B. PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN 1.
Implementasi Model Homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat
Dalam upaya memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi anak- anak, para orang tua berusaha memilih pendidikan yang sesuai dengan minat
dan kebutuhan belajar mereka. Akan tetapi relita yang ada menunjukkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan sebagian besar proses belajar pada
pendidikan formal yang ada saat ini, sehingga banyak orang tua yang memilih mendidik anaknya di rumah Homeschooling atau di komunitas
sekolah alternative yang dinilai lebih banyak memberikan pengembangan terhadap potensi dan karakter terhadap anak serta meningkatkan motivasi
yang tinggi untuk anak belajar. Salah satu bentuk pendidikan Alternatif yang saat ini sedang
berkembang pesat di Indonesia, yaitu jenis pendidikan HOMESCHOOLING, terutama setelah pemerintah mengakui keberadaannya sejak ditanda
tanganinya perjanjian antara pemerintah dengan ASAH PENA pada tahun 2007
1
. Untuk menjalankan pendidikan Homeschooling ini cukup mudah,
karena tidak terlalu terbentur dengan peraturan dan system baku dan formal. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Allain selaku WAkil kepala Komunitas
Sekolah Rumah Pelangi Ciputat: “Kalau kita mau melaksanakan system belaar seperti Homeschooling
ini, biasanya dimulai dengan kelompok pembelajar, kelompok belajar itu tidak perlu banyak orang, sekitar lima orang kemudian kita
bimbing, semakin lama otomatis akan banyak relasi dan teman2 yang bergabung. Dan ketika sudah berkembang, di Diknas itu ada jalur
khusus yang mengesahkan badan Homeschooling. Otomatis kita akan mengurusin untuk didaftarkan ke depdiknas. Untuk diberikan status.
Untuk pendaftarannya dilakukan di depdiknas pusat”.
Dari pernyataan tersebut bahwasanya untuk memulai melaksanakan Homeschooling komunitas itu cukup mudah, yaitu cukup dengan satu sampai
1
Dokumentasi surat kerjasama antara Pemerintah dan Masyarakat yang diwakili oleh
Asah Pena
lima orang untuk memulai melaksanakan Homeschooling, jika ingin dikatakan sebagai komunitas atau Homeschooling majemuk. Namun jika
ingin melaksanakan Homeschooling sendiri itu juga bisa. Homeschooling yang terdapat di Indonesia saat ini, sesuai dengan
Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 termasuk jalur pendidikan informal. Jadi bukan lagi menjadi sesuatu yang tidak biasa di Indonesia.
Homeschooling sudah terdapat badan yang sah sebagai pelegitimasi Homeschooling di Indonesia, da sudah ada bentuk kerjasamanya antara
pemerintah dengan masyarakat yang diwakili oleh ASAH PENA yang diketuai oleh Kak Seto Mulyadi. Seperti yang dituturkan oleh Bapak Allain :
“…Homeschooling ini masuk di jalur informal. Jadi bukan lagi menjadi sesuatu yang tidak biasa di Indonesia. Jadi sudah ada badan
yang sah sebagai pelegitimasi Homeschooling, dah sudah ada bentuk kerjasamanya antara pemerintah dengan masyarakat yang diwakili
oleh ASAH PENA”
Komunitas sekolah Rumah Pelangi yang terdapat di daerah ciputat Tangaerang selatan menjadi salah satu sekolah alternative yang menawarkan
system dan metode baru dan kreatif. Dan sudah mendapatkan legitimasi secara sah dari pemerintah Kota Tangerang Selatan. Karena Homeschooling
sudah menjadi bagian dari jalur pendidikan di Indonesia, yaitu jalur Informal. Untuk bergabung di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat ini
cukup mudah, yaitu seperti yang dikatakan oleh Bapak Allain: “...kalau prosedur pendaftaran seperti biasa, petama meninjau lokasi
sekolah, jenjang anaknya kelas berapa, pemilihan programnya apakah setiap hari, disekolah apa di rumah, dengan tanpa adanya tes masuk.
Peserta didik jika sudah cocok maka langsung bisa belajar bersama kami di komunitas pelangi ini. Untuk penempatan kelas di sekolah
pelangi kita lihat dulu dia pindahan atau bukan, kalau pindahan kita lihat kelas disekolah sebelumnya.”
Jadi kalau peneliti gambarkan, bahwa untuk mendaftarakan anak- anaknya, orang tua tidak terlalu sulit, karena komunitas Homeschooling
mempermudah pendaftarannya dengan tidak memberlakukan tes masuk. Tinggal milih mau belajar dikelas berapa. Tentunya usia dan kemampuan
anak akan menajdi seleksi alam dalam proses perjalanannya.
a Model dan Jenis Homeschooling yang diterapkan
Pelaksanaan pendidikan Homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi menggunakan Jenis dan model yang khusus untuk Homechooling.
Tentunya berbeda dengan pendidikan formal pada umumnya. Bapak Allain menuturkan kepada peneliti :
“Dari yang saya ketahui dan saya jalankan selama ini, model yang digunakan di Homeschooling pelangi adalah model Montessori, jadi
siswa dituntut untuk berkreativitas dan berekspresi dan begitu juga pembimbingnya tidak semesti guru, bisajuga kaka guru, orang yang
berpengalaman yang berfungsi untuk membimbing, dan pembelajarannya pun tidak kaku dan monoton misalnya bab perbab
atau pembahasan perpembahasan, akan tetapi kita bisa mengambil pembelajaran penelitian di luar sekolah, teknis presentasi masih
banyak metode yang bisa digunakan dalam praktek pembelajaran hmeschooling ini”.
Dari hasil pengumpulan data, bahwa Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan Jenis yang terapkan adalah
Homeschooling komunitas, jenis ini merupakan gabungan dari Homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan
ajar, kegiatan pokok, sarana dan prasarana, serta jadwal pelajaran. Apabila dilihat ada kemiripan antara Homeschooling dengan sekolah biasa.
Walaupun belajar dengan beberapa orang anak seperti sekolah formal, namun esensinya tetap Homeschooling. Karena mereka tetap belajar
secara bebas, fleksibel, menyenangkan dan sesuai dengan minat mereka. Tidak ada ketentuan waktu untuk belajar. Sehingga anak mampu
mengutarakan aspirasi dan inisiatif mereka dalam belajar. Sedangkan model yang diimplementasikan adalah Montessori dan
homeschool unit pembelajaran unit studies yang memakai minat anak dalam suatu subjek. Serta versi orang tua, pengajar, dan anak juga yang
mengarahkan. Dalam model siswa tidak belajar satu mata pelajaran tertentu matematika, bahasa, IPA, IPS tetapi mempelajari banyak mata
pelajaran sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti mendapatkan penemuan
dan penilaian terhadap proses pembelajaran anak didik di komunitas sekolah
rumah Pelangi, yaitu : “Terlihat bahwa anak-anak
tersebut sangat antusias pada pelaksanaan outing, yang tempatnya di perkumpulan tukang ojek
daerah kampong sawah ciputat, keduanya pun bertanya banyak hal pada salah satu tukang ojek mulai keluarga, pekerjaan, sampai
penghasilan tukang ojek tersebut. Sesuai outing, mereka pun menulis dengan bentuk cerita tentang apasaja pengalamannya tadi, dalam
bahasa mereka sendiri
.
Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan juga mengimplementasikan model Montessori, dimana murid dituntut untuk
kreatif dalam memilih materi pelajaran yang sesuai dengan beberapa mata pelajaran sekaligus di dalam kelas, dan model The Living Books yaitu anak
membaca buku kemudian menceritakannya kembali dengan bahasanya sendiri. Hal ini memastikan bahwa mereka mengerti apa yang dibacanya
Pendekatan ini mengajarkan kebiasaan baik, keterampilan dasar menulis, membaca, matematika, serta mengekspos anak dengan
pengalaman nyata, seperti berjalan-jalan, mengunjungi museum, berbelanja ke pasar, mencari informasi di perpustakaan.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Allain Handryatno selaku Wakil kepala Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat tentang model dan
jenis yang diterapkan beliau menuturkan : “Selain model ,Montessori kami juga menerapkan model unit
pembelajaran unit studies yang memakai minat anak dan kemudian menyatukannya dalam bidang seperti matematika, bahasa,
sains, dan outing. Serta versi pengajar dan inisiatif anak juga yang mengarahkan. Tetapi hal tersebut bukanlah yang utama karena yang
terpenting dalam proses belajar tetaplah menanamkan mental belajar sehingga anak memperkaya khasanah keilmuannya dengan
mandiri dan bukan tergantung pada buku teks maupun lembar kerja. Buku dan lembar kerja hanyalah sarana pendukung saja, itupun bila
anak bersedia.
