Efek Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC) terhadap Penurunan Sel-sel Radang Pada Tikus Wistar Jantan (Penelitian In Vivo)

(1)

EFEK EKSTRAK LERAK (SAPINDUS RARAK DC) 0,01%

TERHADAP PENURUNAN SEL-SEL RADANG PADA

TIKUS WISTAR JANTAN (PENELITIAN IN VIVO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

Mutia Pratiwi NIM : 060600087

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2010

Mutia Pratiwi

Efek Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC) terhadap Penurunan Sel-sel Radang Pada Tikus Wistar Jantan (Penelitian In Vivo)

xiv + 85 halaman

Perawatan saluran akar yang tidak tepat dapat menimbulkan flare up. Salah satu penyebab flare up adalah iritan kimia (irigan dan bahan medikamen). Jika iritan tersebut tertekan ke periapikal dapat menyebabkan inflamasi periapikal. Natrium hipoklorit (NaOCl) 5 % adalah larutan irigasi yang paling sering digunakan di klinik dan paling efektif, namun memiliki sifat toksik yang besar. Ekstruksi larutan NaOCl ke jaringan periapikal dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis sehingga dapat menimbulkan komplikasi (flare up), yang ditandai dengan nyeri atau pembengkakan. Untuk itu perlu dikembangkan suatu bahan yang jauh lebih aman dan tidak toksik sehingga jika bahan tersebut tertekan ke periapikal karena kesalahan iatrogenik, tidak menimbulkan reaksi jaringan yang berbahaya. Selain itu diharapkan bahan baru tersebut dapat meredakan inflamasi periapikal. Lerak dipilih karena diduga memiliki efek antiinflamasi. Hal ini kemungkinan karena kandungan saponin, flavonoid, alkaloid, dan polifenol yang terkandung di dalamnya. Saponin dan flavonoid menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase pada kaskade inflamasi, sehingga produksi prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Berkurangnya jumlah mediator yang dihasilkan, menyebabkan migrasi sel radang


(3)

akan menurun. Selain itu, saponin juga berperan dalam penyembuhan inflamasi dengan cara menstimulasi proliferasi pembuluh darah dan meningkatkan sintesis TGF‐β yang menstimulasi terbentuknya biosintesis kolagen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak lerak 0,01%, dilihat dari penurunan sel-sel radang dan pembentukan jaringan fibrous dan neovaskularisasi.

Penelitian dimulai dengan memperoleh bahan coba, yaitu ekstraksi 940 gram buah lerak dengan pelarut etanol sehingga diperoleh ekstrak kental. Dua belas ekor tikus Wistar jantan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (CMC 0,5%), dan kelompok ekstrak lerak 0,01%. Kemudian, tiap kelompok dibagi lagi berdasarkan waktu pengamatan (7 dan 30 hari). Pada bagian dorsal tikus dilakukan dua kali insisi dengan panjang ±1,5 cm dan kedalamannya sampai ke jaringan subkutan (±2 cm). Insisi I pada bagian dorsal tikus yang mengarah ke cephal untuk implantasi tube yang berisikan ekstrak lerak 0,01%, sedangkan insisi II pada bagian dorsal tikus yang mengarah ke caudal untuk implantasi tube yang berisikan CMC 0,5%. Kemudian, tikus dimatikan pada hari ke 7 dan 30, lalu diambil jaringan bagian dorsalnya yang sudah diimplantasi tube berisi bahan coba. Setelah itu dilakukan pewarnaan rutin dan diperiksa di bawah mikroskop listrik dengan pembesaran 400x. Reaksi jaringan dan respon perbaikan jaringan diamati. Parameternya berupa infiltrasi sel radang (neutrofil, limfosit, sel plasma dan makrofag), neovaskularisasi, dan pembentukan jaringan fibrous.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara numerik terdapat perbedaan penurunan sel-sel radang antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak


(4)

0,01% pada hari ke 7, namun berdasarkan uji statistik Mann-Whitney perbedannya tidak signifikan (p>0,05). Pada hari ke 30 tidak terdapat perbedaan penurunan sel-sel radang yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% (p>0,05). Pada pengamatan respon penyembuhan jaringan, secara numerik terdapat perbedaan pada pembentukan pembuluh darah baru dan jaringan fibrous antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% yang diamati pada hari ke 30, tetapi perbedaannya tidak signifikan (p>0,05).


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 3 November 2010

OLEH : Pembimbing

NIP : 19631127 199203 2 004 Nevi Yanti, drg., M.Kes

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

NIP : 19500828 197902 2 001


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi berjudul

EFEK EKSTRAK LERAK (SAPINDUS RARAK DC) TERHADAP PENURUNAN SEL-SEL RADANG PADA TIKUS WISTAR JANTAN

(PENELITIAN IN VIVO)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

NIM : 060600087 MUTIA PRATIWI

Telah dipertahankan didepan tim penguji pada tanggal 3 November 2010

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

19631127 199203 2 004 Nevi Yanti, drg., M.Kes

Anggota tim penguji lain

Prof.Trimurni Abidin,drg.,M.Kes,Sp.KG (K)

NIP : 19500828 197902 2 001 NIP : 19410830 196509 1 001

Prof.Dr.Rasinta Tarigan,drg.,Sp.KG (K)

Medan, 3 November 2010 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Ketua,

NIP : 19500828 197902 2 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda dan ibunda tercinta, H. Zulkifli Yusuf SE, MBA., MM. dan Desniwati Amir yang telah begitu banyak memberikan pengorbanan untuk membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, cinta, bimbingan dan semangat yang tidak akan terbalaskan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih untuk abangku Edo Pratama yang telah memberi banyak dukungan.

Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Nevi Yanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, kesabaran, dukungan, bimbingan dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(8)

4. Zulkarnaen., drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi FKG USU terutama Departemen Ilmu Konservasi Gigi yang telah memberikan bantuan, saran dan bimbingan kepada penulis.

6. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt, Imam Bagus Sumantri, S.Farm, Puji Lestari S.Farm, dan seluruh staf laboratorium Farmasi Universitas Sumatera Utara yang turut membantu mengerjakan penelitian ini.

7. dr. Soekimin, Sp.PA dan dr. Lidya Imelda Laskmi, Sp.PA selaku Ketua Departemen Patologi Anatomi FK USU dan staf pengajar Patologi Anatomi FK USU yang telah meluangkan waktunya, membimbing, dan membantu pelaksanaan penelitian ini.

8. Prof. Dr. Dwi Suryanto, drs., B.Sc., M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi Fakultas MIPA USU atas pemikirannya dalam pelaksanaan skripsi ini.

9. Teman-teman terbaikku Ratih, Tari, Nadia, Ina, Tia atas dukungan, semangat, doa, harapan dan kebersamaan kita selama saya mendapat pendidikan di FKG USU ini.

10. Agung Chardian Lubis yang selalu memberikan semangat, dukungan dan bantuan yang sangat banyak, kapan dan di mana saja.

11. Ica, Lusi, Mita, Yumi, Manda, Swastika, Tika, Halida, dan Willi atas bantuan, dukungan, saran dan kebersamaan selama penelitian ini berlangsung.

12. Teman-teman angkatan 2006 dan senior-senior yang telah memberikan dukungan dan semangat selama ini.


(9)

13. Kak Fania, Kak Lia, Kak Roza, Kak Aisyah, Bang Dharma, Bapak Katemin, Bang Anto, Bapak Suchyar, yang selalu meluangkan waktunya dan memberikan masukan, motivasi dan bimbingan yang sangat berguna selama saya mengerjakan skripsi ini.

14. Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu dan memohon maaf apabila ada kesalahan selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 29 November 2010

Penulis,

Mutia Pratiwi


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR....……….. iv

DAFTAR ISI..………... vii

DAFTAR TABEL………... ix

DAFTAR GAMBAR………... x

DAFTAR LAMPIRAN...……… xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……..……….….. 1

1.2 Rumusan Masalah………... 4

1.3 Tujuan Penelitian……….... 5

1.4 Manfaat Penelitian……….…. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inflamasi Periapikal... 6

2.2 Sel-sel Radang... 9

2.3 Penyembuhan Lesi Periapikal... 12

2.4 Buah Lerak (Sapindus rarak DC)... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep……….……...………. 18

3.2 Hipotesa Penelitian………....……….……….. 22

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian……….... 23

4.2 Populasi, Sampel, dan Besar sampel...……... 23

4.3 Variabel Penelitian ………..………...……... 25

4.4 Definisi Operasional……….………... 27

4.5 Bahan dan Alat Penelitian... ………...………... 29


(11)

4.7 Prosedur Penelitian... 32 4.8 Analisa Data... 44

BAB 5 HASIL PENELITIAN

5.1 Ekstrak Kental Lerak... 45 5.2 Uji Antiinflamasi...………... 46

BAB 6 PEMBAHASAN... 67

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan... 74 7.2 Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA... 76


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengamatan sel radang pada tiap-tiap sampel kelompok kontrol

setelah 7 hari perlakuan... 55 2. Pengamatan sel radang pada tiap-tiap sampel kelompok ekstrak

lerak 0,01% setelah 7 hari perlakuan... 56 3. Pengamatan sel radang pada tiap-tiap sampel kelompok kontrol

setelah 30 hari perlakuan... 56 4. Pengamatan sel radang pada tiap-tiap sampel kelompok

ekstrak lerak 0,01% setelah 30 hari perlakuan... 57 5. Pengamatan reaksi jaringan setelah implantasi tube

dengan ekstrak lerak 0,01%... 57 6. Pengamatan respon perbaikan jaringan setelah implantasi tube

dengan ekstrak lerak 0,01%... 64 7. Hasil uji Mann-whitney mengenai perbedaan respon inflamasi

antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01%,

pada hari ke 7 dan 30... 64 8. Hasil uji Mann-whitney mengenai perbedaan respon inflamasi

pada kelompok ekstrak lerak 0,01%, pada hari ke 7 dan 30... 65 9. Hasil uji Mann-whitney mengenai respon perbaikan jaringan

antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01%,


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambaran histologi sel radang ... 12

2. Buah lerak yang berasal dari desa Maga, kecamatan Panyabungan Tapanuli Selatan... 16

3. Penimbangan buah lerak... 33

4. Pemotongan daging buah lerak... 33

5. Potongan daging buah lerak dikeringkan di lemari pengering... 33

6. Potongan daging buah lerak yang telah kering diblender... 33

7. Simplisia lerak... 33

8 . Simplisia di dalam perkolator... 34

9. Vaccum rotavapor...………... 34

10. CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi aquadest panas... 34

11. CMC digerus hingga homogen... 34

12. Ektrak lerak ditimbang ... 35

13. Ekstrak lerak yang telah ditambahkan larutan CMC... 35

14. Ekstrak lerak dan larutan CMC digerus hingga homogen... 36

15. Ekstrak lerak yang telah ditambahkan air aquadest hingga volume 100 ml... 36

16. Anastesi intraperitoneal... 37

17. Pencukuran dorsal tikus ... 37


(14)

