- Neovaskularisasi adalah proses saat pembuluh darah yang telah ada
sebelumnya akan mengeluarkan tunas kapiler untuk menghasilkan pembuluh darah
baru.
- Sel-sel diperiksa secara mikroskopis dengan metode hispatologi
menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Sel-sel tersebut dihitung pada lapangan pandang kaca objek di bawah mikroskop listrik Olympus dengan
pembesaran 400 x. Setiap daerah pengamatan di beri skor lalu di rata-ratakan. Penilaian tersebut menggunakan kriteria berdasarkan penelitian terdahulu
OrstavikMijor.
21
4.5 Alat dan bahan penelitian 4.5.1 Alat penelitian
• Electronic balance Ohyo JP2 6000, Japan
• Alat destilasi pelarut Electrothermal, England
• Vaccum Rotavapor Antriebs ATB, England
• Freeze dryer Modulyo, USA
• Kertas saring Whatman no.42, England
• Erlenmeyer Pyrex, USA
• Perkolator
• Neraca analitik elektrik Sartorius, Germany
• Handle blade Aesculap, USA
• Steril Scalpel Blades no. 11 Meiyi, China
Universitas Sumatera Utara
• Benang silk no 3 Meiyi, China
• Nald no 15, penampang segitiga, berbentuk setengah lingkaran Meiyi,
China •
Pincet Anatomi Renken SS, Germany •
Nedle Holder Renken SS, Germany •
Spuit siringe 1 ml Terumo, Indonesia •
Pisau cukur Gillette, USA •
Polyethylene tube Lotus •
Floating out bath Gallen kamp, England •
Microtome 820-Reichtretjung •
Kaca Objek Sailing boat, China •
Oven Heraeus type B5050 •
Deck glass •
Rak staining •
Alat cetakblok metal •
Mikroskop Olympus, Japan
4.5.2 Bahan penelitian
• Buah lerak 1 kg desa Kampung Maga, kecamatan Panyabungan,
Kabupaten Tapanuli Selatan, Indonesia •
Etanol 96 Kimia Farma Indonesia 4 liter •
Aquadest Kimia Farma, Indonesia 1 liter •
Alkohol 70 Kimia Farma, Indonesia 1 liter
Universitas Sumatera Utara
• CMC Carboxy Methil Cellulose
• Ketamine-hameln Combiphar – Bandung
• Paraffine 7164 Merck-Germany
• Toluene GR 8325 Merck-Germany
• Aceton GR 14 Merck-Germany
• Alkohol 96 Kimia Farma-Indonesia
• Hematoxylin monohydrone CI 75290 Merck-Germany
• Eosin B CI 45400 Merck-Germany
• Canada Balsam Merck-Germany
• Cavit Dentorit – France
4.6. Tempat dan Waktu Penelitian 4.6.1 Tempat Penelitian
1. Laboratorium Obat Tradisional Fak.Farmasi USU 2. Laboratorium Patologi Anatomi FK USU
3. Laboratorium Farmakologi dan Terapeutik FK USU
4.6.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah 6 bulan
Universitas Sumatera Utara
4.7. Prosedur Penelitian 4.7.1 Penyiapan bahan coba
4.7.1.1 Ekstraksi buah lerak
Buah lerak dicuci bersih dengan air mengalir lalu ditimbang sebanyak 940 gr Gambar 3 kemudian diambil bijinya dan daging buah dipotong kecil dengan lebar ±
3 mm Gambar 4, lalu dikeringkan di dalam lemari pengering Gambar 5 dengan suhu ± 40°C sampai dapat diremas rapuh. Potongan daging buah yang telah kering
ditimbang sebanyak 600 gr, kemudian diblender Gambar 6, diayak, dan didapat serbuk seberat 520 gr Gambar 7 lalu disimpan di dalam wadah plastik tertutup.
Tambahkan etanol destilasi sebanyak 800 ml untuk maserasi Gambar 8 lalu disimpan di dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 3 jam. Massa dipindahkan
sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan, kemudian tuangkan etanol destilasi sebanyak 200 ml dan disaring dengan selapis
kertas saring. Biarkan sampai cairan mulai menetes, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan ± 20 tetesmenit, etanol
destilasi ditambahkan berulang-ulang secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia Depkes RI,2000. Perkolat diuapkan dengan alat
vacuum rotavapor Antriebs ATB, England pada suhu tidak lebih dari 50°C. Lalu dilakukan freeze dryer Modulyo, USA selama 6 jam agar dapat dihasilkan ekstrak
kental dengan konsistensi seperti madu Gambar 9. Ekstrak lerak dimasukkan ke dalam botol kaca dan diletakkan di tempat yang sejuk. Lampiran 1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Penimbangan buah lerak
Gambar 4. Pemotongan daging buah lerak Gambar 5. Potongan daging buah lerak
dikeringkan di lemari pengering
Gambar 6. Potongan daging buah lerak Gambar 7. Simplisia lerak
yang telah kering diblender
Universitas Sumatera Utara
4.7.1.2 Pembuatan Suspensi CMC Carboxy Methil Cellulose 0,5 Sebagai Kontrol Negatif
Lima ratus mg bubuk CMC ditimbang dengan menggunakan neraca analitik elektrik Sartorius, Germany, kemudian bubuk CMC ditaburkan ke dalam lumpang
Maldenwanger, Berlin yang berisi 30 ml aquadest panas Gambar 10. Didiamkan selama 20 menit hingga diperoleh masa yang transparan. Kemudian digerus hingga
berbentuk gel atau masa yang kental dan homogen Gambar 11.
