Pendidikan Perspektif Muhammad Al-Naquib Al-Attas.

Adab adalah pengetahuan yang mencegah manusia dari kesalahan- kesalahan penilaian. Adab berarti pengenalan dan pengetahuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai-bagai tingkat dan derajat-tingkatan mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah, intelektual maupun ruhaniah seseorang. 51 Oleh karena itu, Al-Attas menolak peristilahan tarbiyah dan ta’lim yang selama ini dianggap sebagai pengertian yang lengkap mengenai pendidikan. Al-Attas menolak tarbiyah sebab istilah tarbiyah hanya menyinggung aspek fisikal dan emosional dalam perkembangan manusia dan hewan. Ibn Miskawaih Sebagaimana dikutip Al-Attas, misalnya menggunakan istilah ta’dib untuk menunjukkan pendidikan intelektual, spiritual, dan sosial, baik anak muda maupun orang dewasa. 52 Al-Attas memberikan contoh bagaimana adab hadir dalam pelbagai tingkat pengalaman manusia. Adab terhadap diri sendiri bermula ketika seseorang mengakui bahwa dirinya terdiri dari dua unsur, yaitu akal dan sifat kebinatangan. Ketika akal seseorang menguasai dan mengontrol sifat- sifat kebinatangannya, ia sudah meletakkan keduanya pada tempat yang semestinya dan karenanya ia telah meletakkan dirinya pada tempat yang benar adapun sebaliknya jika tidak, ia menjadi sesuatu yang tidak adil zhulm al-nafs. 53 Adab dalam konteks hubungan antara sesama manusia berarti norma- norma etika yang diterapkan dalam tata krama sosial sudah sepatutnya dilakukan dilingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini, posisi seseorang “bukanlah sesuatu yang ditentukan manusia berdasarkan kriteria kekuatan, kekayaan ataupun keturunan, melainkan ditentukan oleh al- Qur’an berdasarkan kriteria terhadap ilmu pengetahuan, akal pikiran dan perbuatan yang mulia. Jika manusia tersebut melakukannya dengan tulus 51 Ibid., h. 63. 52 Wan Daud, op. cit., h. 180. 53 Ibid., h. 178. ikhlas dan rendah hati, hal itu menunjukkan bahwa seseorang tersebut mengetahui tempat yang sebenarnya dalam hubungannya dengan mereka. Dalam konteks ilmu, adab berarti disiplin intelektual yang mengenal dan mengakui adanya hirarki ilmu berdasarkan kriteria tingkat-tingkat keluhuran dan kemuliaan, yang memungkinkannya mengenal dan mengakui, bahwa seseorang yang pengetahuannya berdasarkan wahyu itu jauh lebih mulia dibandingkan mereka yang pengetahuannya berdasarkan akal. Adab terhadap ilmu pengetahuan akan menghasilkan cara-cara yang tepat dan benar dalam belajar pelbagai bidang sains yang berbeda. Dengan demikian, tujuan yang sebenarnya dalam upaya pencarian ilmu dan pendidikan adalah seseorang bisa mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam kaitannya dengan alam, adab berarti pendisiplinan akal praktis dalam berhubungan dengan hirarki yang menjadi karakter alam semesta sehingga seseorang bisa membuat keputusan yang mengenai nilai-nilai dari segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta dalam pengembangan jasmaniah dan ruhaniah manusia. Adab terhadap bahasa berarti pengenalan dan pengakuan adanya tempat yang benar dan tepat untuk setiap kata, baik dalam tulisan maupun percakapan sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam makna, bunyi dan konsep. Dalam Islam, kesustraan disebut dengan Adabiyah, semata- mata karena ia dianggap sebagai penjaga peradaban dan penghimpun ajaran dan pernyataan yang bisa mendidik jiwa manusia dan masyarakat dengan adab sehingga keduanya menduduki tempat yang tinggi sebagai manusia dan masyarakat yang beradab. Untuk alam spiritual, adab berarti pengenalan dan pengakuan terhadap tingkat-tingkat keluhuran yang menjadi sifat alam spiritual; pengenalan dan pengakuan terhadap pelbagai maqam spiritual berdasarkan ibadah; pengenalan dan pengakuan terhadap disiplin spiritual yang dengan benar telah menyerahkan fisik atau jiwa kebinatangan pada spiritual ataupun akal. Al-Attas memberikan kesimpulan mengenai pengertian adab sebagai berikut: 1. Suatu tindakan untuk mendisiplinkan jiwa dan pikiran. 2. Pencarian kualitas dan sifat-sifat jiwa dan pikiran yang baik. 3. Perilaku yang benar dan sesuai yang berlawanan dengan prilaku salah dan buruk. 