19. Pemasukan tube berisi ekstrak lerak 0,01% ke dalam kantong

subkutan ... 38

20. Hecting insisi I... 38

21. Insisi II... 38

22. Pemasukan tube bersisi CMC 0,5% ke dalam kantong subkutan ... 38

23. Hecting insisi II... 38

24. Tikus dipelihara di dalam kandang secara individual... 39

25. Tikus dibunuh dengan eter secara inhalasi... 39

26. Pengambilan jaringan pada bagian dorsal tikus... 39

27. Jaringan bagian dorsal tikus diawetkan ke dalam botol yang berisi larutan formalin... 39

28. Pemotongan jaringan dengan ketebalan 2-3mm... 41

29. Potongan jaringan difiksasi ke dalam formalin buffer 10%... 41

30. Proses dehidrasi dan clearing... 41

31. Proses embedding... 41

32. Proses blocking/pencetakan... 41

33. Pemotongan block dengan microtome... 42

34. Potongan parafin di dalam water bath... 42

35. Perendaman kaca objek di dalam larutan xylol... 42

36. Perendaman kaca objek di dalam larutan hematoksilin... 42

37. Perendaman kaca objek di dalam larutan eosin ... 42

38. Kaca objek ditutup dengan deck glass... 42


(15)

40. Foto mikroskopis respon inflamasi ringan pada kelompok kontrol,

7 hari setelah aplikasi... 47 41. Foto mikroskopis respon inflamasi sedang pada kelompok kontrol,

7 hari setelah aplikasi... 47 42. Foto mikroskopis respon inflamasi berat pada kelompok kontrol,

7 hari setelah aplikasi... 48 43. Foto mikroskopis respon inflamasi sangat berat pada kelompok kontrol, 7 hari setelah aplikasi... 48 44. Foto mikroskopis respon inflamasi sedang pada kelompok ekstrak

lerak 0,01%, 7 hari setelah aplikasi... 49 45. Foto mikroskopis respon inflamasi berat pada kelompok ekstrak

lerak 0,01%, 7 hari setelah aplikasi... 49 46. Foto mikroskopis respon inflamasi sangat berat pada kelompok ekstrak

lerak 0,01%, 7 hari setelah aplikasi... 50 47. Foto mikroskopis tidak ada pembentukan sel radang, pada kelompok

kontrol, 30 hari setelah aplikasi... 51 48. Foto mikroskopis respon inflamasi ringan pada kelompok kontrol,

30 hari setelah aplikasi... 52 49. Foto mikroskopis respon inflamasi sedang pada kelompok kontrol,

30 hari setelah aplikasi... 52 50. Foto mikroskopis tidak ada pembentukan sel radang, pada kelompok

ekstrak lerak 0,01%, 30 hari setelah aplikasi... 53 51. Foto mikroskopis respon inflamasi ringan, pada kelompok

ekstrak lerak 0,01%, 30 hari setelah aplikasi... 53 52. Foto mikroskopis respon inflamasi sedang, pada kelompok

ekstrak lerak 0,01%, 30 hari setelah aplikasi... 54 53. Gambaran mikroskopis pembentukan pembuluh darah baru

derajat ringan pada kelompok kontrol, 30 hari setelah aplikasi... 58 54. Gambaran mikroskopis pembentukan pembuluh darah baru derajat


(16)

55. Gambaran mikroskopis pembentukan pembuluh darah baru

derajat berat pada kelompok ekstrak lerak 0,01%, 30 hari setelah aplikasi....59 56. Gambaran mikroskopis tidak ada pembentukan sel fibroblas

pada kelompok kontrol, 30 hari setelah aplikasi...60 57. Gambaran mikroskopis pembentukan sel fibroblas derajat ringan

pada kelompok kontrol, 30 hari setelah aplikasi...60 58. Gambaran mikroskopis pembentukan sel fibroblas derajat sedang

pada kelompok kontrol, 30 hari setelah aplikasi... 61 59. Gambaran mikroskopis tidak ada pembentukan sel fibroblas

pada kelompok ekstrak lerak 0,01%, 30 hari setelah aplikasi... 61 60. Gambaran mikroskopis pembentukan sel fibroblas derajat ringan

pada kelompok ekstrak lerak 0,01%, 30 hari setelah aplikasi...62 61. Gambaran mikroskopis pembentukan sel fibroblas derajat sedang


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Alur ekstraksi buah lerak (Sapindus rarak DC) ... 80 2. Alur pengujian efek antiinflamasi ekstrak lerak

(Sapindus rarak DC) terhadap tikus Wistar jantan... 81 3. Data penelitian efek antiinflamasi ekstrak lerak (Sapindus rarak DC) terhadap tikus Wistar jantan………... 83 4. Hasil uji statistika efek antiinflamasi ekstrak lerak


(18)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2010

Mutia Pratiwi

Efek Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC) terhadap Penurunan Sel-sel Radang Pada Tikus Wistar Jantan (Penelitian In Vivo)

xiv + 85 halaman

Perawatan saluran akar yang tidak tepat dapat menimbulkan flare up. Salah satu penyebab flare up adalah iritan kimia (irigan dan bahan medikamen). Jika iritan tersebut tertekan ke periapikal dapat menyebabkan inflamasi periapikal. Natrium hipoklorit (NaOCl) 5 % adalah larutan irigasi yang paling sering digunakan di klinik dan paling efektif, namun memiliki sifat toksik yang besar. Ekstruksi larutan NaOCl ke jaringan periapikal dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis sehingga dapat menimbulkan komplikasi (flare up), yang ditandai dengan nyeri atau pembengkakan. Untuk itu perlu dikembangkan suatu bahan yang jauh lebih aman dan tidak toksik sehingga jika bahan tersebut tertekan ke periapikal karena kesalahan iatrogenik, tidak menimbulkan reaksi jaringan yang berbahaya. Selain itu diharapkan bahan baru tersebut dapat meredakan inflamasi periapikal. Lerak dipilih karena diduga memiliki efek antiinflamasi. Hal ini kemungkinan karena kandungan saponin, flavonoid, alkaloid, dan polifenol yang terkandung di dalamnya. Saponin dan flavonoid menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase pada kaskade inflamasi, sehingga produksi prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Berkurangnya jumlah mediator yang dihasilkan, menyebabkan migrasi sel radang


(19)

akan menurun. Selain itu, saponin juga berperan dalam penyembuhan inflamasi dengan cara menstimulasi proliferasi pembuluh darah dan meningkatkan sintesis TGF‐β yang menstimulasi terbentuknya biosintesis kolagen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak lerak 0,01%, dilihat dari penurunan sel-sel radang dan pembentukan jaringan fibrous dan neovaskularisasi.

Penelitian dimulai dengan memperoleh bahan coba, yaitu ekstraksi 940 gram buah lerak dengan pelarut etanol sehingga diperoleh ekstrak kental. Dua belas ekor tikus Wistar jantan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (CMC 0,5%), dan kelompok ekstrak lerak 0,01%. Kemudian, tiap kelompok dibagi lagi berdasarkan waktu pengamatan (7 dan 30 hari). Pada bagian dorsal tikus dilakukan dua kali insisi dengan panjang ±1,5 cm dan kedalamannya sampai ke jaringan subkutan (±2 cm). Insisi I pada bagian dorsal tikus yang mengarah ke cephal untuk implantasi tube yang berisikan ekstrak lerak 0,01%, sedangkan insisi II pada bagian dorsal tikus yang mengarah ke caudal untuk implantasi tube yang berisikan CMC 0,5%. Kemudian, tikus dimatikan pada hari ke 7 dan 30, lalu diambil jaringan bagian dorsalnya yang sudah diimplantasi tube berisi bahan coba. Setelah itu dilakukan pewarnaan rutin dan diperiksa di bawah mikroskop listrik dengan pembesaran 400x. Reaksi jaringan dan respon perbaikan jaringan diamati. Parameternya berupa infiltrasi sel radang (neutrofil, limfosit, sel plasma dan makrofag), neovaskularisasi, dan pembentukan jaringan fibrous.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara numerik terdapat perbedaan penurunan sel-sel radang antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak


(20)

0,01% pada hari ke 7, namun berdasarkan uji statistik Mann-Whitney perbedannya tidak signifikan (p>0,05). Pada hari ke 30 tidak terdapat perbedaan penurunan sel-sel radang yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% (p>0,05). Pada pengamatan respon penyembuhan jaringan, secara numerik terdapat perbedaan pada pembentukan pembuluh darah baru dan jaringan fibrous antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% yang diamati pada hari ke 30, tetapi perbedaannya tidak signifikan (p>0,05).


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perawatan saluran akar yang tidak tepat dapat menimbulkan flare up. Salah satu penyebab flare up adalah iritan kimia (irigan dan bahan medikamen) yang apabila tertekan ke jaringan periapikal dapat menyebabkan inflamasi periapikal.1 Larutan irigasi yang paling sering digunakan di klinik dan paling efektif adalah natrium hipoklorit (NaOCl) 5 %.3 Namun larutan ini memiliki sifat toksik yang besar. Ekstruksi larutan NaOCl ke jaringan periapikal dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis.2 Hal tersebut menimbulkan komplikasi (flare up) yang ditandai dengan nyeri atau pembengkakan.

Kecenderungan yang kuat untuk menggunakan pengobatan dengan bahan alam, tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga berlaku di banyak negara karena cara-cara pengobatan ini menerapkan konsep back to nature atau kembali ke alam yang diyakini mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan obat-obat modern. Mengingat peluang obat-obat alami dalam mengambil bagian di sistem pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar, obat alami perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu. Obat herbal telah diterima secara luas di negara berkembang dan di negara maju. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), hingga 65% dari penduduk negara maju dan 80 % dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal. Kenyataan ini mendorong penggunaan obat bahan alam berkembang dengan pesat.3 Berdasarkan hal


(22)

tersebut maka perlu dicari bahan alternatif yang jauh lebih aman, tidak toksik sehingga jika bahan tersebut tertekan ke periapikal karena kesalahan iatrogenik, tidak menimbulkan reaksi jaringan yang berbahaya. Selain itu diharapkan bahan baru tersebut dapat meredakan inflamasi periapikal.