Gambar 10. CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi aquadest
panas Gambar 11. CMC digerus hingga homogen
Gambar 8. Simplisia di dalam perkolator
Gambar 9. Vaccum rotavapor
Universitas Sumatera Utara
4.7.1.3 Pembuatan ekstrak lerak 0,01
Lima ratus mg bubuk CMC ditimbang dengan menggunakan neraca analitik elektrik Sartorius, Germany kemudian ditaburkan ke dalam lumpang
Maldenwanger, Berlin yang berisi air suling panas sebanayak 30 ml. Didiamkan selama 20 menit hingga diperoleh masa yang transparan. Kemudian digerus hingga
bebentuk gel atau masa yang kental dan homogen. Ekstrak lerak ditimbang dengan neraca elektrik sebanyak 0,01 gram Gambar 12, kemudian masukkan ke dalam
lumpang yang berisi CMC Gambar 13 dan digerus Gambar 14. Setelah homogen, masukkan larutan ke dalam gelas ukur Pyrex, USA, lalu tambahkan aquadest
sampai volume 100 ml Gambar 15.
Gambar 12. Ektrak lerak ditimbang Gambar 13. Ekstrak lerak yang telah
ditambahkan larutan CMC
Universitas Sumatera Utara
Gambar 15. Ekstrak lerak yang telah ditambahkan aquadest
hingga volume 100 ml
4.7.2 Persiapan hewan coba
Hewan yang digunakan adalah tikus Wistar jantan dengan berat 250-300 gram, umur 3-4 bulan, dibagi menjadi 2 kelompok dimana setiap kelompok terdiri
dari 6 tikus. Hewan percobaan diberi makan dan minum secukupnya, dipelihara pada kandang yang memiliki ventilasi yang baik yaitu mecakup pergantian udara dan
kandang dibersihkan setiap hari dari sisa makanan dan kotoran.
34
4.7.3 Perlakuan hewan coba
Tikus dianastesi secara intraperiotenal dengan ketamin HCL Combiphar, Indonesia 50mgml sebanyak ±0,3 ml Gambar 16. Bagian dorsal tikus dicukur,
lalu didesinfeksi dengan alkohol 70 Kimia Farma, Indonesia Gambar 17. Insisi bagian dorsal tikus menggunakan skapel steril dengan panjang ±1,5 cm dan
kedalaman ±2 cm sampai jaringan subkutan. Insisi pertama dilakukan pada punggung yang mengarah ke bagian cephal Gambar 18. Pada salah satu ujung
Gambar 14. Ekstrak lerak dan larutan CMC
digerus hingga
homogen
Universitas Sumatera Utara
polyethylene tube Lotus ditutup dengan cavit Dentorit, lalu dengan bantuan spuit ekstrak lerak 0,01 dimasukkan ke dalam tube dan ditutup dengan kapas. Lalu tube
tersebut dimasukkan ke dalam kantong subkutan Gambar 19 dan dihecting Gambar 20. Insisi kedua dilakukan pada punggung yg mengarah ke bagian caudal Gambar
21. Polyethylene tube yang berisikan CMC 0,5 dimasukkan ke dalam kantong subkutan dan dihecting Gambar 22. Kemudian tikus dipelihara di dalam kandang
secara individual Gambar 23, lalu di bunuh pada hari ke 7 dan 30. Tikus dibunuh dengan eter Brataco secara inhalasi Gambar 24. Setelah tikus mati, punggung
tikus dicukur, jahitan pada punggung dilepas. Jaringan yang akan dipotong diberi tanda Gambar 25, lalu jaringan tempat dilakukannya implantasi tube, diambil
dengan menggunakan gunting bedah dan blade Gambar 26. Potongan jaringan dimasukkan ke dalam botol yang berisi larutan formalin 10 dan diberi label
Gambar 27.
