Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan

Pada awal abad ke 20 ada keinginan dari golongan orang Belanda untuk mengubah cara penjajahannya di Indonesia, golongan ini menyebut dirinya sebagai kelompok etika, pelopornya adalah Van Deventer. 10 Politik Etika 11 Keadaan seperti ini memaksa pemerintah Belanda untuk mengubah sikapnya terhadap rakyat, dengan mengadakan pendekatan terhadap rakyat. Belanda menggunakan Politik Etika untuk dapat mendekati rakyat, sekolah-sekolah mulai didirikan pada tahun 1862 yang merupakan sekolah bagi para guru dan bagi daerah yang belum menganut agama dikirim zending, hal ini dilakukan bertujuan untuk proses kristenisasi yang merupakan skenario ini terdengar pengaruhnya terasa juga terasa sampai ke daerah jajahan Belanda di Sumatera Utara. Penghidupan para karyawan yang sangat sengsara menyebabkan seringnya terjadi kerusuhan di perkebunan-perkebunan Belanda, bukan hanya para karyawan yang tidak senang terhadap pemerintah Belanda tetapi juga penduduk setempat. Akibat seringnya terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh penduduk di perkebunan maka, hal ini menimbulkan kerugian pada pihak Belanda sebagai pengusaha perkebunan. Kerusuhan ini harus dihentikan oleh Belanda untuk menjamin keberlangsungan para penanam modal asing yang menanamkan modalnya di perkebunan di Sumatera Timur. 10 Masjkuri Sutrisno Kutoyo, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Utara, Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981, hlm 47 11 Politik Etika adalah politik balas budi yang terdiri dari 3 kebijakan yaitu Edukasi, Transmigrasi dan Irigasi Universitas Sumatera Utara besar Belanda. 12 Tujuan dilakukannya hal ini adalah untuk dapat memecah hubungan antara suku Karo dengan penduduk Melayu di pesisir agar Belanda dapat mudah meluaskan pengaruh serta usaha perkebunannya di Sumatera Timur. Hal ini dilakukan karena keadaan masyarakat di Sumatera Timur yang terdiri dari masyarakat Melayu dan Karo. Hubungan kedua etnis ini cukup erat mengingat ada kesamaan rumpun budaya. Belanda mengalami kesulitan dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat Melayu dari segi agama, karena budaya masyarakat Melayu dekat dengan budaya Islam. Masyarakat Karo masih menganut kepercayaan animisme,sehingga Belanda lebih memilih untuk mendekati masyarakat Karo karena menurut Belanda lebih mudah memasukkan pengaruh agamanya kepada masyarakat Karo yang masih animisme. 13 Tahun 1907 Belanda mulai mengembangkan pendidikan atas prakarsa Jenderal Van Heutz, 14 Setelah Sumatera Timur diduduki oleh tentara Jepang pada permulaan tahun 1942, maka berakhirlah pemerintahan Belanda di Sumatera Timur. Sekolah yang menggunakan bahasa Belanda seperti voolkschool, vervogschool, H.I.S, E.L.S., Standart School sebagai bahasa pengantarnya dihapuskan dan diganti dengan sekolah system pendidikan Jepang. yang merupakan salah seorang pendukung golongan liberal yang mendukung diterapkannya Politik Etika di Indonesia. Sekolah-sekolah dibuka juga bukan hanya karena banyak orang yang berhaluan etika tetapi karena kebutuhan akan pegawai rendahan yang mendesak untuk dipekerjakan di perkebunan. Kurikulum yang digunakan hanyalah membaca, menulis dan berhitung saja, hanya berupa pengetahuan yang paling dasar dan sederhana. 12 Bagi Belanda proses kristenisasi adalah proses pembelajaran, karena pendidikan yang disebarluaskan oleh pemerintah Belanda dimasukkan unsure-unsur Kristen, oleh karena itu pada awal perluasan pendidikan Belanda di Indonesia selalu dilakukan oleh para pendeta. 13 Ibid., hlm. 48 14 Loc. Cit., Universitas Sumatera Utara Sistem pendidikan pada masa pemerintahan Jepang hampir sama dengan sistem pendidikan sekarang. Sekolah Dasar pada masa Pemerintahan Jepang disebut Sekolah Rakyat Kokumin Gakko sedangkan masa Belanda sekolah dasar adalah volkschool. Sekolah ini terbuka bagi semua gologan penduduk. Lama pendidikannya 6 enam tahun. Setelah Sekolah Dasar dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Pertama Shoto Chu Gakko. Setelah itu dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Tinggi Koto Chu Gakko. Lama pendidikannya 3 tahun untuk SMP dan tiga tahun untuk SMT. Sekolah Kejuruan Menengah yang ada adalah Sekolah Pertukangan Kogyo Gakko dan Sekolah Teknik Menengah Kogyo Semmon Gakko. 