Manusia  yang  dapat  memiliki  ciri-ciri  tersebut  diatas  secara  umum  adalah manusia  yang  baik.  Atas  dasar  ini,  dapat  dikatakan  bahwa  para  ahli
pendidikan  islam  pada  hakikatnya  sependapat  bahwa  tujuan  umum pendidikan islam ialah terbentuknya manusia  yang baik,  yaitu manusia  yang
beribadah kepada Allah dalam rangka pelaksanaan fungsi kekhalifahannya di muka  bumi. Abuddin  Nata  mengutip  kutipan Mohammad  al-Toumy  al-
Syaibany, dalam menjabarkan tujuan khusus pendidikan Islam menjadi: 1. Tujuan  yang  berkaitan  dengann  individu  yang  mencakup  perubahan
berupa  pengetahuan,  tingkah  laku,  jasmani,  rohani,  dan  kemampuan- kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan  yang  berkaitan  dengan  masyarakat  yang  mencakup  tingkah  laku individu  dalam  masyarakat,  perubahan  kehidupan  masyarakat,  serta
memperkaya pengalaman masyarakat. 3. Tujuan  profesional  yang  berkaitan  dengan  pendidikan  dan pengajaran
sebagai ilmu, seni, profesi dan kegiatan masyarakat.
23
Adanya  tujuan  umum  dan  tujuan  khusus  dalam  pendidikan  Islam  tersebut lebih lanjut dikemukakan oleh Ali Khalil Abu al-Aynain, menurutnya tujuan
umum  pendidikan  islam  adalah  membentuk  pribadi yang  beribadah  kepada Allah.  Sifat  tujuan  umum  ini  tetap,  berlaku  di  sepanjang  tempat,  waktu  dan
keadaan.  Sedangkan  tujuan  khusus  pendidikan  islam  ditetapkan  berdasarkan keadaan  tempat  dengan  mempertimbangkan  keadaan  geografi,  ekonomi  dan
lain-lainnya yang ada di tempat itu.
24
Tujuan  khusus  pendidikan  islam  sesuai  dengan  pendapat  yang dikemukakan  oleh  Quraish  Shihab  sebagaimana  yang  dikutip  oleh  Fattah
Yasin yaitu bahwa tujuan pendidikan dapat diimpor atau diekspor dari atau ke suatu  negara  atau  masyarakat.  Ia  harus  timbul  dari  dalam  masyarakat  itu
sendiri.  Ia  adalah  “pakaian”  yang  harus  diukur  dan  dijahit  sesuai  dengan bentuk  dan  ukuran  pemakaiannya  dalam  masyarakat  atau  negara  tersebut.
Dengan kata lain pernyataan ini lebih tepat diarahkan kepada sifat dari tujuan khusus pendidikan islam yang sifatnya fleksibel dan bukan diarahkan kepada
23
Ibid., h. 107.
24
Tafsir, op. cit., h. 50.
tujuan umum pendidikan islam yang sifatnya konstan dan berlaku sama bagi semua bangsa dan negara di dunia ini.
25
Dari  beberapa  pendapat  para  pakar  pendidikan  Islam,  dapat  disimpulkan tujaan  pendidikan  Islam  adalah  menciptakan  peserta  didik  yang  dapat
menerima tantangan zaman dalam  IPTEK dan  memiliki akhlak mulia sesuai ajaran Islam dalam upaya menyiapkan kebahagian di dunia dan akhirat.
[[
C. Materi-Materi Pendidikan Islam
Kurikulum  Islam adalah serangkaian  rencana program pendidikan  Islam yang  digunakan  untuk  berlangsungnya  program  pendidikan  baik  yang
termasuk  dalam kurikulum  nyata  the  riil  curricullum  maupun  kurikulum yang  bersifat  tersembunyi  the  hidden  curricullum.  Rangkain  muatan
kurikulum  berisikan  program  pendidikan  yang  didalamnya  terdapat  tujuan, isimateri,  metode,  sarana,  pendidik,  dan  lain  sebagainya.  Untuk  bisa
mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang ingin diharapkan, maka tentu  saja  materi  yang  ingin  disampaikan  haruslah  sesuai  dengan  cita-cita
kurikulum pendidikan Islam. Isi materi dalam kurikulum pendidikan sebagai mata pelajaran yang akan diajarkan dalam proses belajar mengajar.