Salah satu alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan adalah buah lerak (Sapindus rarak DC). Buah lerak pada umumnya digunakan sebagai bahan pencuci kain batik dan membersihkan logam. Secara tradisional, lerak juga digunakan sebagai sabun wajah untuk mengurangi jerawat, obat kudis dan scabies.4,5 Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa ekstrak lerak 0,01% telah terbukti memiliki efek antibakteri terhadap Streptococus mutans6 dan antifungal Candida albicans7 lebih baik dari NaOCl 5%. Penelitian lain menunjukkan bahwa nilai MBC ekstak lerak terhadap E.faecalis adalah 25%.8 Nilai MIC larutan ekstrak lerak terhadap Fusobacterium nucleatum adalah 0,25% dan larutan saponin buah lerak adalah 0,01%.9

Buah lerak diduga memiliki efek antiinflamasi,11 kemungkinan karena kandungan saponin, flavonoid, alkaloid, dan polifenol yang terkandung di dalamnya. Saponin dan flavonoid bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase pada kaskade inflamasi, sehingga produksi prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Penekanan prostaglandin sebagai mediator inflamasi dapat menyebabkan berkurangnya nyeri dan pembengkakan, mengurangi terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dan aliran darah lokal, sehingga migrasi sel radang pada area radang akan menurun.12,13 Menurunnya jumlah leukotrien (LTB4), akan mengurangi kemotaktsis leukosit polimorfonuklear dan adhesi PMN ke dinding


(23)

endotel,14 sehingga jumlah sel PMN pada area radang akan menurun. Penurunan jumlah sel radang menandakan bahwa penyembuhan masuk ke tahap berikutnya, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan inflamasi. Selain itu, penurunan sel radang akan mengurangi jumlah mediator kimia yang dihasilkan. Saponin juga berperan dalam penyembuhan inflamasi dengan cara menstimulasi proliferasi pembuluh darah dan meningkatkan sintesis TGF‐β yang menstimulasi terbentuknya biosintesis kolagen.15,16 Ekstrak polifenol dari biji anggur dan anggur merah mempunyai aktifitas antiinflamasi.17 Ekstrak akar Berberis vulgaris menunjukkan aktifitas antiinflamasi karena senyawa alkaloid yang terkadung di dalamnya.18 Namun, mengenai mekanisme polifenol dan alkaloid dalam menurunkan inflamasi masih belum jelas.

Dari uraian diatas, belum ada penelitian efek antiinflamasi ekstrak buah lerak yang dapat berguna untuk membantu mengatasi inflamasi periapikal pada kasus-kasus flare-up. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian efek antiinflamasi ekstrak buah lerak. Pengujian efek antiinflamasi ekstrak buah lerak dilakukan dengan metode implantasi subkutan.19 Polyethylene tube yang berisikan bahan coba, ditanam di jaringan subkutan pada punggung tikus agar respon inflamasi jaringan dapat di evaluasi. Efektifitas dan toksisitas larutan sangat tergantung pada konsentrasi, waktu dan suhu.20 Untuk itu pada penelitian ini yang dikendalikan adalah waktu dan konsentrasi. Konsentrasi ekstrak lerak yang digunakan adalah 0,01%, ini berdasarkan penelitian pendahuluan mengenai uji sitotoksisitas dengan metode Brine shrimp yang menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut ekstrak buah lerak memiliki nilai


(24)

LC50.21 Hal ini berarti bahwa bahan tersebut terindikasi aman digunakan. Efek

antiinflamasi ditandai dengan penurunan sel-sel radang dan adanya perbaikan jaringan melalui pembentukan jaringan granulasi (pembuluh darah baru dan jaringan fibrous)21, yang diamati pada hari ke 7 dan 30.

Pengamatan secara histologi terhadap penyembuhan inflamasi dilakukan dengan membandingkan gambaran histopatologi antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok ekstrak lerak 0,01%. Parameter yang digunakan adalah jumlah sel radang (neutrofil, limfosit, sel plasma dan makrofag), pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi), pembentukan jaringan ikat berdasarkan jumlah sel fibroblas.21 Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop listrik (Olympus) dengan perbesaran 400x. Setiap daerah pengamatan di beri skor lalu di rata-ratakan. Penilaian tersebut menggunakan kriteria berdasarkan penelitian terdahulu Orstavik&Mijor.22

1.2 Rumusan Masalah

Melihat kandungan yang dimiliki oleh buah lerak yang diduga memiliki efek antiinflamasi, disamping itu sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai efek antiinflamasi ekstrak lerak. Berdasarkan uraian di atas dan penelitian pendahulunya, timbul permasalahan sebagai berikut

• Apakah ada efek antiinflamasi dari ekstrak lerak 0,01%, dilihat dari penurunan sel-sel radang dan pembentukan jaringan granulasi?


(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

• Untuk melihat efek antiinflamasi dari ekstrak lerak 0,01%, dilihat dari penurunan sel-sel radang dan pembentukan jaringan granulasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Sebagai informasi bagi dokter gigi terhadap efek antiinflamasi buah lerak 2. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut apakah ekstrak buah lerak dapat dapat dimanfaatkan sebagai bahan irigasi saluran akar.

3. Meningkatkan pelayanan kesehatan gigi pada masyarakat dengan menggunakan bahan alami, mudah didapat, dengan harga yang terjangkau.

4. Meningkatkan pengembangan material kedokteran gigi yang berasal dari bahan alam dan bersifat lebih biokompatibel.

5. Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengembangkan pembudidayaan bahan tradisional buah lerak sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan gangguan oleh faktor eksternal.23 Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar. Inflamasi akut adalah radang yang berlansung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endotelium vaskuler, dan infiltrasi sel mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag). Respon peradangan meliputi suatu suatu perangkat kompleks yang mempengaruhi perubahan vaskular dan selular.24

2.1 Proses inflamasi periapikal

Inflamasi pada jaringan periapikal sama seperti pada jaringan konektif lainnya, dimana inflamasi ini melibatkan faktor vaskular dan selular. Perubahan vaskular mengakibatkan peningkatan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural yang memungkinkan protein plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskular). Leukosit yang pada mulanya didominasi oleh neutrofil, melekat pada endotel melalui molekul adhesi, kemudian meninggalkan mikrovaskular dan bermigrasi ke tempat cedera di bawah pengaruh agen kemotaktik


(27)

yang kemudian diikuti dengan fagositosis.24 Peubahan pada vaskular dan selular yang terjadi dapat disebabkan oleh efek langsung dari iritan, namun sebagian besar karena adanya bermacam-macam zat yang disebut mediator kimia.23 Mediator reaksi inflamasi meliputi neuropeptid, peptid fibrinolitik, kinin, fragmen komplemen, amin vasoaktif, enzim lisosom, metabolit asam arakidonat dan sitokin.25

Inflamasi periapikal disebabkan karena toksin bakteri dari pulpa nekrotik, zat-zat kimia seperti bahan irigan, restorasi yang hiperoklusi, instrumentasi yang berlebihan, dan keluarnya material obturasi ke jaringan periapeks. Respon jaringan periapikal terhadap inflamasi terbatas pada ligamen periodonsium dan tulang spongiosa. Hal ini diawali oleh respon neuro-vaskular yang menyebabkan hiperemi, kongesti vaskular, edema ligamen periodonsium dan ekstravasasi neutofil.26 Neuropeptid berperan penting dalam patogenesis patosis periradikuler yaitu dengan menghubungkan aksi saraf sensoris dan pembuluh darah. Ada dua jenis serabut saraf yaitu A-delta dan C yang menginervasi jaringan periradikular. Ketika mengalami stimulasi, bagian terminal dari serabut saraf ini akan melepaskan beberapa neuropeptid yaitu substansi P (SP), calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan neurokinin A (NKA).25 Selajutnya sel-sel radang tertarik ke daerah radang karena adanya kerusakan jaringan, produk bakteri berupa lipopolisakarida (LPS) dan faktor komplemen (C5a).26

Ketika infeksi terlibat, neutrofil tidak hanya melawan mikoorganisme, tetapi juga melepaskan leukotrien dan prostaglandin. Prostaglandin dihasilkan melalui aktivasi jalur siklooksigenase metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin yang paling berperan dalam suatu proses inflamasi adalah PGE2, PGD2, dan PGI2


(28)

(prostasiklin). PGE2 dan PGI2 menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan

permeabilitas vaskular, selain itu juga aktivator yang poten bagi osteoclast. PGE2

juga terlibat dalam hyperalgesia dan demam. Menurut penelitian, jumlah PGE2 akan

meningkat pada kasus-kasus simptomatik.26

Aktivasi jalur lipooksigenase metabolisme asam arakidonat menghasilkan leukotrien. Polimorfonuklear leukosit (PMN) dan sel mast adalah sel utama penghasil leukotrien. Leukotrien B4 (LTB4) potensial untuk kemotaktik PMN dan menyebabkan

adhesi PMN ke dinding endotel. Leukotrien lainnya seperti LTC4, LTD4 dan LTE4

adalah faktor kemotaksis untuk eosinofil dan makrofag, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan menstimulasi pelepasan lisozim dari PMN dan makrofag.24 LTB4 dan

LTC4 ditemukan pada lesi periradikuler dengan konsentrasi tinggi pada kasus-kasus

simptomatik.26

Proses selanjutnya adalah pengaktifan osteoclast. Dalam beberapa hari, tulang disekitar periapex diresorbsi dan area radiolusen pada periapex menjadi dapat terdeteksi.26 Resorbsi tulang pada lesi periapikal disebabkan karena faktor imun seperti interleukin-1α (IL-1α), interleukin-1β (IL-1β), tumor necrosis factor-α (TNF

-α), tumor necrosis factor-β (TNF-β), dan prostaglandin E2 (PGE2).14

Neutrofil dan makrofag yang mati pada daerah radang, mengeluarkan enzim lisosom dari granul sitoplasma yang menyebabkan kerusakan matriks ekstraselular dan sel. Kerusakan jaringan tersebut mencegah perluasan infeksi ke bagian tubuh lainnya. Enzim ini juga mengakibatkan permeabilitas vaskular menjadi meningkat, membebaskan bradikinin, dan mengubah C5 menjadi C5a yang merupakan agen kemotaktik yang poten. Selama fase akut, makrofag juga terlihat pada daerah


(29)

periapeks. Makrofag yang teraktivasi menghasilkan berbagai mediator seperti pro-inflamatori (IL-1, IL-6 dan TNF), sitokin kemotaktik (IL-8), PGE2, PGI2, dan

leukotrien B4, C4, D4, dan E4. Sitokin meningkatkan respon vaskular, resorpsi tulang,

dan degradasi matriks ekstraselular. Periodontitis apikalis akut memiliki beberapa outcome, diantaranya penyembuhan secara spontan, kerusakan lebih lanjut pada tulang (abses aloveolar), fistula atau pembentukan sinus tract, atau menjadi kronik.26

2.2 Sel-sel Radang

Pada pulpa gigi dan jaringan periradikular, inflamasi dapat akut atau kronis. Kedua tingkat ini hanya dapat dikenal pada tingkat histologi dan tergantung pada tipe/jenis sel yang dominan pada lesi.27 Gambaran histologis sel-sel radang yang terdapat pada lesi periradikuler dapat dilihat pada gambar 1.