Keluarga Ibu Larsih memulai bergabung dengan model pendidikan Homeschooling dikarenakan kecewa dengan pendidikan formal yang ada,
dimana ketika anaknya yang tergolong hiper aktif dan pendek pemikirannya, dimasukkan di Sekolah Dasar Formal, namun pihak sekolah baik guru
maupun kepala Sekolah memberlakukan anaknya dengan tidak wajar.
Sehingga Ryan kecewa dan tidak mau lagi belajar. Oleh karena itu Ibu Larsih mencarikan pendidikan alternative yang bisa menerima Ryan belajar dengan
nyaman dan happy. Ibu larsih menuturkan: “Anak saya itu kan punya konsentrasi pendek dan hiper aktif, awalnya
saya masukkan ke SD formal, tapi anak saya kurang ada perubahan dan gurunya kurang memahami terhadap kondisi anak saya, saya
kecewa dengan sekolah disitu. Maka saya cari sekolah yang bisa menerima anak saya. Pernah saya sekolahkan di SD lain, namun
kepala sekolahnya bilang kalau anak saya tidak bisa belajar disekolah tersebut.
Sekolah formal memang terkadang kurang banyak memperhatikan secara khusus bagi siswa yang memilki kelain mental, terutama bagi siswa
yang hiper aktif. Apalagi guru yang tidak sabar dan memilki jiwa penyayang, cendrung memarahi dan menyakiti secara fisik anak didik yang kelihatannya
agak nakal. Keterbatasan siswa untuk bergabung dengan sekolah formal juga menjadi kendala saat ini.
Trauma dan rasa takut terhadap Sekolah Formal memang menjadi momok di duni anak-anak. Untuk diajak kesekolah terkadang anak-anak
merasa sebuah penjara yang penuh dengan kekerasan dan ketidakadilan social. Seperti yang terjadi pada Ryan anak Ibu larsih. Beliau menuturkan:
“Dulu soalnya ketika sekolah di SD negeri anak saya dibentak-bentak, dicubit dan dikasarin. Jadi trauma untuk masuk ke sekolah lagi. Tapi
sekarang dengan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki bisa belajar di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat ini”.
Setelah mengalami kekecewaan terhadap SekolahFormal, akhirnya Ibu larsih memasukkan anaknya ke Homeschooling setelah bertemu dengan Ibu
Erline dan Pak Budi. Dari sinilah Ibu Larsih terbuka dan sadar bahwa Homeschooling lah yang tepat dan pas untuk anaknya Ryan melanjutkan
belajar demi masa depannya. Seperti yang diungkapkan beliau : “Puji tuhan, ketika saya ketemu ibu erlin dan pak budi mengikuti
seminar Homeschooling, kemudian saya berfikir bahwa anak saya sepertinya tepat untuk diHomeschoolingkan. Akhirnya tahun ajaran
2009 saya punya tekad dengan didorong oleh teman-teman komunitas saya di rumah, saya mencoba untuk menghubungi ibu erline untuk
mendaftarkan anak saya di Homeschooling pelangi. Disini kan harganya bisa terjangkau. Itu juga ada dorongan dari bisikan tuhan
untuk mencarikan anak saya sekolah kembali di sekolah alternative”. Ryan merupakan anak yang sangat aktif dan membutuhkan tempat
untuk mengekspresikan diri. Memilih Homeschooling model pendidikan merupakan trend pendidikan yang baru di Indonesia yang menurut keluarga
ibu Larsih lebih mengantarkan Ryan pada pencapaian terbaiknya. Menurut hasil wawancara dengan keluarga homeschooler Ibu Larsih
tentang Jenis dan model Homeschooling yang diterapkan. Keluarga Ibu Larsih dalam menjalankan pendidikan Homeschooling menggunakan jenis
Komunitas, yaitu dengan dimasukkannya Ryan ke Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat, dan model yang digunakanpun juga mengikuti apa
yang diterapkan di komunitas tersebut. beliau menuturkan : “Dalam pelaksanaan Homeschooling sendiri Kami menerapkan Model
Montessori dan sebagai tambahan The Living of Book yang dikembangkan oleh charlott Maseon, dan saya menggunakan bentuk
Homeschooling komunitas untuk jenisnya. Karena di komunitas anak saya bisa bersosialisasi dengan teman sebayanya.
Menurut hasil wawancara dengan Ibu Ria yang juga sebagai keluarga homeschooler tentang model Homeschooling yang diterapkan beliau
menuturkan : “Iya Dalam pelaksanaan Homeschooling, model dan jenis yang
diterapkan Homeschooling komunitas dan model unit pembelajaran unit studies yang memakai minat anak dalam
suatu saya dan kemudian menyatukannya dalam bidang seperti matematika, bahasa, sains, TIK, dan outing. Serta versi orang tua juga
yang mengarahkan
.
Beliau juga masuk pada Homeschooling komunitas dan model homeschool unit pembelajaran unit studies yang memakai minat anak
dalam suatu subjek dan kemudian menyatukannya dalam bidang seperti matematika, bahasa, sains, TIK teknologi informasi dan komunikasi, dan
outing. Serta versi orang tua juga yang mengarahkan. Orang tua dan anak membuat kesepakatan dalam menyusun jadwal
belajar. Anak juga diberi tanggung jawab dan hak untuk belajar. Dalam komunitas anak belajar selama 2 hari Selasa dan Kamis dengan materi sains
dan outing, selebihnya orang tua yang memberikan dan mendampingi anak dalam belajar dirumah, pagi pukul 08.00-11.00 wib anak belajar mandiri
dan malam pukul 18.00-19.00 wib anak belajar tentang kesulitan pada saat belajar mandiri, orang tua memberikan stimulus kepada anak untuk
mendiskusikan meteri secara bersama-sama. Sehingga, dapat melatih anak untuk berfikir dan mandiri, serta mampu melewati proses berfikir secara
mandiri.
b Tujuan Melaksanakan Model Homeschooling
Setiap lembaga pendidikan yang ada, pasti memilki tujuan yang ingin dicapai, termasuk Homeschooling Pelangi Cipuat, Tujuan Homeschooling
pada Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Berdasarkan hasil wawancara dengan dengan Bapak Allain Handryatno selaku Wakil kepala Komunitas
Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan tentang tujuan dalam pelaksanaan Homeschooling. beliau menuturkan:
“Tujuan dalam pelaksanaan Homeschooling ini Hanya ingin lebih meningkatkan potensi anak secara optimal lebih cepat, fleksibel
dalam materi, meningkatkan potensi dan kreatifitas yang anak miliki, yang terpenting supaya anak tidak terhambat
.
Dengan demikian, berdasarkan pernyataan diatas, Tujuan dari implementasi model Homeschooling pada Komunitas Sekolah Rumah
Pelangi adalah untuk meningkatkan potensi secara optimal pada anak, jadwal belajar dan materi fleksibel tergantung kesepakatan orang tua dan
anak, peningkatan potensi dan kreatifitas yang dimiliki oleh anak dan tidak terhambat dalam segala hal.
Selain diatas, pelaksanaan Homeschooling ini juga ingin membentuk karakter anak didik yang baik. Sesuai dengan potensi positif yang dimilkinya.
Sehingga karakternya terbangun adalah benar-benar karakter yang menjadi modal anak-anak bermasyarakat dikemudian hari. Sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Bapak Allain : “Disini menjadikan siswa terbentuk karakternya dengan baik,
sehingga secara otomatis generasi kita terbentuk dengan baik juga.
Karakter yang kita bangun dan kita kembangkan berdasarkan dengan nilai-nilai kehidupan yang ada. Baik agama dan social masyarakat
yang ada. Kami selalu memperhatikan betul-betul karakter yang akan berkembang dalam diri anak”
Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan keluarga Homeschooler Larsih tentang bagaimana mengetahui Homeschooling, proses
pelaksanaannya serta tujuan dalam memilih Homeschooling beliau menuturkan :
“Saya mengetahui Homeschooling itu yang pasti melalui media, browsing di Internet di situsnya kak Seto dan penduannya dari
Homeschooling Jakarta dari situs www.Sumardiono.com.