15 Awalnya sekolah menengah Jepang tersebut diteruskan. Sekolah Menengah Umum Jepang berkedudukan di Medan dan Tarutung, tetapi Belanda kembali berusaha untuk Kalau digambarkan dalam suatu bagan, sistem persekolahan pada zaman Jepang tidak jauh berbeda dengan sistem persekolahan sesudah kemerdekaan. Pelajaran yang diajarkan semuanya dalam bahasa Indonesia dan ditambah dengan bahasa Jepang, ditambah latihan jasmani dan latihan baris-berbaris. Pendidikan Sekolah Menengah Jepang sangat singkat sekali karena setelah Jepang bertekuk lutut pada sekutu maka Sekolah Menengah diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan namanya berubah menjadi Sekolah Rakyat. Sekolah Rakyat ini berlangsung dalam suasana perang kemerdekaan. Sekolah terkadang ditutup karena adanya serangan dari Belanda, guru-guru sering meninggalkan tugas karena ikut serta dalam kegiatan militer demi untuk mempertahankan Republik Indonesia. 15 Sumarsono Mestoko, Pendidikan Indonesia dari Jaman ke Jaman, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979, hlm. 89 Universitas Sumatera Utara menduduki kota Medan maka Sekolah Menengah Umum tersebut dipindahkan ke Pematang Siantar. Selain di Medan dan Tarutung Sekolah Menengah Umum tersebut juga didirikan di Padang Sidempuan. Setelah terbentuknya Propinsi Sumatera Utara pada tahun 1948 maka banyak dibangun Sekolah Menengah Umum, karena tamatan Sekolah Menengah telah banyak maka didirikanlah Sekolah Menengah Tinggi di Pematang Siantar. Agresi Militer Belanda I melanda sebahagian besar daerah di Sumatera Utara maka Sekolah Menengah Tinggi kemudian dipindahkan ke Medan dan merupakan sekolah republik yang berada di bawah pendudukan Belanda, Sekolah Menengah Tinggi ini disebut dengan SMA Darurat. 16 Dengan adanya Agresi Belanda I, sebahagian besar wilayah Sumatera Timur dikuasai oleh Belanda. Daerah yang dikuasai oleh Belanda didirikan sekolah menengah, MULO dan HBS kembali dibuka. Selain itu ada pula sekolah Middelbare School yang sudah menggunakan bahasa pengantar Indonesia dan bahasa pengantar bahasa Belanda, sekolah Middelbare School tidak hanya didirikan di Kota Medan tetapi di daerah lain seperti Pematang Siantar, Tanjung Balai, Tebing Tinggi dan Binjai yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia, di Medan sekolah Middelbare School menggunakan bahasa pengantar Belanda. Setelah para siswa tamat dari Middelbare School, mereka masuk sekolah VHO Voorbeciding tot Hoger Onderwijs sekolah ini merupakan sekolah persiapan untuk perguruan yang lebih tinggi. VHO dijadikan SMA Istimewa dan melaksanakan ujian sendiri tetapi setelah tahun 1951 SMA Istimewa ini disamakan dengan SMA biasa, dan sampai tahun 1953 di Sumatera Utara hanya memiliki 1 SMA Negeri. 17 16 Op., Cit. hlm. 51 17 Ibid., hlm 83 SMA Istimewa diubah menjadi SMA Umum berhubung adanya proses Nasionalisasi di Indonesia. Siswa-siswa dapat berasal Universitas Sumatera Utara dari kalangan manapun, hanya saja sekolah ini menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Setelah kemerdekaan sistem pendidikan tidak didasarkan oleh sistem golongan yang berdasarkan bangsa maupun status sosial, berikut adalah tingkatan sekolah setelah kemerdekaan: Pendidikan terendah di Indonesia adalah sekolah dasar. Pada tahun 1945 disebut juga Sekolah Rakyat SR. lama pendidikan selama 6 tahun. Pendidikan Menengah terbagi atas 2 tingkatan, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA. Masing-masing tingkatan lamanya 3 tiga tahun. Tingkat pendidikan menengah ini terbagi atas dua jenis, yaitu : sekolah menengah umum dan sekolah menengah kejuruan. 