Aspek Pengukuran Teknik Analisa Data Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena Pada Tungkai Pekerja QC

21 5. Obesitas adalah berat badan pekerja QC yang melebihi berat badan normal. 6. Paritas atau kehamilan adalah jumlah kehamilan yang mencapai usia viabilitas 22 minggu yang pernah dialami oleh pekerja QC. 7. Keturunan adalah gangguan pembuluh darah vena yang diderita juga oleh anggota keluarga pekerja QC.

3.6. Aspek Pengukuran

1. Usia dihitung dalam tahun dan akan diklasifikasikan dalam range 10 tahun agar terlihat variasi usia responden skala ordinal. 2. Masa kerja dihitung dalam tahun dari pertama kali bekerja sebagai QC skala ordinal. 3. Obesitas Berdasarkan definisi operasional maka pengukuran untuk obesitas adalah dengan menggunakan rumus Indeks Masa TubuhIMT Body Mass IndexBMI : IMT yang dihubungkan dengan risiko paling rentan terhadap kesehatan adalah antara 22 dan 25. Klasifikasi Indeks Masa Tubuh di Indonesia dapat dilihat pada tabel 3.1. Universitas Sumatera Utara 22 Tabel 3.1. Batas ambang IMT untuk Indonesia Kategori IMT Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat 17,0 Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,5 Normal 18,5 – 25,0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat beratobesitas 27,0 Sumber : Depkes, 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, 1994. Lampiran 3 menunjukkan nomogram yang memungkinkan sesorang mengetahui nilai IMT-nya skala ordinal. 4. Kehamilanparitas dihitung dari banyaknya kehamilan yang mencapai usia viabilitas yang pernah dilalui oleh pekerja QC skala rasio. 5. Keturunanriwayat keluarga dilihat dari anggota keluarga dilihat dari silsilah keluarga sebelum pekerja QC seperti ayah, ibu dan selanjutnya ke atas yang menderita gangguan pembuluh darah vena skala nominal.

3.7. Teknik Analisa Data

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengamatan terhadap para pekerja akan diolah dan disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisa secara deskriptif untuk menjelaskan gangguan pembuluh darah vena pada tungkai yang dialami oleh pekerja QC. Universitas Sumatera Utara 23 BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah Singkat PTP Nusantara II

PTP. Nusantara II pada tahun 1869 dikelola oleh Pemerintah Belanda dengan nama perusahaan Deli Maatschappij. Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia perusahaan ini menjadi kekuasaan belanda sepenuhnya, dan merupakan salah satu dari 22 unit perusahaan milik PT. Perusahaan Nusantara II Pada tahun 1910 perusahaan ini berganti nama menjadi NV.VDM Verenidg Deli Maatschappijen. Sejak kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda, maka semua usaha-usaha yang dikelola oleh Belanda dialihkan menjadi milik Pemerintahan Indonesia termasuk diantaranya adalah Perusahaan Perkebunan. Kemudian pada tahun 1958 Pemerintahan Republik Indonesia mengambil alih NV. VDM dan diberi nama PPN. BARU Pusat Perkebunan Negara Baru. Perusahaan ini menyebar di berbagai wilayah nusantara, maka tahun 1960 PPN. BARU berubah menjadi PPN Cabang Sumatera Utara Unit Sumut-1, hanya berselang setahun yaitu pada tahun 1961. PPN Cabang Unit Sumut -1 berubah menjadi PPN Sumut-1 yang dikhususkan memproduksi tembakau. Akibat dari meningkatnya penjualan tembakau di pasar local maupun luar negeri serta daun tembakau yang dihasilkan berkualitas, pada tahun 1963 PPN Sumut-1 berubah lagi menjadi PPN Tembakau Deli-II. Lima tahun kemudian PPN Tembakau Deli-II berubah nama menjadi PNP IX. Universitas Sumatera Utara 24 Pada tahun 1971 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pemerintahan RI Nomor 5KTPUM1974PNPIX yang isinya adalah perubahan nama dari PNP IX berubah menjadi PT. Perkebunan Nusantara II. Dan nama inilah yang dipakai sampai sekarang. PTP Nusantara II Klambir Lima memiliki 3 jenis komoditi yaitu: Tembakau, Tebu, dan Kelapa Sawit. Pada pengolahan tembakau dilakukan pada gudang pengolahan yaitu dari daun hijau daun tembakau hasil kebun sendiri diolah menjadi daun tembakau kering setelah proses pemeraman. Produk hasil jadi dari tembakau pada PTP Nusantara II Kebun Klambir Lima adalah daun tembakau kering. Produk hasil tembakau PTP Nusantara II Kebun Klambir Lima diekspor ke luar negeri yaitu Jerman dan Amerika Serikat AS. Luas HGU Hak Guna Usaha PTP Nusantara II Kebun Klambir Lima adalah : 2.050.47 Ha. Pada PTP Nusantara II Kebun Klambir lima tenaga kerja keseluruhan berjumlah 788 orang dimana pada bagian pensortiran berjumlah 230 orang dan 30 orang quality control selebihnya sebagai tenaga administrasi, manager, kepala dinas tanaman, kepala dinas pengolahan, asisten, mandor, dll. Tenaga kerja masuk pada pukul 07.00 Wib sampai jam 16.00 Wib dan istirahat 1 jam 12.00 – 13.00.