Sel neutrofil adalah sel darah putih pertama yang melakukan migrasi dari pembuluh darah ke tempat cedera. Fungsi neutrofil adalah untuk memfagositosis bakteri dan debris selular.23 Neutrofil polimorfonuklear (PMN) tertarik ke daerah inflamasi oleh faktor kemotaktik, yang dihasilkan oleh bakteri, komplemen (C5a), produk jalur lipooksigenase (5-HETE dan leuktotrien B4) dan sitokin.28 Neutrofil juga melepaskan zat-zat kimia yang yang menarik sel darah putih lain ke tempat peradangan, dengan proses yang disebut kemotaksis.23 Sel ini mempunyai inti bersegmen dalam bentuk bermacam-macam, seperti kacang, tapal kuda, dan lain-lain. Sel ini memiliki diameter 10-12 μm. Segmen/lobus dari inti berkisar 2-4 buah. Inti terisi penuh oleh butir-butir khromatin padat sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu.29


(30)

Makrofag merupakan sel jaringan yang berasal dari monosit dalam sirkulasi setelah beremigrasi dari aliran darah.24 Pada saat mencapai jaringan ekstravaskular, monosit berubah menjadi makrofag, dan mampu mengadakan fagositosis terhadap bakteri dan sisa-sisa sel dalam jumlah yang besar. Sel ini berukuran 10 sampai 30 µ m dan umumnya memiliki inti lonjong atau berbentuk ginjal yang terletak eksentris.29 Makrofag yang teraktivasi menyebabkan ukuran sel bertambah besar, kandungan enzim lisosom menjadi meningkat, metabolismenya lebih aktif, dan kemampuan membunuh mikroorganismenya lebih besar.24

Limfosit muncul pada tingkat kronis reaksi inflamasi. Sel ini berhubungan dengan sistem imun dan berfungsi untuk melepaskan zat antibodi.29 Limfosit terdiri dari limfosit B, limfosit T dan sel pembunuh alami (natural killer).23 Secara histologis limfosit memiliki ukuran sekitar 8-10 mikron, lebih kecil dari sel PMN. Intinya bulat, gelap yang hampir memenuhi seluruh sel, sedangkan sitoplasmanya hanya sedikit.29

Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang mengalami diferensiasi akhir. Sel ini menghasilkan antibodi untuk melawan antigen di tempat radang.24 Sel ini berentuk bulat atau lonjong, inti yang terletak eksentris dengan struktur seperti roda dan sitoplasma yang lebih banyak dan basofilik.29

Sel lain yang ditemukan pada pulpa dan jaringan periradikular yang terinflamasi adalah eosinofil, basofil, dan sel mast. Eosinofil ditemukan pada reaksi alergi dan infeksi parasit.27 Tidak seperti neutrofil, sel ini tidak berperan dalam pertahanan melawan bakteri. Sitoplasmanya mengandung granula yang kasar dan


(31)

berwarna merah terang. Bentuk dan besarnya mirip dengan neutrofil, tapi intinya lebih sederhana dan sering hanya berlobus dua.29

Sel basofil memiliki granula kasar dan berwarna biru kehitaman.29 Basofil bersirkulasi di dalam darah dan apabila diaktifkan oleh cedera atau infeksi akan mengeluarkan histamin, bradikinin, dan serotonin. Zat-zat ini meningkatkan permeabilitas kapiler dan aliran darah ke tempat radang. Basofil mengeluarkan bahan alami anti pembekuan heparin. Sel ini juga terlibat dalam pembentukan respon alergi.23

Sel mast adalah sel jaringan ikat berbentuk bulat sampai lonjong, bergaris tengah 20-30 µ m, sitoplasmanya bergranul kasar dan basofilik. Intinya agak kecil, bulat, letaknya di pusat, dan seringkali tertutup oleh granul sitoplasma. Sel mast adalah sel khusus yang berisi bahan kimia vasoaktif.29 Sel ini dijumpai pada jaringan ikat longgar yang mengelilingi pembuluh darah. Proses radang dimulai ketika sel mast membebaskan kandungan intraseluler selama cedera jaringan, terpajan pada toksin, pengaktifan protein pada jenjang komplemen, dan pengaktifan antigen antibodi. Proses pelepasan kandungan sel mast disebut degranulasi sel mast yang akan menghasilkan histamin, serotinin, dan bahan lain yang disintesis oleh sel mast. Zat-zat ini merupakan penyebab vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, dan agen kemotaktik sel darah putih dan trombosit ke daerah radang.24


(32)

2.3 Penyembuhan lesi periradikuler

Regenerasi adalah suatu proses digantikannya jaringan periradikuler yang telah berubah dengan jaringan asli secara sempurna dan dengan arsitektur dan fungsi seperti semula. Sedangkan perbaikan atau reparasi adalah suatu proses digantikannya jaringan yang telah berubah tetapi tidak pulih kembali seperti struktur sediakala. Pemeriksaan histologi menunjukkan bahwa proses penyembuhan lesi periradikuler

a b

c d

Gambar 1. a) Pada lapangan pandang ini terlihat kumpulan leukosit polimorfonukleus. Sel-sel ini memiliki nukleous berlobus banyak. b.) Limfosit (panah merah), sel plasma (panah kuning) memiliki nukelus yang eksentris dan sitoplasma yang basofilik. c) Makrofag (tanda panah) adalah sel yang lebih besar dan sering terlihat mengandung material, dikenal juga dengan istilah foamy cytoplasma. d) Eosinofil (tanda panah) dengan granul eosinofilik yang jelas dan nukleus berlobus dua. Juga terlihat sel plasma dan limfosit30


(33)

setelah perawatan saluran akar adalah suatu reparasi dan bukan suatu regenerasi jaringan periradikuler. Inflamasi dan penyembuhan membentuk suatu proses yang sebagai respon terhadap cedera. Inflamasi mendominasi tahap awal setelah cedera, yang kemudian beralih ke penyembuhan setelah respon awal mereda.29

Urutan kejadian yang mengarah pada resolusi lesi periradikuler belum pernah dipelajari secara mendalam. Berdasarkan pada proses reparasi tempat bekas ekstraksi (yang pada jaringan lain mungkin tidak persis sama), respons inflamasi akan menurun sedangkan sel-sel pembentuk jaringan (fibroblas dan sel endotel) akan meningkat setelah penyebabnya dihilangkan. Kemudian organisasi dan maturasi jaringan mulai aktif. Tulang yang telah di resorpsi mulai diisi oleh tulang baru, dentin dan sementum yang teresorpsi direparasi oleh sementum seluler. Pemeriksaan histologi dari lesi periradikuler yang sedang mengalami tahap penyembuhan, menunjukkan adanya deposisi sementum, peningkatan vaskularisasi, dan aktivitas fibroblas dan osteoblas. Pada beberapa lesi terlihat bahwa tidak semua struktur pulih kembali seperti sediakala. Terlihat adanya variasi dalam pola tulang atau serabut yang berbeda. Hal ini bisa terlihat dalam gambaran radiografi, terlihat melebarnya lamina dura atau berubahnya konfigurasi tulang.29

Tahap terpenting dalam proses pemulihan jaringan yang mengalami inflamasi adalah pembentukan jaringan granulasi. Secara histologis jaringan granulasi ditandai dengan proliferasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan fibroblas.15 Rekrutmen dan stimulasi fibroblas dikendalikan oleh banyak faktor pertumbuhan, meliputi platelet-derived growth factor (PDGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), dan transforming growth factor-beta (TGF-β), sitokin (interleukin 1) dan


(34)

tumor necrosis factor (TNF) yang disekresikan oleh leukosit dan fibroblas. Secara khusus makrofag merupakan unsur sel yang penting pada pembentukan jaringan granulasi. Selain membersihkan debris ekstraseluler dan fibrin pada tempat jejas, makrofag juga mengelaborasi suatu penjamu mediator yang menginduksi proliferasi fibroblas dan produksi matriks ekstraseluler (ECM). Sintesis kolagen oleh fibroblas dimulai sejak awal proses penyembuhan (hari ke-3 hingga ke-5) dan berlanjut selama beberapa minggu tergantung pada luas penyembuhan. Pada daerah radang juga terdapat sel mast, dan dengan lingkungan kemotaksis yang sesuai limfosit dapat muncul. Tiap-tiap sel ini dapat turut berperan langsung ataupun tidak langsung terhadap proliferasi dan aktivasi fibroblas.24

Pembentukan pembuluh darah baru akan membantu mempercepat proses regenerasi sel dan normalisasi jaringan. Pembentukan neovaskularisasi berfungsi untuk menyuplai vitamin, mineral, glukosa, dan asam amino ke fibroblas untuk memaksimalkan pembentukan kolagen serta membebaskan jaringan dari nekrosis, benda asing, dan infeksi sehingga mempercepat penyembuhan radang.21 Beberapa faktor yang menginduksi neovaskularisasi adalah basic epithelial growth factor (bFGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF).24


(35)

2.4 Buah lerak (Sapindus rarak DC)

Menurut taksonominya, Sapindus rarak dikalsifikasikan dalam :

• Divisi : Spermatophyta

• Subdivisi : Angiospermae

• Kelas : Dycotyledonae

• Bangsa : Sapindales

• Suku : Sapindaceae

• Marga : Sapindus

• Spesies : Sapindus rarak

Nama umumnya adalah lerak. Masyarakat Sunda menyebutnya dengan nama Rerek, penduduk Jambi menyebutnya Kalikea, masyarakat Minang menyebutnya Kanikia. Di Palembang tanaman ini dikenal dengan nama Lamuran, di Jawa tanaman ini dikenal dengan nama Lerak atau Werak dan di Tapanuli Selatan dikenal dengan nama buah sabun.

Sapindus rarak merupakan tanaman rimba yang tingginya mencapai 42 m dan batangnya 1 m. Tanaman ini tumbuh liar di Jawa pada ketinggian antara 450 dan 1500 m diatas permukaan laut. Tanaman ini mempunyai buah yang keras, bulat, diameter + 1,5 cm dan berwarna kuning kecoklatan (Gambar 2). Biji tanaman ini berbentuk bulat, keras dan hitam.5


(36)

Gambar 2. Buah lerak yang berasal dari Desa Maga, Kecamatan Panyabungan, Tapanuli Selatan (skala = 1cm).

Dahulu, masyarakat Jawa memanfaatkan buah lerak sebagai pengganti sabun untuk mencuci pakaian, rambut, perhiasaan emas, serta obat tradisional untuk mengobati kudis, scabies dan jerawat.5,6 Sementara khasiat farmakologiknya antara lain adalah sebagai antijamur, bakterisid, anti radang, anti spasmodinamik, peluruh dahak, dan diuretik.6 Buah lerak mengandung senyawa saponin, alkaloid, polifenol, senyawa antioksidan, golongan flavonoid dan tannin.4 Pada penelitian Nunik SA disebutkan bahwa senyawa saponin, alkaloid, steroid, dan triterpen yang dikandung oleh buah lerak secara berurutan adalah 12%, 1%, 0,036%, dan 0,029%.31 Kandungan utama buah lerak adalah saponin yang memiliki sifat seperti sabun.Hal ini dibuktikan pada penelitian Dyatmiko W, dkk yang mendapatkan saponin 20% dari buah lerak.6 Saponin buah lerak pada konsentrasi 0,008% dapat membersihkan dinding saluran akar gigi lebih baik dari NaOCl 5%.32


(37)

Disamping itu, ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dan dan antifungal yang telah dibuktikan dengan beberapa penelitian. Ekstrak lerak 0,01% telah terbukti memiliki efek antibakteri terhadap Streptococus mutan7 dan antifungal terhadap Candida albicans8 lebih baik dari NaOCl 5%. Penelitian lain menunjukkan bahwa nilai MBC ekstak lerak terhadap E.faecalis adalah 25%.9 Nilai MIC larutan ekstrak lerak terhadap Fusobacterium nucleatum adalah 0,25% dan larutan saponin buah lerak adalah 0,01%.10


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1 Kerangka konseptual penelitian

Diagram kerangka konseptual efek saponin dan flavonoid dalam penurunan sel-sel radang

฀ Trauma/injuri Jaringan Periapikal

PGD2 PGE2 PGE2a

5-HETE

Penurunan sel-sel radang Penyembuhan inflamasi

- Jaringan fibrous

- Pembuluh darah

baru - Hiperemi - Kongesti vaskular - Edema lig.periodontal - Ekstravasasi PMN Leukotrien E4 Kemotaksis neutrofil 5-HPETE

?