“dan tujuan saya memilih Homeschooling sebagai model pendidikan bagi anak saya ya hanya untuk mengoptimalkan minat dan bakat
anak saya, karena anak saya termasuk aktif dan perkembangannya sangat cepat.
Alasan memilih Homeschooling yaitu meningkatkan potensi anak secara optimal, fleksibel dalam materi, relatif murah yang
terpenting supaya anak tidak terhambat. Beliau berpikir bahwa Yohanes Gerandtino memiliki tingkat kecerdasan dan kebutuhan belajar yang berbeda
dengan yang lain begitu pula sebaliknya. Yohanes Gerandtino bisa belajar lebih capat dan takut terhambat karena terhalang oleh sistem pendidikan yang
menekan bukan kebebasan pada anak. Anak bisa berkompetensi atau mahir dalam kognitif, motorik, maupun afektifnya.
Mencari banyak pengetahuan tentang Homeschooling dari buku-buku, internet, shering sama teman dan keluarga. Kemudian setelah satu tahun
belajar tentang Homeschooling, mencari literatur yang mendukung baru memulai daftar ke diknas untuk menjadi keluarga homeschooler, sebelumnya
membuat kesepakatan terlebih dahulu antara orang tua dan anak. Jadi ada kesepakatan antara orang tua dan anak dalam memilih. Beliau
berpikir bahwa Yohanes Gerandtino memiliki tingkat kecerdasan dan kebutuhan belajar yang berbeda dengan yang lain begitu pula sebaliknya.
Yohanes Gerandtino bisa belajar lebih capat dan takut terhambat karena terhalang oleh sistem pendidikan yang menekan bukan kebebasan pada anak.
Anak bisa berkompetensi atau mahir dalam kognitif, motorik, maupun
afektifnya. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan keluarga Homeschooler
Ibu Ria tentang bagaimana mengetahui Homeschooling, proses pelaksanaannya serta tujuan dalam memilih Homeschooling beliau
menuturkan : “Saya mengetahui Homeschooling serta proes pelaksanaanya dari
buku-buku, internet, banyak shering sama teman dan keluarga
.
“tujuan memilih Homeschooling Untuk meningkatkan potensi anak saya secara optimal, fleksibel dalam materi, relatif murah yang
terpenting supaya anak saya tidak terhambat
.
c Kurikulum dan Materi Pembelajaran Homeschooling yang
diterapkan
Pelaksanaan pendidikan di Homeschooling Pelangi Ciputat memang berbeda dengan proses pembelajaran yang di sekolah formal. Kalau di
Homeschooling anak-anak bisa belajar dimanapun kapanpun, dan dengan siapapun. Sehingga terjadi fleksibelitas belajar. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Allain : ”....Kalau disini kita membimbing anak agar bisa belajar dimana saja
yang mereka suka, bisa mengembangkan teori sendiri, dirumah bisa, disekolah bisa dibawah pohonpun bisa. Fleksibelitas tersebut tentunya
tidak mengindahkan kurikulum nasional untuk mencapai tujuan pendidikan
Dari pernyataan tersebut diatas, kita bisa menilai bahwa praktek pembelajaran yang dilakukan di Homeschooling itu lebih fleksibel, tidak
terikat oleh ruang dan waktu yang kaku dan membosankan. Namun tetap mengacu pada kurikulum Nasional yang ada.
Sedangkan untuk jadwal pelaksanaan pembelajaran di komunitas pelangi tidak terlalu padat oleh mata pelajaran. Karena setiap harinya hanya
belajar satu sampai dua mata pelajaran. Kalau jam pelajarannya hanya tiga jam maksimal setiap mata pelajaran. Hal ini juga tergantung materi dan
metode yang digunakannya. Ibu Jaqline menuturkan : “Setiap mata pelajaran 1 jam. Dalam satu hari ada 1 mata pelajaran,
tapi kadang-kadang ada 2 mata pelajaran. Tergantung guru dan minat anak didik untuk belajar. Disini kita Masuk jam 07.00 pagi secara
serentak, mulai setara TK, SD, SMP dan AMA Namun kelas VII dan VIII itu siang jam 13.00 karena kita ada keterbatasan ruangan”.
Pelaksanaan kurikulum, dan system Evaluasi Homeschooling pada Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan Dalam
pelaksanaan pembelajaran di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat pemilihan kurikulum dan materi pelajaran masih ditentukan oleh pihak
sekolah dengan mengacu pada kurikulum Nasional yang dikeluarkan oleh DIKNAS.
Jadwal dan materi disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi anak bisa dengan mengadaptasi kurikulum diknas dan membuat kurikulum sendiri
atau kombinasi keduanya. Waktu bisa kapan saja, materi bisa apa saja sesuai kebutuhan anak. Bapak Allain menjelaskan kepada peneliti :
“Kalau kurikulum tetap masih dibikin oleh lembaga, dengan tidak keluar dari kurikulum depdiknas. Dengan sekolah formal kita tidak
menyimpang jauh, hanya kita menerapkan metode-metode Homeschooling. Lebih meningkatkan kreatifitas anak-anak, dengan
model mentoserri kita kombinasikan dengan kurikulum nasional, tujuannya untuk meningkatkan kreatifitas anak didik untuk
pencapaian prestasinya”.
Dengan demikian Kurikulum di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat dibuat sendiri disesuaikan dengan potensi anak didik dan tentunya
tidak keluar dari kurikulum nasional. Misalnya keluarga peternak mengajarkan memerah susu, membantu kambingsapi melahirkan, member
vaksinasi, menghitung berapa liter susu yang dihasilkan, menghitung keuntungan berjualan susu, daging sapi dll. Pelayanan khusus untuk anak
berkebutuhan khusus seperti melatih mereka menguasai life skill untuk kehidupan mereka selanjutnya.
Menurut hasil wawancara peneliti dengan pengajar di lembaga Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat tentang bagaimana materi,
metode seta sistem evaluasi yang digunakan dalam melaksanakan model Homeschooling beliau menuturkan :
“Saya tanamkan ke anak, bahwa belajar bisa dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Untuk materi mengkombinasikan antara
kurikulum diknas dan kurikulum sendiri. Jadi kita sesuaikan juga
dengan kebutuhan dan potensi yang dimilki oleh anak didik di sini. Proses belajar mengajar dapat dilaksanakan di berbagai lokasi dan
tempat yang sudah ada baik milik pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti gedung sekolah, madrasah, sarana-sarana yang dimiliki
pondok pesantren dan yang lain, seperti masjid dan gereja. Termasuk belajar di atas pohon dan di lapangan. Tentunya materi yang digunakan masih
mengacu pada kurikulum nasional. Diantara materi yang diberikan itu bisa diambil dari internet atau dari yang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu
Jacqueline Mercy Oroh : “Kalu materi kita guru yang menyiapkan, yang diambil dari sekolah
elektronik yang sudah disediakan di internet. Sedangkan materi belajarnya itu adalah membaca, kemudian mereka mempresentasikan
kembali apa yang dibacanya, sehingga mereka butuh konsentrasi tinggi dalam belajar”
Walaupun materinya dan kurikulum dalam sistem Homeschooling itu masih fleksibel dan terkesan bebas. Namun guru yang mengajar di
Homeschooling komunitas perlu memiliki target dalam mengajar. Sehingga kompetensi yang dicapainya tidak keluar dari acuan kurikulum Nasional
sebagai kurikulum bersama. Pengajar di Homeschooling memang lebih flaksibel dan lebih akrab dengan siswa, sehingga bagi siswa yang memilki
tingkat kecerdasan yang rendah bisa mendapatkan perlakuan lebih dari guru. Hal ini disampaikan oleh Jacqueline Mercy Oroh :
“Guru memang harus ada target dalam mengajar, namun kita harus mengimbangi juga bagi siswa yang agak lambat dan yang cepat dalam
mengakap pelajaran. Ini juga tergantung pada kemampuan anak dalam menangkap pelajaran. Jika terdapat yang lamban, maka kita berikan
pendampingan khusus kepadanya”.