4. Ilmu yang dapat menyelamatkan manusia dari kesalahan dalam mengambil keputusan dan sesuatu yang tidak terpuji. 5. Pengenalan dan pengakuan kedudukan sesuatu secara benar dan tepat. 6. Sebuah metode mengetahui yang mengaktualisasikan kedudukan sesuatu secara benar dan tepat. 7. Realisasi keadilan sebagaimana direfleksikan oleh hikmah. Yang dimaksud Al-Attas adalah pendidikan berbeda dengan istilah pengajaran dan pelatihan. Pelatihan dan pengajaran dapat dilakukan pada manusia dan hewan, sedangkan pendidikan hanya diperuntukkan manusia. Dengan menyintesiskan arti ilmu pengetahuan, makna dan arti adab, bisa dikatakan bahwa definisi pendidikan Islam yang lengkap adalah sebagaimana yang terkandung dalam konteks ta’dib, yang didalamnya terkandung tujuan, kandungan dan metode pendidikan yang sebenarnya: “Pengenalan dan pengakuan yang ditanam secara progresif dalam diri manusia mengenai tempat yang sebenarnya dari segala sesuatu dalam susunan penciptaan yang membimbing seseorang pada pengenalan dan pengakuan terhadap keberadaan Tuhan dalam tatanan wujud dan eksistensi. 54 Dapat disimpulkan bahwa definisi pendidikan adalah sebuah proses penanaman akhlak dan adab dalam upaya menumbuhkan potensi peserta didik dalam domain kognitif, psikomotorik, afektif dan spiritual dalam upaya menjadikan manusia yang sempurna. 54 Ibid., h. 180. 2. Kurikulum Pendidikan Tujuan pendidikan dalam Islam, sebagaimana diuraikan secara mendalam oleh Al-Attas adalah menciptakan manusia yang baik, seorang manusia beradab dalam pengertian yang komprehensip. Dalam pembentukkan kurikulum al-Attas menekankan aspek adab. Menurutnya, adab mencakup suatu pengenalann dan pengakuan mengenai tempat sesuatu secara benar dan tepat. Dengan ilmu pengetahuan dan metode yang berasaskan adab agar dapat mengetahui yang benar dan mampu menjaga manusia dari kesalahan penilaian dan perbuatan sehingga dapat memosisikan dirinya pada tempat yang benar dan sesuai. 55 Kurikulum pendidikan dalam Islam berlandaskan sumber-sumber yang jelas dan mapan, yang pemahaman, penafsiran dan penjelasannya membutuhkan ilmu pengetahuan yang otoritatif. Al-Attas mengatakan otoritas yang tertinggi dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang dilakukan oleh para sahabat Nabi. Dalam pengembangan kurikulum pendidikan Islam Al-Attas lebih menekankan keutamaan peranan guru. Guru memiliki peranan penting dalam proses pendidikan. Al-Attas menyarankan peserta didik dalam mencari guru untuk tidak tergesa-gesa belajar kepada guru yang sembarangan. Pentingnya mendapatkan guru yang memiliki reputasi tinggi untuk mencapai gelar tertentu. 56 Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Al-Attas, mengingatkan dan menekankan peserta didik untuk tidak sombong tetapi harus memperhatikan mereka yang membantunya dalam mencapai kebijaksanaan, kesuksesan dan kebahagiaan dan tidak hanya berlandaskan kepada mereka yang termasyhur atau terkenal. 57 Praktik pendidikan Al-Attas, tidak bergantung pada kuantitas buku yang terlalu banyak, tetapi hanya bertumpu pada buku yang sudah disahkan. Hal ini bisa dilihat dari perpustakaan pribadinya yang relatif memiliki kuantitas buku terbatas. 55 Ibid., h. 255. 56 Ibid., h. 260. 57 Ibid., h. 261. Adab guru dan peserta didik dalam filsafat pendidikan Al-Attas tampaknya diilhami oleh Al-Ghazali. Pandangan Al-Ghazali mengenai tugas-tugas guru dan peserta didik yang saling memberi manfaat. Selain persiapan spiritual, seperti mengamalkan adab yaitu mendisiplinkan pikiran dan jiwa. Peserta didik harus menghormati dan percaya kepada guru; harus sabar dengan kekurangan gurunya dan menempatkannya dalam perspektif yang wajar. Guru pun dapat menerima nasihat yang datang dari peserta didik dan berproses sesuai dengan perkembangannya dan kemampuannya. 58 Al-Attas dalam menjalankan sistem kurikulum pendidikan Islam mengacu kepada tradisi Islam dalam hal otoritas dan mengaplikasikan ide universal mereka secara kritis dan kreatif untuk menyelesaikan banyak permasalahan yang dihadapi. Al-Attas menginginkan kedisiplinan yang konsisten dari semua mahasiswanya untuk mengetahui hal-hal yang paling penting dan mengaplikasikannya secara tepat dalam kehidupan pribadi dan sosial. Memperhatikan dan memahami dengan benar isi dan pesan yang disampaikan oleh guru mereka. 