Materi  pendidikan  Islam  pada  masa  awal  permulaan  Islam  datang  yang diajarkan  Rasulullah  kepada  ummatnya  adalah  materi  yang  menyangkut
keperluan  kehidupan  pribadi  maupun  sosial.  Ketika  Rasulullah  di  Mekkah materi pendidikan  yang  diajarkan  menyangkut  masalah  aspek  keimanan
tauhid  dengan  bahan  ajarnya  adalah  al-Qur’an  dan  perangai  atau  tingkah laku  Rasulullah  SAW.  Sedangkan  materi  yang  diajarkan  Rasulullah  ketika
Beliau  di  Madinah  lebih  menekan  materi  peribadatan  dan  akhlak  dengan bahan  ajarnya  adalah  al-Qur’an  dan  perangai  atau  tingkah  laku  Rasulullah
SAW. Menurut Ahmad Tafsir,
26
materi pendidikan Islam pada masa Rasulullah adalah membaca al-Qur’an. Keimanan, ibadah, akhlak, dasar ekonomi, dasar
politik,  olahraga  dan  kesehatan,  membaca  dan  menulis.  Pada  masa
25
Abuddin Nata,. op. cit., h. 109.
26
Tafsir, op. cit., h. 61.
khulafaurrasyidin materi pendidikan Islam sudah mulai berkembang menjadi membaca  dan  menulis,  membaca  dan  menghafal  al-Qur’an,  keimanan,
ibadah,  akhlak,  syair-syair,  bahkan  materi  tentang  memanah,  berkuda  dan berenang.
Pada  masa  dinasti  khalifah  Umayah  materi  pendidikan    makin berkembang pesat seiring dengan masuknya pengaruh budaya Yunani, Persia,
India,  Cina  dan  lainnya,  sehingga  pelajaranya  bertambah  seperti  berhitung, mengenal para tokoh, nahwu dan sharaf. Pada masa dinasti Abbasiyah materi
pendidikan  Islam  semakin  bertambah  banyak,  seperti  bahasa  Arab,  fiqh, tafsir,  hadits,  nahwu,  sharaf,  ilmu  pasti,  ilmu  mantiq,  ilmu  falak,  tarikh  dan
ilmu alam. Menurut  al-Ghazali sebagaimana  dikutip  oleh  Jalaluddin  Said,  materi
pendidikan Islam terbagi menjadi dua bidang, yaitu: 1.
Ilmu syari’at terdiri atas: a. Ilmu  Ushul  ilmu  pokok:  ilmu  al-Qur’an,  Sunnah  Nabi,  pendapat-
pendapat Sahabat dan Ijma. b. Ilmu Furu’ cabang: Fiqh, ilmu hal ihwal hati dan akhlak.
c. Ilmu pengantar mukaddimah: ilmu bahasa dan gramatika. d. Ilmu  pelengkap  mutammimah:  ilmu  Qira’at,  Makharij  al-Huru  wa
al-Alfadz, ilmu Tafsir, Nasikh dan Mansukh, lafaz umum dan khusus, lafas nash dan zahir serta biografi dan sejarah perjuangan sahabat.
2. Ilmu bukan syari’at terdiri atas:
a. Ilmu  yang  terpuji:  ilmu  kedokteran,  ilmu  berhitung  dan  ilmu perusahaan.
b. Ilmu yang diperbolehkan tak merugikan: kebudayaan, sastra, sejarah dan puisi.
c. Ilmu  yang tercela merugikan: ilmu tenung, sihir, dan bagian-bagian tertentu dari filsafat.
27
Menurut Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, membagi materi pendidikan Islam menjadi tiga macam, yaitu:
a. Ilmu Lisan bahasa yaitu ilmu tentang bahasa gramatika, sastra atau bahasa yang tersusun secara puitis syair.
b. Ilmu Naqli,  yaitu  ilmu  yang  diambil  dari  kitab  suci  al-Qur’an  dan Sunnah Nabi al-Qur’an, ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu ushul fiqh.
27
Said, op. cit., h. 142.
c. Ilmu Aqli, yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya fikir  atau  kecenderungannya  kepada  filsafat  dan  semua  ilmu
pengetahuan  mantiq,  ilmu  alam,  ilmu  ketuhanan,  ilmu  teknik,  ilmu hitung, ilmu tingkah laku dan ilmu nujum.
28
Materi  pendidikan  menurut  At-Thahthawi  sebagaimana  dikutip  oleh Jalaluddin  Said,  materi  pendidikan terbagi  berdasarkan  jenjang  pendidikan.