Aktivasi

Leukosit, sel mast, makrofag

Vasodilatasi Prostasiklin

PGI2

Tromboksan A2 TXA2

Prostaglandin H2

(PGH2)

Prostaglandin G2

(PGG2)

Siklooksigenase Asam arakidonat 5-lipoksigenase Perubahan membran fosfolipid Perubahan sistem neurovaskular

Fosfolipase A2

Terganggunya pembuluh darah Leukotrien A4 Leukotrien C4 Leukotrien D4 Leukotrien B4

Vasodilatasi, permeabilitas vascular,edema,

hiperalgesia,demam, nyeri aktivator osteoclast, resorbsi tulang, bradikinin

Kontraksi otot polos, bronkokonstriksi.

?

?

?

Saponin, flavonoid menghambat Saponin, flavonoid menghambat


(39)

Diagram kerangka konseptual efek saponin dalam penyembuhan jaringan (pembentukan jaringan fibrous dan pembuluh darah baru)

.

TGF-α PDGF FGF-2 TGF-β

Rekrutmen dan stimulasi fibroblas

Platelet, Makrofag, limfosit T, sel endotel, fibroblas Faktor pertumbuhan

Platelet,makrofag,sel endotel

Makrofag, limfosit T, sel endotel, fibroblas

Migrasi sel endotel

?

Buah lerak

Saponin

Stimulasi VEGF Sintesis TGF-β

Produksi kolagen dan fibronectin Menstimulasi proliferasi

Pembuluh darah

Pemulihan jaringan Degradasi membran

basalis

Fibrogenesis Merangsang kemotaksis fibroblas


(40)

Trauma atau injuri pada jaringan periapikal dapat menyebabkan perubahan vaskular, perubahan neurogenik dan perubahan membran fosfolipid. Leukosit, sel mast dan platelet menjadi teraktivasi, dan menghasilkan berbagi mediator yang nantinya akan mempengaruhi perubahan seluler dan vaskular. Salah satu mediator yang dihasilkan oleh leukosit adalah metabolit asam arakidonat.24 Prostaglandin dihasilkan melalui aktivasi jalur siklooksigenase metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin yang paling berperan dalam suatu proses inflamasi adalah prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin D2 (PGD2), dan PGI2 (prostasiklin). PGE2 dan

PGI2 menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular, selain itu

juga aktivator yang poten bagi osteoclast. PGE2 juga terlibat dalam hyperalgesia dan

demam. Sedangkan aktivasi jalur lipooksigenase metabolisme asam arakidonat, menghasilkan leukotrien. Leukotrien B4 (LTB4) potensial untuk kemotaktik leukosit

polimorfonuklear (PMN) dan menyebabkan adhesi PMN ke dinding endotel. Leukotrien lainnya seperti LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah faktor kemotaksis untuk

eosinofil dan makrofag, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan menstimulasi pelepasan lisozim dari PMN dan makrofag.14 LTB4 dan LTC4 ditemukan pada lesi

periradikuler dengan konsentrasi tinggi pada kasus-kasus simptomatik25

Saponin dan flavonoid yang terkandung di dalam buah lerak bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase pada kaskade inflamasi,12,13 sehingga produksi prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Penekanan prostaglandin sebagai mediator inflamasi dapat menyebabkan berkurangnya rasa nyeri dan pembengkakan, dan mengurangi terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dan aliran darah lokal, sehingga migrasi sel radang pada area radang


(41)

akan menurun. Menurunnya jumlah leukotrien B4 (LTB4), akan mengurangi

kemotaktsis PMN dan adhesi PMN ke dinding endotel, sehingga jumlah sel PMN pada area radang akan menurun. Penurunan jumlah sel radang menandakan bahwa penyembuhan masuk ke tahap berikutnya, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan inflamasi. Selain itu, penurunan sel radang akan mengurangi jumlah mediator yang dihasilkan.

Tahap terpenting dalam proses penyembuhan inflamasi adalah pembentukan jaringan granulasi. Secara histologis jaringan granulasi ditandai dengan proliferasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan fibroblas.15 Platelet, makrofag, limfosit T, sel endotel, dan fibroblas adalah sumber growth factor yang berperan dalam pemulihan jaringan. Tumor necrosis factor-α (TGF‐α), tumor necrosis factor-β

(TGF-β), platelet-derived growth factor (PDGF) dan fibroblast growth factor-2 (FGF-2) berperan dalam rekrutmen dan stimulasi fibroblas.24 Saponin yang terkandung didalam buah lerak dapat meningkatkan sintesis TGF‐β sehingga dapat merangsang kemotaksis fibroblas serta produksi kolagen dan fibronektin oleh sel. Beberapa faktor yang menginduksi neovaskularisasi antara lain basic epithelial grwth factor (bFGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Saponin dapat menstimulasi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang dapat menginduksi sel endotel untuk mendegradasi membran basalis, meningkatkan migrasi sel endotel, dan terjadi pembentukan pembuluh darah baru.15,16


(42)

3.2 Hipotesis penelitian

Dari kerangka konsep di atas dapat ditarik hipotesa bahwa :

- Ada efek antiinflamasi buah lerak dilihat dari penurunan sel-sel radang serta penyembuhan jaringan melalui pembentukan jaringan fibrous dan pembuluh darah baru (neovaskularisasi).


(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Lengkap

Jenis penelitian : Eksperimental laboratorium

4.2. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel 4.2.1 Populasi : Tikus Wistar jantan

4.2.2 Sampel : Tikus Wistar jantan dengan berat badan 250-300 gram dan

umur 3-4 bulan

4.2.3 Besar sampel

Penelitian ini menggunakan 2 kelompok, yaitu Kelompok 1 : satu ekor tikus diberi 2 perlakuan

• insisi + tube + suspensi CMC 0,5% (kontrol -)

• insisi + tube + ekstrak lerak 0,01% Kelompok 2 : satu ekor tikus diberi 2 perlakuan

• insisi + tube + suspensi CMC 0,5% (kontrol -)

• insisi + tube + ekstrak lerak 0,01%

diamati pada hari ke 7


(44)

Jumlah tikus (ulangan) untuk setiap kelompok perlakuan ditentukan berdasarkan rumus Federer,33 yaitu :

(t-1) (r-1) ≥ 15 (4-1)(r-1) > 15 r > 6

Keterangan : t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan

Jadi besar sampel untuk setiap kelompok perlakuan adalah 6. Sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 12 sampel.


(45)

4.3 Variabel Penelitian

Variabel bebas

Suspensi CMC (Carboxymethyl Cellulose) 0,5%, suspensi ekstrak lerak 0.01%

Variabel tergantung • Efek antiinflamasi yang

diukur berdasarkan penurunan sel-sel radang dan perbaikan jaringan

Variabel terkendali Jenis tikus Wistar

Jenis kelamin tikus Wistar jantan

• Umur tikus 3-4 bulan

• Berat tikus 250-300 gr

• Lama waktu adaptasi tikus didalam kandang 1 minggu

• Asal buah lerak

• Suhu (50°C) penguapan dengan rotavapor

• Konsentrasi ekstrak lerak

• Keterampilan operator

• Ukuran tube (panjang 7 mm, diameter 1,3 mm)

• Luas luka

• Pengambilan lokasi jaringan disekitar tube

• Viskositas ekstrak

• Waktu pengamatan dilakukan pada hari ke 7,30

• Makanan (pelet)

Variabel tidak terkendali • Perlakuan terhadap buah

lerak selama tumbuh

• Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh buah lerak

• Lamanya penyimpanan buah lerak setelah dipetik dipohon sampai ekstraksi buah lerak

• Pelepasan bahan coba melewati tube

• Perlakuan terhadap tikus dari lahir sampai usia


(46)

4.3.1 Variabel bebas : Suspensi CMC (Carboxymethyl Cellulose) 0,5%,

suspensi ekstrak lerak 0.01%

4.3.2 Variabel tergantung : Efek antiinflamasi yang diukur berdasarkan

penurunan sel-sel radang (neutrofil, limfosit, makrofag dan sel plasma) dan perbaikan jaringan (proliferasi fibroblas dan pembuluh darah). Sel-sel tersebut dihitung pada lapangan pandang kaca objek di bawah mikroskop listrik (Olympus) dengan pembesaran 400 x.

4.3.3 Variabel terkendali Jenis tikus Wistar

Jenis kelamin tikus Wistar jantan

Umur tikus 3-4 bulan

Berat tikus 250-300 gr

Lama waktu adaptasi tikus didalam kandang 1 minggu

• Asal buah lerak (desa Maga, kecamatan Panyabungan, Tapanuli Selatan)

Suhu (50°C) penguapan dengan rotavapor

Konsentrasi ekstak lerak 0,01%

Keterampilan operator

Ukuran tube (panjang 7 mm, diameter 1,3 mm)

Panjang luka ± 1,5 cm, kedalaman luka ± 2 cm

Pengambilan lokasi jaringan disekitar tube


(47)

Waktu pengamatan dilakukan pada hari ke 7 dan 30

Makanan (pelet)

4.3.4 Variabel tidak terkendali

• Perlakuan terhadap buah lerak selama tumbuh

• Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh buah lerak

• Lamanya penyimpanan buah lerak setelah dipetik dipohon sampai ekstraksi buah lerak

Pelepasan bahan coba melewati polyethylene tube

• Perlakuan terhadap tikus dari lahir sampai usia dilakukannya percobaan

4.4 Defenisi operasional

- Ekstrak buah lerak adalah ekstrak yang diperoleh dengan melarutkan serbuk

lerak seberat 520 gr dengan pelarut etanol 96% dan diperoleh ekstrak kental.

- Suspensi CMC 0,5% adalah 500 mg bubuk CMC yang dilarutkan ke dalam 30 ml aquadest panas, kemudian digerus hingga bebentuk gel.

- Ekstrak lerak 0,01% adalah ekstrak lerak sebanyak 0,01 gr ditambahkan larutan CMC sedikit demi sedikit sambil digerus, lalu ditambahkan air suling sampai volume 100 ml.

- Tikus percobaan adalah tikus Wistar jantan dengan berat 250-300 gram dan


(48)

tube polyethylene yang berisikan material bahan coba kedalam jaringan subkutan dorsal tikus.