Untuk menunjang kreativitas dan fleksebelitas system belajar si Homeschooling, maka buku yang dijadikan sebagai referensi juga sangat
fleksibel. Dari manapun dan dari siapapun anak diperbolehkan untuk mendapatkan bacaan lain. Yang terpenting kompetensi yang ingin dicapai
tidak keluar dari referensi yang diperoleh. Untuk saat ini duni teknologi dan informasi banyak memberikan nilai positif dalam pelaksanaan pembelajaran
dan pendidikan. Termasuk di Homeschooling pelangi Ciputat. Ibu Jacqueline
Mercy Oroh menuturkan : “Buku-buku yang digunakan oleh murid ada buku panduan yang
dianjurkan oleh guru, namun soal referensi materi bisa mengambil dari mana saja, yang penting sesuai dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang akan dicapai pada pelajaran yang akan dipelajari”.
Sebagaimana hasil wawancara dengan keluarga homeschooler tentang proses anda pemberikan materi, metode, serta system evaluasi pada
pelaksanaan model Homeschooling dikeluarganya beliau menuturkan: “Mengenai proses pemberian materi, metode dan evaluasinya Saya
cari-cari kurikulum untuk Sekolah Dasar apa saja lalu saya terapkan di rumah, tidak formal saya menyelipkan pelajaran sambil bermain.
Contohnya kemarin saya membawa anak saya ke Bintaro Plaza di lantai dua kan ada “Mairimain” yang merupakan arena edukati
f.
d Metode Pembelajaran Homeschooling
Sedangkan metode yang digunakan dalam menyampaikan materi dan kurikulum pembelajaran di Komunitas Pelangi adalah metode Peta pikiran
yang dibangun oleh Adamcho menjadi metode utama, namun metode yang lain masih juga dioergunakan, tergantung kebutuhan pengajar dan
disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Bapak Allain mengungkapkan : “Kita dalam mengajar selama ini menggunakan Metode adamco peta
pikiranmaind map, termasuk juga Tanya jawab, diskusi dll. Mereka pasti bisa jawab apa yang guru tanyakan.
“Di pelangi ini kita tidak menutup kemungkinan digunakannya metode yang dirasa bagus untuk digunakan disini. Misalnya bahasa
inggris kita kombinasikan dengan bahasa Indonesia belengual. Misalnya matematika dengan metode menghitung cepat, metode
presentasi, mind map, system adamco juga kita jalankan, jadi kita tidak menutup metode-metode apa saja bisa kita gunakan ini
tujuannya untuk mengembangkan proses pembelajaran
Dengan demikian di komunitas Pelangi metode pembelajaran yang digunakan tidak baku dan kaku, namun ada metode utama yang setiap guru
harus menggunakan pada materi yang dianggap Utama dan penting untuk dipahami oleh anak didik. Namun untuk metode yang lain menjadi metode
pendukung dan pelengkap. Karena jika menggunakan satu metode, maka murid akan jenuh dalam belajar. Bapak Allain memperkuat dengan
pernyataannya : “Metode yang digunakan kita padukan, ada yang ceramah, mengikuti
buku paket, dengan cara siswa sendiri yang memilih materi dan membuat soal-soal latihan, sistem diskusi, sistem video, yaitu siswa
diajak nonton bareng dan diminta bikin catatan poin-poin yang dapat dimabil sebagai pelajarandalam film tersebut dan diminta untuk
menjelaskan kembali.
Jadi belum ada sistem yang baku dalam penggunaan metode belajar, masih terbuka dengan metode yang ada. Disini guru dituntut sekreatif
mungkin dalam mengajar. Seperti metode sircle teaching belajar setengah lingkaran tujuannya guru mampu memantau secara individu
terhadap siswa
Sedangkan materi, metode pembelajarannya. Untuk materi mengkombinasikan antara kurikulum diknas dan kurikulum sendiri dengan
memberikan pengertian pada anak, bahwa belajar bisa dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Serta memberikan dorongan pada anak untuk
giat dan rajin belajar dengan memberikan system evaluasi, agar orang tua dan anak tahu letak kesulitan dan kesalahannya, begitu pula kemahirannya
Sistem evaluasi pembelajarannya dengan protofolio.
e Sistem evaluasi implementasi Model
Sistem evaluasi dan penilaian juga merupakan bagian dari system pendidikan di Indonesia, jadi setiap lembaga pendidikan harus memeiliki
system evaluasi dan penilaian terhadap hasil blejar siswa. termasuk di Homeschooling. Jika peneliti nilai system evaluasi yang digunakan oleh
pelangi Ciputat masih seperti pendidikan formal pada umumnya. Namun terdapat tambahan dalam kreatifitas kemandirian belajar siswa. hal ini
diungkapkan oleh Bapak Allain : “Ujian tengah semester dan akhir semester juga masih deberlakukan.
Seperti halnya perkuliahan, anak dituntut lebih aktif, lebih rajin, ada system komunikasi dalam presentasi. Jadi kerjasama antara guru dan
anak, tidak guru aja yang aktif seperti pada umumnya. Jadi bukan guru saja yg pinter, anak juga bisa lebih pinter, sehingga ada
komunikasi dua arah, jika murid lebih tahu, maka guru menerimanya.
Sedangkan laporan dan penilaian pendidikan anak Homeschooling dilakukan dengan portofolio atau penilaianreport Homeschooling yang berisi
penjelasan apa saja yang dilakukan oleh anak, bisa berbentuk deskripsi, karya atau CD. Akan tetapi, secara umum pelaksanaannya masih disesuaikan
dengan system pendidikan Nasional. Demikian pula Penilaian dan Ujian Kesetaraannya. Bapak Allain juga menjelaskan tentang penilaian bagi anak
Homeschooling yang akan berpindah ke jenjang yang lebih tinggi. Bapak Allain menjelaskan saat wawancara dengan peneliti :
“Sistem evaluasinya juga kita dengan protofolio. Yang pelaksanaannya dalam komunitas selama dua hari yaitu hari selasa,
dengan materi program OCC Outing Class Club dan hari kamis, dengan meteri sains pengetahuan umum dan special class.
Disni kita bisa menilai, bahwa penilaian yang dilakukan oleh pihak komunitas Homeschooling pelangi sangat komprehensif, karena menilai
secara utuh apa yang dilakukan dan dijalani oleh anak selama belajar di kelas yang sedang dijalaninya. Sehingga penilaiannya bisa lebih objektif dan
berbasis keadilan untuk semua. Untuk kenaikan tingkat kelas di Homeschooling pelangi menggunakan
model Akselerasi, jadi siswa tidak perlu menunggu 6 tahun untuk tingkat dasar, 3 tahun untuk SMP dan SMA. Itu semua bisa ditempuh lebih cepat dari
waktu normal sekolah formal biasa. Jadi siswa bisa naik kelas lebih cepat dari teman-teman seusianya di sekolah formal. Bapak Allain dalam
wawancaranya dengan peneliti menuturkan: “…di Homeschooling ada juga program akselerasi, kalau di sekolah
formal, misalnya SD itukan enam tahun, SMP tiga tahun dan SMA tiga tahun, maka di Homeschooling bisa menyelesaikan jenjang
tersebut dengan lebih cepat dari yang biasa. Misalnya lima tahun ada anak didik yang dinilai mampu mengikuti ujian, maka dia boleh
mengikuti ujian Nasional. Tentunya dengan berpatokan pada kemampuan anak. Kalau di SMP atau SMA minimum dua tahun dan
tidak perlu sampai tiga tahun. Jika kita nilai sudah mampu untuk ikut ujian, kita usulkan untuk ikut ujian”.