59 Dapat disimpulkan, kurikulum pendidikan Islam Al-Attas adalah kurikulum yang menekankan konsep ta’dib. Sistem kurikulum menitikberatkan peranan guru teacher oriented dan penggunaan sumber- sumber yang otoritatif dalam Islam Al-Qur’an dan hadis. 3. Tujuan Pendidikan Secara umum, ada dua pandangan teoritis mengenai tujuan pendidikan, masing-masing dengan tingkat keberagamannya tersendiri. Pandangan teoritis yang pertama berorientasi kemasyarakatan, yaitu pandangan yang menganggap pendidikan sebagai sarana utama dalam menciptakan rakyat yang baik, baik untuk sistem pemerintahan demokratis, oligarkis maupun 58 Ibid., h. 263. 59 Ibid., h. 264. monarkis. Pandangan teoritis kedua lebih berorientasi kepada individu, yang lebih memfokuskan diri pada kebutuhan, daya tampung dan minat pelajar. 60 Berangkat dari asumsi bahwa manusia adalah hewan yang bermasyarakat social animal dan ilmu pengetahuan pada dasarnya dibina di atas dasar- dasar kehidupan bermasyarakat, mereka yang berpandangan kemasyarakatan berpendapat bahwa pendidikan bertujuan mempersiapkan manusia yang bisa berperan dan menyesuaikan diri dalam masyarakatnya masing-masing. Berdasarkan hal ini, tujuan dan target pendidikan dengan sendirinya diambil dari dan diupayakan untuk memperkuat kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan sejumlah keahlian yang sudah diterima oleh sebuah masyarakat itu senantiasa berubah dengan itu pendidikan diharapkan dapat menyiapkan peserta didik yang mampu menghadapi segala bentuk perubahan yang ada. 61 Terdapat perbedaan mengenai orientasi peranan pendidikan, ada beberapa tokoh yang mengatakan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam masyarakat dibandingkan peranan pendidikan atas individu. Pada 1987 Paolo Freire sebagaimana dikutip Al-Attas mengatakan bahwa “Saya tidak percaya dengan ide kebebasan individu. Kebebasan adalah tindakan sosial dan kebebasan dalam pendidikan adalah proses masyarakat menuju pencerahan”. 62 Praktik pendidikan cenderung berorientasikan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan dibandingkan mengembangkan potensi dan minat peserta didik. Sementara itu, pandangan teoritis pendidikan yang berorientasi pada individual terdiri dari dua aliran. Aliran pertama berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik agar bisa meraih kebahagiaan yang optimal melalui pencapaian kesuksesan kehidupan bermasyarakat dan ekonomi. Aliran kedua lebih menekankan peningkatan intelektual, kekayaan dan keseimbangan jiwa peserta didik. Berbeda dengan tujuan pendidikan Islam tradisional yang selalu menjadikan keberhasilan 60 Ibid., h. 163. 61 Ibid., h. 164. 62 Ibid., h. 165. individu dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat sebagai cita-cita dan tujuan pendidikan. 63 Namun tujuan pendidikan sekarang telah berubah cenderung berusaha meraih keberhasilan sosial-ekonomi bagi setiap peserta didik dengan harapan dapat memperkuat posisi penting dalam struktur sosial-ekonomi sehingga terjadi perubahan orientasi pendidikan dan menganggap pendidikan sebagai alat mobilisasi dalam menguasai posisi penting dalam struktur sosial-ekonomi dalam pemerintahan suatu negara. Dominasi sikap tersebut berdampak dengan munculnya penyakit diploma diploma disease yaitu usaha dalam meraih suatu gelar pendidikan bukan karena kepentingan pendidikan melainkan karena nilai-nilai pendidikan. 64 Dengan pola pendidikan yang berorientasi sosial-ekonomi akan menyebabkan kebingungan intelektual dan hilangnya identitas kebudayaan yang disebabkan pengaruh sekularisasi Barat. Al-Attas menjelaskan tujuan pendidikan menurut Islam bukanlah untuk menghasilkan warga negara dan pekerja yang baik, sebaliknya tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan manusia yang baik. Tujuan mencari pengetahuan dalam Islam ialah menanamkan kebaikan dalam diri manusia sebagai manusia dan individu, bukan hanya sebagai seorang warga negara ataupun anggota masyarakat. Yang perlu ditekankan dalam pendidikan adalah nilai. Al-Attas berpendapat, Dalam mengembangkan tujuan pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan individu dan masyarakat dalam persaudaraan kemanusiaan. Tujuan ilmu pengetahuan adalah melahirkan manusia yang baik, kami tidak bermaksud untuk melahirkan masyarakat yang baik. Karena masyarakat terdiri dari individu, melahirkan seseorang akan melahirkan masyarakat yang baik. Pendidikan adalah pembuat struktur masyarakat. 