- Efek antiinflamasi ditandai dengan penurunan sel-sel radang (neutrofil,

makrofag, sel plasma, dan limfosit) dan adanya perbaikan jaringan melalui pembentukan jaringan granulasi (pembuluh darah baru dan jaringan fibrous)

- Sel neutrofil mempunyai inti bersegmen dalam bentuk bermacam-macam, seperti kacang, tapal kuda, dan lain-lain. Sel ini memiliki diameter 10-12 μm. Segmen/lobus dari inti berkisar 2-4 buah. Inti terisi penuh oleh butir-butir khromatin padat sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu.29

- Makrofag merupakan sel jaringan yang berasal dari monosit dalam sirkulasi setelah beremigrasi dari aliran darah. Sel ini berukuran 10 sampai 30 µ m dan umumnya memiliki inti lonjong atau berbentuk ginjal yang terletak eksentris.29

- Sel plasma berentuk bulat atau lonjong, memiliki sitoplasma lebih banyak dan inti yang terletak eksentris, berisikan heterokromatin kasar dan padat, dan diselingi daerah-daerah lebih pucat dengan ukuran yang lebih kurang sama. Sitoplasmanya basofilik karena banyaknya retikulum endoplasma kasar.29

- Sel limfosit memiliki ukuran sekitar 8-10µ m. Intinya bulat, gelap, yang

hampir memenuhi seluruh sel. Disekitar inti terdapat sedikit sitoplasma homogen yang basofil. 29

- Sel fibroblas adalah sel yang bertugas untuk menghasilkan substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru.


(49)

- Neovaskularisasi adalah proses saat pembuluh darah yang telah ada sebelumnya akan mengeluarkan tunas kapiler untuk menghasilkan pembuluh darah baru.

- Sel-sel diperiksa secara mikroskopis dengan metode hispatologi

menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Sel-sel tersebut dihitung pada lapangan pandang kaca objek di bawah mikroskop listrik (Olympus) dengan pembesaran 400 x. Setiap daerah pengamatan di beri skor lalu di rata-ratakan. Penilaian tersebut menggunakan kriteria berdasarkan penelitian terdahulu Orstavik&Mijor.21

4.5 Alat dan bahan penelitian 4.5.1 Alat penelitian

Electronic balance ( Ohyo JP2 6000, Japan)

Alat destilasi pelarut (Electrothermal, England)

Vaccum Rotavapor (Antriebs ATB, England)

Freeze dryer (Modulyo, USA)

Kertas saring (Whatman no.42, England)

Erlenmeyer (Pyrex, USA)

• Perkolator

Neraca analitik elektrik (Sartorius, Germany)

Handle blade (Aesculap, USA )


(50)

Benang silk no 3 (Meiyi, China)

Nald no 15, penampang segitiga, berbentuk setengah lingkaran (Meiyi, China)

Pincet Anatomi ( Renken SS, Germany)

Nedle Holder (Renken SS, Germany)

Spuit siringe 1 ml (Terumo, Indonesia)

Pisau cukur (Gillette, USA)

Polyethylene tube (Lotus)

Floating out bath ( Gallen kamp, England )

Microtome (820-Reichtretjung)

Kaca Objek (Sailing boat, China)

Oven ( Heraeus type B5050)

Deck glass

Rak staining

• Alat cetak/blok metal

Mikroskop (Olympus, Japan)

4.5.2 Bahan penelitian

Buah lerak 1 kg (desa Kampung Maga, kecamatan Panyabungan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Indonesia)

Etanol 96% (Kimia Farma Indonesia) 4 liter

Aquadest (Kimia Farma, Indonesia) 1 liter


(51)

CMC (Carboxy Methil Cellulose)

Ketamine-hameln ( Combiphar – Bandung )

Paraffine 7164 (Merck-Germany)

Toluene GR 8325 (Merck-Germany)

Aceton GR 14 (Merck-Germany)

Alkohol 96% (Kimia Farma-Indonesia)

Hematoxylin monohydrone ( CI 75290) (Merck-Germany)

Eosin B (CI 45400) (Merck-Germany)

Canada Balsam (Merck-Germany)

Cavit ( Dentorit – France )

4.6. Tempat dan Waktu Penelitian 4.6.1 Tempat Penelitian

1. Laboratorium Obat Tradisional Fak.Farmasi USU

2. Laboratorium Patologi Anatomi FK USU

3. Laboratorium Farmakologi dan Terapeutik FK USU

4.6.2 Waktu Penelitian


(52)

4.7. Prosedur Penelitian 4.7.1 Penyiapan bahan coba

4.7.1.1 Ekstraksi buah lerak

Buah lerak dicuci bersih dengan air mengalir lalu ditimbang sebanyak 940 gr (Gambar 3) kemudian diambil bijinya dan daging buah dipotong kecil dengan lebar ± 3 mm (Gambar 4), lalu dikeringkan di dalam lemari pengering (Gambar 5) dengan suhu ± 40°C sampai dapat diremas rapuh. Potongan daging buah yang telah kering ditimbang sebanyak 600 gr, kemudian diblender (Gambar 6), diayak, dan didapat serbuk seberat 520 gr (Gambar 7) lalu disimpan di dalam wadah plastik tertutup. Tambahkan etanol destilasi sebanyak 800 ml untuk maserasi (Gambar 8) lalu disimpan di dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan, kemudian tuangkan etanol destilasi sebanyak 200 ml dan disaring dengan selapis kertas saring. Biarkan sampai cairan mulai menetes, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan ± 20 tetes/menit, etanol destilasi ditambahkan berulang-ulang secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia (Depkes RI,2000). Perkolat diuapkan dengan alat vacuum rotavapor (Antriebs ATB, England) pada suhu tidak lebih dari 50°C. Lalu dilakukan freeze dryer (Modulyo, USA) selama 6 jam agar dapat dihasilkan ekstrak kental dengan konsistensi seperti madu (Gambar 9). Ekstrak lerak dimasukkan ke dalam botol kaca dan diletakkan di tempat yang sejuk. (Lampiran 1)


(53)

Gambar 3. Penimbangan buah lerak

Gambar 4. Pemotongan daging buah lerak Gambar 5. Potongan daging buah lerak dikeringkan di lemari pengering

Gambar 6. Potongan daging buah lerak Gambar 7. Simplisia lerak yang telah kering diblender


(54)

4.7.1.2 Pembuatan Suspensi CMC (Carboxy Methil Cellulose) 0,5% Sebagai Kontrol Negatif

Lima ratus mg bubuk CMC ditimbang dengan menggunakan neraca analitik elektrik (Sartorius, Germany), kemudian bubuk CMC ditaburkan ke dalam lumpang (Maldenwanger, Berlin) yang berisi 30 ml aquadest panas (Gambar 10). Didiamkan selama 20 menit hingga diperoleh masa yang transparan. Kemudian digerus hingga berbentuk gel atau masa yang kental dan homogen (Gambar 11).

Gambar 10. CMC ditaburkan ke dalam Gambar 11. CMC digerus hingga homogen Gambar 8. Simplisia di dalam

perkolator


(55)

4.7.1.3 Pembuatan ekstrak lerak 0,01 %

Lima ratus mg bubuk CMC ditimbang dengan menggunakan neraca analitik elektrik (Sartorius, Germany) kemudian ditaburkan ke dalam lumpang (Maldenwanger, Berlin) yang berisi air suling panas sebanayak 30 ml. Didiamkan selama 20 menit hingga diperoleh masa yang transparan. Kemudian digerus hingga bebentuk gel atau masa yang kental dan homogen. Ekstrak lerak ditimbang dengan neraca elektrik sebanyak 0,01 gram (Gambar 12), kemudian masukkan ke dalam lumpang yang berisi CMC (Gambar 13) dan digerus (Gambar 14). Setelah homogen, masukkan larutan ke dalam gelas ukur (Pyrex, USA), lalu tambahkan aquadest sampai volume 100 ml (Gambar 15).

Gambar 12. Ektrak lerak ditimbang Gambar 13. Ekstrak lerak yang telah ditambahkan larutan CMC


(56)

Gambar 15. Ekstrak lerak yang telah ditambahkan aquadest

hingga volume 100 ml

4.7.2 Persiapan hewan coba

Hewan yang digunakan adalah tikus Wistar jantan dengan berat 250-300 gram, umur 3-4 bulan, dibagi menjadi 2 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 6 tikus. Hewan percobaan diberi makan dan minum secukupnya, dipelihara pada kandang yang memiliki ventilasi yang baik yaitu mecakup pergantian udara dan kandang dibersihkan setiap hari dari sisa makanan dan kotoran.34

4.7.3 Perlakuan hewan coba

Tikus dianastesi secara intraperiotenal dengan ketamin HCL (Combiphar, Indonesia) 50mg/ml sebanyak ±0,3 ml (Gambar 16). Bagian dorsal tikus dicukur, lalu didesinfeksi dengan alkohol 70% (Kimia Farma, Indonesia) (Gambar 17). Insisi bagian dorsal tikus menggunakan skapel steril dengan panjang ±1,5 cm dan kedalaman ±2 cm (sampai jaringan subkutan). Insisi pertama dilakukan pada punggung yang mengarah ke bagian cephal (Gambar 18). Pada salah satu ujung Gambar 14. Ekstrak lerak dan larutan

CMC digerus hingga homogen


(57)

polyethylene tube (Lotus) ditutup dengan cavit (Dentorit), lalu dengan bantuan spuit ekstrak lerak 0,01% dimasukkan ke dalam tube dan ditutup dengan kapas. Lalu tube tersebut dimasukkan ke dalam kantong subkutan (Gambar 19) dan dihecting (Gambar 20). Insisi kedua dilakukan pada punggung yg mengarah ke bagian caudal (Gambar 21). Polyethylene tube yang berisikan CMC 0,5% dimasukkan ke dalam kantong subkutan dan dihecting (Gambar 22). Kemudian tikus dipelihara di dalam kandang secara individual (Gambar 23), lalu di bunuh pada hari ke 7 dan 30. Tikus dibunuh dengan eter (Brataco) secara inhalasi (Gambar 24). Setelah tikus mati, punggung tikus dicukur, jahitan pada punggung dilepas. Jaringan yang akan dipotong diberi tanda (Gambar 25), lalu jaringan tempat dilakukannya implantasi tube, diambil dengan menggunakan gunting bedah dan blade (Gambar 26). Potongan jaringan dimasukkan ke dalam botol yang berisi larutan formalin 10% dan diberi label (Gambar 27).35


(58)

Gambar 22. Pemasukan tube bersisi CMC 0,5%. Gambar 23. Hecting inisisi II ke dalam kantong subkutan

Gambar 20. Hecting insisi I Gambar 21. Insisi II

Gambar 18. Insisi I Gambar 19. Pemasukan tube berisi ekstrak lerak 0,01% ke dalam kantong subkutan


(59)

Gambar 24. Tikus dipelihara di dalam kandang Gambar 25. Tikus dibunuh dengan secara individual eter secara inhalasi

Gambar 27. Jaringan bagian dorsal tikus

diawetkan ke dalam botol

yang berisi formalin

4.7.3.1 Pembuatan Sajian Histologi

Jaringan dipotong dengan ketebalan 2-3 mm (Gambar 28) dan difiksasi ke dalam formalin buffer 10% selama 48 jam (Gambar 29). Potongan jaringan didehidrasi menggunakan aceton (Merck-Germany) dalam tiga tempat masing-masing 2 jam. Setelah itu, dilakukan pembeningan (clearing) dengan toluene (Merck-Germany) juga dalam tiga tempat masing-masing 1 jam (Gambar 30). Kemudian, dilakukan pembenanam (embedding/impregnasi) yaitu merendam sampel ke dalam

