xxxi Hasil perhitungan rasio leverage harus dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya atau rata-rata industri sejenis untuk mengetahui bagaimana perusahaan memanajemen pendanaannya. Menurut Darsono dan Ashari 2005 :
54 “Untuk menilai rasio ini faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah stabilitas laba perusahaan. Pada perusahaan yang memiliki catatan laba yang
stabil, peningkatan dalam hutang lebih bisa ditoleransi daripada perusahaan yang memiliki catatan laba yang tidak stabil”.
c. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas sering juga disebut sebagai rasio efisiensi atau rasio pemanfaatan aktiva. Rasio aktivitas menurut Van Horne dan Wachowicz 2005 :
212 adalah “rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan berbagai aktivanya”. Rasio aktivitas atau rasio pemanfaatan aktiva menurut Wild,
Subramanyam, dan Halsey 2005 : 40 “yang mengaitkan penjualan dengan berbagai kategori aktiva, merupakan penentu penting ROI”. Rasio aktivitas dapat
diklasifikasikan menjadi rasio perputaran kas, rasio perputaran piutang usaha, perputaran persediaan, perputaran modal kerja, perputaran aktiva tetap, dan
perputaran total aktiva. Rasio aktivitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah total assets
turnover TATO. Total assets turnover menurut Syamsuddin 2000 : 73 “mengukur berapa kali total aktiva perusahaan menghasilkan penjualan”,
sedangkan menurut Darsono dan Ashari 2005 : 60 “kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan
Universitas Sumatera Utara
xxxii digambarkan dalam rasio ini”. Rumus untuk menghitung total asstes turnover
menurut Van Horne dan Wachowicz 2005 : 221
Total Assets Turnover =
Aktiva Total
Bersih Penjualan
Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara penjualan bersih dengan total aktiva. Jika total assets turnover suatu perusahaan sebesar 2,5 berarti total aktiva
perusahaan berputar 2,5 kali untuk menghasilkan penjualan bagi perusahaan. Untuk mengetahui apakah perusahaan cukup efektif dalam menggunakan
aktivanya, hasil perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata industri atau hasil perhitungan tahun-tahun sebelumnya.
d. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas disebut juga rasio kinerja operasi. Rasio profitabilitas atau kinerja operasi digunakan untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi
yang dilakukan perusahaan. Menurut Brigham dan Houston 2006 : 107 “rasio profitabilitas akan menunjukkan efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang
pada hasil operasi”. Rasio profitabilitas menurut Van Horne dan Wachowicz 2005 : 222 adalah
“rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi”. Dari rasio profitabilitas dapat diketahui bagaimana tingkat profitabilitas perusahaan. Setiap
perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Untuk dapat melangsungkan hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan yang
menguntungkan profitable. Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang tidak
Universitas Sumatera Utara
xxxiii menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman
dari kreditor maupun investasi dari pihak luar. Dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi, rasio profitabilitas dapat
diklasifikasikan menjadi margin laba kotor gross profit margin, margin laba operasi operating profit margin, margin laba sebelum pajak pretax profit
margin, margin laba bersih net profit margin, return on assets atau return on investment, dan return on equity.
Rasio profitabilitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah return on assets ROA, return on equity ROE, dan gross profit margin GPM.
1 Return on Assets ROA
Return on assets menurut Syamsuddin 2000 : 63 merupakan “pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuantungan
dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan”. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam
menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuantungan. Rumus untuk menghitung return on assets menurut Van Horne dan
Wachowicz 2005 : 224
ROA =
Aktiva Total
Pajak Setelah
Bersih Laba
Rumus lain yang dapat digunakan untuk menghitung ROA adalah dengan persamaan Du Pont. Dengan menggunakan persamaan Du Pont dapat dilihat lebih
jelas bagaimana hubungan antara laba bersih dengan dengan total aktiva. Adapun persamaan Du Pont menurut Brigham dan Houston 2006 : 114
ROA = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva
Universitas Sumatera Utara
xxxiv =
Aktiva Total
Penjualan Penjualan
Bersih Laba
x Setiap perusahaan menginginkan tingkat pengembalian yang tinggi atas
aktivanya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tingkat pengembalian yang rendah menurut Brigham dan Houston 2006 : 109 “merupakan akibat dari
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang rendah ditambah dan biaya bunga yang tinggi yang dikarenakan oleh penggunaan utangnya yang di atas
rata-rata di mana keduanya telah menyebabkan laba bersih relatif rendah”. Jika hasil perhitungan ROA suatu perusahaan sebesar 0,15 atau 15 persen
berarti setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar 15 rupiah. Untuk mengetahui apakah
perusahaan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya, maka hasil perhitungan ROA harus dibandingkan dengan rata-rata tingkat pengembalian
industri atau rata-rata suku bunga pinjaman saat itu. Apabila hasil perhitungan menunjukkan bahwa ROA perusahaan tersebut lebih tinggi dari ROA rata-rata
industri atau rata-rata suku bunga pinjaman berarti perusahaan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya.
