58
sementara mereka sendiri tidak siap mengkonsumsi semuanya, sehingga makanan itu busuk. Ali Mustafa menukilkan bahwa Muhammad al-Ghazâlî
memahami hadis ini secara tekstual, sehingga ia berkesimpulan bahwa hadis ini palsu, karena membusuknya daging tidak ada kaitannya dengan orang-
orang Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa Muhammad al-Ghazâlî yang terkenal kontekstualis masih terjebak pada metode tekstual ketika memahami
beberapa hadis yang tidak ia pahami.
44
Dalam hal ini prinsip umum kaedah usûl fiqh mesti diterapkan untuk mengetahui kandungan ‘illat dalam sebuah hadis. Karena berjalannya
ketentuan hukum selama ada ‘illatnya. Kalau ‘illatnya sudah hilang, maka ketentuan hukumpun menjadi batal “al-hukmu yadûru ma’a al-‘illah
wujûdan wa ‘adaman.”
45
4. Sosio Kultural Taqâlid
Di samping tiga pendekatan di atas, pemahaman kontekstual juga dapat dilakukan melalui pengetahuan tentang Sosio Kultural Taqâlid, yaitu
dengan mengaitkan hadis itu dengan kondisi sosial masyarakat pada waktu itu. Misalnya, hadis Nabi saw yang membolehkan orang yang sedang salat,
meludah di masjid.
46
Untuk konteks waktu itu, meludah di masjid merupakan persoalan biasa, karena konteks masjid waktu itu tidak seperti masjid
sekarang. Masjid zaman Nabi saw belum mengenal lantai keramik, melainkan pasir, sehingga ludah yang jatuh di masjid saat itu langsung diserap pasir.
44
Ali Mustafa Yaqub, Haji Pengabdi Setan, h. 157.
45
Al-Sayyid Bakri bin al-Sayyid, I’ânah al-Tâlibîn, Beirût: Dâr al-Fikr, t.t., j. 2, h. 290.
46
Muslim bin al-Hajjâj al-Naisâbûrî, Shahîh Muslim, bâb hadis Jâbir al-Ta’wîl, hadis nomor 3006, j. 4, h. 2303.
59
Apalagi ternyata pasir di Arab dengan udara kering dan panas menyebabkan bakteri-bakteri tidak tahan lama.
Ini berbeda dengan masjid saat ini yang lantainya telah menggunakan keramik atau marmer. Bila meludah di masjid seperti ini dibenarkan, maka
justru akan mengotori masjid dan membahayakan kesehatan. Bahkan boleh jadi, masjid semakin tidak ada peminatnya, karena penuh kotoran ludah.
Karena itu, kita tidak mungkin menerapkan hadis itu secara tekstual, tanpa mengaitkannya dengan kondisi kultural saat itu.
47
47
Ali Mustafa Yaqub, Haji Pengabdi Setan, h. 157.