Gambar 26. Pengambilan jaringan pada bagian dorsal tikus


(60)

larutan parafin yang sudah cair dengan suhu 60-70º C dalam tiga tempat masing-masing 2 jam (Gambar 31). Lalu, dilakukan blocking/pencetakan (Block-Paraffin), jaringan dimasukkan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair. Setelah parafin mulai membeku, dinginkan pada suhu ± -5ºC (Gambar 32). Pemotongan blok dilakukan dengan microtome (820-Reichtretjung) dengan ketebalan 2-3 µ m dan panjang 2 cm (Gambar 33). Setelah itu, pita parafin yang berisi jaringan dimasukkan ke dalam water bath (Gollen hamp) pada suhu 20-30º (Gambar 34). Ambil potongan parafin dengan menggunakan kaca objek, kemudian panaskan dalam oven (Heraeus type B5050) selama 2-3 menit.35,36

Kaca objek yang berisikan potongan parafin dan jaringan yang sudah kering, diwarnai dengan pewarnaan rutin Hematoksilin-Eosin. Proses pewarnaan (staining) diawali dengan perendaman kaca objek di dalam larutan xylol dalam tiga tempat masing-masing 10-15 menit (Gambar 35). Lalu diuci dengan alkohol mula-mula 90%, 80%, dan 70% agar dehidrasi. Setelah itu dicuci dengan air mengalir untuk mengeluarkan sisa alkohol. Kemudian, masukkan ke dalam larutan hematoxillin selama 2-3 menit untuk melihat inti sel (Gambar 36). Diamkan dalam air mengalir sampai terlihat berwarna biru. Lakukan perendaman ke dalam zat warna eosin selama 2-3 menit (Gambar 37). Cuci dengan alkohol 70%, 80%, dan 90%, lalu keringkan di udara. Kaca objek ditutup dengan deck glass dan direkat dengan Canada Balsam (Gambar 38).35,36


(61)

Gambar 29. Potongan jaringan difiksasi ke dalam formalin buffer 10%

Gambar 30. Proses dehidrasi dan clearing Gambar 31. Proses embedding

Gambar 32. Blocking/pencetakan Gambar 28. Pemotongan jaringan dengan


(62)

Gambar 33. Pemotongan block dengan Gambar 34. Potongan parafin di microtome dalam water bath

Gambar 35. Perendaman kaca objek Gambar 36. Perendaman kaca objek di dalam larutan xylol di dalam larutan hematoksilin

Gambar 37. Perendaman kaca objek Gambar 38. Kaca objek ditutup dengan di dalam larutan eosin deck glass


(63)

4.7.3.2 Pengamatan sediaan histopatologi

Pengamatan secara hispatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop listrik (Olympus) untuk melihat penurunan sel-sel radang dan perbaikan jaringan (noevaskularisasi dan jaringan fibrous). Setiap preparat dibagi atas empat daerah pengamatan (A,B,C dan D) yang bertujuan untuk memudahkan perhitungan lalu diperiksa dengan menggunakan perbesaran 400x. Setiap daerah pengamatan di beri skor lalu di rata-ratakan. Penilaian tersebut menggunakan kriteria berdasarkan penelitian terdahulu Orstavik&Mijor22 sebagai berikut :

- 0 = tidak ada sel radang

- 1 = ringan = jumlah sel radang sedikit - 2 = sedang = jumlah sel radang sedang

- 3 = berat = jumlah sel radang sel banyak, tapi belum memenuhi semua lapangan pandang.

- 4 = sangat berat = infiltrasi sel radang yang sangat padat, adanya penumpukan jaringan yang nekrosis.

Pemberian skor untuk perhitungan jumlah sel fibroblas adalah sebagai berikut : - 0 = tidak ada sel fibroblas

- 1 = ringan = jumlah sel fibroblas sedikit - 2 = sedang = jumlah sel fibroblas sedang

- 3 = berat = jumlah sel fibroblas banyak, tapi belum memadati lapangan pandang - 4 = sangat berat= jumlah sel fibroblas banyak dan padat


(64)

Pemberian skor untuk perhitungan pembuluh darah baru (neovaskularisasi) : - 0 = tidak ada pembuluh darah

- 1 = ringan = jumlah pembuluh darah sedikit - 2 = sedang = jumlah pembuluh darah sedang

- 3 = berat = jumlah pembuluh darah banyak, tapi belum memenuhi semua lapangan pandang.

- 4 = sangat berat = jumlah pembuluh darah sangat banyak

4.8 Analisa Data

Data dianalisa secara non parametrik dengan menggunakan analisis Uji Mann-Whitney37 (α = 0.0 5), untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan penurunan sel-sel radang antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% pada hari ke 7 dan 30. Selain itu, untuk mengetahui ada tidaknya perbaikan jaringan antara kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak lerak 0,01% pada hari ke 30.


(65)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Ekstrak kental lerak

Telah dilakukan ekstraksi buah lerak dengan pelarut etanol. Dari 520 gram daging buah lerak diperoleh ekstrak kasar sebanyak 200 gram. Ekstrak yang dihasilkan berwarna cokelat dan sangat kental (Gambar 39). Sebelum digunakan dalam pengujian antiinflamasi, ekstrak lerak dimasukkan ke botol tertutup dan disimpan didalam kulkas untuk menjaga agar senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak tersebut tidak rusak.


(66)

5.1.2 Uji antiinflamasi

Pada hari ke 7 dan 30 setelah perlakuan, dilakukan pengamatan reaksi jaringan pada kelompok kontrol dan kelompok ekstrak lerak 0,01%. Reaksi jaringan berupa reaksi ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Selain itu respon perbaikan jaringan berupa respon ringan, sedang, berat dan sangat berat pada pembentukan jaringan fibrous dan pembuluh darah baru, diamati pada hari ke 30 setelah perlakuan.

5.1.2.1 Pengamatan reaksi jaringan terhadap implantasi tube polyethylene pada hari ke 7

Setelah tujuh hari dilakukan implantasi, pada kelompok kontrol dan kelompok ekstrak lerak 0,01%, dievaluasi reaksi jaringannya dengan melihat penyebaran sel-sel radang (neutrofil, makrofag, sel plasma dan limfosit) disekitar tube. Penilaiannya meliputi derajat radang ringan, sedang, berat dan sangat barat. Derajat radang ringan ditandai dengan infiltrasi sel radang yang sedikit. Derajat radang sedang ditandai dengan inflitrasi sel radang yang sedang. Derajat radang berat ditandai dengan infiltrasi sel radang sel yang banyak, tapi belum memenuhi semua lapangan pandang. Derajat radang yang sangat berat ditandai dengan inflitrasi sel radang yang sangat padat, dan dijumpai penumpukan jaringan yang nekrosis.


(67)

Gambar 40. Foto mikroskopis respon inflamasi ringan pada kelompok kontrol, pengamatan pada hari ke 7. Terlihat sel limfosit (L) dan neutrofil (N). Pembesaran 400x

Gambar 41. Foto mikroskopis respon inflamasi sedang pada kelompok kontrol, pengamatan pada hari ke 7. Terlihat sel limfosit (L) makrofag (M), neutrofil (N) dan penyebaran sel-sel fibroblas (F). Pembesaran 400x

N L

N M F


(68)

Gambar 42. Foto mikroskopis respon inflamasi berat pada kelompok kontrol, pengamatan pada hari ke 7. Terlihat sel limfosit (L) dan neutrofil (N). Tampak penyebaran sel-sel fibroblas (F) dan kolagen muda (K). Pembesaran 400x

Gambar 43. Foto mikroskopis respon inflamasi sangat berat pada kelompok kontrol, pengamatan pada hari ke 7. Terlihat sel limfosit (L) makrofag (M), neutrofil (Ne) dan sebaran jaringan nekrosis. Pembesaran 400x

N

K

F L

M

Ne

L


(69)

M

L N

F

K

Gambar 44. Foto mikroskopis respon inflamasi sedang pada kelompok esktrak lerak 0,01%, pengamatan pada hari ke 7. Terlihat sel limfosit (L) makrofag (M), neutrofil (N). Tampak penyebaran sel-sel fibroblas (F) dan kolagen muda (K)Pembesaran 400x

Gambar 45. Foto mikroskopis respon inflamasi berat pada kelompok esktrak lerak 0,01%, pengamatan pada hari ke 7. Terlihat sel limfosit (L) makrofag (M), neutrofil (N). Tampak pembuluh darah (PD), penyebaran sel-sel fibroblas (F) dan kolagen muda (K)Pembesaran 400x

PD K

F M

L

SP


(70)

Setelah tujuh hari dilakukan implantasi, reaksi jaringan pada kelompok kontrol menunjukkan derajat radang ringan sampai sangat berat, dengan infiltrasi sel neutrofil dan limfosit yang dominan. Selain neutrofil dapat juga dijumpai sel plasma dan makrofag. Infiltrasi sel-sel radang pada tiap sampel dapat dilihat pada tabel 1.

Dari enam sampel yang diamati, satu sampel menunjukkan derajat radang yang ringan (Gambar 40), satu sampel menunjukkan derajat radang yang sedang (Gambar 41), tiga sampel menunjukan derajat radang yang berat (Gambar 42) dan satu sampel menunjukkan derajat radang yang sangat berat (Gambar 43) (Tabel 5).

Pada kelompok ekstrak lerak 0,01%, reaksi jaringan lebih banyak menunjukkan derajat radang yang berat. Reaksi jaringan menunjukkan campuran sel-sel radang akut dan kronis. Sel radang yang dominan adalah neutrofil, limfosit dan makrofag. Dapat juga terlihat penyebaran sel plasma. Infiltrasi sel-sel radang pada

Gambar 46. Foto mikroskopis respon inflamasi sangat berat pada kelompok esktrak lerak 0,01%, pengamatan pada hari ke 7. Terlihat sel limfosit (L), neutrofil (N) dan sel plasma (SP). Pembesaran 400x

SP L N


(71)

tiap sampel dapat dilihat pada tabel 2. Dari 6 sampel yang diuji, dua sampel menunjukkan respon radang yang sedang (Gambar 44), tiga sampel menunjukkan respon radang yang berat (Gambar 45), dan satu sampel menunjukkan respon radang yang sangat berat (Gambar 46) (Tabel 5).

5.1.2.2 Pengamatan reaksi jaringan terhadap implantasi tube polyethylene pada hari ke 30

Setelah tiga puluh hari dilakukan implantasi, pada kelompok kontrol dan kelompok ekstrak lerak 0,01% dievaluasi reaksi jaringannya dengan melihat penyebaran sel-sel radang disekitar tube.

