan makanan yang bergizi dan mengandung vitamin A dan sebaiknya lakukan pemeriksaan ke dokter untuk mengetahui apakah pekerja sortir mengalami kelainan pada matanya.


(15)

ABSTRACT

Research has been conducted about the fatigue of the tobacco selection workers at kebun klambir V farm PTPN II 2011.The research purposed is to knowing about tobacco selection workers eye fatigue at kebun klambir V farm II 2011. The research is descriptive research. The research sample is 33 workers ( total population ). Primary data was obtain by the observation and measurement against workers using flicker fusion tool. Then data presented in frequency distribution table format and secondary data was collected from the company profile.The result of the research which obtained from the measurement using flicker fusion at tobacco selection workers founding 17 person (51,51%) of the selection workers has got eye fatigue at the morning before starts working activity, 33 person (100%) of them suffers eye fatigue after more or less 4 hours working or before lunch break, 33 person (100%) who suffers eye fatigue after lunch break. Eye fatigue mostly in range 41-45 years old person are 11 person (33,33%) , and the largest frequency who suffers eye fatigue before working are the selection workers with period of employment between 1-5 years are 10 person (30,30%).Advisory to the tobacco selection workers should be take a break every 1-2 hours as they eye using they’re eyes to work , advise to workers never just be focus looking at the tobacco leave but once in a while looking at other objects, consuming nutritious food and containing vitamin A and conducting a medical check up to ophthalmologist (eye doctor) to figure out wheter the selection workers has abnormality with their eyes.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dapat kita simpulkan bahwasanya kesehatan masyarakat sangat berguna untuk keberhasilan pembangunan nasional Indonesia. Kesehatan buruh dan tenaga kerja juga termasuk yang utama dalam pembangunan nasional Indonesia. Upaya perlindungan pada tenaga kerja terhadap bahaya-bahaya yang timbul merupakan kebutuhan yang sifatnya mendasar.

Menurut Suma’mur (1996) untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya, pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dan cara dimaksud meliputi di antaranya tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap badan, penserasian manusia dan mesin, pengekonomisan upaya. Cara dan lingkungan tersebut perlu disesuaikan pula dengan tingkat kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja yang bersangkutan.

Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan datang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat, ramah lingkungan, sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik bagi pengusaha


(17)

maupun tenaga kerja. Dengan demikian pemantauan dan pelaksanaan norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan bekerja dan berusaha dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (Tambusai, 2001).

Salah satu faktor yang juga merupakan bagian dari aspek kesehatan masyarakat adalah kelelahan. Kelelahan mempunyai arti yang tersendiri bagi setiap individual dan bersifat subyektif. Karena lelah tersebut meliputi suatu perasaan dari seseorang. Kelelahan dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan dalam arti yang menurut individu seperti yang dijelaskan di atas adalah kelelahan yang bersifat umum. Kelelahan juga dapat terjadi pada mata, kelelahan pada mata disebut sebagai kelelahan visual. Menurut Suma’mur (1996) bila pekerja mencoba mendekatkan matanya terhadap obyek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi telah dipaksa, dan mungkin terjadi penglihatan rangkap atau kabur. Kejadian akhir ini disertai pada perasaan sakit kepala di daerah atas mata.

Kelelahan pada pekerja berkaitan juga dengan waktu bekerja, dan istirahat yang diberikan kepada para pekerja tersebut. Sehingga para pekerja memiliki waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya dari pekerjaan yang dapat menimbulkan berbagai efek kelelahan pada tubuhnya, dengan begitu para pekerja tetap dapat bekerja dengan baik dan tidak terjadi penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Jika para pekerja mengalami kelelahan dalam waktu yang panjang, maka kelelahan tersebut dapat menjadi penyakit. Kelelahan mudah untuk dihilangkan dengan istirahat yang


(18)

cukup, tetapi jika dipaksakan terus menerus kelelahan akan bertambah dan dapat sangat mengganggu.

Kelelahan mata merupakan rasa lelah yang dialami pekerja dimana pekerja banyak menggunakan organ mata. Mata digunakan untuk melihat satu objek yang sama dalam rentang waktu yang cukup lama dengan tingkat fokus yang tinggi sehingga mata pekerja menjadi lelah dan berkurang tingkat fokus pekerja tersebut pada pekerjaannya.

Berdasarkan hasil penelitian Haeny (2009) mengenai Keluhan Subyektif Kelelahan Mata Pada PT Angkasa Pura II (Persero) Bandara Soekarno – Hatta, Tangerang – Juni 2009 menyatakan bahwa dari 60 orang pekerja yang bekerja di bagian administrasi yang menjadi sampel sebanyak 86,7% mengalami kelelahan mata, dengan gejala mengalami keluhan mata merah 28,3%, keluhan mata berair 65,0%, keluhan mata perih 51,7%, keluhan mata gatal/kering 36,7%, keluhan mata mengantuk 66,7%, keluhan mata tegang 55,0%, keluhan penglihatan kabur 35,0%, keluhan penglihatan rangkap 13,3%, keluhan sakit kepala 50,0%, keluhan sulit fokus 33,3%.

Hasil penelitian Mahwati (2001) menyatakan bahwa faktor umur dan masa kerja berhubungan secara signifikan dengan kelelahan mata. Besar hubungan antara umur dengan kelelahan mata adalah 0,385 (r=0.385) dan antara masa kerja dengan kelelahan mata adalah 0,0290 (r=0,290).

Dewi (2009) yang melakukan penelitian pada 30 operator komputer di Kantor Samsat Palembang dengan tujuan untuk mengetahui faktor-fakor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja operator komputer. Penelitian ini menggunakan


(19)

desain cross sectional. Kuisioner digunakan untuk mengetahui umur, frekuensi istirahat, lama penggunaan VDT. Luxmeter digunakan untuk mngetahui intensitas penerangan dan reaction timer digunakan untuk mengukur waktu reaksi terhadap rangsang cahaya. Melalui uji exact fisher, diperoleh nilai P value = 0,246 yg lebih besar dari α, tidak ada hubungan antara umur dengan kelelahan mata. Diperoleh nilai P value = 0,028 yang lebih kecil dari α, ada hubungan antara lama penggunaan VDT dengan kelelahan mata. Diperoleh nila P value = 0,042 yang lebih kecil dari α, ada hubungan antara frekuensi istirahat dengan kelelahan mata. Diperoleh nilai P value = 0,108 yang lebih besar dari α, tidak ada hubungan antara intensitas penerangan dengan kelelahan mata.

Dari survey awal yang dilakukan pada pabrik tembakau PTPN II Medan terdapat pekerja sortir yang kerjanya menyortir dan memilah daun tembakau. Proses penyortiran dilakukan oleh pekerja wanita dengan posisi kerja duduk di bangku. Pekerjaan di bagian sortir ini sangat membutuhkan ketelitian agar dapat memilah daun-daun tembakau berdasarkan warnanya yang baik. Daun tembakau akan disortir oleh pekerja yang sudah terlatih dan berpengalaman. Pekerja yang bekerja dibagian sortir sudah terbiasa membedakan warna-warna dan kualitas daun tembakau. Daun tembakau dibedakan menjadi 3 yaitu merah, coklat dan minyak. Lalu daun-daun tembakau tersebut dilihat lagi berdasaran kualitas yang dihasilkan. Pekerjaan ini memerlukan kekuatan mata yang lebih besar dibandingkan pekerjaan lain. Karena pekerja sortir harus melihat daun secara terus-menerus.

Semua kegiatan di pabrik ini dimulai dari pukul 07.00 sampai pukul 16.00 WIB dengan jam istirahat kira-kira 1 jam di siang harinya, lebih kurang para pekerja


(20)

tersebut berada di lingkungan pabrik 8 jam setiap harinya, begitu juga pada bagian sortir. Pada bagian sortir ini mereka akan bekerja dalam kurun waktu 4 bulan dalam 1 periode panen tembakau. Pekerja sortir akan menghabiskan waktu kerjanya di dalam bangsal penyortiran, pekerja sortir akan mulai menyortir daun-daun tembakau menjadi beberapa bagian berdasarkan warna dan kualitas yang telah ditentukan.

Pekerja sortir bekerja dengan posisi duduk di bangku yang telah disediakan oleh pihak pabrik, mereka akan terlebih dahulu melebarkan daun-daun yang masih berkerut lalu kemudian setelah itu mereka membeda-bedakan tumpukannya berdasarkan warna. Warna yang dihasilkan daun tembakau tersebut akan sulit dibedakan jika untuk orang awam yang tidak terlatih, karena warna-warna yang dihasilkan daun tembakau tersebut hanya berbeda sedikit antara yang satu dengan yang lainnya. Pekerja harus dapat membedakan daun-daun yang warnanya sebenarnya tidak jauh berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Warna daun yang dipilah terbagi atas beberapa kategori warna, misalnya hijau kemerahan, hijau kecoklatan dan juga hijau kekuningan.

