Faktor Penghambat Dalam Implementasi Model Homeschooling

keluarga dan lingkungannya. c. Orang tua dan pengajar akan lebih banyak mendapatkan dukungan karena masing-masing dapat mengambil tanggung jawab dalam skala yang lebih besar, saling mengajar untuk bidang yang lebih dikuasai dan dapat memperdalam sesuai keahliannya. Serta anak bisa belajar dari sumber manapun yang dapat dipelajarinya. 2

g. Faktor Penghambat Dalam Implementasi Model Homeschooling

Sedangkan faktor penghambat secara umum yang dihadapi dalam implementasi model Homeschooling pada Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan, sebagai berikut : a. Homeschooling memerlukan kompromi dan fleksibilitas untuk menyesuaikan jadwal, suasana dan fasilitas tertentu yang dapat menampung beberapa anak dari keluarga pada saat kegiatan dilaksanakan bersama-sama. Penyelenggara Anak d Anggapa b. engan keahlian atau berkebutuhan khusus, harus juga bisa menyesuaikan dengan lingkungan lainnya dan menerima perbedaan- perbedaaan lainnya sebagai proses pembentukan jati diri. c. n sepele dari masyarakat, bahwa anak Homeschooling itu tidak sekolah. Sehingga masyarakat menganggap bahwa Homeschooling adalah tidak belajar dan hanya buang-buang waktu saja. Dengan demikian, ada banyak hal yang melatarbelakangi pilihan orang tua untuk bersekolah di rumah yang disesuaikan dengan faktor penunjang dan penghambatnya, sebagai berikut : a. Anak yang berlebih secara intelektual tidak puas dengan pola pembelajaran di sekolah yang baginya lambat. Materi pelajaran yang harusnya bisa selesai dalam 1 minggu harus diajarkan dalam 1 bulan sehingga anak ini mengganggu temannya atau mengganggu proses pembelajaran di kelas. Pengajar tidak mampu menangkap kelebihan yang dimiliki si anak sebagai 2 Kesimpulan dari hasil wawancara dan observasi pada Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan . potensi, tapi malah mencapnya sebagai pembuat onar. b. Anak yang tidak menyenangi mata pelajaran tertentu misalnya, Bahasa Indonesia atau anak dari Medan terpaksa belajar Bahasa Daerah Jawa. Hal ini tentu menyebabkan anak malas belajar dan sekali lagi menjadi “masalah” di kelas, karena pemaksaan beban materi pelajaran yang “kurang perlu” dan kurang aplikatif bagi anak. c. Anak yang memiliki gangguan belajar seperti hiperaktif, disleksia atau kekurangan dalam menangkap pelajaran. Anak ini memerlukan waktu yang agak lama untuk mencerna dan mengutarakan kembali apa yang pengajar katakan. Sebenarnya si anak pintar, namun akhirnya ia dianggap bodoh oleh sekolah. d. Anak yang tidak mampu secara ekonomi untuk menyekolahkan di sekolah yang dianggap bagus atau bahkan yang biasa sekalipun. Hal ini karena kebutuhan primer seperti untuk makan saja susah apalagi untuk sekolah.

h. Upaya Mengatasi Hambatan Pada Implementasi Model