Materi  pendidikan  dasar  adalah  membaca,  menulis  al-Qur’an,  nahwu  dan dasar-dasar  berhitung.  Materi  pendidikan  tingkat  menengah  adalah  jasmani,
ilmu bumi, sejarah, mantiq, biologi, fisika, kimia, manajemen, ilmu pertanian, ilmu peradaban dan ilmu bahasa asing. Sedangkan materi pendidikan tingkah
menengah  atas  terdiri  dari  materi-materi  penjuruan  yang  bersifat  lebih mendalam dan meliputi pelajaran ilmu kedokteran, ilmu fiqih, ilmu bumi dan
sejarah.
29
Dari  beberapa  pendapat  tokoh  diatas,  dapat  disimpulkan  bahwa materi- materi pendidikan Islam haruslah bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
yang  merupakan  sumber  rujukan  dalam  agama  Islam.  Dari  kedua  sumber tersebut  dapat  melahirkan  materi  yang  berkaitan  dengan  keyakinan  terhadap
Allah  sebagai  sumber  utama  segala pengetahuan.  Namun,  untuk  dapat menjawab  tantangan  zaman  dan  kebutuhan  masyarakat  diperlukan  sebuah
kurikulum  yang  di  dalamnya  terdapat  materi  pendidikan  Islam  dan  materi pendidikan modern  IPTEK.
D. Metode Pendidikan Islam
Dalam  upaya  tercapainya kurikulum  pendidikan  Islam  diperlukan  cara bagaimana  tercapainya  kurikulum  tersebut.  Kurikulum  yang  bagus  belum
tentu baik, apabila cara yang digunakan dalam proses menjalankan kurikulum yang  ingin  dicapai  tidak  sesuai  dengan  metode  yang  tepat.  Hal  ini  berarti
bahwa metode merupakan komponen kurikulum yang sangat essensial dalam mencapai tujuan pendidikan Islam.
28
Abuddin Nata, op. cit., h. 225.
29
Said, op. cit., h. 151.
Secara  literal  bahasa  kata  “metode”  berasal  dari  bahasa  Greek  yang terdiri dari meta yang berarti “melalui” dan hodos yang berarti “jalan”. Jadi,
metode  berarti  “jalan  yang  dilalui”
30
Runes,  sebagaimana  yang  dikutip  oleh Samsul Nizar menerangkan teknis bahwa metode adalah
1. Sesuatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.
2. Sesuatu  teknik  mengetahui  yang  dipakai  dalam  proses  mencari  ilmu
pengetahuan dari suatu materi tertentu. 3.
Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.
31
Berdasarkan  pendapat  Runes  tersebut,  bila  dikaitkan  dengan  proses pendidikan  Islam,  maka  metode  berarti  suatu  prosedur  yang  digunakan
pendidik  dalam  melaksanakan  tugas  untuk  mencapai  tujuan  yang  diingin dicapai. Selain itu metode juga suatu cara yang dilakukan peserta didik dalam
upaya  mencari  ilmu  pengetahuan.  Dan  metode  dapat  pula  diartikan  sebagai suatu rumusan  yang berisikan aturan-aturan prosedur dalam upaya mencapai
tujuan pendidikan. Dari  sudut  pandang  filosofis,  metode  adalah  merupakan  alat  yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai fungsi ganda,  yaitu  bersifat polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis,
bilamana metode
itu mengandung
kegunaan yang
serba ganda
multipurpose. Suatu metode tertentu pada suatu situasi dan kondisi tertentu dapat dipergunakan untuk merusak dan pada kondisi lain dapat dipergunakan
untuk  membangun  atau  memperbaiki.  Kegunaanya  bergantung  pada  si pemakai  metode  tersebut,  seperti  halnya Video  Cassette  Recorder VCR
yang  dapat  digunakan  untuk  merekam  semua  jenis  film  yang  bersifat pornografis  atau  yang  bersifat  moralis  dan  dapat  juga  digunakan  untuk  alat
pendidikan  atau pengajaran.  Sebaliknya  dengan  metode  yang  bersifat monopragmatis adalah  alat  yang  hanya  dipergunakan  untuk  mencapai  satu
macam  tujuan  saja.  Misalnya,  Laboratorium  ilmu  alam  hanya  dapat
30
Arifin, op. cit., h. 89.
31
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam¸ Ciputat : Ciputat Press, 2002, h. 66.