2 Return on Equity ROE
Para pemegang saham melakukan investasi untuk mendapatkan pengembalian atas investasi mereka. Rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan
perusahaan dalam memberikan pengembalian atas investasi para pemegang saham adalah return on equity ROE. Return on equity menurut Van Horne dan
Wachowicz 2005 : 226 “menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas
Universitas Sumatera Utara
xxxv investasi berdasarkan nilai buku pemegang saham, dan sering kali digunakan
dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan sebuah industri yang sama”. Rasio ini juga menunjukkan kesuksesan manajemen perusahaan dalam dalam
mengelola investasi untuk memberikan pengembalian kepada pemegang saham. Semakin tinggi ROE berarti semakin baik posisi manajemen dihadapan para
pemegang saham. Menurut Simamora 2000 : 529 baik ROE maupun ROA memiliki kelemahan yaitu “rasio ini tidak mempertimbangkan nilai kini current
value modal yang diinvestasikan karena laporan keuangan biasanya didasarkan pada biaya perolehan historis”. Rumus untuk menghitung return on equity ROE
menurut Van Horne dan Wachowicz 2005 : 225
ROE =
Saham Pemegang
Ekuitas Pajak
Setelah Bersih
Laba
ROE juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du Pont. Dengan menggunakan rumus persamaan Du Pont dapat dilihat hubungan yang lebih jelas
mengapa perusahaan dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih rendah atau lebih tinggi kepada pemegang saham. Adapun rumus untuk menghitung ROE
dengan persamaan Du Pont menurut Brigham dan Houston 2006 : 116 ROE = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva x Pengganda Ekuitas
ROE = Biasa
Saham Ekuitas
Aktiva Total
Aktiva Total
Penjualan Penjualan
Bersih Laba
x x
Dari persamaan Du Pont terlihat jelas bagaimana hubungan antara margin laba, perputaran total aktiva, dan pengganda ekuitas dalam menentukan besarnya
pengembalian atas investasi pemegang saham.
Universitas Sumatera Utara
xxxvi Jika hasil perhitungan ROE suatu perusahaan sebesar 0,15 atau 15 persen
berarti untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan akan memberikan pengembalian atas investasi tersebut sebesar 15 rupiah. Untuk
mengetahui apakah perusahaan memberikan tingkat pengembalian yang tinggi, hasil perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata tingkat suku bunga
pinjaman saat itu. Bagi pemegang saham, untuk mengetahui apakah investasi mereka pada suatu perusahaan memuaskan, pemegang saham juga akan
membandingkan rasio ini dengan investasi potensial lainnya yang tersedia bagi mereka.
3 Gross Profit Margin
Gross profit margin GPM dapat digunakan untuk mengetahui keuntungan kotor dari setiap barang yang dijual perusahaan. Gross profit margin menurut Van
Horne dan Wachowicz 2005 : 222 “memberitahu kita laba dari perusahaan yang berhubungan dengan penjualan, setelah kita mengurangi biaya untuk
memproduksi barang yang dijual”. Penggunaan rasio ini dalam menentukan bagaimana tingkat profitabilitas
perusahaan memiliki kelemahan karena rasio ini hanya memberi tahu besarnya keuntungan kotor dari penjualan yang dilakukan perusahaan tanpa memasukkan
struktur biaya yang ada pada perusahaan. Rumus untuk menghitung gross profit margin menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey 2005 : 42
Gross Profit Margin =
Penjualan Penjualan
Pokok Harga
- Penjualan
Universitas Sumatera Utara
xxxvii Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasional
perusahaan. Jika perhitungan gross profit margin suatu perusahaan sebesar 0,25 atau 25 persen berarti setiap seratus rupiah penjualan, perusahaan akan
mendapatkan laba kotor sebesar 25 rupiah. Hasil perhitungan rasio ini harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk melihat apakah terdapat
peningkatan atau penurunan gross profit margin. Menurut Darsono dan Ashari 2005 : 56 “Penentuan margin keuntungan kotor oleh perusahan akan
mempertimbangkan aspek struktur pasar, jenis barang, dan struktur persaingan. Pada pasar dengan persaingan yang amat ketat, margin keuntungan kotor akan
semakin rendah dibandingkan dengan pasar yang bersifat monopolistis”.
3. Analisis Rasio Keuangan