4.1.2. Proses Produksi PTP Nusantara II

Proses produksi tembakau dari mulai pembibitan sampai menjadi daun tembakau kering melewati beberapa tahap. Adapun tahapan tersebut adalah proses penanaman di mulai dari penyemaian benih selama 25 hari, kemudian disiapkan media tanaman yang terdiri dari campuran tanah, pupuk, kompos, pasir dan bahan- bahan lainnya. Kemudian campuran tersebut dipanaskan pada suhu 100°C. setelah itu Universitas Sumatera Utara 25 media tanam dimasukkan kedalam plat-plat pembibitan. Setelah 40 hari tanaman tembakau siap dipindahkan kekebun tembakau. Proses pemeliharan tanaman tembakau membutuhkan perawatan berupa pupuk supaya tanaman tembakaunya dapat tumbuh subur dan perawatan kimia yang gunanya untuk memberantas hama atau gulma yang dapat merusak daun tembakau tersebut. Seluruh proses pemeliharaan tanaman ini hingga pengutipan daun tembakau menghabiskan waktu 40 hari. Setelah umur tembakau cukup untuk dipanen maka dilakukan pemetikan daun tembakau. Daun yang telah dipanen diangkut ke bangsal pengeringan. Pada saat panen, tidak semuanya daun tembakau yang dipetik. Ada dua tingkatan daun yang dipetik, biasanya daun bagian bawah lebih dahulu setelah beberapa hari kemudian daun bagian atas. Tujuh daun keatas disebut dengan daun kaki ½, sedangkan lima daun ke bawah disebut dengan daun pasir. Proses pengeringan, untuk daun pasir Z waktu yang dibutuhkan dalam pengeringan adalah 19 - 22 hari. Sedangkan untuk daun kaki ½ adalah 20 – 22 hari. Dalam proses pengeringan, daun hijau tembakau tidak dikeringkan di bawah sinar matahari langsung tetapi di dalam ruangan tertutup dengan menggunakan asap hasil pembakaran batu bara. Daun tembakau yang telah kering, diangkut dari bangsal pengeringan ke gudang pensortiran. Selama tembakau berada digudang pensortiran suhu atau temperatur ruangan sangat dijaga, sebab suhu yang tidak stabil mengakibatkan kerusakan pada daun tembakau. Daun tersebut di tepuk-tepuk untuk mengurangi debu Universitas Sumatera Utara 26 yang ada di daun. Setelah selesai daun tersebut disatukan dalam beberapa ikatan, yang kemudian di tumpuk. Selanjutnya daun tersebut dirapihkan bentuknya akibat proses pengeringan. Kemudian daun yang telah dirapikan bentuknya disortirdipilah dan dilakukan pengelompokan yang terdiri dari daun tembakau lelang breman, non lelang breman, dan daun gruis. Perbedaan ketiga jenis produk jadi terdapat pada tekstur daun tembakau. Untuk menilai tembakau yang berkualitas dilihat dari sisi ketebalan, kelenturan dan warna tembakau. Pengelompokan tembakau ini sangat membutuhkan ketelitian. Setelah daun tembakau dikelompokkan, kemudian dilakukan proses fermentasi agar daun tembakau tersebut layu dan tahan lama. Suhu yang dibutuhkan pada proses ini antara 45 -50°C. Di dalam gudang ini selain dilakukan pensortiran daun tembakau sesuai dengan jenis dan warna, juga harus dipastikan tidak terdapat lagi daun yang koyak atau robek. Daun tembakau diikat di mana setiap ikatan terdiri dari 40 lembar. Kemudian baru dilakukan pengepakan dan setelah berjumlah 150 pak dilakukan pengebalan dan tidak lupa mencap setiap satu bal tembakau. Maka proses selesai tembakau siap untuk diekspor. Produksi tembakau Kebun Klambir Lima sebagian besar diekspor ke Jerman, olah karenanya sebutan tembakau hasil jadi kebun ini adalah Lelang Breman. Tembakau produksi Kebun Klambir lima merupakan salah satu produk Indonesia yang sudah dikenal di pasar Internasional karena kualitasnya yang baik. Universitas Sumatera Utara 27 Tahap-tahap proses tembakau mulai pembibitan sampai diekspor dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut: Sumber : Profil PTP Nusantara II Gambar 3. Proses tembakau dari pembibitan sampai ekspor Pembibitan ± 40 Hari Penanaman ± 70 Hari Pemetikan Sortasi 8 jam hari Stapel D = 30 Hari Stapel C = 21 Hari Stapel B = 12 Hari Stapel A = 8 Hari Saring Ikat Kasar Pengeringan 22 Hari Saring dan Uji Lab. Packing Ekspor Universitas Sumatera Utara 28