Dengan demikian dapat digambarkan bahwa Yang mengusulkan untuk ikut ujian tersebut adalah dari pembimbing, kemudian ketua, kita lihat
prestasi anak tersebut sudah mampu apa belum. Penilaiannya kita tdak hanya dilihat dari materi-materi saja, melainkan kita lihat keagresifan dan keaktifan
anak tersebut di kelas. Anak didik juga diperbolehkan untuk mengajukan
untuk mengikti ujian, dengan terlebih dahulu di evaluasi oleh pembimbing terhadap factor-faktor yang mendukung diperbolehkannya anak mengikuti
ujian di pertengahan. Sistem evaluasinya dengan penilaian secara berkala dan continu tentang keaktifan, keagresifan, kerajinan, dan sikapnya anak tersebu
Namun untuk melaksanakan ujian nasional, pihak Homeschooling masih bekerjasama dengan sekolah formal yang ada, aatau mengikuti ujian
kesetaraan yang diselenggarakan oleh pemerinyah. Tapi Beberapa Homeschooling yang sudah bagus biasanya bisa melaksanakan ujian Nasional
sendiri. Kalau di Pelangi seperti yang diungkapkan oleh Bapak Allain : ”Kami bekerjasama dan bergabung dengan sekolah formal yang lain
juga untuk keikutsertaan anak-anak homeshooling dalam Ujian Nasional. Bisa juga ikut jalur persamaan yang ada di Depdiknas, atau
bergabung dengan sHomeschooling yang lain juga”.
Jadi di Pelangi masih melaksanakan Ujian Nasional dengan bekerjasama dengan sekolah Formal yang ada. Dan juga ada yang mengikuti
paket kesetaraan yang dilekasanakan oleh Diknas setelah pelaksanaan Ujian Nasional Reguler.
Karena Homescholling yang dijalankan di pelangi ini merupakan jenis komunitas, dimana orang tua sudah menyerahkan anak-anaknya untuk
dibinan dan diajari oleh pihak pengajar di komunitas, maka kerjasama dan mitra untuk mendidik anak-anaknya tidak lepas begitu saja. Bapak Allain
menjelaskan kepada peneliti saat diwawancara: “Kita bekerjasama dengan orang tua dalam membangun karakter
anak, dirumah orang tua adalah guru bagi anak-anaknya, orang tua bisa langsung mengajar anaknya di sekolah dengan cara
berkomunikasi dengan pihak sekolah pelangi untuk materi yang harus diajarkan pada anak selama anak belajar di rumah. Jadi kita flaksibel.
Orang tua bisa izin untuk mengajar anaknya di rumah, untuk materi dari sekolah”.
Dari penjelasan Bapak Allain diatas, menunjukkan bahwa Pihak orang tua dan komunitas senantiasa bekerjasama dalam membangun karakter anak.
Baik di rumah mapun di komunitas. Bahkan jika berhalangan orang tua juga bisa izin untuk belajar total dirumah selama beberapa hari. Tentunya materi
dan kurikulumnya minta ke komunitas.
Motivasi belajar anak Homeschooling tentunya juga berbeda dengan anak-anak yang belajar di sekolah formal. Karena fleksibelitas dan kreativitas
yang diterapkan di Homeschooling mampu mendorong anak-anak Homeschooling di Pelangi lebih tinggi. Sehingga prestasi yang diraih oleh
anak-anak lebih besar. Hal ini tentunya dikarenakan bimbingan yang sangat intens yang dilakukan oleh pihak komunitas sangat membantu menyelesaikan
segala bentuk permasalahan belajar mereka. Bapak Allain saat diwawancarai oleh peneliti menuturkan :
“…Yang kita perhatikan, dari waktu kewaktu kecakapan dan prestasi siswa dalam pelajaran semakin berkembang pesat, karena kita
memang menekankan pada kemandirian belajar anak, guru hanya sebagai pendamping belajar dan pembimbing. Motivasi belajar anak
juga meningkat dengan cukup baik, kalau sebelumnya ketika awal mereka masuk sedikit kesulitan kita membingbing mereka, mungkin
karena mereka sudah terbiasa dengan lingkungan sebelumnya”.
Kalau kita lihat dari pernyataan Bapak Allain diatas, motivasi belajar anak antara sebelum bergabung dengan sesudah belajar di komunitas
Homeschooling ada peningkatan dalam belajar. Ini menunjukkan bahwa Homeschooling mampu meningkatkan motivasi belajar anak.
Peran guru disini juga sangat penting dalam mendorong minta dan motivasi belajar anak. Seperti diajak bercanda dan menjadi teman bermain
ketika jam pelajaran sudah selesai. Hal ini diungkapkan oleh seorang guru : “Saya senangnya mengajar sambil memberikan gurauan dan hiburan.
Tentunya mengajar yang benar. Yang pasti dengan sepenuh hati saya mengajar dan kasih sayang. Seperti kita berikan pujian kepada anak
didik. Baik yang berprestasi maupun yang tidak. Apapun karya mereka, kami guru selalu memberikan pujian dengan memberikan
perbaikan yang memotivasi belajar mereka”.
Selain dengan cara pendampingan dan bimbingan yang dilakukan di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat, peraturanpun seperti sekolah
formal juga diberlakukan disini. Namun tidak untuk menggunakan seragam sekolah yang tertentu seperti sekolah formal. Disini peraturannya lebih pada
waktu dan kedisplinan belajar. Saat peneliti menemui Bapak Allain, beliau mengatakan:
“Peraturan yang diberlalukan di sekolah pelangi sama seperti sekolah
formal. Jam tujuh dia harus sudah dating di sekolah. Bagi yang tidak mengikuti peraturan tetap akan diberi surat peringatan, memanggil
orang tuanya. Kalau untuk seragam kami bebas, jadi kami mengikuti metode mentosseri, lebih enjoy dan flaksibel. Ada seragam hanya
digunakan pada hari senin. Mereka kami ajak untuk menyatu dengan alam dan berpakaian yang happy dalam hati mereka masing-masing.
Itulah yang jadi daya tarik sekolah pelangi”.
Menurut hasil wawancara dengan Pengajar di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat tentang tingkat motivasi belajar anak di
Homeschooling sangat tinggi, dan antusiasme untuk ingin tahu sesuatu dengan sendirinya itu sangat besar, beliau menuturkan :
“Menurut saya motivasi belajar anak-anak sangat tinggi, kalau mereka datang ke komunitas pasti langsung membuka buku dan mengulang
pelajaran yang kemaren dipelarinya. PR yang diberikan oleh guru di komunitas tanpa saya suruh kerjakan, pasti anak-anak kerjakan
sendiri. Kecuali jika ada yang tidak dimengerti baru nanya ke saya. Memang Homeschooling menyediakan tempat bagi anak yang multi
karakter dan latar belakang keluarga yang juga berbeda,
.
Kebutuhan setiap anak berbeda-beda, tidak semua lembaga pendidikan formal menyediakan dan tau akan pendidikan yang dibutuhan setiap anak.
Orang tua lebih tau dan paham akan kebutuhan pada anak, sedangkan di sekolah formal kebutuhan anak kurang diperhatikan dan cenderung
diabaikan. Untuk itu, ibu Jacqueline lebih memilih Homeschooling untuk mengajar, karena bisa memperhatikan secara penuh dan berkelanjutan siswa
yang memilki pebedaan mental dan IQ. Pemberian hadiah dan pujian juga akan mempengaruhi dorongan
terhadap motivasi belajar anak. Hadiah dan pujian bagi siswa merupakan bagian dari cara yang dilakukan oleh pengajar di komunitas Homeschooling.
Seperti yang dilakukan oleh seorang guru. Beliau menuturkan : “Kalu saya dengan cara memberikan kata-kata motivasi,
pendampingan dan reward kepada yang giat. Jadi banyak cara yang saya berika kepada anak-anak agar motivasi belajar mereka tinggi.
Kita juga bangkitkan cita-cita mereka agar menjadi orang sukses kelak dikemudian hari. Maka untuk menuju cita-cita itu mereka harus giat
belajar. Kalau perlu kita putarkan film atau tanyangan bagaimana orang sukses itu merancang masa depannya. Dari tayangan itu mereka
bisa mengambil pesan kalau ingin jadi orang sukses maka harus rajin
belajar dan bekerja”. Karena guru sekaligus orang tua yang tau letak kekurangan dan
kemampuan anak-anak didik mereka maka guru-guru yang mengajar di komunitas sekolah rumah Pelangi Ciputat sangat memperhatikan motivasi
dan minat belajar anak dari waktu kewaktu dengan cara memberikan tugas dan lainnya. Dan hasilnya motivasi dan minat belajar anak mengalami
perkembangan yang membanggakan. Seperti yang dituturkan seorang pengajar :
“….Tentunya semakin meningkat, dulunya ketika diajak belajar sangat susah dan malas-malasan, kini tanpa disuruh belajar bereka
belajar sendiri. Kita cukup memberikan tugas dan materi pokok untuk dipelajari dikelas, mereka langsung mencari referensi sendiri dan
rangkuman materi sendiri. Begitu pula jika ada tugas, mereka pasti mengerjakan semua. Karena kalau tidak mengerjakan, mereka malu
ama yang lain yang mengerjakan”.