Pekerja sortir sangat diharapkan agar teliti dalam melakukan pekerjaannya, oleh karena itu para pekerja sortir sangat mengandalkan kekuatan matanya sebagai alat terpenting untuk bekerja. Sehingga keadaan kerja yang berlangsung lama dan secara terus menerus tersebut dapat menimbulkan kelelahan pada pekerjanya, salah satu kelelahan yang diduga pasti dialami oleh pekerjanya adalah kelelahan mata. Kelelahan mata yang dialami oleh pekerja adalah karena tingginya tingkat fokus pekerja sortir terhadap daun-daun tembakau. Kebanyakan dari pekerja memang hanya memanfaatkan waktu istirahat siang untuk beristirahat, setelah itu akan


(21)

kembali tertib bekerja hingga akhir jam kerja yang telah ditentukan. Sehingga pekerja sortir dapat mengalami kejenuhan dan menurunnya kondisi penglihatan pada mata.

Beberapa pekerja mengakui adanya keluhan terhadap matanya yang merupakan gejala dari gangguan kelelahan mata. Dari wawancara singkat dengan 5 orang pekerja sortir tersebut seputar mata mereka, pada umumnya menjawab mereka sering terasa pegal disekitaran mata, terkadang matanya menjadi merah, dan tidak jarang juga para pekerja sortir tersebut merasa sakit kepala. Ciri-ciri yang disebutkan oleh beberapa pekerja sortir tersebut dapat disimpulkan termasuk dalam kategori penilaian gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang dirasakan oleh seseorang yang mengalami kelelahan mata.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai gambaran kelelahan mata pada pekerja bagian sortir di Kebun Klambir V PTPN II tahun 2011.


(22)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti adalah bagaimana kelelahan mata pada pekerja bagian sortir di Kebun Klambir V PTPN II tahun 2011.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui kelelahan mata pada pekerja di bagian sortir Kebun Klambir V PTPN II tahun 2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi kelelahan mata yang dialami oleh pekerja bagian sortir daun tembakau Kebun Klambir V PTPN II.

2. Mengetahui kelelahan mata berdasarkan karakteristik pekerja di bagian sortir daun tembakau Kebun Klambir V PTPN II.

3. Mengetahui kelelahan mata berdasarkan cara kerja pekerja di bagian sortir daun tembakau Kebun Klambir V PTPN II.


(23)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan untuk pekerja sortir agar lebih tanggap terhadap kesehatan matanya.

2. Sebagai masukan untuk perusahaan agar dapat melakukan upaya penanggulangan terhadap kelelahan mata yang dialami oleh pekerja.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi

Menurut Tarwaka (2010) istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti aturan atau hukum. Jadi secara ringkas ergonomi adalah suatu aturan atau norma dalam sistem kerja. Dari pengalaman menunjukkan bahwa setiap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan, apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan mengakibatkan ketidaknyamanan, biaya tinggi, kecelakaan dan penyakit akibat kerja meningkat, performansi kerja menurun yang berakibatkan kepada penurunan efisiensi dan daya kerja. Dengan demikian, penerapan ergonomi di segala bidang kegiatan adalah suatu keharusan. Secara umum penerapan ergonomi dapat dilakukan di mana saja, baik di lingkungan rumah, di perjalanan, di lingkungan sosial maupun lingkungan di lingkungan tempat kerja. Namun demikian, ergonomi akan dominan diterapkan di dunia industri.

Menurut Suma’mur (1996), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja adalah yang berhubungan dengan ergonomi yaitu sikap dan cara kerja, beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai dan kerja yang berulang-ulang.


(25)

Fungsi ergonomi adalah untuk mendesain tempat kerja, stasiun-kerja, peralatan, dan prosedur dari para pekerja supaya tidak sampai pada batas menimbulkan rasa lelah, gelisah, dan luka-luka atau kerugian secara efisien menuju keberhasilan tujuan perusahaan.

Menurut Suma’mur (1996), tujuan utama ergonomi ada 2 (dua), yaitu:

1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain, termasuk meningkatkan kenyamanan penggunaan untuk mengurangi kelelahan (penyebab kesalahan) dan meningkatkan produktivitas

2. Meningkatkan nilai-nilai kualitatif yang dapat diamati dan dirasakan namun sulit diukur, seperti keamanan, mudah diterima oleh pemakai, kepuasan kerja, dan kualitas hidup.

2.2 Kelelahan

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (Tarwaka, 2010). Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap orang, tetapi semuanya bermaksud untuk mengungkapkan terjadinya penurunan kapasitas kerja dan daya tahan tubuh pada setiap individu. Semua jenis pekerjaan dapat menyebabkan kelelahan kerja.

Secara lebih jelas proses terjadinya kelelahan fisik adalah sebagai berikut:

1. Oksidasi glukosa dalam otot menimbulkan CO2, saerolatic, phospati, dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat


(26)

tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya. 2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan disimpan di

hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1% dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Karena bekerja, persediaan glikogen dalam hati akan menipis dan kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati tinggal 0,7%.

3. Dalam keadaan normal jumlah udara yang masuk melalui pernafasan kira-kira 4 liter/menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras dibutuhkan udara sekitar 15 liter/menit. Ini berarti pada suatu tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan di mana jumlah oksigen yang masuk melalui pernafasan lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika ini terjadi maka kelelahan akan timbul, karena reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk mengurangi asam laktat menjadi H2O (air) dan CO2 (karbondioksida) agar di keluarkan dari tubuh, menjadi tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat terakumulasi dalam otot atau dalam peredaran darah) (Nasution, 1998).

Kelelahan dapat ditandai dengan kondisi yang cenderung untuk mengantuk, dengan gejala sebagai berikut :

1. Rasa letih, lelah, lesu dan lemah (4L) 2. Motivasi kerja yang menurun

3. Rasa pesimis 4. Rasa bosan


(27)

Kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Kelelahan Otot

Kelelahan otot merupakan perasaan nyeri pada bagian otot-otot tertentu pada bagian tubuh manusia. Yang menyebabkan kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu.

2. Kelelahan Umum

Secara umum kelelahan hanya dapat diungkapkan sesuai dengan perasaan orang-orang yang mengalaminya. Dimulai dari rasa lelah yang sangat ringan sampai ke perasaan yang sangat melelahkan. Menurut pendapat Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004), biasanya kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja, yang sebabnya adalah pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, Sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan pada tubuh manusia biasanya terjadi pada akhir jam kerja.

Kelelahan dengan turunnya efisiensi dan ketahanan dalam bekerja meliputi segenap kelelahan tanpa pandang apa pun sebabnya, seperti:

a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual). b. Kelelahan fisik umum.

c. Kelelahan mental. d. Kelelahan saraf.


(28)

f. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai pengaruh aneka faktor secara menetap.

Berdasarkan waktu terjadi kelelahan, meliputi:

1. Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh yang terjadi secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.

2. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan pekerjaan, seperti perasaan “kebencian” yang bersumber dari terganggunya emosi. Selain itu timbulnya keluhan psikosomatis seperti meningkatnya ketidakstabilan jiwa, kelesuan, meningkatnya sejumlah penyakit fisik seperti sakit kepala, perasaan pusing, sulit tidur, masalah pencernaan, detak jantung yang tidak normal, dan lain-lain.

Berdasarkan penyebab terjadinya kelelahan, meliputi:

1. Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan karena adanya faktor dari lingkungaan fisik yang mengganggu pekerja.

2. Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan.

Kelelahan harus dapat dibedakan dengan kejemuan, meskipun kejemuan dapat menjadi salah satu faktor terjadinya kelelahan. Namun jemu adalah suatu keadaan dimana lingkungan kurang memberikan rangsangan kepada tenaga kerja. Keadaan yang monoton dan kejemuan sering terdapat pada pekerjaan-pekerjaan yang irama


(29)

kerjanya tidak bebas. Misalnya pekerjaan yang hanya bertumpu pada beberapa gerakan, pekerjaan yang hanya fokus pada suatu objek, atau pekerjaan yang dilakukan secara tetap didepan sebuah mesin, semua ini dapat menjadikan seseorang mengalami kejemuan yang kemudian dapat berujung kepada kelelahan.

2.3 Kelelahan Mata

Kelelahan mata adalah gangguan yang dialami mata karena otot-ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu yang lama (Padmanaba, 2006).

Kelelahan pada mata ditandai dengan adanya iritasi pada mata atau konjungtivis (konjungtiva berwarna merah dan dapat mengeluarkan air mata), menyebabkan berkurangnya ketajaman penglihatan, menyebabkan sakit kepala dan sakit disekitar mata, dan dapat menimbulkan penglihatan ganda bagi penderita kelelahan mata tersebut. Selanjutnya dari kelelahan mata tersebut dapat berujung pada penurunan kualitas dalam bekerja dan kehilangan produktivitas. Semakin lama mata melihat suatu objek maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya kelelahan mata sehingga objek tidak dapat terlihat dengan jelas.

Kelelahan mata yang dialami oleh seseorang dapat diperiksa dengan cara melakukan uji hilangnya kelipan mata (Flicker Fusion Test). Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melakukan kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara 2 kelipan. Uji kelipan dapat dipergunakan untuk mengukur kelelahan. (Tarwaka, 2004).