4.2. Distribusi Pekerja

Quality Control 4.2.1. Usia Distribusi usia pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Usia pada tahun 2011 No Usia Jumlah n Persentase 1 31 – 40 2 6,67 2 41 – 50 10 33,33 3 51 – 60 15 50,00 4 61 – 70 3 10,00 Jumlah 30 100,00 Pekerja QC berada dalam rentang usia termuda 37 tahun dan yang tertua 68 tahun. Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC berada pada kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 15 orang 50 dan frekuensi terkecil berada pada kelompok usia 31 – 40 tahun sebanyak 2 orang 6,67.

4.2.2. Masa Kerja

Distribusi masa kerja pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2011 No Masa Kerja tahun Jumlah n Persentase 1 5 – 9 2 6,67 2 10 – 14 2 6,67 3 15 – 19 4 13,33 4 ≥ 20 22 73,33 Jumlah 30 100,00 Universitas Sumatera Utara 29 Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC bekerja dengan masa kerja ≥ 20 tahun sebanyak 22 orang 73,33 dan frekuensi terkecil telah bekerja dengan masa kerja 5 – 9 tahun dan 10 – 14 tahun, masing- masing sebanyak 2 orang 6,67. Hal ini menunjukkan bahwa masa kerja responden sudah tergolong lama, artinya para pekerja QC sudah lama bekerja dengan sikap kerja berdiri.

4.2.3. Obesitas

Obesitas adalah kondisi dimana seseorang memiliki berat badan lebih atau kegemukan tingkat berat. Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami obesitas atau tidak, dapat lihat dari hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh. Berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan pekerja QC maka dapat ditentukan IMT pekerja QC seperti terlihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Obesitas pada tahun 2011 No Kategori IMT Jumlah n Persentase 1 Normal 18,5–25,0 12 40,00 2 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0–27,0 5 16,67 Kelebihan berat badan tingkat berat obesitas 27,0 13 43,33 Jumlah 30 100,0 Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC berada pada kategori gemuk kelebihan berat badan tingkat beratobesitas dengan IMT 27,0 sebanyak 13 orang 43,33. Universitas Sumatera Utara 30

4.2.4. Kehamilan atau Paritas

Menurut Manuaba 2010 paritas dibagi menjadi 3, yaitu primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali, multipara pleuripara adalah wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali, dan grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali. Distribusi kehamilan atau paritas pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan KehamilanParitas pada tahun 2011 No KehamilanParitas Jumlah n Persentase 1. Primipara 1 kali 1 3,33 2. Multipara 2-5 kali 26 86,67 3. Grande multipara 5 kali 3 10,00 Jumlah 30 100,0 Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC berada pada kelompok multipara 2-5 kali kehamilan sebanyak 26 orang 86,67 dan frekuensi terkecil berada pada kelompok primipara 1 kali kehamilan sebanyak 1 orang 3,33. Universitas Sumatera Utara 31

4.3. Distribusi Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja

Quality Control 4.3.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada Tungkai Pekerja QC Keluhan yang dialami akibat gangguan pembuluh darah vena pada tungkai pekerja QC sangat beragam dan sering kali dirasakan menggangu karena rasa sakit pada tungkai. Keluhan gangguan pembuluh darah vena yang dialami oleh pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011 No Keluhan Ya Tidak Jumlah n n n 1 Rasa pegal 27 90,00 3 10,00 30 100,00 2 Kebas 14 46,67 16 53,33 30 100,00 3 Lelahmudah capek 26 86,67 4 13,33 30 100,00 4 Terlihat pembuluh darah vena berwarna kebiruan 24 80,00 6 20,00 30 100,00 Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui bahwa dari 30 orang pekerja QC didapatkan 27 orang 90 merasakan pegal pada tungkai, 14 orang 46,67 mengalami kebas, 26 orang 86,67 merasakan lelahmudah capek pada tungkai dan sebanyak 24 orang 80 positif menderita gangguan pembuluh darah vena pada tungkai karena sudah terlihat pembuluh darah vena yang menonjol keluar dan berwarna kebiru-biruan. Universitas Sumatera Utara 32

