Homeschooling di Indonesia HOMESCHOOLING

Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, Holt sendiri kemudian menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education; Ways to Help People Do Things Better, 1976. Buku ini pun mendapat sambutan hangat dari para orangtua homeschooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama: Growing Without Schooling. Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan beliefs , pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.

3. Homeschooling di Indonesia

Homeschooling bukanlah sesuatu yang baru bagi dunia pendidikan di Indonesia. Sesungguhnya bangsa Indonesia sudah lama mengenal homeschooling. Sebelum sistem pendidikan Belanda hadir di bumi tercinta ini, homeschooling sudah berkembang di Indonesia. Di pesantren-pesantren, misalnya, banyak para kyai, bunya, dan tuan guru secara khusus mengajar anak-anaknya di rumah. Begitu pula para pendekar dan bangsawan zaman dahulu. Mereka suka mendidik anak-anaknya secara mandiri di rumah atau padepokannya ketimbang memercayakan pendidikannya kepada orang lain. “Mengenai tempat belajar, homeschooling tidak memiliki batasan tempat karena proses belajar itu dapat terjadi di mana saja, baik dalam ruang fisik maupun ruang maya.” 14 . Perkembangan homeschooling di Indonesia belum diketahui secara persis karena belum ada penelitian khusus tetang akar perkembangannya. Istilah homeschooling merupakan khazanah relatif baru di Indonesia. Namun jika dilihat dari konsep homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal alias otodidak, maka sekolah rumah sudah tidak merupakan hal baru. Tak kurang para tokoh besar semacam KH. Agus Salim, 14 Abe Saputro, Rumahku Sekolahku,… h. 12 Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka Juga mengambangkan cara belajar dengan system persekolahan rmah homeschooling, bukan sekedar agar lulus ujian kemudian memperoleh ijazah, namun agar lebih mencintai dan mengembangkan ilmu itu sendiri. 15 . Sejak tanggal 4 Mei 2006, di Jakarta telah dideklarasikan berdirinya ASAH PENA Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif oleh beberapa tokoh dan praktisi pendidikan di kantor departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pelindungnya adalah Dr. Ace Suryadi Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dengan para penasehat, antara lain Prof. Dr. Mansyur Ramli Kepala Balitbang Depdiknas dan Dr. Ella Yuliawati Direktur Kesetaraan Depdiknas Apresiasi Depdiknas terhadap lahirnya ASAH PENA tentu memperkuat keyakinan bahwa homeschooling bisa merupakan salah satu alternatif pendidikan pada masa depan 16 . Dalam pengertian homeschooling ala Amerika Serikat, sekolah rumah di Indonesia sudah sejak tahun 1990-an. Misalnya Wanti, seorang ibu yang tidak puas dengan sistem pendidikan formal. Melihat risiko yang menurut Wanti sangat mahal harganya, dia banting setir. Tahun 1992 Wanti mengeluarkan semua anaknya dari sekolah dan memutuskan mengajar sendiri anak-anaknya di rumah. Ia mempersiapkan diri selama 2 tahun sebelum menyekolahkan anaknya di rumah. Semua kurikulum dan bahan ajar diimpor dari Amerika Serikat.Wanti sadar keputusannya mengandung konsekuensi berat. Dia harus mau capek belajar lagi, karena bersekolah di rumah berarti bukan anaknya saja yang belajar, tetapi justru orangtua yang harus banyak belajar. Dalam level komunitas, akar homeschooling ini dapat juga ditelusuri dari pendidikan berbasis agama seperti pesantren atau komunitas adat yang melakukan pembelajaran secara mandiri tanpa ketergantungan pada model pendidikan formal yang ada. Saat ini, perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua 15 Chris Verdiansyah, Homeschooling; Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2007, h. 19 16 Maulia D. Kembara, Panduan Lengkap,… h. 43 memi- liki semakin banyak pilihan untuk pendidikan anak- anaknya. Banyak keluarga Indonesia yang belajar di luar negeri menyelenggarakan homeschooling untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Selain itu, ketidakpuasan terhadap kualitas pendidikan di sekolah formal juga menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga Indonesia untuk menyelenggarakan homeschooling yang dinilai lebih dapat mencapai tujuan- tujuan pendidikan yang direncanakan oleh keluarga 17 