(30)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan mata

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan mata antara lain :

1. Faktor Manusia a. Umur

Menurut Guyton (1991) daya akomodasi pada mata manusia akan menurun pada usia 45 - 50 tahun.

b. Riwayat penyakit mata

Gangguan pada mata yang menyebabkan mata mengalami kelainan atau penyakit mata sehingga mata mengalami disfungsi.

Macam-macam penyakit/kelainan pada mata diantaranya : 1. Hipermetropi (rabun dekat)

Bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar, pada mata yang istirahat, akan dibiaskan pada suatu titik didepan retina.

2. Miopi (rabun jauh)

Suatu bentuk kelainan refraksi di mana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada satu titik di belakang retina pada mata dalam keadaan istirahat.

3. Katarak

Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan.


(31)

1. Faktor Pekerjaan a. Lama kerja

Lamanya jam kerja yang baik umumnya berkisar antara 6 – 8 jam dan sisanya adalah dipergunakan dalam keluarga dan masyarakat, digunakan untuk beristirahat, tidur, makan dan lain-lain. Jika seseorang mengalami perpanjangan jam kerja, maka dapat terjadi penurunan produktivitas serta dapat menjadi penyebab timbulnya kelelahan atau bahkan menyebabkan kecelakaan kerja (Guyton, 1991).

b. Masa kerja

Masa kerja menunjukkan lamanya seseorang terkena paparan di tempat kerja, semakin lama masa kerja maka akan semakin lama terkena paparan di tempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja.

2.4 Mata

Mata dalam bahasa latinnya adalah oculus sedangkan dalam bahasa inggrisnya adalah eye. Mata adalah indera penglihatan dan merupakan organ yang dapat menangkap perubahan dan perbedaan cahaya. Mata termasuk alat optik dengan prinsip kerja yang sama dengan kamera. Bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar. Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian yang termasuk ke dalam bola mata, bagian-bagian tersebut memiliki fungsi berbeda, secara rinci diuraikan sebagai berikut :


(32)

Gambar 1. Bagian-bagian mata

Keterangan gambar :

1. Sklera : Berfungsi untuk melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melekatnya bola mata.

2. Otot-otot yang melekat pada mata terdiri dari 2 macam, yaitu :

b. Muskulus rektus superior : Berfungsi untuk menggerakkan bola mata ke atas.

c. Muskulus rektus inferior : Berfungsi untuk menggerakkan bola mata ke bawah.

3. Kornea : Merupakan bagian yang keras pada mata, berfungsi untuk melindungi bagian dalam mata yang sangat lunak dan sensitif, juga untuk memungkinkan cahaya dan untuk merefraksikan cahaya.


(33)

4. Badan siliaris : Berfungsi untuk menyokong lensa dan mengandung otot yang memungkinkan lensa untuk berakomodasi, kemudian berfungsi juga untuk mengsekreskan aqueus humor.

5. Iris : Berfungsi untuk mengendalikan cahaya yang masuk ke mata melalui pupil, dan mengandung pigmen.

6. Lensa : Berfungsi agar mata dapat memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa.

7. Bintik kuning (Fovea) : Adalah bagian dari retina yang mengandung sel kerucut. 8. Bintik buta : Merupakan daerah saraf optik meninggalkan bagian dalam bola mata. 9. Vitreous humor : Berfungsi untuk menyokong lensa dan menjaga bentuk bola

mata.

10. Aquous humor : Berfungsi untuk menjaga bentuk kantong bola mata.

Akomodasi adalah kemampuan mata untuk menambah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar, yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan benda pada jarak yang berbeda-beda akan tetap dapat terfokus pada retina. Rangsangan untuk terjadinya akomodasi ditimbulkan oleh aberasi kromatik dan kesadaran terhadap benda-benda yang tampak kabur. Proses penuaan menyebabkan lensa kurang flexible sehingga pemfokusan pada objek yang dekat menjadi lebih sulit. Penyesuaian mata untuk rangsangan memerlukan waktu. Untuk melihat benda dekat yang tidak yang tidak bergerak diperlukan waktu 0,34 detik sedangkan untuk benda yang bergerak dari jauh ke dekat diperlukan waktu sebesar 0,64 detik. Pada kondisi akomodasi yang normal, jika mata melihat pada objek yang jauh, maka lensa akan datar, dan jika mata melihat pada objek yang


(34)

dekat, maka lensa akan menjadi menonjol, agar dapat memfokuskan objek yang dilihat pada retina (Tarwaka, 2010).

Prinsip dan cara kerja mata melihat objek adalah bermula dari cahaya yang masuk melalui pupil, dipantulkan dengan lensa, dan dibawa ke suatu fokus pada retina. Kemudian retina menerima rangsangan cahaya dan menghantarkan impuls ke otak melalui syaraf optik. Ketajaman penglihatan (visual acuity) merupakan kemampuan mata untuk dapat membedakan suatu objek secara detail, seperti membaca tulisan yang cukup kecil pada kontras yang baik.

2.5 Upaya Pencegahan Kelelahan Mata

1. Beristirahatlah selama 15 menit setiap satu atau dua jam.

2. Berupayalah memfokuskan kembali mata anda setiap 10-15 menit. Buang pandangan jauh-jauh dari objek pandangan dan pandanglah keluar ruangan atau keluar jendela.

3. Sering-seringlah mengedipkan mata jika mata mulai terasa kering.

4. Letakkan objek pandangan dekat dengan pekerja, hindari pergerakan kepala dan mata dan perubahan fokus yang terlalu sering.

5. Kurangi cahaya yang menyilaukan dari jendela. 6. Periksakan mata anda sekali setahun.


(35)

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep

PTPN II Kebun Klambir V merupakan salah satu pabrik yang menghasilkan daun tembakau kering. Salah satu bagian dari proses produksi adalah penyortiran. Penyortiran dilakukan oleh pekerja selama 8 jam kerja, dengan cara melihat daun tembakau dan kemudian dilakukan pemilahan berdasarkan warna dan kualitas daun. Pekerjaan ini sangat memerlukan ketajaman mata agar tidak terjadi kesalahan dalam proses penyortiran, sehingga pekerja tersebut sangat mungkin untuk mengalami kelelahan mata. Kelelahan mata pada pekerja akan ditelaah berdasarkan umur, masa kerja dan riwayat penyakit mata.

Pekerja : 1. Umur 2. Masa kerja

3. Riwayat penyakit mata

Kelelahan Mata


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kelelahan mata pada pekerja bagian sortir yang berada di bangsal penyortiran di kebun tembakau Klambir V PTPN II tahun 2011.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di bangsal penyortiran di kebun tembakau Klambir V PTPN II dengan alasan belum pernah dilakukan penelitian yang sama di Gudang Tembakau Deli Klambir V PTPN II.

3.2.2 Waktu

Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember 2011 sampai Januari 2012 dan dilakukan pada jam kerja para pekerja pabrik.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi yang dalam penelitian ini adalah 33 orang pekerja pabrik yang bekerja dibagian sortir daun tembakau pada Pabrik Tembakau PTPN II Kebun Klambir V PTPN II Medan.


(37)

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua anggota populasi yaitu berjumlah 33 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu : a. Data primer diperoleh dengan metode observasi, yaitu:

1. Pengamatan secara langsung terhadap cara kerja pekerja sortir.

2. Kelelahan mata yang dirasakan oleh pekerja diukur dengan menggunakan alat bantu flicker fusion.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kantor direksi PTPN II, yaitu data tentang profil perusahaan dan studi kepustakaan.

1. Data dari kamtor direksi PTPN II tentang profil perusahaan. 2. Studi kepustakaan (Library Research)

3.5 Definisi Operasional Variabel.

1. Pekerja adalah orang yang bekerja sebagai pekerja sortir di pabrik tembakau PTPN II Medan.

2. Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung sejak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir.

3. Masa kerja adalah lamanya responden bekerja sebagai pekerja sortir daun tembakau.

4. Riwayat penyakit mata adalah gangguan mata atau penyakit mata yang diderita oleh pekerja sortir seperti katarak, hipermetropia (rabun dekat), miopi (rabun


(38)

jauh) yang dialami oleh pekerja sortir, baik sebelum bekerja di gudang maupun setelah bekerja di gudang sortir tersebut.

5. Kelelahan mata adalah rasa lelah yang dialami pekerja sortir pada bagian mata akibat bekerja.

6. Cara kerja adalah tahapan pekerja sortir yang berawal dengan mengambil daun tembakau, lalu memilih daun tembakau kemudian pekerja sortir harus membedakan warna dan kualitas daun tembakau.

3.6 Aspek Pengukuran

1. Usia diukur dalam tahun dan akan diklasifikasikan dalam range 5 tahun agar terlihat variasi usia responden.

2. Masa kerja diukur dalam tahun dari pertama kali bekerja sebagai pekerja sortir.

3. Riwayat penyakit mata gangguan mata atau penyakit mata yang diderita oleh pekerja sortir seperti katarak, hipermetropia (rabun dekat), miopi (rabun jauh) yang dialami oleh pekerja sortir, baik sebelum bekerja di gudang maupun setelah bekerja di gudang sortir tersebut..

