Ibadah Murni al-‘Ibadah al-Mahdah
52
masih debatable dapat diperdebatkan, karena itu “seorang mufassir kontekstual” dituntut untuk memiliki perangkat-perangkat ilmiah yang
diperlukan untuk melakukan aktifitas ijtihad, di samping dituntut pula untuk memiliki perangkat ilmiah yang diperlukan untuk melakukan penafsiran
kontekstual. Adapun dalam melakukan aktifitas itu ia tetap dituntut untuk
menempuh metode yang disebut sebagai ahsan turuq al-tafsîr terlebih dahulu sebelum melakukan penafsiran kontekstual, yaitu tafsir al-Qur’an bi al-
Qur’an, kemudian tafsir al-Qur’an bi al-Sunnah. Ali Mustafa mengingatkan
bahwa tanpa memakai metode seperti itu dikhawatirkan “tafsir tekstual” merupakan tindakan mendikte Allah al-hukm ‘ala Allâh, karena hal itu tidak
lebih dari sekedar pendapat pribadi.
29
Dalam menyikapi pemahaman kontekstual, Ali Mustafa memiliki rumusan yang cukup sistematis. Menurutnya, apabila sebuah hadis tidak dapat
dipahami secara tekstual, maka harus dipahami secara kontekstual, yaitu dipahami dengan melihat aspek-aspek di luar lafaz teks itu sendiri, yang
meliputi Sebab-Sebab Turunnya Hadis Asbâb al-Wurûd; Lokal dan Temporal Makâni wa Zamâni; Kausalitas kalimat ‘Illat al-Kalâm dan;
Sosio Kultural Taqâlid.
30
Berikut ini akan dipaparkan beberapa perangkat pemahaman kontekstual yang dirumuskan Ali Mustafa Yaqub.
29
Ali Mustafa Yaqub, Islam Masa Kini, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006, h. 22.
30
Ali Mustafa Yaqub, Haji Pengabdi Setan Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006, h. 152.
53