Sedangkan untuk membantu melaksanakan model Homeschooling di pelangi Cipuatat difasilitasi oleh beberapa guru atau mentor sebagai fasilitator
anak-anak Homeschooling belajar. Namun para pengajar ini tidak seperti wajarnya tenaga pendidik yang terdapat di sekolah formal. Mereka itu yang
penting memilki sifat pembimbing dan penyabar. Seperti ungkapan Bapak Allain :
“Kalau pengajar kita tidak ada standarisasinya, ada yang S1, ada D3, dan ada yang lulusan SMA. Intinya katagorinya memiliki jiwa
membimbing anak, menyayangi anak, dan penyabar, tentunya yang punya kualitas. orang tua pun bisa bertindak sebagai guru”.
Jadi tenaga pendidik yang digunakan oleh pihak komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat ini tidak menngunakan standarisasi tenaga pendidik
seperti yang diamanatkan dalam UU no 40 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Dimana guru minimal berpendidikan S1. Namun disini lebih
menekankan pada jiwa penyayang anak dan penyabar dalam menghadapi anak-anak.
Berbeda juga dengan tenaga pendidik di sekolah formal pada umumnya, Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat menerapkan system
mengajar One Teacher One class satu guru memegang satu kelas atau lebih.
Sehingga seorang guru dituntut untuk banyak belajar dan bekerja keras untuk menangani satu kelas dengan seluruh mata pelajaran yang harus dikuasai.
Kecuali jika tdak bisa maka minta bantuan pada guru yang lain. Seorang guru menuturkan:
“Satu kelas itu dipegang oleh satu guru untuk semua mata pelajaran yang diajarkan, sehingga setiap guru minimal memang memahami
secara garis besar seluruh mata pelajaran. Namun kita tidak terlalu kesulitan, karena disamping kita harus belajar di rumah dan di kelas
juga, kita kan juga bisa belajar dengan murid. Sehingga kita hanya sebagai fasilitator belajar di kelas”.
Karena Ryan masih Tingkat Sekolah Dasar. Penerapan pembelajaran yang tidak formal, kombinasi antara pelajaran dan bermain. Sistem evaluasi
pembelajarannya dengan protofolio. Menerapkan semi Homeschooling yaitu anak-anak melakukan pembelajaran di sekolah tetapi di satu sisi para orang
tua di rumah juga menyediakan fasilitas untuk anak-anak belajar dan mengembangkan diri guna memperoleh keterampilan, pengetahuan
Homeschooling sendiri didapatkan dari internet dan buku-buku. Walapun anaknya diserahkan kepada komunitas, akan tetapi
keterlibatan orang tua sebagai guru sekaligus teman bermain di rumah, Ibu larsih tidak lepas begitu saja, namun setiap hari dan setiap saat beliau selalu
mengontrol dan mengawasi belajar anaknya. Termasuk jadwal bermain dan belajarnya. Di rumah beliau tidak mendatangkan tambahan guru, akan tetapi
ditangani sendiri. Seperti penuturan beliau kepada peneliti : “…Saya tangani sendiri, Saya terus berkoordinasi dengan guru di
Homeschooling komunitas, kalau ada yang belum dipahami maka saya juga bisa bantu ngepush lebih di rumah. Saya juga mengatur
jadwal belajar dan jadwal bermainnya, sehingga jam belajar dan bermainnya bisa teratur”.
Sebagaimana hasi wawancara peneliti dengan keluarga Homeschooler Ibu Ria tentang proses pelaksanaan Homeschooling,
memberikan sistem evaluasi pada pelaksanaan beliau menuturkan : “Saya memberikan pengertian pada anak bahwa belajar bisa
kapanpun dan dimanapun. Serta memberikan dorongan pada anak untuk giat dan rajin belajar dengan memberikan evaluasi, agar
orang tua dan anak tahu letak kesulitan dan kesalahannya, begitu pula kemahirannya
.
Beliau berpikir bahwa Yohanes Gerandtino memiliki tingkat
kecerdasan dan kebutuhan belajar yang berbeda dengan yang lain begitu pula sebaliknya. Yohanes Gerandtino bisa belajar lebih capat dan takut
terhambat karena terhalang oleh sistem pendidikan yang menekan bukan kebebasan pada anak. Anak bisa berkompetensi atau mahir dalam kognitif,
motorik, maupun afektifnya.
f Faktor Penunjang Dalam Implementasi Model Homeschooling
Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan Yang dimaksud faktor pendukung dalam penelitian ini adalah semua
hal yang mendukung dalam penelitian ini Implementasi model Homeschooling pada Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat
Tangerang Selatan adalah sebagai berikut: Guna mendukung proses belajar mengajar dalam program pendidikan
kesetaraan Homeschooling tersebut maka diperlukan adanya sarana dan prasarana penunjang, seperti Gedung belajar, perpustakaan dan
laboratorium: Proses belajar mengajar dapat dilaksanakan di berbagai lokasi
dan tempat yang sudah ada baik milik pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti gedung sekolah, madrasah, sarana-sarana yang dimiliki
pondok pesantren, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM, perpustakaan umum, masjid, Gereja, pusat-pusat majelis taklim, balai desa,
kantor, organsisasi-organisasi kemasyarakatan, rumah penduduk, dan tempat-tempat lainnya yang layak digunakan untuk kegiatan belajar
mengajar. Pelaksanaan Proses belajar mengajar di Komunitas Sekolah
Rumah Pelangi dilaksanakan di sebuah gedung yang terletak di sebuah komplek perumahan. Namun sarana tempat belajar saat ini masih kurang
menampung jumlah murid yang semakin lama semakin bertambah. Oleh
karena itu pihak komunitas mulai membangun sebuah gedung dengan dua lantai, saat ini masih dalam tahap penyelesaian.
Tempat belajar komunitas Homeschooling disini sangat asri dan tenang untuk melaksanakan proses pembelajaran, hal ini dikarenakan
tempatnya masih bernuansa alam, yang jauh dari kebisingan kendaraan motor.
Seperti yang diungkapkan oleh Hal ini sesuai dengan pernyataan Wakil kepala komunitas Bapak Allain Handryatno :
“Kami saat ini sudah memiliki tempat belajar sendiri walaupun masih belum cukup menampung seluruh jumlah siswa secara
ideal. Oleh karena itu kami sedang membangun gedung yang di depan itu. Bulan depan mudah-mudahan sudah bisa ditempati.”
Untuk menunjang kelancaran pengelolaan kelompok belajar diperlukan sarana belajar seperti petpustakaan. Di komunitas
pelangi Ciputat sarana perpustakaan juga tersedia disini. Bapak Allain menuturkan :
“Selain gedung yang tersedia, disni juga dilengkapi dengan perpustakaan dan Laboratorium computer. Sehingga kegiatan
belajar bisa tertunjang dengan adanya sarana tersebut. Anak- anak bisa belajar di perpustakaan dan ada waktu khusus untuk
anak-anak belajar di laboratorium computer”.
Untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan kesetaraan berlangsung dengan baik, maka dilakukan pembinaan dan pengawasan,
maka Direktorat Pendidikan Kesetaraan-Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah melaksanakan pembinaan terhadap penyelenggaraan
pendidikan kesetaraan program Paket A, B, dan C melalui standar, norma, prosedur, dan acuan teknis pengelolaan kelompok belajar.
Begitu pula Kasubdin propinsi dan KabupatenKota yang membindangi PLS membina pelaksanaan penyelenggaraan, kegiatan
belajar, evaluasi, dan kegiatan lain yang berkaitan. Hal ini terbukti dengan bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah kepada komunitas sekolah
rumah Pelangi. Hal ini dibenarkan oleh Wakil kepala komunitas : “Program Bantuan Operasional Sekolah sudah dapat kami
rasakan, Bantuan Operasional Pendidikan juga telah pemerintah berikan kepada kami. Jadi pemerintah sudah
memperhatikan dengan serius keberadaan Homeschooling kami. Seperti pemerintah memperhatikan sekolah-sekolah
formal pada umumnya”.