4. Cara kerja dilihat dari tahapan pekerja sortir yang berawal dengan mengambil daun, lalu memilah daun tembakau kemudian pekerja sortir harus membedakan warna dan kualitas daun untuk ditumpukkan menjadi beberapa bagian, yaitu daun yang berwarna merah, berwarna coklat dan daun minyak. 5. Kelelahan mata diukur dengan menggunakan flicker fussion.


(39)

Flicker Fusion

Evaluasi pada frekuensi flicker fusion adalah suatu tekhnik untuk menggambarkan hasil yang realistis dan dapat diulang. Subyek (orang) yang diteliti melihat pada sebuah sumber cahaya yang dinyalakan dengan energi yang berfrekuensi rendah dan berkedip-kedip (flickering). Kemudian frekuensi berkedipnya dinaikkan sampai subyeknya merasakan bahwa cahaya yang berkedip tersebut sudah laksana garis lurus. Frekuensi dimana cahaya yang berkedip dianggap sebagai garis lurus memberikan kesan bahwa subyek yang diteliti berada pada kondisi lelah. Sedangkan subyek yang lelah tidak mampu mendeteksi cahaya yang berkedip. (G. Salvendy dan M.J Smith dalam Nurmianto, 2004).

Flicker fusion dalam keadaan mati Flicker fusion dalam keadaan hidup Gambar 3. Flicker fusion

Cara menggunakan flicker fusion : 1. Sediakan flicker fusion dan operator.

2. Hidupkan flicker fusion, tangan kanan letakkan pada tombol operasi flicker 3. Dekatkan mata didepan flicker seperti sedang meneropong.


(40)

4. Amati titik bulat warna merah yang berkedip didalam alat tersebut.

5. Tekan tombol menghentikan pengukuran waktunya pada saat titik bulat warna merah tersebut terasa berhenti berkedip lalu catat hasil pengukuran.

Kerangka Penelitian (Kerja) :

Gambar 4. Kerangka penelitian (kerja)

Alat pengukur kedipan mata flicker fusion ini akan memulai awal pengukurannya di cahaya sebesar 19 Hz dan biasanya normal mata akan berada di cahaya 38 Hz sebagai batas tertingginya. Lalu hasil dari besar cahaya yang didapatkan perorangan akan dikurangkan dengan 19.

Pekerja

Menggunakan flicker fussion

seperti meneropong

Mata terbuka tidak berkedip

Letak tangan kanan di sisi kanan alat

Perhatikan cahaya yang berkedip di dalam alat

Catat waktu ukur

Pengumpulan data

start


(41)

Sehingga angka kelelahan mata akan tetap berawal dari 0 dan akan berada di angka 19 sebagai nilai kelelahan mata yang dianggap wajar.

Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali, pengukuran pertama dilakukan sebelum pekerja sortir mulai bekerja pada jam 6 sampai jam 7 pagi. Pengukuran kedua sebelum istirahat makan siang pada jam 11 sampai jam 12 kemudian pengukuran ketiga dilakukan pada saat pekerja selesai istirahat makan siang pada jam 12.30 sampai jam 13.30.

Hasil pengukuran akan dituliskan berdasarkan hasil yang didapati pada saat pekerja menggunakan flicker fusion. Berupa angka yang didapati pada alat pada saat pekerja sortir menekan tombol stop. Angka tersebut adalah angka dimana pekerja sortir sudah tidak mampu lagi melihat cahaya berkedip pada besar cahaya yang terdapat di alat.

3.7 Teknik Analisa Data

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengamatan dan pengukuran terhadap para pekerja akan diolah dan disajikan ke dalam tabel dan diagram. Kemudian data akan diolah dan dianalisa secara statistik deskriptif untuk menjelaskan kelelahan mata yang dialami oleh pekerja bagian sortir berdasarkan umur, masa kerja, riwayat penyakit mata dan cara kerja.


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum PTP Nusantara II 4.1.1. Sejarah PTP Nusantara II

Pada tahun 1869 PT. Perkebunan Nusantara II dikelola oleh Pemerintah Belanda dengan nama perusahaan Deli Maatschappij. Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia perusahaan Deli Maatschappij ini menjadi kekuasaan Belanda sepenuhnya, dan merupakan salah satu dari 22 unit perusahaan milik PT. Perusahaan Nusantara II.

Pada tahun 1910 perusahaan ini berganti nama menjadi NV.VDM (Verenidg Deli Maatschappijen). Sejak kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda, maka semua usaha-usaha yang dikelola oleh Belanda dialihkan menjadi milik Pemerintahan Indonesia termasuk diantaranya adalah Perusahaan Perkebunan. Kemudian pada tahun 1958, Pemerintahan Republik Indonesia mengambil alih NV. VDM dan berganti nama menjadi PPN. BARU (Pusat Perkebunan Negara Baru).

Perusahaan ini menyebar di berbagai wilayah nusantara maka tahun 1960 PPN. BARU berubah menjadi PPN Cabang Sumatera Utara Unit Sumut-1, hanya dengan waktu berselang setahun yaitu pada tahun 1961. PPN Cabang Unit Sumut -1 berubah menjadi PPN Sumut-1 yang dikhususkan memproduksi tembakau. Akibat dari meningkatnya penjualan tembakau di pasar loal maupun luar negeri serta daun


(43)

tembakau yang dihasilkan berkualitas, pada tahun 1963 PPN Sumut-1 berubah lagi menjadi PPN Tembakau Deli-II. Lima tahun kemudian PPN Tembakau Deli-II berubah nama menjadi PNP IX.

Pada tahun 1971 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pemerintahan RI Nomor 5/KTP/UM/1974/PNP/IX yang isinya adalah perubahan nama dari PNP IX berubah menjadi PT. Perkebunan Nusantara II. Dan nama inilah yang dipakai sampai sekarang. PTPN II Klambir V memiliki 3 jenis komoditi yaitu: Tembakau, Tebu, dan Kelapa Sawit. Pada pengolahan tembakau dilakukan pada gudang pengolahan yaitu dari daun hijau daun tembakau hasil kebun sendiri diolah menjadi daun tembakau kering setelah proses pemeraman. Produk hasil jadi dari tembakau pada PTPN II Kebun Klambir V adalah daun tembakau kering.

Produk hasil tembakau PTPN II Kebun Klambir V diekspor ke luar negeri yaitu Jerman dan Amerika Serikat (AS). Luas HGU (Hak Guna Usaha) PTPN II Kebun Klambir V adalah: 2.050.47 Ha. PTPN II Kebun Klambir V mempunyai struktur organisasi garis (terlampir).

4.1.2. Proses Produksi PTP Nusantara II

Proses produksi tembakau dari mulai pembibitan sampai menjadi daun tembakau kering melewati beberapa tahap. Berawal dari proses penanaman, yang di mulai dari penyemaian benih selama 25 hari, kemudian disiapkan media tanaman yang terdiri dari campuran tanah, pupuk, kompos, pasir dan bahan-bahan lainnya. Kemudian campuran tersebut dipanaskan pada suhu 100°C. Setelah itu media tanaman dimasukkan kedalam plat-plat pembibitan. Setelah 40 hari tanaman tembakau siap dipindahkan kekebun tembakau.


(44)

Proses pemeliharan tanaman tembakau membutuhkan perawatan berupa berupa pemberian pupuk agar tanaman tembakaunya dapat tumbuh subur dan juga gunanya untuk memberantas hama atau gulma yang dapat merusak daun tembakau tersebut. Seluruh proses pemeliharaan tanaman ini hingga pengutipan daun tembakau akan menghabiskan waktu 40 hari.

Setelah umur tembakau cukup untuk dipanen maka dilakukan pemetikan daun tembakau. Daun yang telah dipanen tersebut kemudian akan diangkut ke bangsal pengeringan. Pada saat panen, tidak semuanya daun tembakau yang akan dipetik. Ada dua tingkatan daun yang akan dipetik, biasanya daun bagian bawah terlebih dahulu lalu setelah beberapa hari kemudian baru daun bagian atas yang akan dipetik. Tujuh daun keatas disebut dengan daun kaki ½, sedangkan lima daun ke bawah disebut dengan daun pasir.

Proses pengeringan untuk daun pasir (Z) waktu yang dibutuhkan dalam pengeringan adalah 19-22 hari. Sedangkan untuk daun kaki ½ adalah 20-22 hari. Dalam proses pengeringan, daun hijau tembakau tidak dikeringkan di bawah sinar matahari langsung tetapi di dalam ruangan tertutup dengan menggunakan asap hasil pembakaran batu bara.