65 63 Ibid., h. 165. 64 Ibid., h. 166. 65 Ibid., h. 188. Al-Attas menginginkan dalam tujuan pendidikan Islam adalah terciptanya manusia beradab insan adabi. Manusia yang sadar akan individualitasnya dan hubungan yang tepat dengan diri, Tuhan, masyarakat dan alam yang tampak maupun yang gaib. Itulah sebabnya, dalam pandangan Islam, manusia yang baik adalah individu yang baik secara alami harus menjadi hamba yang baik bagi Tuhan-Nya, ayah yang baik bagi anak- anaknya, suami yang baik bagi istrinya, anak yang baik bagi orang tuanya, tetangga yang baik dan warga negara yang baik bagi negaranya. 66 Dapat disimpulkan, tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan individu yang beradab dalam upaya mengembangkan potensi-potensi dan kebutuhan masyarakat yang merupakan bagian dari struktur masyarakat. 4. Metode pendidikan Salah satu karakteristik pendidikan dan epistemologi Islam yang dijelaskan secara tajam dan dipraktikkan oleh Al-Attas adalah apa yang dinamakannya sebagai metode tauhid dalam ilmu pengetahuan. Dia mengamati dalam keseluruhan sejarah kebudayaan, keagamaan dan intelektual Islam tidak terdapat zaman khusus, seperti yang dialami oleh Barat, yang ditandai dengan: Dominasi sistem-sistem pemikiran yang berdasarkan materialisme atau idealisme yang didukung oleh pendekatan dan posisi metodologis, seperti empirisme, rasionalisme, realisme, nominalisme, pragmatisme, positivisme, logika positivisme dan kritisisme, yang bergerak maju mundur dari abad ke abad dan muncul silih berganti hingga hari ini. 67 Sebaliknya, Al-Attas menemukan bahwa seluruh representasi tradisi Islam juga telah mengaplikasikan pelbagai metode di dalam penyelidikan mereka, seperti religius dan ilmiah, empiris dan rasional, deduktif dan induktif, subjektif dan objektif tanpa menjadikan salah satu metode lebih dominan dari yang lain. Sejalan dengan Ibn Sina, Al-Ghazali dan banyak tokoh Islam yang terkenal lainnya, Al-Attas membenarkan adanya kemampuan psikologis, yang dalam konsepsi Islam mengenai jiwa manusia 66 Ibid., h. 189. 67 Ibid., h. 294. dan proses kognitif. Kemampuan tersebut diletakkan sesuai dengan peranannya yang tepat. Islam dalam mengakui validitas pelbagai saluran ilmu pengetahuan, seperti panca indera, berita yang benar, akal sehat, dan intuisi yang digabung dengan di dalam akidah. 68 Al-Attas menerangkan dalam diskusinya mengenai manusia dan psikologi jiwa manusia, jiwa adalah realitas tunggal dengan empat keadaan ahwal modes yang berbeda, seperti intelek aql, jiwa nafs soul, hati qalb heart dan ruh spirit yang masing-masing terlibat dalam kegiatan- kegiatan manusia yang bersifat kognitif, empiris, intuitif dan spiritual. 69 Kesemuannya tersebut merupakan metode tauhid yang diterapkan oleh Al- Attas. Al-Attas mempergunakan argumentasi dari riwayat yang sahih dan sumber-sumber wahyu. Al-Attas berpendapat bahwa intuisi itu adalah salah satu saluran yang absah dan penting untuk mendapatkan pengetahuan kreatif, meskipun dapat diakses juga dengan persiapan etika dan intelektual tertentu. Al-Attas dengan tujuan yang ikhlas, integritas moral, kontemplasi atau berpikir dan doa itu sangat vital dalam mencari ilmu pengetahuan dan pemahaman yang benar. 70 Ciri-ciri metode pendidikan Al-Attas yang lain adalah penggunaan metafora dan cerita sebagai contoh atau perumpamaan, sebuah metode yang juga banyak digunakan dalam Al-Qur’an dan hadis. Izutsu sebagaimana dikutip oleh Al-Attas mengatakan bahwa para filosof Muslim cenderung menggunakan metafora dan perumpamaan dalam metafisika, khususnya dalam penjelasan mengenai hubungan antara kesatuan dan keragamaan atau realitas absolut dan hal-hal fenomenal yang tampak kontradiktif. 