pengetahuan Islam yang menjadi kunci penyelesaian problem pengetahuan dan pendidikan Islam.
Mengingat bahwa filsafat pendidikan yang diajarkan kepada mahasiswa jurusan pendidikan Islam adalah filsafat Barat, maka pendidikan yang
dikembangkan umat Islam adalah pendidikan yang berpola Barat. M. Rusli Karim menegaskan, “Pendidikan Islam di beberapa Negara Islam yang
mayoritas penduduknya beragama Islam tidak lebih dari duplikasi dari pendidikan di Negara-negara Barat sekuler yang banyak mereka cela. Dengan
demikian, produk system pendidikan mereka tidak mungkin menjadi atau berupa alternatif.
5
Pendidikan Barat yang diadaptasi oleh pendidikan Islam, meskipun mencapai kemajuan, tetap tidak layak dijadikan sebagai sebuah model untuk
memajukan peradaban Islam yang damai, anggun dan ramah terhadap kehidupan manusia. Sebagaimana dikutip Amrullah Achmad, Muhammad
Mubarak menuturkan, “Karakteristik system pendidikan Barat adalah sebagai refleksi pemikiran dan kebudayaan abad XVIII-XIX yang ditandai dengan
isolasi terhadap agama, sekulerisme Negara, materialism, penyangkalan terhadap wahyu dan penghapusan nilai-nilai etika yang kemudian digantikan
dengan pragmatism”.
6
Maka corak pendidikan Barat tersebut terlepas dari pandangan Barat terhadap ilmu pengetahuan. Di Barat ilmu pengetahuan
hanya berdasar pada akal dan indera, sehingga ilmu pengetahuan itu hanya mencakup hal-hal yang diindera dan dinalar semata.
Ada lagi kenyataan yang lebih parah lagi. Banyak dari penerapan pendidikan di dunia Islam telah terlanjur mengikuti pola dan model
pendidikan yang dikembangkan Barat dengan alasan untuk mencapai kemajuan, seperti yang terjadi di Barat, tetapi kenyataannya sangat
berlawanan dengan harapan itu. Kaum muslim yang merasa dirugikan; di satu sisi mereka telah mengorbankan petunjuk-petunjuk wahyu hanya sekedar
mengikuti model, namun disisi lain ternyata tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan dalam mengembangkan peradaban Islam. Hasil pendidikan yang
dicapai tetap tidak mampu memobilisasi perkembangan peradaban Islam.
5
Ibid., h. 210.
6
Ibid., h. 211.
Kenyataan yang menimbulkan problem dilematis ini pernah diungkap oleh Ismail Raji al-Faruqi. Dia melaporkan, bahwa materi dan metodologi yang
kini diajarkan di dunia Islam adalah jiplakan dari materi dan metodologi Barat, namun tak mengandung wawasan yang selama ini menghidupkannya di
negeri Barat. Tanpa disadari, materi dan metodologi yang hampa itu terus memberi pengaruh jelek yang mendeislamisasikan siswa, dengan berperan
sebagai alternatif bagi materi dan metodologi Islam dan sebagai bantuan untuk mencapai kemajuan dan modernisasi.
7
Dengan menjiplakan dan mengadopsi pendidikan Barat yang memiliki kelemahan dan berbahaya bagi umat Islam, maka muncul Gerakan Islamisasi
Pengetahuan yang dipelopori Muhammad Naquib Al-Attas dan Ismail Ra’ji Al-Faruqi. Al-Attas mengeluarkan gagasan Islamisasi pengetahuan ketika
diadakannya Konferensi Internasional tentang pendidikan di Mekkah di gelar pada tahun 1977.
Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan muncul sebagai respon atas dikotomi antara ilmu dan sains yang dimasukkan Barat sekuler dan budaya masyarakat
modern ke dunia Islam. Kemajuan yang dicapai sains modern telah membawa pengaruh yang menakjubkan, namun di sisi lain juga membawa dampak yang
negative, karena sains modern Barat kering dengan nilai bahkan terpisah dari nilai agama.
8
Selanjutnya, system pendidikan yang dikotomik menyebabkan lahirnya system pendidikan umat Islam yang sekuleristik, rasionalistik-empirik, intuitif
dan materialistik.
9
Maka itu diharapkan para pakar pendidikan untuk segera merevolusi sistem pendidikan yang selama ini bernafaskan sistem pendidikan
Barat yang telah meninggalkan agama
dan wahyu sebagai sumber pengetahuan dan jika mereka mengikuti pola pendidikan Barat, maka harus
selektif dan sesuai dengan ajaran Islam dalam mengadopsi pendidikan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka
penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut yang kemudian penulis tuangkan dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul
7
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, Terj. dari Islamization of Knowledge: General Principles and Workplan oleh Anah Mahyuddin, Bandung : Mizan, 1984. h. 17.
8
M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu, Malang: UIN Malang Press, 2008, H.68.
9
Qomar, op. cit.,. hal. 214.
berikut “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Ismail Raji Al-Faruqi”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Faktor yang melatarbelakangi pengembangan kurikulum pendidikan
Islam dalam perspektif Ismail Raji Al-Faruqi 2.
Gagasan dan pemikiran Ismail Raji
Al-Faruqi dalam upaya
mengembangkan kurikulum pendidikan Islam
C. Pembatasan Masalah
Pembahasan pokok yang akan dibahas didalam penelitian ini adalah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ismail Raji Al-
Faruqi.