Daun tembakau yang telah kering, diangkut dari bangsal pengeringan ke gudang pensortiran. Selama tembakau berada digudang pensortiran suhu atau temperatur ruangan sangat dijaga, sebab suhu yang tidak stabil mengakibatkan kerusakan pada daun tembakau tersebut. Juga dilakukan pengelompokan yang terdiri dari daun tembakau lelang breman, non lelang breman, dan daun gruis. Pengelompokan tembakau ini sangat membutuhkan ketelitian. Setelah daun tembakau


(45)

dikelompokkan, kemudian dilakukan proses fermentasi agar daun tembakau tersebut layu dan tahan lama. Suhu yang dibutuhkan pada proses ini antara 45-50°C.

Di dalam gudang ini juga dilakukan pensortiran daun tembakau sesuai dengan jenis, warna, juga tidak terdapat lagi daun yang koyak atau robek. Daun tembakau diikat di mana setiap ikatan terdiri dari 40 lembar. Kemudian baru dilakukan pengepakan dan setelah berjumlah 150 pak dilakukan pengebalan dan tidak lupa mencap setiap satu bal tembakau. Maka proses selesai tembakau siap untuk diekspor. Perbedaan ketiga jenis produk jadi terdapat pada tekstur daun tembakau. Untuk menilai tembakau yang berkualitas dilihat dari sisi ketebalan, kelenturan dan warna tembakau. Produksi tembakau Kebun Klambir V sebagian besar diekspor ke Jerman, olah karenanya sebutan tembakau hasil jadi kebun ini adalah Lelang Breman. Tembakau produksi Kebun Klambir V merupakan salah satu produk Indonesia yang sudah dikenal di pasar Internasional karena kualitasnya yang baik.


(46)

Berikut adalah tahap-tahap proses tembakau mulai dari pembibitan sampai diekspor dapat dilihat pada gambar 5:

Sumber : Profil PTPN II

Gambar 5. Proses tembakau dari pembibitan sampai ekspor Pembibitan ± 40 Hari

Penanaman ± 70 Hari

Pemetikan

Sortasi = 3-4 bulan 8 jam/ hari Stapel D = 30 Hari Stapel C = 21 Hari Stapel B = 12 Hari Stapel A = 8 Hari Saring Ikat Kasar Pengeringan 22 Hari

Saring dan Uji Lab.


(47)

4.1.3. Cara Kerja Pekerja Sortir

Adapun tahapan-tahapan cara kerja yang dilakukan oleh pekerja sortir dalam melakukan kegiatan sortir setiap harinya adalah sebagai berikut:

Gambar 6. Cara Kerja Pekerja Sortir

Pada umumnya pekerja sortir akan mengambil daun tembakau dalam jumlah yang banyak, sehingga di waktu-waktu berikutnya selama satu hari kerja, pekerja sortir hanya akan berada di meja sortirnya masing-masing. Kecuali pada jam istirahat biasanya baru para pekerja sortir meninggalkan meja sortirnya. Sehingga dapat dipastikan bahwasanya para pekerja sortir akan monoton memperhatikan daun-daun tembakau yang ada di hadapannya, sehingga mata para pekerja sangat mungkin untuk mengalami kelelahan mata.

Mengambil tumpukan daun

Letakkan tumpukan daun di dekat meja pekerja

Pemisahan daun berdasarkan warna dan

kualitas daun

Hasil daun tembakau yang disortir terbagi atas 3, yaitu:

1. Daun minyak

2. Daun berwarna merah 3. Daun berwarna coklat


(48)

4.2. Kelelahan Mata Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II

Kelelahan mata pada pekerja sortir sebenarnya adalah hal yang harus diperhatikan, karena pekerja sortir sangat bergantung pada matanya sebagai organ yang dilakukan dengan terus-menerus. Dari cara kerja pekerja sortir maka dapat dipastikan pekerja sortir tersebut mengalami kelelahan mata, sehingga akan dilakukan pengukuran terhadap pekerja sortir sebagai pembuktian adanya kelelahan mata.

Distribusi pekerja sortir berdasarkan kelelahan mata di Kebun Klambir V PTPN II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II Berdasarkan Kelelahan Mata Pada Tahun 2011

No Waktu Dilakukannya Pengukuran Kelelahan Mata Jumlah

Ya Tidak

N % n % n %

1 Sebelum kerja

(06.00 s/d 07.00) 17 51,51 16 48,49 33 100,00

2

Sebelum istirahat makan siang (11.00 s/d 12.00)

33 100,00 0 0,00 33 100,00

3

Sesudah istirahat makan siang (12.30 s/d 13.30)

30 90,91 3 9,09 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa dari 33 orang pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata sebelum kerja sebanyak 17 orang (51,51%), pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata sebelum istirahat makan siang sebanyak 33


(49)

orang (100,00%) dan pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata setelah istirahat makan siang sebanyak 30 orang (90,91%).

4.3. Kelelahan Mata Berdasarkan Karakteristik Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II

4.3.1. Kelelahan Mata Berdasarkan Umur

Umur pekerja sortir berkisar antara 31-45 tahun, oleh karena itu untuk melihat apakah akan ada perbedaan kelelahan mata yang dialami seseorang berdasarkan usianya, maka akan dilihat juga pengukuran kelelahan mata terhadap pekerja berdasarkan umurnya.

Distribusi umur pekerja sortir di Kebun Klambir V PTPN II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II Berdasarkan Umur Pada Tahun 2011

No Umur Jumlah (n) Persentase (%)

1 31-35 7 21,22

2 36-40 13 39,39

3 41-45 13 39,39

Jumlah 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja sortir berada pada kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 13 orang (39,39%) dan pada kelompok umur 41-45 tahun sebanyak 13 orang (39,39%). Frekuensi terkecil pekerja sortir berada pada kelompok umur 31-35 tahun sebanyak 7 orang (21,22%).

Distribusi pekerja sortir berdasarkan umur dan kelelahan mata pada saat sebelum kerja, sebelum istirahat makan siang dan setelah istirahat makan siang di


(50)

Kebun Klambir V PTPN II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.3, tabel 4.4 dan tabel 4.5.

Tabel 4.3. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Umur Pada Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Sebelum Kerja Pada Tahun 2011

No Umur

Kelelahan Mata

Jumlah

Ya Tidak

n % n % N %

1 31-35 5 15,15 4 12,13 9 27,28

2 36-40 7 21,21 5 15,15 12 36,36

3 41-45 5 15,15 7 21,21 12 36,36

Jumlah 17 51,51 16 48,49 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata sebelum mulai bekerja adalah pekerja yang berumur 36-40 tahun sebanyak 7 orang (21,21%) dan frekuensi terkecil berada pada pekerja yang berumur 31-35 tahun sebanyak 5 orang (15,15%) dan pada pekerja yang berumur 41-45 tahun yaitu sebanyak 5 orang (15,15%).

Tabel 4.4. Kelelahan Mata Berdasarkan Umur Pada Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Sebelum Istirahat Makan Siang Pada Tahun 2011

No Umur

Kelelahan Mata

Jumlah

Ya Tidak

n % n % N %

1 31-35 9 27,28 0 0,00 9 27,28

2 36-40 12 36,36 0 0,00 12 36,36

3 41-45 12 36,36 0 0,00 12 36,36

Jumlah 33 100,00 0 0,00 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata sebelum istirahat makan siang adalah pekerja yang berumur 36-40 tahun sebanyak 12 orang (36,36%) dan pada pekerja yang berumur


(51)

41-45 tahun sebanyak 12 orang (36,36%) sedangkan frekuensi terkecil berada pada pekerja yang berumur 31-35 tahun sebanyak 9 orang (27,28%).

Tabel 4.5. Kelelahan Mata Berdasarkan Umur Pada Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Setelah Istirahat Makan Siang Pada Tahun 2011

No Umur

Kelelahan Mata

Jumlah

Ya Tidak

n % n % N %

1 31-35 9 27,28 0 0,00 9 27,28

2 36-40 10 30,30 2 6,06 12 36,36

3 41-45 11 33,33 1 3,03 12 36,36

Jumlah 30 90,91 3 9,09 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata setelah istirahat makan siang adalah pekerja yang berumur 41-45 tahun sebanyak 11 orang (33,33%) dan frekuensi terkecil berada pada pekerja yang berumur 31-35 tahun sebanyak 9 orang (27,28%).

4.3.2. Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja

Pekerja sortir memiliki masa kerja yang berbeda-beda, ada yang masih baru mulai bekerja sebagai pekerja sortir ada juga yang sudah bekerja sebagai penyortir daun tembakau selama hampir 20 tahun. Maka akan dilakukan dilihat juga apakah kelelahan mata pada pekerja sortir berpengaruh jika dilihat berdasarkan masa kerjanya.


(52)

Distribusi masa kerja pekerja sortir di Kebun Klambir V PTPN II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.6. Distribusi Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II Berdasarkan Masa Kerja Pada Tahun 2011

No Masa Kerja ( tahun) Jumlah (n) Persentase (%)

1 1-5 17 51,51

2 6-10 7 21,22

3 11-15 6 18,18

4 16-20 3 9,09

Jumlah 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja sortir bekerja dengan masa kerja 1-5 tahun sebanyak 17 orang (51,51%) dan frekuensi terkecil telah bekerja dengan masa kerja 16-20 tahun sebanyak 3 orang (9,10%). Dari tabel ini dapat diketahui berapa lama para pekerja sortir sudah bekerja di pabrik PTPN II Klambir V.