35
Gambar 16. Anastesi intraperitoneal Gambar 17. Pencukuran dorsal tikus
Universitas Sumatera Utara
Gambar 22. Pemasukan tube bersisi CMC 0,5. Gambar 23. Hecting inisisi II
ke dalam kantong subkutan Gambar 20. Hecting insisi I
Gambar 21. Insisi II Gambar 18. Insisi I
Gambar 19. Pemasukan tube berisi ekstrak lerak 0,01 ke dalam
kantong subkutan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 24. Tikus dipelihara di dalam kandang Gambar 25. Tikus dibunuh dengan
secara individual eter secara inhalasi
Gambar 27. Jaringan bagian dorsal tikus diawetkan ke dalam botol
yang berisi formalin
4.7.3.1 Pembuatan Sajian Histologi
Jaringan dipotong dengan ketebalan 2-3 mm Gambar 28 dan difiksasi ke dalam formalin buffer 10 selama 48 jam Gambar 29. Potongan jaringan
didehidrasi menggunakan aceton Merck-Germany dalam tiga tempat masing- masing 2 jam. Setelah itu, dilakukan pembeningan clearing dengan toluene Merck-
Germany juga dalam tiga tempat masing-masing 1 jam Gambar 30. Kemudian, dilakukan pembenanam embeddingimpregnasi yaitu merendam sampel ke dalam
Gambar 26. Pengambilan jaringan pada bagian dorsal tikus
Universitas Sumatera Utara
larutan parafin yang sudah cair dengan suhu 60-70º C dalam tiga tempat masing- masing 2 jam Gambar 31. Lalu, dilakukan blockingpencetakan Block-Paraffin,
jaringan dimasukkan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair. Setelah parafin mulai membeku, dinginkan pada suhu ± -5ºC Gambar 32. Pemotongan blok dilakukan
dengan microtome 820-Reichtretjung dengan ketebalan 2-3 µ m dan panjang 2 cm Gambar 33. Setelah itu, pita parafin yang berisi jaringan dimasukkan ke dalam
water bath Gollen hamp pada suhu 20-30º Gambar 34. Ambil potongan parafin dengan menggunakan kaca objek, kemudian panaskan dalam oven Heraeus type
B5050 selama 2-3 menit.
35,36
Kaca objek yang berisikan potongan parafin dan jaringan yang sudah kering, diwarnai dengan pewarnaan rutin Hematoksilin-Eosin. Proses pewarnaan staining
diawali dengan perendaman kaca objek di dalam larutan xylol dalam tiga tempat masing-masing 10-15 menit Gambar 35. Lalu diuci dengan alkohol mula-mula
90, 80, dan 70 agar dehidrasi. Setelah itu dicuci dengan air mengalir untuk mengeluarkan sisa alkohol. Kemudian, masukkan ke dalam larutan hematoxillin
selama 2-3 menit untuk melihat inti sel Gambar 36. Diamkan dalam air mengalir sampai terlihat berwarna biru. Lakukan perendaman ke dalam zat warna eosin selama
2-3 menit Gambar 37. Cuci dengan alkohol 70, 80, dan 90, lalu keringkan di udara. Kaca objek ditutup dengan deck glass dan direkat dengan Canada Balsam
Gambar 38.
35,36
Universitas Sumatera Utara
Gambar 29. Potongan jaringan difiksasi ke dalam formalin buffer 10
Gambar 30. Proses dehidrasi dan clearing Gambar 31. Proses embedding
Gambar 32. Blockingpencetakan Gambar 28. Pemotongan jaringan dengan
ketebalan 2-3 mm
Universitas Sumatera Utara
Gambar 33. Pemotongan block dengan Gambar 34. Potongan parafin di
microtome dalam water bath
Gambar 35. Perendaman kaca objek Gambar 36. Perendaman kaca objek
di dalam larutan xylol di dalam larutan hematoksilin
Gambar 37. Perendaman kaca objek Gambar 38. Kaca objek ditutup dengan di dalam larutan eosin
deck glass
Universitas Sumatera Utara
4.7.3.2 Pengamatan sediaan histopatologi
Pengamatan secara hispatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop listrik Olympus untuk melihat penurunan sel-sel radang dan perbaikan jaringan
noevaskularisasi dan jaringan fibrous. Setiap preparat dibagi atas empat daerah
pengamatan A,B,C dan D yang bertujuan untuk memudahkan perhitungan lalu diperiksa dengan menggunakan perbesaran 400x. Setiap daerah pengamatan di beri
skor lalu di rata-ratakan. Penilaian tersebut menggunakan kriteria berdasarkan penelitian terdahulu OrstavikMijor
22
sebagai berikut : -
0 = tidak ada sel radang -
1 = ringan = jumlah sel radang sedikit -
2 = sedang = jumlah sel radang sedang -
3 = berat = jumlah sel radang sel banyak, tapi belum memenuhi semua lapangan pandang.
- 4 = sangat berat = infiltrasi sel radang yang sangat padat, adanya penumpukan
jaringan yang nekrosis. Pemberian skor untuk perhitungan jumlah sel fibroblas adalah sebagai berikut :
- 0 = tidak ada sel fibroblas
- 1 = ringan = jumlah sel fibroblas sedikit
- 2 = sedang = jumlah sel fibroblas sedang
- 3 = berat = jumlah sel fibroblas banyak, tapi belum memadati lapangan pandang
- 4 = sangat berat= jumlah sel fibroblas banyak dan padat
Universitas Sumatera Utara
Pemberian skor untuk perhitungan pembuluh darah baru neovaskularisasi : -
0 = tidak ada pembuluh darah -
1 = ringan = jumlah pembuluh darah sedikit -
2 = sedang = jumlah pembuluh darah sedang -
3 = berat = jumlah pembuluh darah banyak, tapi belum memenuhi semua lapangan pandang.
- 4 = sangat berat = jumlah pembuluh darah sangat banyak
4.8 Analisa Data