Sedang untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang lain, pihak komunitas melengkapi dengan beberapa sarana dan prasarana
pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengajar di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat mengenai faktor
pendukung model Homeschooling, beliau menuturkan: “....faktor penghambat dari pelaksanaan homescholing, Tidak
semua sekolah formal bisa menfasilitasi yang sesuai dengan kebutuhan anak, maka faktor penunjang kami yaitu
adanya fasilitas cukup lengkap. Seperti komputer, buku-buku, materi yang sudah disesuaikan, modul, dll. Dan kami yakin
dapat memenuhi kebutuhan anak. Serta punya program yang jelas. Sedangkan factor penghambatnya kurangnya konsistensi
dengan jadwal dan. keragu-raguan masyarakat tentang pendidikan khususnya Homeschooling
.
Selain itu, adapun faktor penunjang yang lainnya, adalah: Anak memiliki keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi ketika belajar serta sumber belajar yang ada cukup lengkap.
Faktor penunjang dalam implementasi Homeschooling pada Keluarga Ibu Larsih, yaitu:
1 Sekolah rumah merupakan sebuah program belajar mandiri di rumah.
Maka, pendekatan yang digunakan pun bersifat lebih individual. Setiap anak akan memperoleh pendidikan dengan potensi dan
kecenderungan minat masing-masing. Setiap karakter khas anak, dan perkembangan dirinya, dapat selalu dipantau orang tua secara
personal. 2
Anak dan orang tua akan terlibat aktif dalam kegiatan sehari-hari sehingga keakraban dalam keluarga akan semakin kuat terjalin,
sementara pengaruh buruk dari lingkungan dapat diminimalisir.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Ibu Larsih tentang faktor penunjang dalam pelaksanaan Homeschooling, beliau menuturkan :
” Bagi saya rumah adalah tempat yang tepat untuk proses belajar bagi anak, bersifat lebih indivual dalam segi
pendekatan membuat anak saya merasa nyaman, saya dapat selau memantau setiap perkembangan anak saya
sesuai dengan potensinya. Dan saya tidak perlu kawatir akan pengaruh buruk lingkungan luar, dan tentunya ikatan
emosi antara ibu dan anak semakin kuat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu keluarga homeschooler Ibu Ria tentang factor pendukung model homechooling,
beliau menuturkan: “ Tidak semua sekolah bisa menfasilitasi yang sesuai dengan
kebutuhan anak, maka faktor penunjang kami yaitu adanya fasilitas cukup lengkap. Seperti komputer, buku-buku,
internet, dll. Dan kami yakin dapat memenuhi kebutuhan anak. Serta punya program yang jelas. Sedanagkan faktor
penghambatnya kurangnya konsistensi dengan jadwal dan anggapan sepele dari masyarakat.
Karena Tidak semua sekolah dapat menfasilitasi yang sesuai dengan kebutuhan anak, maka factor penunjang dalam implementasi
Homeschooling pada Keluarga Ibu Ria, yaitu : 1
Dengan memberikan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. Seperti komputer, buku-buku, internet, dll. Dan merasa sangat
yakin dapat memenuhi kebutuhan anak. 2 Punya program yang jelas.
3 Jam dan tempat belajarpun lebih fleksibel. 4 Cita-cita atau aspirasi anak, serta kemampuan anak.
Selain diatas factor yang menunjang pelalsanaan Homeschooling diantaranya; Banyaknya informasi tentang homescooling dari internet,
buku-buku, majalah, dan Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan khususnya. Yang memberikan banyak informasi
tentang pelaksanaan pendidikan putranya dan menambah pengetahuan baru tentang pendidikan. Serta dolangkapi juga dengan Adanya fasilitas yang
cukup lengkap. Seperti komputer, buku-buku, materi-materi yang telah disesuikan dengan anak seusianya Tingkat SD, modul, dll. beliau
menuturkan: “Saya kasih dia laptop, Cuma itu saja. Untuk internet emang
masih saya batasi karena takut menyalahgunakan internet sehingga membahayakan dia
”Saya merasa bahwa pendidikan tidak hanya didapat di pendidikan formal saja. Karena saya hanya menginginkan
anak mahirpaham, cepat dan tidak ada hambatan dalam menuntut ilmu khususnya pendidikan dan belajar.
Selain diatas, Ibu Ria juga mengungkapkan bahwa pendukung yang sangat utama selain fasilitas adalah Memberi banyak keleluasaan
bagi anak untuk menikmati proses belajar tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh target kurikulum
,
menyediakan
waktu belajar yang lebih fleksibel Belajar di rumah akan mendukung terhadap terciptanya lingkungan yang lebih komunikatif antar anggota
keluarga. Dengan metode ini anak-anak diajak untuk tidak hanya berkutat dengan buku-buku. Mereka diajak ke alam terbuka seperti di sawah,
sungai, dan hutan atau ke tempat-tempat social seperti panti asuhan dan panti jompo. Melalui cara belajar seperti ini lambat laun mereka akan
mempunyai kesadaran bahwa pengetahuan yang diperoleh akan betul- betul diketahui manfaat dan fungsinya, bukan sekadar pengetahuan
kognitif. Serta Memudahkan memantau perkembangan anak baik fisik maupun psikis. Hal ini sesuai dengan ungkapan Ibu Ria:
”. ya kalau belajar di rumah kan komunikasi keluarga bisa terjalin dengan baik, anak tidak jenuh dengan hanya belajar
buku-buku saja tetapi metode yang kami terapkan itu lebih aplikasi atau langsung, mereka bisa memperoleh
pengetahuan lebih banyak tentang dunia luar karena kita sering mengajak mereka ke berbagai tempat seperti panti
asuhan dan panti jompo Dll. Saya dan suami akan tetap tahu perkembangan anak kami baik fisik maupun psikis.
g Faktor Penghambat Dalam Implementasi Model Homeschooling
Faktor penghambat dalam implementasi model Homeschooling pada Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan
yaitu: a.
Karakter dan latar belakang anak yang berbeda-beda b.
Anggapan sebelah mata dari masyarakat. c.
Kurangnya keingintahuan masyarakat tentang pendidikan Homeschooling.
d. Serta keragu-raguan masyarakat tentang pendidikan khususnya
Homeschooling.Kurangnya konsistensi dengan jadwal. Mengenai factor penghambat dalam Implementasi model
Homeschooling, hasil wawancara dengan pengajar Homeschooling, beliau menuturkan :
”Tidak semua sekolah formal bisa menfasilitasi yang sesuai dengan kebutuhan anak, maka faktor penunjang kami yaitu
adanya fasilitas cukup lengkap. Seperti komputer, buku- buku, materi yang sudah disesuaikan, modul, dll. Dan kami
yakin dapat memenuhi kebutuhan anak. Serta punya program yang jelas. Sedangkan factor penghambatnya kurangnya
konsistensi dengan jadwal dan. keragu-raguan masyarakat tentang pendidikan khususnya Homeschooling
.
Mengenai faktor penghambat dalam Implementasi model
Homeschooling, hasil wawancara dengan pengajar Homeschooling,
beliau menuturkan :
“Memilih Homeschooling konsekuensinya bertanggung jawab sepenuhnya akan pendidikan anak, sekarang membeli
mainan educativ tidaklah murah, kalau tidak mempunyai pengetahuan dan katerampilan yang lebih maka itu akan
menghambat pelaksanannya juga harus konsisten dalam mengawasi perkembangan anak kalau lengah sedikit saja
kan kita yang repot.
Dari hasil wanwancara diatas, menunjukkan bahwa factor pengenghambat dari implementasi model Homeschooling di keluarga ibu
Larsih yaitu: 1
Menyediakan fasilitas sendiri 2
Pengawasan. Sekolah rumah memang membutuhkan perencanaan dan pengawasan optimal. Disiplin dan konsistensi orang tua dalam
mengajar atau memfasilitasi akan mempengaruhi sukses tidaknya sekolah rumah yang akan dijalani.
3 Kapabilitas orang tua. Tidak hanya berkaitan dengan kemampuan
mengajar anak tetapi juga kemauan orang tua untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Namun yang paling penting apakah orang
tua mempunyai kepercayaan diri yang cukup besar untuk mengambil alih tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya.