Distribusi pekerja sortir berdasarkan masa kerja dan kelelahan mata pada saat sebelum kerja, sebelum istirahat makan siang dan setelah istirahat makan siang di Kebun Klambir V PTPN II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.7, tabel 4.8 dan tabel 4.9.


(53)

Tabel 4.7. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Sebelum Kerja Pada Tahun 2011

No Masa Kerja

Kelelahan Mata

Jumlah

Ya Tidak

n % N % n %

1 1-5 10 30,30 7 21,21 17 51,51

2 6-10 1 3,03 6 18,18 7 21,21

3 11-15 4 12,13 2 6,06 6 18,18

4 16-20 2 6,06 1 3,03 3 9,09

Jumlah 17 51,52 16 48,48 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata sebelum mulai bekerja adalah pekerja yang dalam masa kerja 1-5 tahun sebanyak 10 orang (30,30%) dan frekuensi terkecil berada pada masa kerja 6-10 tahun sebanyak 1 orang (3,03%).

Tabel 4.8. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Sebelum Istirahat Makan Siang Pada Tahun 2011

No Masa Kerja

Kelelahan Mata

Jumlah

Ya Tidak

n % N % n %

1 1-5 17 51,52 0 0 17 51,52

2 6-10 7 21,21 0 0 7 21,21

3 11-15 6 18,18 0 0 6 18,18

4 16-20 3 9,09 0 0 3 9,09

Jumlah 33 100,00 0 0 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata sebelum istirahat makan siang adalah pekerja yang


(54)

dalam masa kerja 1-5 tahun sebanyak 17 orang (51,52%) dan frekuensi terkecil berada pada masa kerja 16-20 tahun sebanyak 3 orang (9,09%).

Tabel 4.9. Distribusi Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II Sesudah Istirahat Makan Siang Pada Tahun 2011

No Masa Kerja

Kelelahan Mata

Jumlah

Ya Tidak

n % N % n %

1 1-5 16 48,49 1 3,03 17 51,52

2 6-10 6 18,18 1 3,03 7 21,21

3 11-15 5 15,15 1 3,03 6 18,18

4 16-20 3 9,09 0 0 3 9,09

Jumlah 30 90,91 3 9,09 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.9. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata setelah istirahat makan siang adalah pekerja yang dalam masa kerja 1-5 tahun sebanyak 16 orang (46,49%) dan frekuensi terkecil berada pada masa kerja 16-20 tahun sebanyak 3 orang (9,09%).

4.3.3. Kelelahan Mata Berdasarkan Riwayat Penyakit Mata

Pekerja sortir memang tidak mendapatkan pemeriksaan khusus dari pihak perusahaan terkait dengan kesehatan mata mereka, namun para pekerja tersebut memiliki inisiatif sendiri untuk memeriksakan matanya ketika merasa matanya mengalami gangguan. Maka akan dilihat hasil pengukuran kelelahan mata terhadap pekerja sortir yang mengalami gangguan penyakit mata, apakah dengan adanya penyakit mata tersebut pekerja akan menjadi lebih rentan mengalami gangguan kelelahan mata.


(55)

Distribusi riwayat penyakit mata pekerja sortir di Kebun Klambir V PTPN II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10. Distribusi Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II Berdasarkan Riwayat Penyakit Mata Pada Tahun 2011

No Penyakit mata

Riwayat penyakit mata pada

pekerja Jumlah

Ya Tidak

N % n % n %

1 Katarak 0 0,00 33 100,00 33 100,00

2 Hipermetropi

(rabun dekat) 1 3,03 32 96,97 33 100,00 3 Miopi (rabun

jauh) 0 0,00 33 100,00 33 100,00

Berdasarkan tabel 4.10. dapat diketahui bahwa dari 33 orang pekerja sortir yang mengalami riwayat penyakit mata hipermetropi (rabun dekat) sebanyak 1 orang (3,03%) dan pekerja sortir yang tidak mengalami riwayat penyakit mata sebanyak 32 orang (96,97%).

Distribusi pekerja sortir berdasarkan riwayat penyakit mata dan kelelahan mata pada saat sebelum kerja, sebelum istirahat makan siang dan setelah istirahat makan siang di Kebun Klambir V PTPN II pada tahun 2011 dapat diketahui bahwa dari 33 orang pekerja sortir yang memiliki riwayat penyakit mata hipermetropi (rabun dekat) dan mengalami kelelahan mata sebanyak 1 orang (3,03%) dan pekerja sortir yang tidak mengalami riwayat penyakit mata apapun adalah sebanyak 32 orang (96,97%).


(56)

4.4. Kelelahan Mata Berdasarkan Cara Kerja

Pekerja sortir bekerja selama 8 jam setiap harinya. Pekerja sortir memiliki jam kerja dan posisi kerja yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga dapat dilihat kelelahan mata pekerja sortir secara bersamaan. Pengukuran kelelahan mata pekerja diukur sebanyak 3 kali dalam satu hari setiap orangnya. Pada pagi hari sebelum pekerja mulai bekerja, siang hari sebelum pekerja istirahat makan siang, dan yang terakhir setelah pekerjan selesai istrahat makan siang dengan alasan pekerja sudah mengistirahatkan matanya tanpa melihat daun tembakau selama lebih kurang satu jam.

Setelah dilakukan pengukuran terhadap mata pekerja menggunakan flicker fusion diketahui bahwasanya sebelum mulai bekerja lebih dari setengah pekerja sortir sudah mengalami gangguan kelelahan mata. Lalu setelah pekerja melakukan pekerjaannya selama lebih kurang 4 jam maka didapati keseluruhan dari pekerja sortir positif mengalami kelelahan mata. Kemudian pada pengukuran yang ketiga yaitu pada saat pekerja telah beristirahat, hanya 3 orang dari 33 orang pekerja sortir yang mengalami perbaikan kondisi mata menjadi tidak lelah.

Cara kerja yang dilakukan oleh pekerja sortir mulai dari mengambil daun sampai melakukan pemilahan terhadap warna dan kualitas daun memang tidak dilakukan secara bersamaan. Tergantung dari pekerja secara perorangan, jika daun tembakau di meja pekerja sudah selesai disortir semua, maka pekerja akan kembali


(57)

mengambil daun-daun tembakau lain yang kemudian akan kembali disortir oleh mereka di mejanya masing-masing.

Pekerjaan menyortir daun tembakau sangat penuh dengan ketelitian karena bukan hanya memperhatikan kualitas dan warna pada daun. Pekerja sortir juga tidak boleh salah meletakkan daun tembakau yang telah dilihatnya, pekerja sortir harus cermat memperhatikan daun yang dilihatnya lalu kemudian setelah menentukan daun tembakau tersebut memiliki kualitas dan warna apa, mereka akan meletakkan daun ke tumpukan daun yang ada didepannya. Dimana daun-daun yang bertumpuk didepannya terbagi menjadi beberapa tumpukan dengan kualitas dan warna yang berbeda antara tumpukan yang satu dengan yang lainnya. Daun-daun yang sudah berada didepannya adalah daun-daun tembakau yang sudah disortir sebelumnya. Dengan begitu mata pekerja sortir juga harus selalu berhati-hati memilih tempat pengelompokan daun yang ada didepannya.

Dengan cara kerja yang melelahkan terhadap mata pekerja sortir ini ditemukan bahwasanya, kebanyakan pekerja mulai merasakan matanya lelah sekitar jam 10 pagi. Ini adalah efek dari kerja sortir yang terlalu menggunakan kekuatan mata. Namun meskipun pekerja sudah mulai merasa matanya lelah pekerja sortir tersebut tetap saja bekerja, bahkan pada saat jam istirhat tiba juga belum tentu semua pekerja tersebut mau meninggalkan pekerjaannya tanpa menghiraukan kelelahan mata yang dialaminya.


(58)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Kelelahan Mata Pada Pekerja Sortir di Kebun Klambir V PTPN II Pada penelitian ini, telah dilakukan pengukuran terhadap mata pekerja sortir daun tembakau di Kebun Klambir V PTPN II yang berjumlah 33 orang. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa flicker fusion. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap orangnya, pengukuran pertama pada mata pekerja dilakukan pada pagi hari sebelum pekerja sortir mulai melakukan kegiatan menyortir daun tembakau, pengukuran kedua dilakukan pada saat pekerja sudah melakukan aktivitas menyortir selama lebih kurang 4 jam atau sebelum istirahat makan siang dan pengukuran ketiga dilakukan pada saat pekerja sortir selesai istirahat makan siang.

Hasil pengukuran pertama terhadap mata pekerja sortir daun tembakau didapati 17 orang (51,51%) pekerja sortir daun tembakau sudah mengalami kelelahan mata, padahal pekerja tersebut belum memulai aktifitas rutinnya sebagai pekerja sortir. Kemudian setelah pekerja memulai kegiatan menyortir daun tembakau lebih kurang 4 jam para pekerja akan diberikan waktu istirahat makan siang, pada saat sebelum pekerja istirahat untuk makan siang dilakukan pengukuran kedua dengan hasil 33 orang (100%) telah mengalami kelelahan mata. Hasil ini membuktikan bahwasanya pekerja sangat menggunakan matanya dalam melakukan pekerjaannya, sehingga kelelahan mata yang dialami pekerja mengalami peningkatan.


(59)

Lalu pada pengukuran ketiga yang dilakukan setelah pekerja istirahat lebih kurang 1 jam, ditemukan 30 orang (90,91%) dari pekerja masih mengalami kelelahan mata. Namun didapati 3 orang (9,09%) diantaranya mengalami pemulihan terhadap kelelahan yang dialami oleh matanya sehingga matanya kembali normal.

Penelitian ini dilakukan hanya sampai pekerja selesai istirahat makan siang karena seharusnya pekerja yang memanfaatkan waktu istirahatnya dengan baik, akan terjadi penurunan terhadap kelelahan matanya setelah diistirahatkan selama lebih kurang 1 jam. Namun kenyataan yang ditemukan pada pekerja sortir adalah, akibat kurangnya memanfaatkan waktu istirahat maka pada saat dilakukan pengukuran yang ketiga yaitu pengukuran terakhir yang dilakukan pada waktu pekerja selesai istirahat, hanya 3 orang dari jumlah total sampel yang mengalami penurunan pada kelelahan matanya. Dari 3 kali pengukuran yang dilakukan sudah dapat dilihat bagaimana distribusi kelelahan mata yang dialami pekerja sortir sejak mereka belum mulai beraktifitas sampai saat mereka sudah mengistirahatkan matanya sebelum mulai beraktifitas kembali.

Penurunan kemampuan akomodasi pada mata dapat memperlemah mata memfokuskan bayangan pada retina. Penurunan kemampuan akomodasi mata juga dipengaruhi oleh kelelahan pada mata yang dialami oleh seseorang (Murtopo, 2005). Disesuaikan dengan pernyataan tersebut, maka jelas terlihat bahwasanya mata yang lelah akan mengalami penurunan pada daya akomodasi matanya. Jadi seharusnya para pekerja lebih cermat lagi dalam menggunakan waktu istirahatnya agar mata pekerja sortir tersebut tidak mengalami kelelahan mata.


(60)

5.2. Kelelahan Mata Berdasarkan Karakteristik Pada Pekerja Sortir Daun Tembakau di Kebun Klambir V PTPN II

5.2.1. Kelelahan Mata Berdasarkan Umur

Seperti pernyataan Guyton (1991) bahwasanya daya akomodasi mata pada manusia akan mengalami penurunan pada usia 45-50 tahun. Dalam penelitian ini ternyata hasil kelelahan mata yang dialami oleh usia yang berkisar antara 33-45 tahun adalah sama. Artinya pekerja sortir yang masih termasuk dalam golongan muda juga dapat mengalami kelelahan mata sama halnya seperti pekerja yang berusia 45 tahun. Sehingga dalam penelitian ini pernyataan tersebut dapat dikatakan tidak dapat menjadi patokan untuk melihat kelelahan mata seseorang.

Berdasarkan umur pekerja sortir frekuensi terbesar yang mengalami kelelahan mata sebelum kerja adalah pekerja sortir yang berada pada kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 7 orang (21,21%). Frekuensi terkecil pekerja yang mengalami kelelahan mata adalah kelompok umur 31-35 tahun sebanyak 5 orang (15,15%) dan kelompok umur 41-45 tahun sebanyak 5 orang (15,15%).

Data yang didapati dari hasil pengukuran kelelahan mata pada pekerja sortir sebelum istirahat makan siang berdasarkan umur adalah frekuensi terbesar berada pada kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 12 orang (36,36) dan kelompok umur 41-45 tahun sebanyak 12 orang (36,36%). Frekuensi terkecil adalah pekerja dengan kelompok umur 31-35 tahun yaitu sebanyak 9 orang (27,28%). Dari hasil yang didapati pada pegukuran mata terhadap pekerja maka dapat dilihat bahwa setelah pekerja mulai melakukan aktifitasnya sebagai pekerja sortir, tidak ada perbedaan


(61)

terhadap kelelahan mata yang dialami oleh pekerja yang masih muda ataupun pekerja yang sudah berusia hampir mendekati 45 tahun. Hal ini disebabkan karena cara kerja sortir yang selalu fokus kepada daun tembakau, sehingga seluruh mata pekerja sortir tersebut sudah mengalami kelelahan mata walaupun mereka baru bekerja selama 4 jam. Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant dalam Firmansyah, 2010).

Pada pengukuran ketiga diperoleh data kelelahan mata pekerja sortir berdasarkan umur setelah istirahat makan siang. Frekuensi terbesar adalah pekerja sortir dengan kelompok umur 41-45 tahun sebanyak 11 orang (33,33%) dan frekuensi terkecil didapati pada kelompok umur 31-35 tahun sebanyak 9 orang (27,28%). Maka dapat dilihat bahwasanya pekerja sortir yang pada saat sebelum istirahat makan siang keseluruhannya mengalami kelelahan mata hanya 3 orang yang mendapati penurunan kelelahan mata. Hal ini kemungkinan terjadi akibat kurang maksimalnya pekerja dalam mengistirahatkan matanya. Seharusnya para pekerja betul-betul memakai waktu istirahatnya untuk memandang objek selain daun tembakau, misalnya pepohonan atau rerumputan berwarna hijau yang banyak berada disekitar gudang sortir. Bisa juga dengan meluangkan sedikit waktunya untuk memejamkan matanya seperti orang tertidur selama 10-15 menit agar mata pekerja dapat beristirahat sebelum mulai bekerja kembali.


(62)

5.2.2. Kelelahan Mata Berdasarkan Masa Kerja

Pekerja yang bekerja di bagian sortir tidak semuanya memiliki masa kerja yang sama, pekerja di bagian sortir dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok pekerja sortir dengan masa kerja 1-5 tahun sebanyak 17 orang (51,51%), masa kerja 6-10 tahun sebanyak 7 orang (21,22%), masa kerja 11-15 tahun sebanyak 6 orang (18,18%) dan pada masa kerja 16-20 tahun sebanyak 3 orang (9,09%).

Berdasarkan masa kerja dilakukan lagi penelitian terhadap para pekerja sortir untuk mengetahui distribusi kelelahan matanya. Adapun data yang diperoleh adalah frekuensi terbesar kelelahan mata pada pekerja sortir sebelum kerja ditemui pada pekerja sortir yang memiliki masa kerja 1-5 tahun yaitu sebanyak 10 orang (30,30%), frekuensi terkecil ditemui pada pekerja sortir yang memiliki masa kerja 6-10 tahun yaitu sebanyak 1 orang (3,03%).

Lalu setelah pekerja bekerja lebih kurang 4 jam, para pekerja kembali diperiksa matanya menggunakan flicker fussion, didapati frekuensi terbesar pekerja yang mengalami kelelahan mata adalah pekerja sortir dengan masa kerja 1-5 tahun sebanyak 17 orang (51,52%) dan frekuensi terkecil adalah pekerja sortir dengan masa kerja 16- 20 tahun yaitu sebanyak 3 orang (9,09%).

Pekerja sortir pada umumnya menggunakan waktu istirahat selama 30 menit sampai 1 jam, setelah itu pekerja sortir akan kembali bekerja sampai jam 16.00 wib. Maka setelah para pekerja selesai istirahat makan siang, pekerja kembali diminta untuk memeriksakan kembali matanya. Lalu didapati frekuensi terbesar pekerja sortir yang mengalami kelelahan mata setelah istirahat makan siang adalah pekerja sortir


(63)

yang memiliki masa kerja 1-5 tahun yaitu sebanyak 16 orang (48,49%) dan frekuensi terkecil adalah pekerja sortir dengan masa kerja 16- 20 tahun yaitu 3 orang (9,09%).

Dapat dilihat disini bahwasanya pekerja yang baru bekerja sebagai pekerja sortir dengan rentang waku 1-5 tahun juga sudah mengalami kelelahan mata sama halnya dengan pekerja yang sudah bekerja di rentang waktu 16-20 tahun. Maka tidak ada perbedaan antara masa kerja yang masih tergolong pekerja baru dengan pekerja yang sudah masuk dalam golongan pekerja yang sudah lama, karena sama-sama dapat mengalami kelelahan mata setelah melakukan aktivitasnya sebagai pekerja sortir daun tembakau.