71 Salah satu metafora yang paling sering diulang-ulang oleh Al-Attas adalah metafora papan penunjuk jalan signpost untuk melambangkan sifat teolologis alam dunia ini, yang sering dilupakan orang, khususnya para ilmuwan. Dunia ini bagaikan papan penunjuk jalan yang memberi penunjuk 68 Ibid., h. 297. 69 Ibid., h. 297. 70 Ibid., h. 300. 71 Ibid., h. 311. kepada musafir, arah yang harus diikuti serta jarak yang diperlukan untuk berjalan menuju tempat yang akan dituju. Jika papan penunjuk jalan tersebut jelas muhkam, dengan kata-kata yang tertulis jelas dapat menunjukkan tempat dan jarak sang musafir tanpa ada masalah apapun. Adapun sebalik jika penunjukan jalan tersebut tidak jelas mutasyabih akan membingungkan sang musafir tersebut. Cerita-cerita dan metafora Al-Attas tidak hanya digunakan pada domain metafisika; dia juga menggunakannya untuk menggambarkan situasi-situasi domain etika dan epistemologi. 72 Dapat disimpulkan, metode pendidikan Islam adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan yang berlandaskan nilai ketauhidan dan cerita-cerita perumpamaan dalam upaya menciptakan individu yang beradab. 5. Materi-materi pendidikan Al-Attas berpendapat secara konsisten bahwa muatan pendidikan itu sangat penting dibandingkan metode. Ketika menekankan pentingnya muatan pendidikan daan bukannya metode, Al-Attas tak bermaksud bahwa metode tidak memiliki dampak positif terhadap output pendidikan tetapi sebaliknya, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, adab itu sendiri termasuk metode yang benar untuk mengetahui dan berbuat sesuatu. Pandangan Islam mengenai realitas sangat mempertimbangkan adanya pelbagai hierarki dalam semua domain, termasuk jiwa, ilmu pengetahuan, kemampuan manusia dam alam. Kajian Al-Attas mengenai muatan pendidikan Islam berangkat dari pendangan bahwa karena manusia itu bersifat dualistis, ilmu pengetahuan yang dapat memenuhi kebutuhannya dengan baik adalah yang memiliki dua aspek. Pertama, yang memenuhi kebutuhan permanen dan spiritual dan kedua, yang memenuhi kebutuhan material dan emosional. Dalam hal ini, Al-Attas sepakat dengan Al-Ghazali terhadap pembagian kebutuhan manusia. Al-Attas membagi muatan pendidikan ke dalam fardu ain dan fardu kifayah. 73 72 Ibid., h. 312. 73 Ibid., h. 270. Al-Attas secara tegas mengusulkan pentingnya pemahaman dan aplikasi yang benar mengenai fardu ain dan fardu kifayah. Ini adalah ciri khas lain filsafat pendidikan Al-Attas yang menandakan komitmen seumur hidupnya dalam menghidupkan kembali elemen-elemen universal prinsip-prinsip intelektual dan spiritual Islam periode awal. Pengkategorisasian ini mungkin juga karena perhatiannya terhadap kewajiban manusia dalam menuntut ilmu dan mengembangkan adab. 74 Kurikulum pendidikan Islam diambil dari hakikat manusia yang bersifat ganda dual nature; aspek fisikalnya lebih berhubungan dengan pengetahuannya mengenai ilmu-ilmu fisikal dan teknikal fardu kifayah sedangkan keadaan spiritualnya sebagaimana terkandung dalam istilah- istilah ruh, nafs, qalb dan aql lebih tepatnya berhubungan dengan ilmu inti fardu ain. 75 Fardu ain adalah ilmu-ilmu yang berhubungan dengan keagamaan. Pertama, Kitab suci Al-Qur’an merupakan ilmu yang wajib diajarkan kepada peserta didik dan mahasiswa. Materi pengajaran Al-Qur’an studi yang mengenai konsep dan sejarah wahyu, penurunannya, pengumpulan, penjagaan dan penyebarannya, ilmu-ilmu untuk memahami Al-Qur’an nasikh-mansukh, al-khashsh wa al-am, muhkam-mutasyabih dan amr- nahy. Al-Attas menganggap tafsir Al-Qur’an merupakan karya ilmiah yang fundamental yang tidak mudah terkena kesalahan. Sebuah ilmu pengetahuan yang berdasarkan metode ilmiah bahasa Arab yang sistemnya akarnya tidak beraturan. Kedua, Sunnah: kehidupan Nabi yang berhubungan dengan sejarah, risalah dan hadis beserta perawiannya. Mata kuliah sejarah dan metodologi hadis wajib bagi semua mahasiswa ISTAC. Selain itum mata kuliah ini merupakaan pengkajian yang mendalam mengenai sejarah kritik hadis, beberapa istilah teknisnya musthalahat al-hadis, analisis perbandingan 74 Ibid., h. 271. 