18 Apabila dibandingkan dengan jumlah pertambahan penduduk, maka sarana pendidikan tidak dapat menampung jumlah anak-anak usia sekolah, baik di tingkat SD apalagi di tingkat SMP dan SMA. Hal ini menyebabkan jumlah angkatan kerja menjadi Dalam pelaksanaan pembangunan nasional setelah kemerdekaan di segala bidang, memmerlukan fondasi berupa kecerdasan. Untuk melaksanakan ini pemerintah telah membangun gedung-gedung sekolah dan menambah tenaga pengajar dalam bentuk Inpres, dan atas kebijakan pemerintah daerah setempat, Karena gedung dan tenaga pengajar merupakan sumber pokok dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. Kota Medan sebagai pusat pendidikan di Sumatera Utara dalam memajukan pendidikan telah berusaha memperbanyak gedung-gedung sekolah dan tenaga pengajar sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Walaupun kebutuhan ini masih jauh dari yang diharapkan, namun manfaatnya mulai terasa bagi masyarakat kota dan sekitarnya. 18 Sumarsono Mestoko, Pendidikan Indonesia dari Jaman ke Jaman, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979, hlm.98 Universitas Sumatera Utara bertambah, karena tidak dapat melanjutkan sekolah. 19 Perkembangan yang cukup baik terjadi di tahun 1980an. Di masa ini terjadi peningkatan jumlah sekolah yang cukup pesat seperti di tahun 1981, jumlah keseluruhan SD, SMP, SMA baik negeri maupun swasta berjumlah 975 sekolah. Angka ini menunjukkan perkembangan yang baik dari sekolah-sekolah yang ada di Medan. Di tahun 1982 jumlah sekolah di Kota Medan telah berjumlah 1080 sekolah. Di tahun 1983 jumlah sekolah-sekolah di Kota Medan kembali meningkat hingga mampu mencapai 1185 sekolah. Di tahun 1984 sekolah kembali meningkat hingga berjumlah 1207 sekolah. Di tahun 1985 sekolah-sekolah kembali meningkat hingga 1288 sekolah, tahun 1986 berjumlah 1348 sekolah, di tahun 1987 kembali meningkat hingga 1393 sekolah, di tahun 1988 berjumlah 1419 sekolah, tahun 1989 Meningkatnya angkatan kerja tahun 1970an dikarenakan jumlah SMP dan SMA swasta masih sangat terbatas. SMP dan SMA negeri jumlah siswanya telah dibatasi berdasarkan kuota yang disediakan. Hal ini menyebabkan anak-anak usia sekolah yang tidak mendapatkan kesempatan masuk ke sekolah negeri tidak mendapat kesempatan belajar dikarenakan sejumlah sekolah swasta yang ada tidak mampu menampung jumlah usia sekolah yang ada pada saat itu, sebab mereka memiliki kuota siswa yang akan diterima. Di tahun 1970 jumlah sekolah yang ada baik SD, SMP, SMA negeri maupun swasta masih dalam jumlah yang terbatas, terutama di pihak sekolah-sekolah swasta. Sekolah ini masih terbatas sekali, sementara angka usia sekolah meningkat. Sekolah negeri pun tidak banyak seperti sekarang, jadi dapat dikatakan sekolah belum mampu menampung anak usia sekolah pada tahun 1970an. 19 Bayo Suti, Medan Menuju Kota Metropolitan, Medan: Yayasan Potensi Pembangunan Daerah, 1979, hlm 102 Universitas Sumatera Utara jumlahnya kembali meningkat hingga 1470 sekolah, tahun 1990 jumlahnya hanya bertambah 5 sekolah saja menjadi 1475 sekolah. 20 20 Cabang Perwakilan BPS Kantor Statistik Kotamadya Mdan, Kotamdya Medan Angka Tahun 1991, Medan: Kantor Statistik Kotamadya Medan, 1992, hlm. 54 Dari sini dapat dilihat bahwa perkembangan sekolah tidak begitu teratur tiap tahunnya, angka pertumbuhan terjadi secara acak. Walaupun demikian dapat dilihat bahwa perkembangan sekolah-sekolah di Medan cukup baik dan dijadikan sebagai alasan bahwa Medan sangat memperhatikan dunia pendidikan dan mampu memenuhi kebutuhannya akan tuntutan dunia pendidikan. Pengelolaan SLTP dan SLTA, IKIP Medan akan menyediakan 9000 guru bagi SLTP dan SLTA untuk Sumatera Utara, ini menunjukkan kebutuhan guru sangat diperlukan bagi sekolah-sekolah. Dilihat dari keterangan diatas bahwa perkembangan sekolah di Sumatera Utara sangat cepat, ini bisa terjadi karena makin tingginya minat masyarakat untuk mendapat pendidikan, selain itu pemerintah memajukan pendidikan dengan menambah jumlah sekolah-sekolah negeri, pihak swasta juga tak kalah banyak membuka sekolah-sekolah dan dengan jumlah yang tidak sedikit, hal ini terjadi karena pemerintah selalu memberi dukungan kepada pihak swasta yang ingin membuka sekolah untuk memajukan pendidikan di kota Medan. Universitas Sumatera Utara

2.2 Letak Geografis