D. Perumusan Masalah
Sebagai pijakan dalam penelitian ini akan dijabarkan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pandangan Ismail Raji Al-Faruqi tentang
kurikulum pendidikan Islam ?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan utama dari penelitian penulisan skripsi ini adalah penulis ingin untuk mengetahui kurikulum pendidikan Islam dalam perspektif Ismail
Raji Al-Faruqi.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian: 1.
Memberikan kontribusi bagi perkembangan pemikiran pendidikan Islam di Indonesia.
2. Memberikan sumbangan dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan
Islam. 3.
Memperoleh bahan-bahan serta cara melakukan reorientasi pendidikan, sehingga dapat dijadikan bahan-bahan perbandingan dengan reorientasi
pendidikan yang dilakukan di Indonesia.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kurikulum Pendidikan Islam
Istilah kurikulum yang berasal dari bahasa Latin Curriculum semula berarti a running cource, or race course, especially a chariot race cource dan
terdapat pula dalam bahasa Perancis courier artinya to run, berlari. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah cources atau mata pelajaran
yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah. Pengertian kurikulum yang dianggap tradisional ini masih banyak dianut sampai sekarang, termasuk di Indonesia.
1
Dalam perkembangan kurikulum sebagai suatu kegiatan pendidikan, timbul berbagai definisi lain. Definisi ini menentukan hal-hal yang termasuk
ke dalam ruang lingkupnya. Saylor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai the total effort of the school situations. Definisi ini jelas lebih luas
daripada sekadar meliputi mata pelajaran, yaitu segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu, kurikulum tidak hanya
mengenai situasi di dalam sekolah, tetapi juga diluar sekolah.
2
Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada
berbagai bidang kehidupannya. Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan, maka manhaj atau kurikulum berarti jalan terang yang dilalui
pendidikan atau guru latih dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.
3
Kata kurikulum selanjutnya menjadi suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk
1
Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2007, cet 3. h. 131.
2
Ibid., h.131
3
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam¸ Ciputat : Ciputat Press, 2005, h. 56.
mencapai suatu gelar atau ijazah. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan
pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program
pendidikan tertentu.
4
Selain itu adapula yang berpendapat bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disiapkan berdasarkan rancangan yang sistematik dan
koordinatif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa kurikulum pada
hakikatnya adalah rancangan mata pelajaran bagi suatu kegiatan jenjang pendidikan tertentu dan dengan menguasainya seseorang dapat dinyatakan
lulus dan berhak memperoleh ijazah.
5
Perluasaan jangkauan kurikulum dizaman modern terlihat dari definisi-definisi berikut :
1. Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, social,
olahraga dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid- muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya
berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.
2. Kurikulum adalah sejumlah kekuatan, factor-faktor pada lingkungan
pengajaran dan pendidikan yang disediakan oleh sekolah bagi murid- muridnya di dalam dan di luar sekolah dan sejumlah pengalaman yang
lahir daripada interaksi dengan kekuatan-kekuatan dan factor-faktor itu. Kedua definisi diatas merupakan cerminan dari pengertian kurikulum dalam
pendidikan modern, yang ruang lingkupnya mencakup berbagai aspek di luar sekolah. Dalam pendidikan modern memang tampaknya kurikulum berisi
materi yang cenderung ditujukan ke arah pengembangan potensi murid child centred guna kepentingan hidupnya di masyarakat community centred.
6
4
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 123.
5
ibid., h. 123.
6
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, cet 2. h. 44.
On the basis of what has been said so far, two principles can be set out according to which an Islamic curriculum must be constructed.
7
a. Education must not be separated into two kinds-religious and secular.
On the contrary, religion, which affects every aspects of life for the Muslim, must be at the very heart of all education as well as acting as the
glue which holds together the entire curriculum into integrated whole;
b. Muslims are free to study exactly what they please, so long as they do it
in the spirit of Islam. Equally, although in the past learning in Islam was associated with a balance and breadth of knowledge. Muslims must now
be considered free to specialize in any branch of knowledge, subject only to the same proviso of remaining fully committed to the fundamental
beliefs and values of Islam.
“Dua prinsip dasar menurut kurikulum Islam yang harus diperbaiki, yaitu pendidikan seharusnya tidak terpisahkan antara agama religius dan
sekular. Agama merupakan aspek terpenting dalam kehidupan Muslim dan agama harus menjadi jantung seluruh pendidikan dalam Islam. Konsep
kurikulum pendidikan Islam menggabungkan agama dengan sekular. Setiap Muslim bebas menuntut berbagai macam ilmu selama sesuai dengan spirit
Islam”. Berdasarkan tuntutan perkembangan yang demikian itu, maka para
perancang kurikulum dewasa ini menetapkan cakupan kurikulum meliputi empat bagian. Pertama, bagian yang berkenaan dengan tujuan-tujuan yang
ingin dicapai oleh proses belajar-mengajar. Kedua, bagian yang berisi pengetahuan, informasi-informasi, data, aktivitas-aktivitas dan pengalaman-
pengalaman yang merupakan bahan bagi penyusunan kurikulum yang isinya berupa mata pelajaran yang kemudian dimasukkan ke dalam silabus. Ketiga,
bagian yang berisi metode atau cara menyampaikan mata pelajaran tersebut. Keempat, bagian yang berisi metode atau cara melakukan penilaian dan
pengukuran atas hasil pengajaran mata pelajaran tertentu.
8
Menurut Marimba sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, “Pendidikan adalah bimbingan atau usaha sadar yang dilakukan pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
7
Halstead, J, Mark, Towards a Unified View of Islamic Education, Islam and Christian- Muslim Relations, Vol. 6, No. 1, 1995, pp. 33.
8
Nata, op.cit., h. 125.