75 Ibid., h. 274. terhadap kitab-kitab kumpulan hadis yang penting dan pengategoriannya, ilmu biografi dan kamus utama mengenai biografi. Ketiga, Syariat: fiqih dan hukum; prinsip-prinsip dan pengamalan Islam. Al-Attas menganggap pengetahuan syariat sebagai aspek yang terpenting dalam pendidikan Islam. Dalam pelaksanaan syariat dalam kehidupan individu dan masyarakat harus didasarkan pada ilmu yang tepat, sikap moderat dan adil. Al-Attas menilai bahwa pengajaran hukum Islam mendapat perhatian dan setelah mendapat pengertian awal mengenai hukum Islam, pengkajian selanjutnya mengenai materi tersebut berada dalam kategori fardu kifayah. Oleh karena itu, Al-Attas mata kuliah dalam bidang hukum dan fiqih Islam tidak diwajibkan kecuali dalam kasus-kasus yang bersifat individual, yaitu jika pembimbing mahasiswa merekomendasikannya atau jika mahasiswa itu belajar bidang kebudayaan Islam. Keempat, teologi ilmu kalam: Tuhan, Zat-Nya, Sifat-Sifat, Nama-Nama dan perbuatan-Nya al-tauhid. Teologi Islam merupakan subjek yang sangat penting yang masih belum diberi tempat layak dalam kurikulum pendidikan Islam. Beberapa mata kuliah yang ditawarkan dalam teologi Islam di ISTAC tidak diwajibkan bagi semua mahasiswa kecuali bagi mereka yang mengambil pemikiran Islam dan yang direkomendasikan oleh pembimbing mahasiswa tersebut. Kelima, Metafisika Islam al-tashawwuf-irfan: psikologi, kosmologi dan ontologi. Al-Attas mengatakan bahwa mata kuliah ini merupakan yang paling fundamental karena meliputi semua elemen yang paling penting dalam pandangan Islam mengenai realitas dan kebenaran sebagaimana diterangkan Al-Qur’an dan hadis, melainkan juga karena mencakup ringkasan semua disiplin intelektual lain, seperti ilmu Al-Qur’an, hadis, teologi dan filsafat serta ilmu pengetahuan mengenai bahasa Arab klasik. Keenam, Ilmu bahasa: bahasa Arab, tata bahasanya, leksikografi dan sastra. Tujuannya bukan hanya menguasai keterampilan berbicara melainkan untuk menganalisis dan menginterprestasikan sumber-sumber primer dalam Islam, khazanah intelektual dan spiritual penting dalam bahasa Arab. Di ISTAC, kursus bahasa Arab selama dua tahun wajib bagi semua mahasiswa. Mata kuliah bahasa pilihan lain yang sekarang ini ditawarkan di ISTAC, seperti Persia, Melayu, Yunani dan Latin kecuali direkomendasikan oleh penasihat mahasiswa ataupun pembimbingnya dan disetujui oleh direktur. 76 Setiap pelajar Muslim di tingkat universitas harus mengambil sejumlah mata kuliah yang cukup dari subjek-subjek di atas. Hal ini akan membuatnya mampu mengetahui bukan hanya isu-isu dan prinsip-prinsip utama, metedologi, permasalahan dan perbedaan dalam setiap disiplin ilmu dalam menghadapi tuntutan masyarakat global dan plural. Pengetahuan mengenai fardu kifayah tidak diwajibkan kepada setiap Muslim untuk mempelajarinya, tetapi seluruh masyarakat Mukmin akan bertanggung jawab jika tidak seorang pun dari masyarakat tersebut yang mempelajarinya, karena masyarakat akan merasakan akibatnya. Kategorisasi ini sangat penting karena berlandaskan teori dan motivasi keagamaan kepada ummat untuk mempelajari dan mengembangkan segala ilmu ataupun teknologi yang diperlukan untuk kemakmuran masyarakat. Al-Attas membagi pengetahuan fardu kifayah menjadi delapan disiplin ilmu. 77 a. Ilmu kemanusiaan b. Ilmu alam c. Ilmu terapan d. Ilmu teknologi e. Perbandingan agama f. Kebudayaan barat g. Ilmu linguistik: bahasa Islam h. Sejarah Islam Ilmu-ilmu yang bersifat fardu ain itu dinamis dan berkembang sesuai dengan kemampuan intelektual dan spiritual seseorang serta keadaaan 76 Ibid., h. 275. 77 Ibid., h. 275. masyarakatnya dan pengetahuan fardu kifayah juga berkembang sesuai dengan keperluan dan program masyarakat tertentu. Kategorisasi fardu ain dan fardu kifayah menjamin kepentingan individu dan masyarakat, karena individu merupakan bagian dari masyarakat, identifikasi potensi dan kemampuannya akan berdampak positif terhadap perkembangan masyarakat. Dapat disimpulkan, materi pendidikan Islam adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik dalam upaya menciptakan peserta didik yang dapat mengembangkan potensi yang telah dianugerahkan Tuhan dalam upaya menjawab tantangan zaman.