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM merupakan program pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan jalur informal. Badan penyelenggara PKBM sudah ada ratusan di Indonesia. Di Jakarta Selatan aja, ada sekitar 25 lembaga penyelenggara PKBM dengan jumlah siswa lebih kurang 100 orang. Setiap program PKBM terbagi atas Program Paket A untuk setingkat SD, B setingkat SMP, dan Paket C setingkat SMA. PKBM sebenarnya menyelenggarakan proses pendidikan selama 3 hari di sekolah, selebihnya, tutor mendatangi rumah para murid. Para murid harus mengikuti ujian guna mendapatkan ijazah atau melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Perbedaan Ijazah dengan sekolah umum, PKBM langsung mengeluarkannya dari pusat Pendidikan yang dilakukan oleh orang tua sangatlah penting artinya, karena orang tua adalah manusia yang paling deket dengan anak-anak. “Ketika orang tua baik mungkin anak akan menjadi baik, dan sebaliknya.” 18 . Meskipun belum sempurna, namun alumni homeschooling cukup banyak yang menjadi tokoh pergerakan nasional, di antaranya adalah Ki Hadjar Dewantara dan Buya Hamka. Bersekolah di rumah bukan sekedar ide mengasyikkan tentang kebebasan dalam pendidikan, tetapi juga kesuksesan. “Melintasi gerbang abad 21, kebebasan keluarga dalam soal pendidikan memicu imajinasi ratusan ribu orang. Kebebasan itu bernama “bersekolah di rumah”. Ini bukan merupakan hal yang baru. Bersekolah di rumah sudah dikenal sudah beberapa lama dan 17 _______, “Konsep Homeschooling”, dari http:www.elexmedia.co.id, 25 Agustua 2003 18 Setiawan Benni, Manifesto Pendidikan di Indonesia, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006, h. 62 bertumbuh dengan cukup pesat, sehingga membangunkan kesadaran masyarakat tentang cara kita mendidik” 19 . Dari sini dapat terbaca, bahwa adanya homeschooling bukanlah sesuatu yang baru lagi bagi bangsa Indonesia khususnya dunia pendidikan. Meskipun keadaan homeschooling pada masa lalu lebih banyak dikenal dengan sebutan “Pembelajaran Otodidak”, namun pada eksistensinya sama dengan homeschooling yang kita kenal saat ini. Belakangan model sekolah rumah mulai tidak asing dan menjadi pilihan orang tua. Di dunia maya bertebaran berbagai blog, situs dan mailing list tempat para homeschooler bertukar informasi mulai dari perkembangan kegiatan anak-anak mereka sehari-hari hingga berbagai kurikulum atau materi. Sekolah rumah bisa dilaksanakan secara tunggal oleh keluarga itu sendiri atau bergabung dalam komunitas belajar. Komunitas yang telah terbentuk anatara lain: Morning Star Academy, Komunitas Homeschooling Berkemas, Homeschooling Kak Seto, dan Kerlip, ada pula Asosiasi Homeschooler. Belakangan artis dewi Hugess meluncurkan sekolah rumah berbasis elekteronik pertama di Indonesia, Homeschooling Selain pembelajaran dengan materi pendidikan akademik juga disediakan materi non-akademik dalam bentuk eksploration advancement, dan project yang disesuaikan dengan bakat dan minat anak. Walaupun pendidikan di dalam rumah sebagai pendidikan in formal merupakan kewengangan penuh keluargaorang tua, dalam rangka menjamin terpenuhinya hak pendidikan dan perkembangan anak, orang tua yang akan mennyelenggarakan sekolah ini diwajibkan melaporkan kepada pemerintah. Penyelenggaraan sekolah rumah teap perlu mendaftarkan komunitas belajar pada bidang yang mnangani pendidikan kesetaraan yaitu dians pendidikan kabupaten kota setempat. Di negara tertentu ada juga yang diwajibkan menandatangani kesepakatan antara orang tua dan pemerintah. Intervensi pemerintah ini 19 Linda Dobson, Tamasya Belajar; Panduan Merancang Program di Rumah Untuk Anak Usia Dini, Bandung: Mizan LC, 2005, h. 15 dilakukan dalam rangka menjamin kualitas pelayanan pendidikan yang akan diberikan di rumah, sejalan dengan tingkat kompetensi yang harus dcapai anak sesuai denga jenjang pendidikan yang diikutinya. Pemerintah juga memfasilitasi terselenggaranya ujian nasional bagi peserta yang terdaftar di komunitas belajar Sebagai lembaga pendidikan alternatif, persekolahan di rumah jaga akan mendapat Bantuan Operasional Penyelenggaraan BOP atau semacam Bantuan Operasional Sekolah BOS di sekolah formal. Semua penyelenggara pendidikan alternatif memang berhak mendapat BOP.

4. Faktor-Faktor Pemicu dan Pendukung Homechooling