4.3.2. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Usia

Faktor usia sangat mempengaruhi meningkatnya insiden gangguan pembuluh darah vena. Semakin lanjut usia seseorang, maka insiden gangguan pembuluh darah vena akan semakin meningkat. Distribusi pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan usia dan gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Usia dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011 No Usia tahun Gangguan pembuluh darah vena Jumlah Ya Tidak n n n 1 31 – 40 0,00 2 6,67 2 6,67 2 41 – 50 7 23,33 3 10,00 10 33,33 3 51 – 60 14 46,67 1 3,33 15 50,00 4 61 – 70 3 10,00 0,00 3 10,00 Jumlah 24 80,00 6 20,0 30 100,00 Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa dari 30 orang pekerja QC terdapat 24 orang 80 yang mengalami gangguan pembuluh darah vena dan berusia lebih dari 41 tahun. Frekuensi pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena terbesar berada pada kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 14 orang 46,67. Universitas Sumatera Utara 33

4.3.3. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Masa Kerja

Masa kerja merupakan salah satu faktor penyokong terjadinya gangguan pembuluh darah vena. Hal ini berkaitan dengan sikap kerja berdiri secara statis selama 8 jamhari. Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Distribusi pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan masa kerja dan gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Masa Kerja dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011 No Masa Kerja tahun Gangguan pembuluh darah vena Jumlah Ya Tidak n n n 1 5 – 9 2 6,67 0,00 2 6,67 2 10 – 14 0,00 2 6,67 2 6,67 3 15 – 19 3 10,00 1 3,33 4 13,33 4 ≥ 20 19 63,33 3 10,00 22 73,33 Jumlah 24 80,00 6 20,00 30 100,00 Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa dari 24 orang pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena, frekuensi terbesar telah bekerja dengan masa kerja ≥ 20 tahun sebanyak 19 orang 63,33. Namun, berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pekerja QC dengan masa kerja yang paling singkat selama 5 – 9 tahun juga telah mengalami gangguan pembuluh darah vena sebanyak 2 orang 6,67. Universitas Sumatera Utara 34

4.3.4. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Obesitas

Obesitas dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pembuluh darah vena karena adanya tekanan hidrostatik yang meningkat akibat peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena. Distribusi pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan obesitas dan gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Obesitas dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011 No Kategori IMT Gangguan pembuluh darah vena Jumlah Ya Tidak n n n 1 Normal 18,5-25,0 6 20,00 6 20,00 12 40,00 2 Gemuk Tingkat ringan 25,0-27,0 5 16,67 0,00 5 16,67 Tingkat berat obesitas 27,0 13 43,33 0,00 13 43,33 Jumlah 24 80,00 6 20,00 30 100,00 Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa keseluruhan pekerja QC yang berada dalam kategori obesitas mengalami gangguan pembuluh darah vena yaitu sebanyak 13 orang 43,33. Namun, dalam kategori normal terdapat 6 orang 20 pekerjaa QC juga mengalami gangguan pembuluh darah vena. Universitas Sumatera Utara 35

4.3.5. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Kehamilan atau paritas

Selama proses kehamilan berat badan bertambah dan mempengaruhi kekuatan pembuluh darah vena dalam memompa darah. Distribusi pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan kehamilan atau paritas dan gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan KehamilanParitas dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011 No KehamilanParitas Gangguan pembuluh darah vena Jumlah Ya Tidak n n n 1 Primipara 1 kali 1 3,33 0,00 1 3,33 2 Multipara 2-5 kali 20 66,67 6 20,00 26 86,67 3 Grande multipara 5 kali 3 10,00 0,00 3 10,00 Jumlah 24 80,00 6 20,00 30 100,00 Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa frekuensi pekerja QC terbesar yang mengalami gangguan pembuluh darah vena berada pada kelompok multipara 2-5 kali kehamilan sebanyak 20 orang 66,67. Namun, terdapat pekerja dalam kelompok primipara 1 kali kehamilanparitas juga sudah mengalami gangguan pembuluh darah vena sebanyak 1 orang 3,33.