G. Kajian Yang Relevan

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis mendapatkan kajian yang relevan selama proses penelitian dan penulisan, yang membahas Ismail Ra’ji Al-Faruqi. Terdapat dalam beberapa buku dan juga terdapat dalam artikel dan Skripsi, diantaranya buku yang ditulis oleh Ismail Raji Al- Faruqi, dengan judul: Islamisasi Pengetahuan, Terj. dari Islamization of Knowledge: General Principles and Workplan oleh Anah Mahyuddin. Di dalam buku ini Anah Mahyuddin menerjemahkan buku yang berisikan Gagasasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Ismail Ra’ji Al-Faruqi. Buku yang ditulis oleh Abdurrahmansyah, dengan judul: Sintesis Kreatif: Pembaharuan Kurikulum Pendidikan Islam Ismail Ra’ji Al-Faruqi. Di dalam buku ini membahas sistesis kurikulum Ismail Ra’ji Al-Faruqi.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian Penelitian skripsi yang berjudul “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Perspektif Isma’il Raji Al-Faruqi” dilaksanakan mulai Februari-April 2014, dengan jadwal sebagai berikut: Januari-Februari digunakan untuk pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari koleksi, buku-buku yang ada diperpustakaan, internet serta sumber lain yang mendukung penelitian. Kemudian waktu selebihnya digunakan untuk melakukan menganalisis data, menyimpulkan penelitian serta menyusunnya dalam bentuk penelitian atau laporan. Selanjutnya tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini bertempat di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, “Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan, mengulas dan membahas penemuan data yang ditemukan. 1 Dan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Best, “metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.” 2 Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. 3 Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Dalam melakukan penelitian ini, menggunakan teknik mengumpulkan data- data yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti, yaitu. Penelitian kepustakaan 1 Amin Abdullah, Metedologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner, Yogyakarta: kurnia Kalam semesta, 2006, h. 140. 2 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta :PT. Bumi Aksara, 2009, cet 9. h. 157. 3 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011, Cet. 2, h. 3. Library Receach metode ini digunakan untuk memperoleh data-data atau teori dari berbagai sumber seperti buku, majalah, atau sumber-sumber lain yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan adapun metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kepustakaan library research karena permasalahan yang akan diteliti mengkaji pemikiran tokoh terhadap kurikulum pendidikan islam maka dari itu diperlukan banyaknya literatur-literatur yang relevan dengan kurikulum pendidikan islam. Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data, fakta dan informasi berupa tulisan-tulisan dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan untuk mencari pijakan atau fondasi landasan teori, misalnya berupa jurnal, buku-buku yang relevan, majalah, naskah, catatan kisah sejarah; surat kabar, internet dan sumber lain 4 yang berhubungan dengan Ismail Ra’ji Al-Faruqi dan pemikiran terutama tentang kurikulum pendidikan Islam. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data-data melalui bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer dan buku-buku sekunder atau sumber sekunder lainnya. a. Sumber primer dalam penulisan skripsi ini pemikiran Ismail Ra’ji Al- Faruqi, “Islamization of Knowledge: General Principles and Workplan, terj Islamisasi Pengetahuan oleh Anas Mahyuddin. b. Sumber sekunder dalam penulisan skripsi ini adalah buku-buku yang relevan dan berkaitan dengan penelitian yang diteliti. Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi dan mengklasifikasi data-data yang 4 Sukardi, op., cit. h. 33-34. relevan dan yang mendukung pokok pembahasan, untuk selanjutnya penulis analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.