5.2.3. Kelelahan Mata Berdasarkan Riwayat Penyakit Mata

Dari 33 orang pekerja sortir terdapat 1 orang (3,03%) yang memiliki riwayat penyakit mata hipermetropi (rabun dekat). Sisanya 32 orang (96,97%) pekerja sortir tidak mengalami gangguan mata. Walaupun terdapat satu orang yang menderita penyakit mata hipermetropi (rabun dekat), hal ini tidak akan berpengaruh dalam proses kerjanya, karena pekerja sortir melihat daun untuk menyortirnya dalam jarak pandang yang cukup baik, dan para pekerja sortir dapat menyesuaikan kemampuan matanya masing-masing untuk dapat melihat daun dengan baik

Akan tetapi dengan adanya penyakit tersebut pada mata pekerja, hasil yang diperoleh setelah dilakuan pengukuran bahwasanya pekerja tersebut matanya cenderung lebih cepat lelah daripada pekerja lainnya. Sesuai dengan pernyataan dalam artikel Medicalera Indonesia, mata penderita hipermetropi akan lebih cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.


(64)

5.3. Kelelahan Mata Ditinjau Dari Cara Kerja Pekerja Sortir

Cara kerja pekerja sortir dimulai dari mengambil tumpukan daun untuk dibawa ke bangku sortir masing-masing pekerja. Setelah itu daun-daun akan ditumpukkan di dekat meja penyortiran. Lalu para pekerja sortir akan memulai pekerjaannya dengan posisi duduk, dan memisah-misahkan daun tembakau berdasarkan warna dan kualitas warna yang ada. Semakin banyak daun yang telah disortir maka akan semakin tinggi tumpukan daun yang ada di atas meja masing-masing pekerja sortir tersebut. Sehingga jika daun yang telah disortir oleh para pekerja sortir sudah banyak dan menjadi tumpukan yang tinggi para pekerja sortir sudah pasti akan memilih warna dan kualitas daun dalam keadaan berdiri.

Pada umumnya pekerja sortir akan mengambil daun tembakau dalam jumlah yang banyak, sehingga di waktu-waktu berikutnya selama satu hari kerja, pekerja sortir hanya akan berada di meja sortirnya masing-masing. Kecuali pada jam istirahat biasanya baru para pekerja sortir meninggalkan meja sortirnya. Sehingga dapat dipastikan bahwasanya para pekerja sortir akan monoton memperhatikan daun-daun tembakau yang ada di hadapannya, sehingga mata para pekerja sangat mungkin untuk mengalami kelelahan mata. Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot yang berfungsi untuk akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada obyek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama (Firmansyah, 2010).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Apotik Online. Mata dan Penglihatan. http : //www. Indonesia Indonesia. com/f/13203-mata- penglihatan. Html diakses tanggal 07 Agustus 2011.

Belajar Biologi. 2010. Struktur Anatomi Mata. http : // biologi-itey-blogspot.com/ 2010/04/Struktur- dan- anatomi- mata. Html diakses tanggal 07 Agustus 2011. Azwar, A dan Prihartono, J. 1987. Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Binarupa Aksara.

Dewi, Y. K. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan

MataPada Operator Komputer Di Kantor Samsat Palembang.

Html diakses

tanggal 1 Desember 2011. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.

Eldin, R. 2011. Para Pemilah Daun Tembakau. http: // rahudman-eldin- blogspot. com/2011/04/para-pemilah-daun-tembakau-deli. Html diakses tanggal 04 Agustus 2011.

Firmansyah, F. 2010. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap Kelelahan Mata Pada Tenaga Kerja di Bagian Pengepakan PT. IKAPHARMINDO PUTRAMAS Jakarta Timur. Skripsi Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Guyton, A. C. 1991. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC. Haeny, N. 2009. Keluhan Subyektif Kelelahan Mata pada PT Angkasa Pura II

(Persero) Bandara Soekarno – Hatta, Tangerang. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat- Universitas Indonesia.

Hiukencana. 2010. Kelelahan Kerja (Occupational Fatigue). http:// hiukencana. Wordpress.com/2010/03/31/ kelelahan- kerja- occupational-fatigue/ diakses tanggal 28 Juli 2011.

Ilyas, S. 1981. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : PT Intermassa.

Koesyanto, H. 2006. Pengaruh Penerangan Dan Jarak Pandang Pada Komputer Terhadap Kelelahan Mata tanggal 01 Desember 2011.


(2)

di PT Yuro Mustika Purbalingga. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat-Universitas Airlangga-Surabaya.

Medicalera Indonesia. 2010. Hipermetropi / Rabun Dekat. http : //www.medicalera.com. Html diakses tanggal 16 April 2012.

Murtopo, I. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer Terhadap Layar Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di Universitas Muhamadiyah Surakarta. Jurnal Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nasution, H. R. 1998. Kelelahan Tenaga Kerja Wanita dan Pemberian Musik Pengiring di Andiyanto Batik Yogyakarta. Tesis Universitas Gajah Mada-Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan III. Jakarta : Rineka Cipta.

---. 2007. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

Nurmianto, E. 2004. Ergonomi. Cetakan Pertama. Surabaya : Prima Printing.

Padmanaba, 2006. Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap Produktivitas Mahasiswa Desain Interior. Diakses pada tanggal 22 Februari 2010.

Saryono. 2010. Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan. Cetakan I. Bantul : Nuha Medika.

Sastrowinoto, S. 1985. Meningkatkan Produktivitas Dengan Ergonomi : PT Pustaka Binaan Presindo.

Suma’mur, PK. 1996. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. CV. Haji Masagung. Jakarta.

---. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta : Sagung Seto.

Tarwaka. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktifitas. Surakarta : Uniba Press.

---. 2010. Ergonomi Industri. Cetakan I. Surakarta : Harapan Press.

Zaluchu, F. 2006. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan II. Bandung : Ciptaka Media.


(3)

Lampiran 1. Rekapitulasi Data Sampel Pada Saat Pengukuran Kelelahan Mata Menggunakan Flicker Fusion.

No. Nama Umur

(Tahun) Masa Kerja (Tahun) Riwayat Penyakit Mata

Hasil Pengukuran Menggunakan

Flicker Fusion Sebelum Mulai Bekerja Sebelum Istirahat Makan Siang Sesudah Istirahat Makan Siang

1. Kriana 44 17 - 32 28 29

2. Legiatik 45 10 - 35 30 32

3. Pardiana 34 6 - 35 30 33

4. Sriani 44 12 - 33 30 31

5. Umik 44 12 - 33 30 31

6. Sri Is 44 10 - 36 33 34

7. Fitri 42 15 - 38 31 33

8. Sulastri 44 10 - 35 32 33

9. Rismayani 40 5 Miopia

(rabun dekat)

29 25 27

10. Jumiati 40 5 - 36 32 34

11. Irma 40 14 - 37 33 35

12. Ismayani 41 14 - 34 30 32

13. Sri. A 39 3 - 34 29 31

14. Sarti 41 16 - 36 30 33

15. Sri Rahayu 37 13 - 34 30 32

16. Nor 43 10 - 38 32 35

17. Ruswati 33 4 - 34 31 32

18. Sumiatik 33 4 - 35 31 33

19. Miswati 39 5 - 34 30 31

20. Susiati 40 5 - 35 32 33

21. Yusmawati 45 5 - 36 32 33

22. Samsiana 34 4 - 34 30 31

23. Ani 40 4 - 34 31 32

24. Sukini 44 20 - 31 28 30

25. Suriyani 34 3 - 36 32 34

26. Sumarni 34 5 - 34 29 32

27. Misni 39 4 - 33 30 31

28. Liana 38 4 - 35 30 33

29. Sri Hariani 36 10 - 33 29 30

30. Sukes 36 5 - 34 30 32

31. Juminten 43 5 - 37 33 35

32. Ratna 34 5 - 34 30 31


(4)

Kepada Yt h.

Kepala Laborat orium Int i (CORE)

__________________________________ Di_

Tempat

Saya yang bert anda t angan di bawah ini :

Nama Lengkap : Rizka Annisa

No. Tel p/ HP : 085762812228

Tempat / Tgl Lahir : Binj ai / 14 – 10 – 1988

Alamat : Komp. Tasbi Blok N Medan

St at us : (Mahasiswa S1/ S2)

Memohon unt uk memberikan ij in unt uk meminj am al at yang bernama :

1. Flicker Fusion

2. Judul : Kelelahan Mat a pada Pekerj a Bagian Sort ir Daun Tembakau Kebun

Klambir V PTPN II 3.

dengan wakt u peminj aman al at dimulai : 23 – 12 – 2011 s/ d 03 – 01 – 2012

Saya bersedia unt uk memat uhi ket ent uan dan prasyarat peminj aman al at yait u :

1. Merawat dan menj aga alat dari segala kerusakan

2. Jika dalam peminj aman alat t erj adi kerusakan maka saya sebagai pihak

peminj am bert anggung j awab sepenuhnya unt uk menggant i alat t ersebut .

3. Peminj am harus memat uhi bat as wakt u peminj aman berdasarkan yang t elah

dit et apkan

4. Peminj am berkewaj iban unt uk mengembalikan alat langsung ke Laborat orium

Int i (CORE)

Demikianlah surat permohonan ini kami sampaikan, saya akan memat uhi ket ent uan/ ket et apan yang t elah diberikan, j ika saya melanggar maka kami bersedia unt uk diberikan sanksi oleh Laborat orium Int i (CORE).


(5)

(6)