Cosplay sebagai gejala Sosial di Jepang Cosplay dalam Manga “OTHELLO”

Para penggila Fashion lolita di Jepang sebenarnya tidak terpengaruh aliran musik apapun. Mereka menyukai musik yang sama seperti orang pada umumnya, seperti mendengarkan J-Pop ataupun lagu-lagu visual kei. Akibat banyaknya peminat Lolita banyak orang melihat peluang usaha dan membuka butik dengan brand khusus yang hanya menjual pakaian bergaya lolita misalnya toko Kabushiki Kaisha Baby The stars shine Bright BTSSB, Moi-Meme-Moitie, Closet Child, Temps de Fille dan lainnya yang banyak menyebar di sepanjang Harajuku dan Shibuya.

2.4.3. Cosplay sebagai gejala Sosial di Jepang

Sekitar tahun 1985, hobi cosplay semakin meluas di Jepang karena cosplay telah menjadi sesuatu hal yang mudah dilakukan. Pada waktu itu kebetulan tokoh Kapten Tsubasa sedang populer, dan hanya dengan kaus T-shirt pemain bola Kapten Tsubasa, orang sudah bisa ber-cosplay. Kegiatan cosplay dikabarkan mulai menjadi “kegiatan berkelompok” sejak tahun 1986. Sejak itu pula mulai bermunculan fotografer amatir disebut kamera- kozō yang senang memotret kegiatan cosplay. Pada awalnya cosplay berkembang di Jepang dan bersifat hanya sebuah kegemaran, dimana para cosplayer memamerkan kostum yang mereka pakai, dan saling mengambil gambar. kemudian hal ini berkembang menjadi salah satu kegiatan para otaku. Otaku adalah sebutan bagi penggemar berat subkultur asal Jepang seperti anime dan manga dalam: http:wikipedia.orgwikiotaku. Salah satu tempat berkumpulnya para cosplayer yang terkenal adalah jembatan Harajuku Jingu-bashi dan taman Ueno. Biasanya pada akhir pekan cosplayer berkumpul memamerkan kostum mereka, dan disana tentunya banyak berkumpul Universitas Sumatera Utara Kameko singkatan dari Kamera kozo dan siap memfoto para cosplayer lain. Sekitar tahun 1998 distrik Akihabara dikenal sebagai pusat toko elektronik, anime, manga, dan game yang murah. Juga mulai bermunculan cosplay cafe serta maid cafe yang pelayannya ber-cosplay mengenakan kostum anime hingga kostum lolita atau maid.

2.4.4. Cosplay dalam Manga “OTHELLO”

Tokoh utama Yaya sangat mengidolakan band JULIET terutama Shohei gitarisnya yang merupakan band yang beraliran Visual Kei. Kecintaannya pada hal ini membuat Yaya menjadikan aliran Visual kei sebagai inspirasinya dalam desain kostum dan berdandan dalam bercosplay. Ragam desain kostum-kostum Yaya selalu berubah setiap minggunya, selain berdandan dengan Visual Kei kadang Yaya juga meragamkan tampilan cosplaynya dengan berdandan dengan Gothic Lolita Go-Loli. Pada dasarnya dandanan cosplay yang disukai Yaya adalah dandanan serba gelap dan terkesan misterius. Tidak jarang Yaya digambarkan sedang melakukan cross-dressing dalam bercosplay. Cross-dressing adalah kegiatan cosplayer yang berdandan sesuai dengan dandanan lawan jenisnya. Disini dimaksudkan Yaya berdandan dan berpakaian seolah-olah menjadi laki-laki. Setiap akhir pekannya dalam manga “OTHELLO” ini dijelaskan bahwa para cosplayer bertemu di distrik Harajuku di Tokyo tepatnya di Jingu-Bashi. Pertemuan para cosplayer sepertinya tidak direncanakan dan hanya terjadi sesuai kebiasaan saja. Apabila ingin melakukan cosplay biasanya para cosplayer berangkat ke Harajuku dengan dandanan umumnya. Sebagai contoh saat Seri dan Moe mengikuti kegiatan Yaya dalam bercosplay. Sebelum tampil dengan Universitas Sumatera Utara kostumnya di Jingu-Bashi, Yaya terlebih dahulu berganti pakaian di toilet stasiun kereta Harajuku. Jadi Yaya tidak langsung mengenakan kostum dari rumah. Pola interaksi di dalam komunitas ini berlangsung biasa seperti komunitas lain pada umumnya. Tema pembicaraan biasanya seputar permasalahan yang dialamai dirumah atau disekolah, memberikan masukan berupa solusi dan semangat bagi para cosplayer lain yang memiliki masalah, mengenai artis idola, dan seputar cosplay. Salah satu hal yang spesial dalam komunitas ini adalah masing-masing anggota sama sekali tidak dituntut menjelaskan idenditas mereka yang sebenarnya. Seorang cosplayer dapat memilih satu nama baru yang nantinya akan menjadi nama panggilannya di dalam komunitas ini. Seperti Yaya yang memilih nama “Mimi” sebagai namanya dalam bercosplay. Komunitas cosplay di manga “OTHELLO” ini pun dijelaskan menjadi solid karena sisi minoritas mereka ditengah-tengah masyarakat umum yang sering meremehkan keberadaan komunitas ini, dan banyaknya kesamaan latar belakang serta kegemaran pada masing-masing anggota komunitas ini. Universitas Sumatera Utara

BAB III ANALISIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA “OTHELLO” KARYA

SATOMI IKEZAWA DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGIS 3.1. Sinopsis Cerita Seorang anak yang hanya tinggal berdua dengan ayahnya karena sudah lama ditinggal mati oleh sang ibu, membuat Yaya menjadi sosok yang pendiam, kikuk, pemalu dimata lingkungannya. Pergaulannya sangat dibatasi karena ketakutan sang ayah akan pola tingkah laku muda-mudi masa kini dan tanggung jawabnya sebagai seorang orangtua tunggal. Akibat sifatnya yang dirasa tidak menarik dimata teman-temannya, Yaya memiliki kesulitan dalam berteman disekolah. Hanya Seri dan moe yang mau berpura-pura menganggap Yaya sebagai teman, tetapi hal ini hanya untuk mengambil keuntungan dari Yaya yang mau diperbudak dan dimanfaatkan. Akibat semua hal diterimanya, Yaya tanpa sadar membentuk kepribadian baru dalam dirinya, bila sedang dalam puncak kebencian akan dirinya yang lemah dan tanpa sengaja Yaya bercermin maka akan datang sosok kepribadian baru dalam dirinya yaitu Nana. Sosok Nana adalah semua sifat kebalikan dari Yaya. Bila sosok Nana sudah mengambil alih pikiran Yaya, maka sifatnya akan menjadi pemberani, melawan bila ditindas, tegas, dan spontan. Universitas Sumatera Utara