Tentang faktor penghambat untuk mengimplementasikan model Homeschooling yang selama ini dijalankan oleh keluarga Ibu
Larsih tidak terlalu membuat lelah untuk mendidik anak-anaknya. beliau menuturkan:
“Faktor penghambat dalam pelaksanaannya, mereka kan kakak-adik dan dengan usia yang dekat satu sama lain saling
menggoda dari situ biasanya timbul pertengkaran kecil. Perlunya banyak menyediakan waktu buat anak jadi kita
cenderung mengabaikan kepentingan pribadi kami.
Dari pernyataan tersebut diatas, menunjukkan, bahwa penghambat dari implementasi model Homeschooling di adalah :
1 Pengorbanan Pribadi, Orang tua yang memilih HS harus menyadari
bahwa mereka akan kehilangan waktu pribadi untuk diri sendiri, karena sebagian besar waktu dihabiskan bersama anak-anak.
2 Perlunya pengawasan yang konsisten terhadap perilaku anak.
Selain factor penghambat diatas, Ibu Hanny B. Bawanda juga menambahkan bahwa faktor penghambat yang paling utama, adalah :
Anggapan sepele dan miring dari masyarakat tentang anak Homeschooling yang berimbas pada metal mereka. Beliau menuturkan:
“Mengenai factor penghambat dalam pelaksanaannya, anggapan miring masyarakat tentang anak Homeschooling
berimbas pada anak-anak, misalnya kurang bersosialisasilah
atau ada kelainan mental lah dan laonn. paling itu aja. Berdasarkan proses wawancara dengan Ibu Ria selaku
keluarga homeschooler tentang factor penghambat, beliau menuturkan: “Mengenai factor penghambat dalam pelaksanaannya, Tidak
semua sekolah bisa menfasilitasi yang sesuai dengan kebutuhan anak, maka faktor penunjang kami yaitu adanya
fasilitas cukup lengkap. Seperti komputer, buku-buku, internet, dll. Dan kami yakin dapat memenuhi kebutuhan
anak. Serta punya program yang jelas. Sedangkan faktor penghambatnya kurangnya konsistensi dengan jadwal dan
anggapan sepele dari masyarakat.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa faktor penghambat yang dialami oleh keluarga Ibu Ria, yaitu :
a. Kurangnya konsistensi dengan jadwal.
b. Anggapan sepele dari masyarakat, bahwa anak Homeschooling itu
tidak sekolah. Selain diatas ibu Ria selaku keluarga homeschooler tentang
faktor penghambat menambahkan, beliau menuturkan : ”Saya merasa bahwa pendidikan tidak hanya didapat di
pendidikan formal saja. Karena saya hanya menginginkan anak mahirpaham, cepat dan tidak ada hambatan dalam
menuntut ilmu khususnya pendidikan dan belajar, Anak yang kelebihan energy untuk melakukan banyak aktivitas
dan kami kelelahan mengimbanginya.
Sedangkan pada factor penghambat yang paling utama, adalah : Anak yang kelebihan energy untuk melakukan banyak aktivitas dan
orang tua kelelahan untuk mengimbanginya.
h
Upaya Mengatasi Hambatan Pada Implementasi Model Homeschooling Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak
Dalam sistem pendidikan di Indonesia, Homeschooling merupakan jalur pendidikan informal. Dalam upayanya Komunitas
Homeschooling Pelangi Ciputat telah menjawab semua persoalan- persoalan dan keraguan masyarakat dibidang pendidikan, khususnya
Homeschooling yaitu Homeschooling dalam undang-undang. Didalam
masyarakat memang awalnya memandang bahwa Homeschooling itu terbelakang. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Allain :
“Dalam upaya mengatasi hambatan dengan mendirikan kominitas, masuk asosiasi, aktif dalam milis Homeschooling.
Melakukan kesepakatan jadwal, tidak bosan-bosan mengingatkan anak dengan memberikan stimulus sehingga
anak tertarikdan menjalin komunikasi yang baik dengan anak.
Karena setiap warga negara memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang berhak memperoleh pendidikan khusus. Maka
Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat sebagai wadahnya komunitas, dengan melakukan kesepakatan jadwal, materi, silabus, serta
selalu memberikan stimulus pada anak sehingga anak merespon dengan ide-ide mereka.
Dalam megatasi pengahambat dan keterbatasanyang ada. Pihak komunitas menuturkan:
Saya juga tidak kehabisan akal dalam memberikan inisiatif baru, demi lancarnya dalam melakukan Homeschooling. Saya
juga tidak pantang menyerah dalam mencapai tujuannya, supaya anak mau belajar, merasa nyaman dalam belajar dan
berfikir betapa pentingnya belajar. Peneliti : Apa yang anda lakukan untuk membangkitkan semangat dan motivasi
belajar anak ?
Sebagai Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat, berupaya untuk lebih meningkatkan potensi anak secara optimal lebih cepat,
fleksibel dalam materi, meningkatkan potensi dan kreatifitas yang anak miliki, supaya anak tidak terhambat dalam belajarnya.
Dalam mengatasi hambatan dalam implementasi model Homeschooling juga butuh peran dan kekopakan dari semua golongan
termsuk guru. Disini guru juga memegang peran strategis dalam membantu menyelesaikan hambatan-hambatan yang ada. Seorang
pengajar menuturkan : “Saya sebagai pengajar pun berusaha mengerti apa yang
dinginkan anak. Dan saya perlu untuk mengenal pola belajar anak. Saya juga sebagai pendamping setia anak dalam
belajar. Sehingga apa yang terjadi dengan anak-anak
tersebut bisa kami atasi”. Dalam upayanya mengatasi hambatan pada keluarga Larsih,
menurut beliau hampir tidak ada hambatan dalam proses belajar mengajar di rumah, karena anak sudah terbiasa dengan orang tua ibu
sebagai pengajar. Beliau menuturkan : “Saya juga tidak duduk diam, demi lancarnya dalam
melakukan Homeschooling. Saya juga tidak pantang menyerah dalam mencapai tujuannya, supaya anak mau
belajar, merasa nyaman dalam belajar dan berfikir betapa pentingnya belajar.
“Salah satu penunjangnya adalah informasi dari internet tapi bukan yang utama, buku-buku, majalah, serta masuk
komunitas. Sedangkan faktor penghambat utama yaitu anak yang kelebihan energi untuk melakukan banyak aktivitas dan
kami orang tua kelelahan mengimbanginya.Untuk upayanya kami bisa mendiskusikannya dengan keluarga dan dengan
komunitas”.
Dari pernyataan diatas dapat peneliti uraiakan secara umum bahwa Dalam upayanya mengatasi hambatan pada keluarga Ibu larsih
beliau hampir tidak ada hambatan dalam proses belajar mengajar di rumah, karena anak sudah terbiasa dengan orang. Yaitu :
1 Masuk komunitas untuk menambah pengetahuan tentang
pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan khususnya Homeschooling.
2 Berbagi pengalaman antara keluarga homeschooler tentang praktek
belajar yang terbaik untuk anak, sebagai orang tua yang bijak. 3
Menanamkan pada anak belajar itu tidak hanya di sekolah formal bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Sesuai dengan
tanggung jawab anak untuk belajar dan proses kelanjutan Berdasarkan proses wawancara dengan Ibu Ria selaku keluarga
homeschooler tentang cara untuk mengatasi penghambat yang terjadi pada psoses Homeschooling, beliau menuturkan:
“Dalam mengatasi hambatan dengan mendirikan kominitas, masuk asosiasi, aktif dalam milis Homeschooling.
Melakukan kesepakatan jadwal, tidak bosan-bosan
mengingatkan anak dengan memberikan stimulus sehingga anak tertarik dan komunikasi”.
Dari penuturan tersebut dapat dijelaskan bahwa untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam implementasi Homeschooling
pada Keluarga Ibu Ria yaitu : a.
Dengan bergabung masuk di komunitas, masuk asosiasi, aktif dalam milis Homeschooling.
b. Melakukan kesepakatan jadwal.
c. Tidak bosan-bosan mengingatkan anak dengan memberikan
stimulus sehingga anak tertarik dengan belajar dan berkomunikasi antara orang tua dan anak tentang kesulitannya dalam belajar.
C. Pembahasan