D. Prosedur Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data pada skripsi ini dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: 1. Kredibilitas data Kriteria kredibilitas melibatkan penetapan hasil penelitian kualitatif adalah kredibel atau dapat dipercaya dari perspektif partisipan dalam penelitian tersebut. Strateginya meliputi perpanjangan pengamatan, ketekunan penelitian, triangulasi mengecek keabsahan data dengan memanfaatkan berbagai sumber dari luar data sebagi bahan perbandingan, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif dan membercheking. 2. Transferabilitas. Dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada semua orang untuk membaca laporan penelitian sementara yang telah dihasilkan oleh peneliti, kemudian pembaca diminta untuk menilai substansi penelitian tersebut dalam kaitannya dengan fokus penelitian. Peneliti dapat meningkatkan trransferabilitas dengan melakukan suatu pekerjaan mendeskripsikan konteks penelitian dan asumsi yang menjadi sentral pada penelitian tersebut. Dengan kata lain apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain. 3. Dependabilitas DataApakah hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Artinya apakah peneliti akan memperoleh hasil yang sama jika peneliti melakukan pengamatan yang sama untuk kedua kalinya. 5 4. Konfirmabilitas Yaitu apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam 5 Emzir, op., cit, h. 79-80.

Dokumen yang terkait

Pemikiran Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986) tentang islamisasi sains dan pengaruhnya terhadap pengembangan dasar-dasar filosofis pendidikan islam

1 9 346

Tauhid Sebagai Prinsip Ilmu Pengetahuan (Ismail Raji Al-Faruqi)

2 20 12

(Studi komparatif Islamisasi pengetahuan Ismail Raji’ Al Faruqi dan Syed Muhammad Naquib Al – Attas) Islamisasi Pengetahuan Tentang Filsafat (Studi komparatif Islamisasi pengetahuan Ismail Raji’ Al Faruqi dan Syed Muhammad Naquib Al – Attas).

0 1 11

(Studi komparatif Islamisasi pengetahuan Ismail Raji’ Al Faruqi dan Syed Muhammad Naquib Al – Attas) Islamisasi Pengetahuan Tentang Filsafat (Studi komparatif Islamisasi pengetahuan Ismail Raji’ Al Faruqi dan Syed Muhammad Naquib Al – Attas).

0 1 11

PEMIKIRAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT ISMAIL RAJI AL FARUQI.

0 4 86

Keywords: Islam, modern and Islamization. Abstrak - MENCERMATI KONSEP ISLAMISASI ILMU ISMAIL R FARUQI

0 0 21

ISLAMISASI ILMU DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH ATAS PEMIKIRAN ISMAIL RAJI AL-FARUQI DALAM BUKU ISLAMISASI PENGETAHUAN) - STAIN Kudus Repository

0 1 49

ISLAMISASI ILMU DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH ATAS PEMIKIRAN ISMAIL RAJI AL-FARUQI DALAM BUKU ISLAMISASI PENGETAHUAN) - STAIN Kudus Repository

0 0 58

1 KONSEP ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT ISMAIL RAJI AL FARUQI DAN RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI

0 0 123

1 KONSEP ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT ISMAIL RAJI AL FARUQI DAN RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI

0 0 127