4.3.6. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Keturunan atau Riwayat Keluarga

Berdasarkan wawancara langsung kepada pekerja QC, didapatkan hasil bahwa tidak ada diantara pekerja QC yang memiliki keturunanriwayat keluarga yang mengalami gangguan pembuluh darah vena. Universitas Sumatera Utara 36 BAB V PEMBAHASAN

5.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena Pada Tungkai Pekerja QC

Kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai dengan adanya penurunan kinerja otot, perasaan lelah dan penurunan kesiagaan. Kelelahan kerja dalam suatu industri berkaitan pada tiga gejala yang saling berhubungan yaitu perasaan lelah, perubahan fisiologis dalam tubuh saraf dan pada keadaan normal yang disebabkan oleh perubahan kimia setelah bekerja dan menurunnya kapasitas kerja Sutalaksana dkk, 1979. Kelelahan kerja yang dialami oleh pekerja QC dipengaruhi oleh sikap kerja yang berdiri secara monoton selama 8 jam perhari sehingga pekerja mengeluhkan rasa pegal, kebas dan lelahmudah capek pada tungkai pekerja. Kelelahan merupakan suatu keadaan yang berbeda-beda tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh, yang terjadi pada setiap individu yang tidak sanggup lagi melakukan aktivitasnya Sinaga, 2005 Dari hasil penelitian terhadap 30 orang pekerja QC diperoleh 27 orang 90 merasakan pegal, 14 orang 46,67 mengalami kebas, 26 orang 86,67 merasakan lelahmudah capek. Cheatle dan Scott 1998 dalam Malik 1999 menyatakan penderita insufisisiensi vena kronis varises tungkai biasanya mengeluh merasa nyeri, lelah fatigue, rasa pegal, kaki terasa berat dan bengkak, kejang otot betis terutama pada malam hari, kulit terasa gatal di daerah pergelangan kaki, perasaan tungkai mudah lelah yang semakin terasa bila berdiri agak lama dan berjalan-jalan. Universitas Sumatera Utara 37 Oleh ILO 1983 dan Suma’mur 1993 salah satu penyebab timbulnya kelelahan kerja adalah sifat kerja yang monoton atau kurang bervariasi, lingkungan kerja cuaca, cahaya dan kebisingan, faktor mental psikologis, penyakit-penyakit dan gizi Suma’mur P.K, 1995. Penyebab terjadinya kelelahan secara fisiologis, yaitu akumulasi dari substansi toksin asam laktat dalam darah, penurunan waktu reaksi. Khairunnisa, 2001. Kelelahan terjadi karena berkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, di mana produk-produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan aktivasi otot. Ataupun mungkin bisa dikatakan bahwa produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah. Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia oksida glukosa yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat produk sisa. Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontiniu. Ini berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan. Universitas Sumatera Utara 38 Sikap kerja selama bekerja, membuat timbulnya kelelahan fisik ataupun psikis dengan gejala-gejala yang ditandai yaitu kelelahan otot yang dijumpai paling banyak pada otot-otot kaki, pinggang, leher dan punggung Nasution H.R, 1998 Dari pekerjaan yang dilakukannya setiap hari, pekerja QC bekerja berdiri dari awal sampai selesai. Sikap bekerja yang demikian adalah bekerja dengan kerja otot statis. Keadaan peredaran darah otot statis, pembuluh-pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot dan dengan demikian peredaran darah dalam otot menjadi berkurang. Otot yang berkontraksi statis tidak mendapat glukose dan oksigen darah sehingga harus menggunakan cadangan-cadangan yang ada, sisa-sisa dari metabolisme tidak dapat diangkut keluar melainkan tertimbun, hal ini mengakibatkan terjadinya nyeri dan kelelahan pada otot. Jadi secara fisiologis kerja otot statis kurang efisien karena lebih cepat menimbulkan kelelahan utama pada pekerja yang bekerja berdiri. Bila berlangsung lama akan menimbulkan gangguan kesehatan lain seperti sakit pinggang, nyeri punggung, varices. Sinaga, 2005. Penelitian yang dilakukan oleh Workers Rights Consortium 2002 pada PT. Dada-Purwakarta sebanyak 26 orang pekerja yang bekerja dengan sikap berdiri dijumpai 20 orang mengalami sakit pinggang, ketidaknyamanan, kelelahan dan rasa sakit yang sangat pada otot kaki, dan sering mengalami kesemutan, hal ini akibat dari stress ergonomika Sinaga, 2005. Universitas Sumatera Utara 39

5.2. Gangguan Pembuluh Darah Vena berdasarkan Usia