Gambar 47. Foto mikroskopis kelompok kontrol, pengamatan pada hari ke 30. Terlihat tidak ada sel-sel radang, dan tampak penyebaran sel-sel fibroblast dan kolagen. Pembesaran 400x

F K


(72)

Gambar 48. Foto mikroskopis respon inflamasi ringan pada kelompok kontrol, pengamatan pada hari ke 30. Terlihat sel limfosit (L) dan sel plasma (SP). Tampak penyebaran sel-sel fibroblas (F) dan kolagen (K). Pembesaran 400x

Gambar 49. Foto mikroskopis respon inflamasi sedang pada kelompok kontrol, pengamatan pada hari ke 30. Terlihat sel limfosit (L), sel plasma (SP) dan neutrofil (N). Tampak sel-sel fibroblas (F), kolagen (K) dan pembuluh darah (PD). Pembesaran 400x

SP

F K L

L

SP N

F

PD


(73)

K F

PD

Gambar 50. Foto mikroskopis kelompok ekstrak lerak 0,01%, pengamatan pada hari ke 30. Terlihat tidak ada sel-sel radang. Tampak sel-sel fibroblas (F), kolagen (K) dan pembuluh darah (PD). Pembesaran 400x

Gambar 51. Foto mikroskopis respon inflamasi ringan pada kelompok ekstrak lerak 0,01%, pengamatan pada hari ke 30. Terlihat adanya sel makrofag (M), sel-sel fibroblas (F), kolagen (K) dan pembuluh darah (PD). Pembesaran

K

PD F


(74)

Pengamatan pada hari ke 30 kelompok kontrol, terlihat terjadinya penurunan sel radang, tetapi masih dijumpai adanya campuran sel radang akut dan kronis. Sel yang dominan adalah sel limfosit, tapi dapat juga dijumpai sel neutrofil, sel plasma dan makrofag. Infiltrasi sel-sel radang pada tiap sampel dapat dilihat pada tabel 3. Dari enam sampel yang diamati terdapat satu sampel yang menunjukkan tidak adanya infiltrasi sel radang (Gambar 47), empat sampel menunjukkan derajat radang yang ringan (Gambar 48) dan satu sampel menunjukkan derajat radang yang sedang (Gambar 49) (Tabel 5).

Pengamatan pada hari ke 30 kelompok ekstrak lerak 0,01%, juga terlihat terjadinya penurunan sel radang. Pada kelompok ini juga masih dijumpai campuran sel radang akut dan kronik. Infiltrasi sel radang yang dominan adalah limfosit, tapi

K

N

PD

F

L

Gambar 52. Foto mikroskopis respon inflamasi sedang pada kelompok ekstrak lerak 0,01%, pengamatan pada hari ke 30. Terlihat sel neutrofil (N) dan limfosit (L). Tampak sel-sel fibroblas (F), kolagen (K) dan pembuluh darah (PD). Pembesaran 400x


(75)

dapat juga dijumpai adanya sel plasma dan neutrofil. Infiltrasi sel-sel radang pada tiap sampel dapat dilihat pada tabel 5. Reaksi jaringan lebih banyak menunjukkan derajat radang yang ringan sampai sedang. Dari enam sampel yang diamati, dua sampel menunjukkan tidak terdapat infiltrasi sel radang (Gambar 50), dua sampel menunjukkan respon sel radang yang ringan (Gambar 51) dan dua sampel lainnya menunjukkan respon sel radang yang sedang (Gambar 52) (Tabel 5).

Tabel 1. Pengamatan sel radang pada tiap-tiap sampel kelompok kontrol setelah 7 hari perlakuan

Ulangan Sel radang

1 Didominasi oleh sel neutrofil, tapi dapat juga terlihat sel limfosit dan sel plasma

2 Didominasi oleh sel neutrofil, tapi dapat juga terlihat sel limfosit, sel plasma dan makrofag.

3 Didominasi oleh sel neutrofil, dan limfosit, dapat juga terlihat sel plasma

4 Didominasi oleh sel neutrofil, dan limfosit, dapat juga terlihat sel plasma

5 Didominasi oleh sel neutrofil, tapi dapat juga terlihat sel limfosit, sel plasma dan makrofag.


(76)

Tabel 2. Pengamatan sel radang pada tiap-tiap sampel kelompok ekstrak lerak 0,01% setelah 7 hari perlakuan

Ulangan Sel radang

1 Didominasi oleh sel neutrofil dan makrofag, tapi dapat juga terlihat sel limfosit, dan sel plasma

2 Didominasi oleh sel neutrofil dan limfosit, tapi dapat juga terlihat sel makrofag dan sel plasma

3 Didominasi oleh limfosit dan makrofag, tapi dapat juga terlihat sel neutrofil dan sel plasma

4 Didominasi oleh limfosit dan makrofag, tapi dapat juga terlihat sel neutrofil dan sel plasma

5 Didominasi oleh sel neutrofil, limfosit dan makrofag, tapi dapat juga terlihat sel plasma

6 Didominasi oleh sel neutrofil, limfosit dan makrofag, tapi dapat juga terlihat sel plasma

Tabel 3. Pengamatan sel radang pada tiap-tiap sampel kelompok kontrol setelah 30 hari perlakuan

Ulangan Sel radang

1 Didominasi oleh sel limfosit, tapi dapat juga terlihat sel plasma dan neutrofil,makrofag

2 Didominasi oleh sel limfosit dan sel plasma, tapi dapat juga terlihat makrofag

3 Didominasi oleh sel limfosit dan sel plasma, tapi dapat juga terlihat makrofag

4 Tidak dijumpai sel radang

5 Didominasi oleh sel limfosit dan sel plasma, tapi dapat juga terlihat sel neutrofil

6 Didominasi oleh sel limfosit, tapi dapat juga terlihat sel plasma dan neutrofil,makrofag


(1)

Skema Alur ekstraksi buah lerak (Sapindus rarak DC)

Buah lerak 940 gram dicuci, keluarkan bijinya, daging buah dipotong kecil (±3mm).

Lerak kering seberat 600 gram diblender dan diayak.

520 gram simplisia dimaserasi dengan pelarut etanol destilasi (3jam).

Pindahkan simplisia ke dalam perkolator dan tambahkan etanol destilasi

Disaring dengan kertas Whatman Diamkan selama 24 jam, kemudian biarkan menetes

Diuapkan sampai kental dengan vaccum

rotavapor selama 5 jam

Ekstrak dikeringkan dengan freeze dryer selama 6 jam

Potongan daging buah dimasukkan ke dalam lemari pengering hingga rapuh


(2)

LAMPIRAN 2 :

Skema alur pengujian efek antiinflamasi terhadap tikus Wistar jantan

• Perlakuan hewan percobaan

Tikus dianastesi secara intraperiotenal dengan ketamin HCL 50 mg/ml sebanyak ±0,3ml

Punggung tikus dicukur

Desinfeksi dengan alkohol 70%

Insisi punggung tikus sampai lapisan subkutan/kedalaman ±20 mm, dengan panjang ±1,5cm

Hewan percobaan dipelihara di dalam kandang secara individual

Tikus dibunuh pada hari ke 7 dan ke 30 dengan cara inhalasi eter

Punggung tikus dicukur dan jahitan dibuka, daerah yang akan dipotong ditandai

Ambil jaringan dengan gunting bedah dan blade

Jaringan dimasukkan ke dalam botol berisi larutan formalin Insisi I

Masukkan tube berisi ekstrak lerak 0,01%

Hecting

Insisi II

Masukkan tube yang berisikan CMC 0,5%


(3)

Jaringan dipotong dengan ketebalan 2-3 mm dan difiksasi ke dalam formalin buffer 10% (48 jam)

Potongan jaringan didehidrasi dengan aceton volume 1:10 dalam tiga tempat masing-masing 2 jam

Clearing dengan toluen dalam tiga tempat masing-masing 1 jam

Sampel direndam ke dalam larutan paraffin cair dengan suhu 60-70ºC dalam tiga tempat masing-masing 2 jam

Blocking/pencetakan (Block-Paraffin) dan

didinginkan pada suhu ± -5ºC

Pemotongan blok dilakukan dengan microtome (820-Reichtretjung) dengan ketebalan 2-3 µ m dan panjang 2 cm

Pit paraffin yang berisikan jaringan dimasukkan ke dalam water bath (Gollen

ahamp) pada suhu 20-30ºC

Ambil potongan paraffin dengan menggunakan kaca objek kemudian dipanaskan dalam oven selama 2-3 menit

Kaca objek direndam di dalam larutan xylol dalam tiga tempat masing-masing 10-15 menit

Cuci dengan alkohol mula-mula 90%, 80%, dan 70%

Cuci dengan air mengalir

Kaca objek direndam di dalam larutan hematoxillin selama 2-3 menit dan diamkan dalam air mengalir sampai terlihat berwarna biru

Rendam di dalam zat warna eosin selama 2-3 menit


(4)

LAMPIRAN 3 Data penelitian

1. Pengamatan reaksi jaringan setelah implantasi tube dengan ekstrak lerak 0,01%

*Kelompok 7hari *Kelompok 30 hari

Tikus SKOR Ekstrak lerak 0,01% CMC 0,5% (kontrol)

1 2 1

2 3 2

3 2 3

4 3 3

5 4 3

6 3 4

2. Pengamatan respon perbaikan jaringan setelah implantasi tube dengan ekstrak lerak 0,01%

*Jaringan Fibrous *Pembuluh darah baru (neovaskularisasi)

Tikus SKOR Ekstrak lerak 0,01% CMC 0,5% (kontrol)

1 0 2

2 0 1

3 1 1

4 0 0

5 1 0

6 2 1

Tikus SKOR Ekstrak lerak 0,01% CMC 0,5% (kontrol)

1 1 1

2 0 1

3 2 1

4 0 0

5 1 2

6 2 1

Tikus SKOR Ekstrak lerak 0,01% CMC 0,5% (kontrol)

1 1 1

2 3 1

3 3 1

4 1 0

5 0 0


(5)

Hasil uji statistik efek antiinflamasi ekstrak buah lerak (Sapindus rarak DC) Mann-Whitney Test

Ranks

Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

Skor selama 7 Hari CMC 0,5% (kontrol) 6 6.33 38.00

Ekstrak lerak 0,01% 6 6.67 40.00

Total 12

Skor selama 30 Hari CMC 0,5% (kontrol) 6 6.50 39.00

Ekstrak lerak 0,01% 6 6.50 39.00

Total 12

Test Statistics(b)

Skor selama 7 Hari

Skor selama 30 Hari

Mann-Whitney U 17.000 18.000

Wilcoxon W 38.000 39.000

Z -.173 .000

Asymp. Sig. (2-tailed) .863 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .937(a) 1.000(a)

a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan

Ranks

periode waktu N Mean Rank Sum of Ranks

res_inf 7 hari 6 9.17 55.00

30 hari 6 3.83 23.00

Total 12

Test Statistics(b)


(6)

a Not corrected for ties.

b Grouping Variable: periode waktu

Ranks

Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

Skor Jumlah Fibroblast CMC 0,5% (kontrol) 6 6.92 41.50

Ekstrak lerak 0,01% 6 6.08 36.50

Total 12

Skor Angiogenesis CMC 0,5% (kontrol) 6 5.83 35.00

Ekstrak lerak 0,01% 6 7.17 43.00

Total 12

Test Statistics(b)

Skor Jumlah Fibroblast

Skor Angiogenesis

Mann-Whitney U 15.500 14.000

Wilcoxon W 36.500 35.000

Z -.433 -.699

Asymp. Sig. (2-tailed) .665 .484

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .699(a) .589(a)

a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan