Analisis Wacana Kritis “Dai Komersial” Dalam Buku Setan Berkalung Surban Karya Prof. Dr. Kh. Ali Mustafa Yaqub, Ma

(1)

ANALISIS WACANA KRITIS “DAI KOMERSIAL” DALAM BUKU SETAN BERKALUNG SURBAN KARYA

PROF. DR. KH. ALI MUSTAFA YAQUB, MA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun Oleh:

Yogi Sulaeman NIM: 1111051000004

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015 M./1436 H.


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata-1 di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari saya terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakrta, 09 Juni 2015


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Analisis Wacana Kritis “Dai Komersial” dalam Buku Setan

Berkalung Surban Karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Rabu, 03 Juni 2015. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 09 Juni 2015

Sidang Munaqasyah,

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. H. Arief Subhan, MA Ahmad Fatoni, S.Sos.I NIP. 19660110 199303 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Rubiyanah, MA Fita Fathurokhmah, M.Si NIP. 19730822 199803 2 001 NIP.19830610 200912 2 001

Pembimbing,

Dr. H. A Ilyas Ismail, MA NIP.19630405 199403 1 001


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH

DALAM BUKU SETAN BERKALUNG SURBAN KARYA PROF. DR. KH. ALI MUSTAFA YAQUB, MA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Disusun Oleh:

Yogi Sulaeman NIM: 1111051000004

Disetujui Oleh Dosen Pembimbing:

Dr. H. A Ilyas Ismail, MA NIP.19630405 199403 1 001

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015 M./1436 H.


(5)

ABSTRAK Nama : Yogi Sulaeman

Nim : 1111051000004

“Analisis Wacana Kritis “Dai Komersial” dalam Buku Setan Berkalung Surban Karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA”

Berdakwah melalui tulisan merupakan media dakwah yang cukup efektif dalam menyampaikan pesan–pesan dakwah di zaman sekarang, karena media ini memiliki usia dalam jangka panjang dan pengaruh dalam jangkauan luas. Salah satu media tulisan yang dapat digunakan sebagai dakwah ialah buku, seperti buku Setan Berkalung Surban dalam penelitian ini. Di sisi lain, masyarakat modern sekarang ini sedang euforia dengan buku yang berisi hiburan, dan mulai melupakan buku yang berisi keislaman. Jelasnya, bagaimana dakwah itu dikemas dengan sebaik mungkin. Karena dakwah yang efektif, ialah yang dapat menarik hati objek dakwahnya, dalam hal ini ialah pembacanya.

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana struktur teks yang diwacanakan oleh Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA dalam buku Setan Berkalung Surban? Bagaimana kognisi sosial dan konteks sosial yang ada dalam buku Setan Berkalung Surban?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk dengan pendekatan kualitatif. Menurutnya penelitian wacana tidak hanya terbatas pada teks semata, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi dan dipahami oleh si pembuat teks. Dan bagaimana kognisi sosial dan konteks sosial yang ada.

Penelitian ini fokus pada tulisan tentang dai komersial. Tulisan ini memiliki 3 pesan utama, pertama menghimbau dai agar memiliki perilaku yang sesuai dengan ucapan mereka. Kedua, mengkrtitik dan memperingati dai yang yang mengejar popularitas dalam dakwah. Ketiga, menjelaskan keharaman dai komersial. Tulisan ini disampaikan dengan alur singkat dan padat dengan 3-5 halaman. Tulisan ini memiliki latar, detail, maksud, dan praanggapan yang jelas. Bahasa dan pilihan kata yang digunakan cukup ringan dan kaya akan unsur retoris.

Secara kognisi sosial, tulisan ini berisikan representasi pemikiran beliau terhadap fenomena dai komersial yang dilandaskan pada pengetahuan Islamnya yang mendalam dengan disiplin ilmu lainnya. Kemudian strategi beliau dalam menulis buku ini adalah menggunakan bahasa yang ringan dan pengantar berupa kisah nyata atau hasil dari perkumupulan bersama para Ulama. Secara konteks sosial, dapat diketahui bahwa alasan beliau dalam menulis buku ini adalah untuk mengkritik perilaku para dai komersial, dan memberi solusi dari fenomena itu, dengan cara pertama, masyarakat untuk tidak mengundang mereka lagi dan kedua, pemerintah agar memberdayakan peran imam masjid di Indonesia. Layaknya matahari dengan bumi, begitulah perumpamaan arti penting pengetahuan Islam bagi umat Islam. Fungsi buku ini dalam menyampaikan pesan dakwah sangat bermanfaat bagi masyarakat. Mereka harus mendongkrak kembali semangat baca mereka terhadap buku bertema Islam, agar mendapat bekal pengetahuan Islam yang cukup sehingga selamat dunia dan akhirat.

Kata Kunci: Buku, Dai Komersial, Analisis Wacana, Kognisi Sosial, dan Konteks Sosial.


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. atas segala rahmat dan kemudahan dari-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan pada junjungan Nabi Besar Muhammad saw., para keluarga beliau, para sahabat beliau yang mulia, dan umat beliau yang mengikuti dan mengamalkan sunnah dan ajarannya hingga hari akhir nanti.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari benar bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak terkait, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Karena berkat arahan, bantuan, dan motivasi yang diberikan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna mendapatkan gelar Strata Satu (S1) di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis H. Eman Sulaeman dan Hj. Dedeh Kurniasih, S.Pd.I. yang telah memberikan banyak kebaikan kepada penulis yang tak bisa penulis sebutkan seluruhnya dan tak akan pernah bisa penulis balas seutuhnya. Terimakasih banyak Ayah dan Ibu, semoga Allah swt. memberikan pahala yang berlimpah atas amal kebaikan kalian kepada anak-anak kalian. Aamiin. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:


(7)

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Suparto, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Ibu Dr. Roudhonah, M.Ag., selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Bapak Dr. Suhaimi, M.Si., selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan. 3. Bapak Rachmat Baihaky, MA, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

(KPI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, selalu memberikan dukungan kepada penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Fita Fathurokhmah, SS., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam (KPI) yang telah banyak membantu penulis.

5. Bapak Dr. H. A.Ilyas Ismail, MA, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan arahan, saran serta motivasi kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Terimakasih banyak atas bimbingannya.

6. Ibu Artiarini Puspita Arwan, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan perhatian, dukungan, doa, dan bimbingan kepada penulis sejak awal perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini selesai.

7. Seluruh Dosen dan Karyawan di Lingkungan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Sahabat-sahabat mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2011 dan sahabat-sahabat mahasantri Darus-Sunnah angkatan 2011 (Fushilat). Terimakasih atas kebersamaannya, penulis bangga menjadi bagian dari kalian. Tetap berjuang dan tetap semangat!


(8)

9. Adik-adik tersayang, Balkis dan Yaser Hafair Syah yang selalu menemani dan menghibur penulis selama ini. Semoga Allah swt. selalu melindungi kalian dengan rahmat-Nya di dunia maupun di akhirat. Aamiin.

10. Langit Merah di malam hari, Mia Islamiati, yang jauh di sana tapi selalu serasa dekat di sisi, yang selalu tulus untuk menemani, mendukung, mendoakan, dan memberi perhatian yang hangat kepada penulis dalam menjalani segala rintangan dalam kehidupan ini. Juga atas bantuannya yang sangat berharga dalam pengeditan tulisan skripsi ini. Semoga Allah swt. selalu melimpahkan cinta-Nya kepadamu dan kepada kita. Aamiin.

Besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat menambah keilmuan terutama bagi rekan-rekan mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis menyadari pentingnya kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat menjadi masukan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak lain pada umumnya.

Jakarta, 09 Juni 2015


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Teknik Penulisan ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Analisis Wacana ... 15

B. Dakwah ... 31

C. Buku sebagai Media Dakwah ... 35

BAB III PROFIL PROF. DR. KH. ALI MUSTAFA YAQUB, MA DAN GAMBARAN UMUM BUKU SETAN BERKALUNG SURBAN A. Profil Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA ... 37

B. Karya-Karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA ... 40

C. Aktivitas Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA ... 43


(10)

BAB IV ANALISIS WACANA KRITIS “DAI KOMERSIAL” DALAM BUKU SETAN BERKALUNG SURBAN KARYA PROF. DR. KH. ALI MUSTAFA YAQUB, MA

A. Struktur Teks yang Diwacanakan dalam Buku Setan Berkalung

Surban... 49

B. Analisis Wacana Berdasarkan Kognisi Sosial ... 93

C. Analisis Wacana Berdasarkan Konteks Sosial ... 100

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 ... 8 Tabel 2 ... 9 Tabel 3 ... 19


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang semakin pesat sekarang ini melahirkan banyak teknologi canggih yang bisa dimanfaatkan manusia. Penggunaan media komunikasi modern pun, menjadi sebuah kebutuhan yang harus dimanfaatkan keberadaannya untuk kepentingan dalam menyampaikan pesan atau dakwah Islam. Salah satunya adalah dakwah melalui media tulisan, yang disebut dengan dakwah bil qalam, baik melalui media cetak seperti buku atau media internet seperti blog. Keuntungan dakwah bil qalam adalah bisa menembus ruang dan waktu dalam jangkauan luas.1

Rasulullah saw. sebagai panutan umat Islam sedunia tidak hanya melakukan dakwah secara lisan dan memberikan suri tauladan dalam berperilaku, akan tetapi juga melakukan dakwah melalui tulisan. Hal ini dapat dilihat pada dokumentasi surat-surat Nabi saw. yang ditulis oleh seorang ahli

sejarah yaitu Muhammad bin Sa‟ad (W. 220 H.) dalam kitabnya Al-Thabaqat al-Kubra yang seluruhnya berjumlah tidak kurang dari 105 buah surat.2

Sebagai fenomena keagamaan, perintah tentang dakwah serta pengertian yang dikandungnya bersumber dari firman Allah swt. yang tercantum dalam Al-Qur‟an (Surat Ali Imran, 2: 104), yaitu:

1

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, (Jakarta: CV. Pedoman, 1997), h.33. 2

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), cet. Ke-2, h. 181.


(13)

َمِ

ََوُثَو ِرَهتٍُِتڝا ََِغ َنتَٔٓتَِيَو ِفوُرتػٍَتڝاِة َنوُرُڞ

ت

أَيَو ِ تَْ

ْا

ت

َِح َنُٔغتدَي

َ

لثٌُث تًُكتٌِِ تَُكَ تَْو

َنُٔدِيتفٍُ

تڝا ًُُْ



Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”

Buku adalah salah satu media cetak yang cukup diminati di kalangan masyarakat Indonesia. Eksistensi buku sebagai penyampai informasi dan pengetahuan kepada masyarakat Indonesia, tidak akan lekang termakan usia. Tulisan atau karya seseorang akan terus melekat dalam hati sebagai buah tutur setiap hari, berbeda dengan dakwah secara lisan yang dapat memikat jutaan orang akan tetapi bisa hilang dengan cepat tanpa membekas dalam hati.3

Salah satu buku yang menyajikan pesan dakwah Islam adalah buku yang berjudul Setan Berkalung Surban, karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Buku ini berisi kumpulan artikel beliau yang diterbitkan di media cetak terkenal di Indonesia, seperti Koran KOMPAS, REPUBLIKA, Majalah NABAWI, dan juga memuat makalah beliau pada Seminar Internasional, khutbah Jumat di New York, dan khutbah nikah yang sangat mengharukan pada pernikahan Duta Besar Paraguay yang baru saja masuk Islam di bawah bimbingan beliau.

Pesan dalam buku ini sarat akan pesan dakwah di dalamnya, karena buku ini menjawab banyak problematika sosial yang muncul di tengah masyarakat Islam modern saat ini, khususnya di Indonesia. Dengan terdiri dari tiga bab

3


(14)

besar yaitu akidah, ibadah, dan muamalah, buku ini membahas tuntas semua masalah sosial yang muncul dengan menghadirkan solusi yang pas sesuai nash-nash yang ada, yang berasal dari Al-Quran dan riwayat-riwayat hadis shahih yang bisa dijadikan hujjah dan dalil dalam menyampaikan ajaran Islam. Salah satu temanya adalah membahas tuntas tentang dai komersial.

Selain isi pesannya yang sangat dalam akan ajaran Islam dan memiliki tingkat kredibilitas yang sangat tinggi, pesannya pun dikemas dengan sangat menarik dan memiliki kesan berbaur dengan pembacanya, sehingga sangat mudah untuk memahami isinya dan tidak membosankan untuk membacanya.

Kemudian kredibilitas penulisnya juga sangatlah terkenal sebagai dai dan ulama hadis di dalam Negeri bahkan di luar Negeri. Banyak sekali tugas mulia beliau yang sudah dilakukan dan sedang dilakukan untuk umat muslim di Indonesia maupun di dunia. Di Indonesia beliau adalah Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, masjid yang menjadi kebanggan bangsa Indoesia, karena memiliki penghargaan sebagai masjid terbesar se-Asia Tenggara. Juga sebagai pendiri dan penanggung jawab Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences sebagai pesantren berstandar Internasional satu-satunya yang ada di Indonesia yang khusus mempelajari hadis dan ilmu hadis.

Di luar Negeri beliau menjadi penasihat di Darul Uloom, New York, USA. Beliau juga sering megikuti dan menyampaikan materi presentasi di Seminar Internasional antara Ulama Dunia. Ketika orang lain disibukkan dengan kehidupan dunia untuk mencari harta benda, beliau hanya disibukkan dengan kegiatan dan aktifitas untuk menyiarkan agama Islam ke seluruh dunia. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis wacana dalam


(15)

buku ini, yang membahas tentang fenomena dai komersial yang sedang hangat di tengah masyarakat modern Islam di Indonesia sekarang ini. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini diberi judul “Analisis Wacana Kritis

“Dai Komersial” dalam Buku Setan Berkalung Surban Karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.”

B.Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah menganalisis pesan dakwah tentang dai komersial yang terkandung dalam bab muamalah pada buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Berikut ini 8 judul yang akan diteliti:

a. Setan Berkalung Surban b. Surban dan Jubah Haram c. Dai Berbulu Musang d. Dai-dai Sesat

e. Kode Etik Dakwah

f. Dakwah dan Kearifan Lokal g. Keteladanan Buya Hamka h. Memberdayakan Imam Masjid

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:

a. Bagaimana struktur teks yang diwacanakan oleh Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA dalam Buku Setan Berkalung Surban?


(16)

b. Bagaimana kognisi sosial dalam Buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA?

c. Bagaimana konteks sosial dalam Buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA?

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini ialah :

a. Mengetahui struktur teks yang diwacanakan dalam Buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.

b. Mengetahui kognisi sosial dalam Buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.

c. Mengetahui konteks sosial dalam Buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

1. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap khasanah keilmuan dalam bidang dakwah melalui media cetak buku.

2. Juga dapat menjadi referensi bagi penelitian analisis wacana kritis dalam sebuah buku.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada aktivis dakwah untuk menjadikan media cetak khususnya buku, sebagai media dalam menyampaikan nilai-nilai Islam kepada masyarakat modern sekarang ini. Penelitian ini juga


(17)

dapat memberikan masukan dan dorongan kepada mahasiswa dan masyarakat untuk lebih menyukai buku yang bertema Islam.

D.Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Paradigma Penelitian adalah kumpulan sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang dapat mengarahkan cara berpikir peneliti dalam penelitiannya.4 Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis. Teori kritis adalah usaha pencerahan. Sebagai toeri yang kritis, maka teori yang dikembangkan Horkheimer dan Adorno mau menciptakan kesadaran yang kritis: teori kritis pada hakikatnya mau menjadi Aufklarung atau pencerahan.5

Meskipun banyak macam ilmu sosial kritis, semuanya memiliki tiga asumsi dasar yang sama. Pertama, semuanya menggunakan prinsi-prinsip dasar ilmu sosial interpretatif yakni bahwa ilmuwan kritis menganggap perlu untuk memahami pengalaman orang dalam konteks. Secara khusus pendekatan kritis bertujuan untuk menginterpretasikan dan karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan ditindas. Kedua, pendekatan ini mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usaha mengungkap struktur-struktur yang sering kali tersembunyi. Ketiga, pendekatan kritis berupaya menggabungkan teori dan tindakan. Teori-teori tersebut jelas normatif dan

4

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h.49.

5

Franz Magnis Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), h. 156-166.


(18)

bertindak untuk mencapai perubahan dalam berbagai kondisi yang mempengaruhi hidup kita.6

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan untuk menjelaskan sebuah penelitian dengan menggunakan kata-kata.7 Pendekatan ini bertujuan untuk memahami (understanding) dunia makna yang diwacanakan dalam Buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.8

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis wacana kualitatif. Analisis wacana merupakan salah satu bentuk alternatif untuk menganalisis pesan dalam media selain analisis isi kuantitatif.9

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk, teori Van Dijk merupakan model analisis wacana yang paling banyak digunakan. Ini dikarenakan model tersebut dapat mengelaborasikan elemen-elemen wacana dalam suatu teks secara praktis dan kritis. Melalui metode ini penulis dapat mengetahui bagaimana sebuah pesan disampaikan melalui kata atau kalimat. Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan, kesatuan, dan penafsiran peneliti.

Model yang digunakan adalah model Teun A. Van Djik, menurutnya penelitian wacana tidak hanya terbatas pada teks semata, tetapi juga bagaimana

6

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma dan Diskursus Teori Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 259-260.

7

Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan), (Bandung: Refika Aditama, 2012), h.50.

8

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), h.9.

9


(19)

suatu teks diproduksi. Kelebihan analisis wacana model Van Djik adalah bahwa penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks saja, tetapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat, dan bagaimana kognisi atau pikiran serta kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu, sehingga analisis wacana ini memiliki sifat kritis.10

Terdapat tiga struktur yang menjadi elemen analisis wacana dalam pemaparan struktur teks oleh Van Djik. Jika digambarkan maka struktur teks adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Struktur Makro

Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatu teks

Superstruktur

Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan

Struktur Mikro

Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.

Berikut tabel yang akan menjelaskan satu per satu elemen wacana Teun A. Van Djik yang diterapkan dalam dimensi teks sosial penelitian ini:

10

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2013), cet. Ke-3, h. 224.


(20)

Tabel 2

Struktur Wacana

Hal yang Diamati Elemen

Struktur Makro

Tematik

Tema atau topik yang dikedepankan dalam Buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr.

KH. Ali Mustafa Yaqub, MA

Topik

Suprestruktur

Skematik

bagaimana pendapat disusun dan dirangkai dalam Buku Setan

Berkalung Surban karya

Skema

Struktur Mikro

1. Semantik

Makna yang ingin ditekankan dalam Buku Setan Berkalung

Surban

Latar, Detail, Maksud, Praanggapan

2. Sintaksis

Bagaimana kalimat (bentuk, susunan yang dipilih)

Bentuk kalimat, Koherensi, Kata


(21)

3. Stilistik

pilihan kata apa yang dipakai dalam Buku Setan Berkalung

Surban

Leksikon

4. Retoris

Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan dalam Buku

Setan Berkalung Surban dilakukan.11

Grafis, Metafora, ekspresi

4. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Objeknya adalah buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan, yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Observasi dilakukan dengan membaca dan mengamati setiap paragraf dalam buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.12

b. Dokumentasi

11

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 227-229. 12

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Lainnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 69.


(22)

Dokumentasi adalah merupakan sebuah teknik untuk mencari dan mendapatkan data mengenai hal-hal yang tertulis disebut juga studi pustaka.13 Yaitu dengan mengumpulkan data berupa buku penelitian, buku dakwah, buku komunikasi, buku-buku Islam, informasi dari internet dan informasi lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.

c. Wawancara

Untuk mengumpulkan informasi dari informan, penulis menggunakan teknik wawancara. Yaitu percakapan yang dilakukan dua orang atau lebih,14 di mana penulis mengajukan beberapa pertanyaan kepada nara sumber dalam penelitian ini. Adapun nara sumbernya ialah Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, Denden Taupik Hidayat, S.S, Lc., dan Muhammad Ali Wafa, Lc., S.S.I.

6. Teknik Analisis Data

a. Proses Penafsiran Data

Teknik Analisis penelitian kualitatif adalah menggunakan teknik penjabaran dengan kata-kata.15 Dalam hal ini, penulis akan memperhatikan teks-teks yang terdapat pada buku Setan Berkalung Surban karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, yang kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Teun A. Van Dijk.

b. Penyimpulan Hasil Penelitian

Kesimpulan hasil penelitian diambil berdasarkan pada interpretasi peneliti atas obyek yang diteliti dan data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian.

13

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), cet. Ke-5, h. 149.

14

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), cet. Ke-1, h. 130.

15


(23)

E.Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah meninjau beberapa skripsi yang sama pembahasannya dengan subjek yang berbeda, antara lain:

a. Skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Pesan Dakwah dalam Buku

Renungan Tasawuf Karya Hamka” yang ditulis oleh Muhammad Rico Zulkarnain Tahun 2008 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

b. Skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Pesan Dakwah dalam Novel Kopiah Gusdur Karya Damien Dematra” yang ditulis oleh Ririn Syodikin Tahun 2011 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualititaif.

c. Skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Materi Khotbah Jumat Muhasabah Dzikrulmaut Ustaz Dr. H. Sunandar, M.Ag (2010-2011)” yang ditulis oleh Faiz Fikri Al-Fahmi Tahun 2013 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualititaif.

Perbedaan antara skripsi ini dengan yang terdahulu adalah pada subjek dan objeknya. Persamaan antara skripsi ini dengan yang terdahulu adalah menggunakan metode analisis wacana Teun A. Van Djik dan menggunakan pendekatan penelitian yang sama yaitu pendekatan penelitian kualitatif.

F. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh tim penulis Hamid Nasuhi, dkk., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (Ciputat, CeQDA, 2007).


(24)

G.Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan penelitian ini, secara sistematis penulisannya dibagi kedalam lima bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, meliputi:

Latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, teknik penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II Berisi Landasan Teoritis, meliputi:

Pertama teori tentang analisis wacana, yaitu: Pengertian analisis wacana dan model analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk

“kognisis sosial dan konteks sosial”. Kedua teori tentang

dakwah, yaitu: Pengertian dakwah dan pesan dakwah. Ketiga buku sebagai media dakwah.

BAB III Berisi profil Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA dan gambaran umum buku Setan Berkalung Surban, meliputi: Profil Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, karya-karyaProf. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, aktivitas Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, dan gambaran umum buku Setan Berkalung Surban.

BAB IV Berisi temuan data dan pembahasan penelitian,yang meliputi: Struktur teks yang diwacanakan dalam buku Setan Berkalung Surban, analisis wacana berdasarkan kognisi sosial, dan analisis wacana berdasarkan konteks sosial.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.Analisis Wacana

1. PengertianAnalisis Wacana

Secara etimologi, „Wacana‟ berasal dari bahasa Sansekerta wac atau wak atau vak yang memiliki arti „Berkata‟ atau „Berucap‟. Kata ana berfungsi sebagai sufiks (akhiran) yang bermakna „Membedakan‟ (nominalisasi). Kemudian kata Sansekerta itu mengalami perubahan menjadi wacana, yang berarti perkataan atau tuturan.16

Istilah wacana merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yakni discourse. Kata discourse berasal dari bahasa latin discursus, dis: dari, dalam arah yang berbeda dan curere: lari, sehingga berarti lari kian kemari.17 Dalam hierarki gramatikal, wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi di atas satuan kalimat, sebagai satuan tertinggi yang lengkap, maka di dalam wacana terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami tanpa keraguan.18 Wacana dapat di realisasikan dalam bentuk karangan yang utuh seperti, novel, buku, seni ensiklopedia, artikel, dan sebagainya.19

Secara terminologi, istilah wacana memiliki arti yang sangat luas. Hal ini dikarenakan perbedaan lingkup dan displin ilmu yang menggunakannya. Bahkan kamus pun, tidak bisa dianggap sepenuhnya merujuk pada referensi

16

Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-prinsip Analisis Wacana, (Yohyakarta: Tiara Wacana, 2005), h.3.

17

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 9. 18

Abdul Chaer, Kajian Bahasa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 62 . 19

Okke Kusuma Sumantri Zaimar dan Ayu Basoeki Harahap, Telaah Wacana, (Jakarta: The Intercultural Intitute, 2009), h. 11.


(26)

yang objektif, pasti memiliki definisi yang berbeda pula. Wacana adalah komunikasi buah pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan, dan percakapan.20 Berikut ini beberapa pengertian wacana dari beberapa pakar komunikasi:

Menurut Samsuri wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula memakai tulisan.21

Sedangkan Ismail Marhaimin mengartikan wacana sebagai “Kemampuan

untuk maju (dalam pembahasan) menurut urutan-urutan yang teratur dan

semestinya”, dan “Komunikasi buah pikiran, baik lisan maupunn tulisan, yang

resmi dan teratur”.22

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah

“rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal

(subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa”.23

Kajian terhadap wacana sering disebut sebagai analisis wacana, istilah analisis dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu sifat penelitian, penguraian, kupasan. Sedangkan analisa adalah penyeledikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya.24

Analisis wacana merupakan pendekatan baru muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi

20

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 9. 21

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10. 22

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10. 23

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 11. 24


(27)

penganalisaannya hanya kepada soal kalimat dan barulah memalingkan perhatiannya kepada penganalisaan wacana.25

Analisis wacana merupakan salah satu studi mengenai pesan dalam komunikasi selain analisis isi kuantitatif. Menurut Eriyanto, terdapat empat perbedaan anatara analisis wacana dengan analisis isi (kuantitatif), antara lain: a. Analisis wacana lebih bersifat kualitatif dibandingkan dengan analisis isi

yang umumnya kuantitatif, analisi wacana menekankan pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit kategori seperti yang terdapat dalam analisi isi. Sehingga dalam menentukan analisis datanya, analisis wacana tidak memerlukan lembaran koding.

b. Analisis isi kuantitatif lebih menekankan kepada “apa” (what) yang dikatakan oleh media, dan hanya bergerak pada level makro isi media saja. Sedangkan analisis wacana menekankan kepada “bagaimana” (how) dan isi media, analisis wacana juga meneliti pada level mikro yang menyusun suatu teks, seperti kata, kalimat, ekspresi, dan retoris.

c. Analisi isi kuantitatif pada umumnya hanya dapat digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), atau dengan kata lain yang dipentingkan adalah objektivitas, validitas (keakuratan data), dan realibitas. Sedangkan dalam analisis wacana, unsur terpenting dalam analisisnya adalah penafsiran dari teks yang latent (tersembunyi).

d. Analisis isi bertujuan melakukan generalisasi dalam penyimpulan hasil penelitiannya, dan bahkan melakukan prediksi. Hal ini karena dalam unit

25

A. Hamid Hasan Lubis, Analisis Wacana Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 1993), cet. Ke-1, h. 12.


(28)

atau perangkat penelitiannya menggunkan sample, angket dan sebagainya. Sedangkan analisis wacana tidak bertujuan untuk melakukan generalisasi dengan menggunakan beberapa asumsi.26

Analisis wacana bersifat lebih mendalam bila dibandingkan dengan analisis isi sebab analisis wacana menafsirkan pesan yang tersembunyi. Untuk analisis wacana tulisan, penelitian bukan hanya sekedar pada kalimat yang ditulis, tetapi pada kata dan hubungan kalimat, bagaimana kalimat itu dibentuk dan tujuan dari kata atau kalimat itu disajikan. Analisis wacana tidak bertujuan untuk melakukan generalisasi seperti yang dilakukan dalam penelitian dengan menggunakan analisis isi dalam menyimpulkan hasil.

2. Model Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk

Dari berbagai macam model analisis wacana yang diperkenalkan oleh para ahli. Model analisis wacana milik Van Dijk adalah model yang banyak dipakai dalam penelitian, karena model ini mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis dan kritis.

Model yang dipakai oleh Van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial”.

Nama pendekatan semacam ini tidak dapat dilepaskan dari karakteristik pendekatan yang diperkenalkan oleh Van Djik. Menurutnya, penelitian wacana tidak hanya terbatas pada teks semata, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Kelebihan analisis wacana model Van Djik adalah bahwa penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks saja, tetapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat, dan bagaimana kognisi atau pikiran serta kesadaran yang

26


(29)

membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu, sehingga analisis wacana ini memiliki sifat kritis.27

Wacana oleh Van Dijk digambarkan memiliki tiga dimensi, yaitu: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Ketiga bagian ini adalah bagian yang integral dalam kerangka teori Van Dijk, untuk itulah Van Dijk menggambungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.

a. Teks

Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas berbagai struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung. Van Dijk membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama struktur makro, ini merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema dari suatu teks. Kedua Suprastruktur, adalah kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. Ketiga struktur mikro, adalah makna yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrasa yang dipakai, dan sebagainya.28 Struktur wacana Van Dijk ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.

Struktur Wacana Hal yang Diamati Unit Analisis

27

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 224. 28


(30)

Struktur Makro

TEMATIK

(apa yang dikatakan) Elemen: Tema atau Topik

Teks

Suprestruktur

SKEMATIK

(bagaimana pendapat disusun dan dirangkai)

Elemen: Skema

Teks

Struktur Mikro

SEMANTIK

(apa arti pendapat yang ingin disampaikan?)

Elemen: Latar, Detail, Maksud, Praanggapan

Paragraf

SINTAKSIS

(Bagaimana pendapat disampaikan?) Elemen: Bentuk kalimat,

Koherensi, Kata ganti

Kalimat Proposisi

STILISTIK

(pilihan kata apa yang dipakai?) Elemen: Leksikon


(31)

RETORIS

(dengan cara apa pendapat disampaikan?) Elemen: Grafis, Metafora,

Ekspresi29

Kalimat Proposisi30

Beberapa hal yang diamati dari struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro dalam analisis wacana Van Dijk adalah:

1) Tematik

Tematik adalah hal yang diamati dalam struktur makro analisis wacana Van Dijk. Secara etimologi tematik berasal dari kata Yunani yaitu tithenai yang berarti menempatkan atau meletakkan. Sedangkan dilihat sebagai sebuah tulisan, tema merupakan suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya.31

Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari sebuah teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik merupakan elemen yang terdapat dalam tematik. Topik menunjukan inti pesan atau informasi yang paling penting yang ingin disampaikan komunikator dalam hal ini penulis rubrik. Dengan topik, kita dapat mengetahui masalah dan tindakan yang diambil oleh penulis rubrik dalam mengatasi masalah.

29

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 227-229. 30

Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 163.

31


(32)

Gagasan penting Van Djik, wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Djik menyebut hal ini sebagai koherensi global (global chorence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau dirunut menunjuk pada suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum tersebut.32

2) Skematik

Pada umumnya, teks, atau wacana memiliki skema atau alur, yang dimulai dari pendahuluan hingga penutup. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Dalam menganalisis wacana sebuah berita, terdapat dua kategori besar pada struktur skema, pertama summary yang terdiri dari dua elemen judul dan lead (teras berita). Sedangkan kategori yang kedua adalah story yakni isi berita secara keseluruhan.33

Menurut Van Dijk, skematik merupakan strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik yang memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang diakhirkan untuk menyembunyikan informasi penting.34

32

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 229-230. 33

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 232. 34


(33)

3) Semantik

Secara umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal yaitu makna untuk semantik yang terkecil yang disebut leksem, maupun makna yang terbentuk dari penggabungan satuan kebahasaan yang disebut dengan makna gramatikal. Sementara itu dalam Analisis wacana, semantik dalam pandangan Van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal, yaitu makna yang muncul dari hubungan makna tertentu dalam suatu bangunan teks.35

Dengan kata lain, semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang penting dari struktur wacana, tetapi juga menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa. Elemen yang diamati dalam semantik adalah latar, detail, maksud, dan praanggapan. Berikut penjelasan masing-masing elemen wacana seperti semantik, seperti latar, detail, dan maksud:

a) Latar

Latar adalah bagian berita yang dapat memengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan, latar dapat menjadi alasan pembenar dalam suatu gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Latar umumnya ditampilkan di awal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Oleh karena itu, latar membantu menyelediki bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.36

35

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 78. 36


(34)

b) Detail

Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya.

Informasi yang menguntungkan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebih tetapi juga dengan detail yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detail yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detail yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya. Hal yang menguntungkan komunikator atau pembuat teks akan diuraikan secara detail dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan. Detail informasi akan dikurangi.37

c) Maksud

Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detail. Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi.38

37

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 238. 38


(35)

d) Praanggapan

Elemen wacana praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Kalau latar berarti upaya mendukung pendapat dengan jalan memberi latar belakang, maka praanggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Praanggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan.39 Teks berita umumnya mengandung banyak sekali praanggapan. Praanggapan ini merupakan fakta yang belum terbukti kebenarannya, tetapi dijadikan dasar untuk mendukung gagasan tertentu. 4) Sintaksis

Secara etimologi, kata sintaksis berasal dari kata Yunani (sun berarti dengan, dan tattein berarti menempatkan). Jadi, kata sintaksis berarti menempatkan bersama-sama hal-hal menjadi kelompok kata atau kalimat. Secara terminologi, menurut Ramlan, sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, ataupun frasa.40

Maksudnya adalah bagaimana sebuah kata atau kalimat disusun menjadi kesatuan yang memilki arti. Elemen yang diamati dalam sintaksis adalah bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti. Berikut penjelasan masing-masing elemen wacana sintaksis, seperti bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti:

39

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 256. 40


(36)

a) Bentuk kalimat

Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Dimana ia menanyakan apakah A yang menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Logika kaulitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan).

Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menetukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya.41

b) Koherensi

Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga, fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya.

Koherensi secara mudah dapat diamati di antaranya dari kata hubung (konjungsi) yang dipakai untuk menghubungkan fakta. Apakah dua kalimat dipandang sebagai hubungan kausal, keadaan, waktu, kondisi dan sebagainya. Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan

41


(37)

bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh wartawan.42

c) Kata Ganti

Merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan dimana seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti "saya" atau "kami" yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Tetapi, ketika memakai kata ganti "kita" menjadikan sikap tersebut sebagai represntasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan.43

5) Stilistik

Stilistik adalah cara yang digunakan oleh penulis rubrik untuk menyatukan maksudnya dengan menggunakan gaya bahasa tertentu sesuai dengan keinginan penulis rubrik. Gaya bahasa dalam pengertian disini mencakup pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan dan sebagainya. Elemen dalam bentuk stalistik adalah leksikal merupakan pemilihan dan pemakaian kata atau frasa dalam menyebut sesuatu ataupun peristiwa dengan menggunakan kata lain yang memiliki persamaan

(sinonim), seperti kata “meninggal”, yang memiliki kata lain mati, tewas,

gugur, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir, dan sebagainya.

42

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 242-243. 43


(38)

Pengertian leksikon, pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Diantara beberapa kata itu seseorang dapat memilih diantara pilihan yang tersedia. Dengan demikian pilihan kata yang dipakai tidak semata hanya karena kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas.44 6) Retoris

Strategi retoris yang dimaksud disini adalah yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Retoris berhubungan erat dengan bagaimana suatu pesan disampaikan kepada khalayak. Retoris berfungsi persuasive (mempengaruhi).45 Elemen dalam strategi retoris dapat muncul dalam bentuk grafis, metafora, dan ekspresi. Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan pengertian grafis, metafora sebagai berikut:

a) Grafis

Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati oleh teks. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar. Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar atau table untuk mendukung arti penting suatu pesan. Bagian yang dicetak berbeda

44

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 255. 45


(39)

adalah bagian yang dipandang penting oleh komunikator, dimana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut.46 b) Metafora

Dalam suatu wacana seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok melalui teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai ornament atau bumbu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada public. Wartawan menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, pribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama.47

b. Kognisi Sosial dan Konteks Sosial

Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Dalam dimensi ini, menerangkan bagaimana teks diproduksi oleh pembuat teks, cara memandang suatu realitas sosial yang melahirkan teks tertentu. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Kognisi sosial memiliki hubungan dengan proses produksi pembuatan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas

46

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 258. 47


(40)

representasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita, karena setiap teks pada dasarnya dihasilkan melalui kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa.

Meskipun terlihat bersifat individual, bukan berarti pendekatan Van Dijk bersifat personal dan mengabaikan faktor sosial. Analisis teks harus tetap dihubungkan dengan konteks sosial. Konteks sosial berusaha memasukan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan memengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari konteks sosial adalah menghubungkan teks lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang di masyarakat atas suatu wacana untuk menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama. Penelitian ini sangat efektif dalam melihat sejauh mana peranan teks membangun pemahaman bersama dalam masyarakat.48

B.Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Secara etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa Arab yakni berasal

dari kata “da‟aa-yad‟uu-da‟watan” yang berarti seruan, ajakan, dan panggilan.49 Dilihat dari kosakatanya, kata dakwah merupakan bentuk kata benda (isim), dalam pengertiannya, karena diambil (musytaq) dari fi‟il

muta‟addi, mengandung nilai dinamika, yakni ajakan, seruan, panggilan,

permohonan. Seruan dan panggilan ini dapat dilakukan suara, tulisan, atau perbuatan.50

48

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 260-270. 49

Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuryah. 1990), h. 127.

50

Abu Al-Husain Ahmadi ibn Faris, Mu‟jam Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), h. 279.


(41)

Dalam buku Ensiklopedi islam, kata dakwah diartikan dengan menyeru atau mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan meuruti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan dan melarang perbuatan mugkar sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.51 Secara terminologi, dakwah memiliki arti yang beragam dari para ahli. Berikut pengertian dakwah menurut para ahli:

a) Menurut Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA dakwah bukan hanya penyampaian kata-kata semata, tetapi juga moralitas dan perilaku. Melakukan dakwah berarti memberi contoh dan teladan secara terus-menerus kepada masyarakat yang didakwahi.52

b) Menurut Prof. Dr. Hamka, dakwah adalah seruan dan panggilan untuk menganut suatu pendirian yang pada dasarnya berkonotasi positif dengan substansinya terletak pada aktivitasnya yang memerintahkan amar ma‟ruf nahi munkar.53

c) Menurut Syaikh Ali Mahfudz, dakwah adalah memotivasi manusia untuk melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyeru mereka berbuat

ma‟ruf dan melarang mereka dari perbuatan munkar, agar mereka mendapat

kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.54

d) Menurut Ahmad Ghalwusy, dakwah adalah menyampaikan pesan Islam kepada manusia di setiap waktu dan tempat dengan berbagai metode dan

51

Siti Uswatun Khasanah, Berdakwah dengan jalan debat antara muslim dan non muslim. (Purwokerto : STAIN Purwokerto Press, 2007), h. 25.

52

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, h. 230. 53

Hamka, Pelajaran Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1956), h. 233. 54

Ali Mahfudz, Hidayah al-Mursyidin, Terjemahan Chodijah Nasution (Yogyakarta: Tiga A, 1970), h. 17.


(42)

media yang sesuai dengan situasi dan kondisi para penerima pesan dakwah.55

Dari beberapa definisi tentang dakwah di atas, dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah menyampaikan pesan Islam kepada manusia, baik lisan maupun tulisan dengan cara menyeru, memotivasi, dan memberi contoh dalam bentuk perilaku kepada mereka secara terus-menerus, untuk melakukan kebaikan

(ma‟ruf) dan menjauhi perbuatan mungkar (munkar), agar selamat di dunia dan

akhirat.

Dakwah memiliki setidaknya 3 unsur penting di dalamnya dari sekian banyak masukan dari para ahli, yaitu dai (subjek dakwah), mad‟u (objek dakwah), dan pesan dakwah. Dai adalah adalah bentuk (isim fa‟il) dari kata

da‟a,yang berarti orang yang menyeru, sering kali disebut juga mubalig karena

proses menyeru tersebut juga merupakan proses penyampaian atas pesan-pesan tertentu. Dai sebagai subjek dakwah atau komunikator memiliki dua pengertian sebagai berikut:

a. Secara umum, dai adalah setiap muslim yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat sebagai penganut Islam, berdasarkan pada hadis Rasul saw.

Ballighu „anni walau ayat.”

b. Secara khusus, dai adalah mereka yang mengambil keahlian khusus dalam dakwah dengan kesungguhan luar biasa dan qudrah hasanah.56

2. Pesan Dakwah

Pesan dakwah dalam komunikasi disebut sebagai message (pesan).57 Pesan adalah seperangkat lambang bermakna yang disampaikan komunikator

55

Ahmad Ghalwusy, Al-Da‟wah al-Islamiyah, (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishr, 1987), h. 10-11.

56


(43)

kepada komunikan, baik berupa bahasa, isyrat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung dapat menerjemahkan perasaan atau ide komunikator kepada komunikan.58

Pesan dalam ajaran Islam adalah perintah, nasihat, permintaan, dan amanah yang harus disampaikan kepada orang lain. Sedangkan pesan dakwah adalah semua pernyataan yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Al-Hadis baik secara lisan maupun tulisan.59 Oleh sebab itu, apabila sebuah pesan dakwah bertentangan Al-Qur‟an dan Al-Hadis, tidak dapat dikatakan sebagai pesan dakwah. Kategorisasi pesan dakwah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga jenis pesan dakwah, yaitu, akidah, syariah, dan akhlak,60 sebagai berikut:

a) Akidah

Akidah Islam disebut dengan Tauhid dan merupakan pokok kepercayaan agama Islam. Dalam Islam, akidah merupakan I‟tiqadh Bathiniyyah yang mencakup keyakinan-keyakinan dalam rukun iman. Di dalamnya bukan hanya menjelaskan apa yang wajib diyakini, akan tetapi juga meliputi larangan akan sesuatu yang bertentangan di dalamnya, contohnya sesuatu yang wajib kita yakini adalah salah satu sifat yang wajib bagi Allah Qidam (terdahulu), maka kita dilarang dan haram hukumnya untuk meyakini sifat yang berlawanan dari Qidam yaitu Huduts (baru).61 Adapun isinya meliputi:

57

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 88. 58

Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), cet. Ke-8, h. 18.

59

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 43. 60

Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 332. 61


(44)

1) Iman kepada Allah swt.

2) Iman kepada malaikat-malaikat Allah swt. 3) Iman kepada kitab-kitab Allah swt.

4) Iman kepada rasul-rasul Allah swt. 5) Iman kepada hari akhir (kiamat)

6) Iman kepada Qadha dan Qadar Allah swt. b) Syariah

Secara etimologi, syariah berasalah dari bahasa Arab yang berarti jalan. Secara terminologi, syariah adalah ketentuan atau aturan dari Allah swt. untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah swt. dan untuk mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia. Syariah adalah sesuatu yang harus dilakukan setelah keimanan, yaitu merealisasikan amal baik dalam kehidupan sehari-hari sesuai perintah Allah swt.62 Adapun isinya meliputi:

1) Ibadah meliputi apa yang ada dalam rukun Islam, yaitu, shalat wajib, puasa, zakat, dan pergi haji jika mampu.

2) Muammalah meliputi semua hubungan sosial manusia dengan sesame manusia lainnya, yang sesuai dengan Al-Quran dan Al-Hadis, agar tercipta hubungan yang harmonis dan kerukunan antar sesama. Di dalamnya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan, ekonomi, politik, sosial, hukum, budaya, dan sebagainya.63

62

E. Hasan Saleh, Studi Islam di Perguruan Tinggi Pembinaan IMTAQ dan Pengembangan Wawasan, (Jakarta: ISTN, 2000), h. 55.

63


(45)

c) Akhlak

Secara etimologi, akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu bentuk jamak dari khuluqun, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Secara terminologi, akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga menjadi sebuah kepribadian.64 Akhlak terbagi menjadi dua menurut sifatnya, akhlak mahmudah (terpuji), dan akhlak madzmumah (tercela).

C.Buku sebagai Media Dakwah

Hamzah Ya‟qub membagi sarana dakwah menjadi lima macam, yaitu:

lisan, tulisan, audio, visual, dan internet. Dari lima macam pembagian tersebut, secara umum dapat dipersempit menjadi tiga media, yaitu :

a) Spoken words, media dakwah yang berbentuk ucapan atau bunyi yang ditangkap dengan indra telinga, seperti ceramah secara langsung.

b) Printed writings, berbentuk tulisan seperti buku, gambar, lukisan, dan sebagainya yang dapat ditangkap dengan mata.

c) The audio visual, berbentuk gambar hidup yang dapat didengar sekaligus dilihat, seperti televisi, video, film, dan lain sebaginya.65

Buku sebagai salah satu contoh media cetak merupakan satu alat yang ampuh dalam komunikasi. Keistimewaan yang dimiliki oleh media ini, tidak terdapat pada media lain, yaitu bahwa media tersebut bisa dibaca berulang kali, sehingga benar-benar dapat mempengaruhi sasarannya. Melihat antusias masyarakat yang sangat baik terhadap buku, membuat buku menjadi salah satu

64

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 4. 65

Amal Fathullah Zarkasyi, Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan dan Dakwah, (Jakarta: GIP, 1998), h. 154.


(46)

media yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan dakwah kepada masyarakat Indonesia.66

Bahkan buku menjadi sarana “perang pena” bagi para penulis, ketika

suatu buku muncul, maka akan muncul buku lain untuk melengkapi, bahkan mengkritik. Asalkan berangkat dengan niat yang baik untuk memperbaiki dan mencari kebenaran dalam rangka berdakwah, maka tidak menjadi masalah.67

66

H.A. Suminto, Problematika Da‟wah, (Jakarta : Tinta Mas, 1973), cet. Ke-1, h. 47. 67

Badiatul Muchlisin Asti, Berdakwah dengan Menulis Buku, (Bandung: Media Qalbu, 2004), cet. Ke-1, h. 44.


(47)

BAB III

PROFIL PROF. DR. KH. ALI MUSTAFA YAQUB, MA DAN GAMBARAN UMUM BUKU SETAN BERKALUNG SURBAN

A.Profil Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA

1. Riwayat Hidup Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA

Ali Mustafa Yaqub, lahir di Desa Kemiri Kecamatan Subah Kabupaten Batang Jawa Tengah, 2 Maret 1952. Nuansa religius telah menemaninya sejak beliau masih duduk di bangku sekolah dasar.68 Ayahnya bernama Yaqub, seorang dai terkemuka di masanya dan sebagai imam di masjid-masjid Jawa

Tengah, misinyanya adalah “Menegakkan Amar Ma‟ruf dan Memberantas Kemungkaran.” Ibunya bernama Zulaikha, seorang ustadzah dan ibu rumah tangga, dan meninggal pada tahun 1996. Ali Mustafa memiliki 7 orang saudara, yang dua di antara telah meninggal dunia. Salah satu kakaknya ialah Ahmad Dahlan Nuri Yaqub, yang juga mengikuti jejak ayahnya sama seperti beliau, pengasuh pondok pesantren Darus Salam Batang, Jawa Tengah.69

Namun, obsesinya untuk terus belajar di sekolah umum terpaksa kandas, karena setelah tamat SMP beliau harus mengikuti arahan orang tuanya, mencari kaweruh di Pesantren. Maka dengan diantar ayahnya, pada tahun 1966 beliau mulai mondok untuk menerima piwulang di Pondok Seblak Jombang sampai tingkat Tsanawiyah 1969. Kemudia beliau nyantri lagi di Pesantren Tebuireng Jombang yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja dari

68

Ali Mustafa Yaqub, Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), h. 143.

69Ni‟ma Diana Cholidah,

Kontribusi Ali Mustafa Yaqub terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer di Indonesia, (Jakarta: Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 11.


(48)

Pondok Seblak, terhitung dari tahun 1969-1972. Kemudian pada pertengahan tahun 1972, beliau melanjutkan studi strata satu pada program studi syariah

Universitas Hasyim Asy‟ari Jombang sampai tahun 1175.70

Di samping belajar formal sampai Fakultas Syariah Universitas Hasyim

Asy‟ari, di pesantren ini beliau menekuni kitab-kitab kuning71 di bawah asuhan para kiai sepuh, antara lain Al-Marhum KH. Idris Kamali, Al-Marhum KH. Adlan Ali, Al-Marhum KH. Shobari, dan Al-Musnid KH. Syansuri Badawi. Di Pesantren ini beliau juga mengajar Bahasa Arab, sampai awal 1976.72

Tahun 1976 beliau ngelmu lagi di Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia, sampai tamat dengan mendapatkan ijazah License (Lc.), pada tahun 1980. Kemudian masih di kota yang sama, beliau melanjutkan lagi studinya di Universitas King Saud, Jurusan Tafsir dan Hadis, sampai tamat dengan memperoleh ijazah Master, 1985. Tidak berhenti sampai di sana, beliau pun menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Nizamia, Hyderabad India, Spesialisasi Hukum Islam, pada tahun 2007.73 Sekarang ini beliau beetempat tinggal dengan keluarganya yang terdiri dari seorang istri dan seorang anak laki-laki sulungnya di Jl. SD Inpres No. 11 Pisangan Barat Ciputat 15419 Jakarta. Dan sekarang beliau sedang membina Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences yang beliau dirikan sejak tahun 1997 di dekat rumahnya dan juga di Malaysia.

70

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, h. 240. 71

Dinamakan kitab kuning karena kitab-kitab itu dicetak pada kertas berwarna kuning, dengan alasan dapat memberi kesan klasik pada pembacanya. Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1999), h. 142.

72

Ali Mustafa Yaqub,Kerukunan Umat dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 105.

73

Hartono, Perkembangan Pemikiran Hadis Kontemporer di Indonesia (Studi atas Pemikiran Abdul Hakim Abdat dan Ali Mustafa Yaqub), (Jakarta: Tesis S2 Konsentrasi Tafsir Hadis, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 83-84.


(1)

َنُٔغتدَي ََيَِا ِدُر تطَٸ

اَو

َ

تٌَِ تًِِٓةاَصِخ تٌَِ َمتي

َيَغ اٌَ َُّٓتجَو َنوُديِرُي ي َِِػتىاَو ِةاَدَغتىاِة تًُٓبَر

ٍَِِْڝاظىا ٌََِ َنُٔهَخَف تًَُْدُر تطَخَف مءت َش تٌَِ تًِٓتيَيَغ َمِةاَصِخ تٌَِ اٌََو مءت َش

.

/ماػُأا(

52

)

“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. kamu tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka pun tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim)” (QS. Al-An‟am:52)

Kode kelima, tidak memungut imbalan. Kode ini diambil antara lain dari

al-Qur‟an Surah Saba` ayat 47:

ُكُ

ْ

ت

َ

أَش اٌَ توُك

َ َى اِح َيِرتجَث تنِح تًُكَى ََُٔٓف مرتجَث تٌَِ تً

ِها

لديَِٓش مءت

َش ي ُُ َ َى ََُْٔو

.

/أتش(

47

)

“Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu."

(QS. Saba‟: 47)

Demikian pula perilaku para Nabi, termasuk Nabi Muhammad saw. dalam berdakwah, mereka tidak pernah memungut imbalan, apalagi pasang tarif, tawar-menawar, dan lain sebagainya.

Kode keenam, tidak berkawan dengan pelaku maksiat. Para dai yang runtang-runtung, gandeng renceng dengan pelaku maksiat, mereka menjadi tidak mampu untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Akhirnya justru Allah swt. melaknat mereka semua. Hal itulah yang telah terjadi atas kaum Bani Israil seperti diceritakan dalam Surah al-Maidah ayat 78-79:

اتٔ َصَغ اٍَِة َمِڝ

َذ ًََيترَڞ َِتةا ََيِغَو َدوُواَد ِناَصِڝ َ َى َويِئاَ تِْح َِِة تٌَِ اوُرَفَك ََيَِا ََِػُى

( َنوُدَختػَٻ أُُ َََو

87

ََ اٌَ َستئِ

َْ ُهُٔيَػَف مرَهتٌُِ تََټ َنتَْٔاََِتَي َا أََُُ )

َنُٔيَػتفَٻ أُُ

.

/ةدئاما(

78

-71

)

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Ma‟idah: 78-79)

Kode ketujuh, tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui. Kode ini diambil dari Surah al-Isra ayat 36:

َستيَى اٌَ ُفتلَٸ

اَو

َ

ً

أُئتصَڞ ُّتَِټ َن ََ َمِ

ََوُث ُُ َداَؤُفتىاَو َ َرَ تْاَو َعتٍصڝا نِح لًتيِغ ِِّة َمَڝ

.

:ء رسإ ) 26

(

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS. Al-Isra: 36)


(2)

Munas Ittihadul Muballigin dengan keputusan Kode Etik Dakwah itu telah berlalu 16 tahun yang lalu. Apakah dai-dai walakedu menjadi lenyap? Tampaknya tidak demikian, justru semakin mendekat ke Hari Kiamat, fenomena munculnya dai Walakedu semakin ramai. Bahkan sering dibarengi dengan apa yang disebut dengan management walakedu.***

28

DAKWAH DAN KEARIFAN LOKAL

Bulan Agusuts 1982, Almarhum Bapak Mr. (Sarjana Hukum) H. Muhammad Roem memberikan ceramah di hadapan anggota Young Muslim Association in Europe (YMAE) yang akrab di kalangan masyarakat Indonesia dengan sebutan PPME (Persatuan Pemuda Muslim Eropa) di Kediaman Bapak H.

Hambali Ma‟sum di Den Haag, Negeri Belanda. Pak Roem mengatakan bahwa Buya Hamka pernah ditanya oleh Dr. Syauqi Futaki (Ketua Japan Islamic

Congress), “Apa penyebab orang Indonesia khususnya orang Jawa begitu mudah

masuk Islam dengan serentak dalam jumlah yang banyak tanpa ada konflik sedikit

pun?” Menurut Pak Roem, Buya Hamka saat itu menjawab, “Itulah yang sedang saya pelajari.” Buya Hamka rahimahullah wafat pada tahun 1984. Semoga sebelum itu, beliau sudah menemukan jawaban yang dipelajarinya tadi.

Para ahli berbeda pendapat tentang kapan Islam masuk ke Indonesia, khususnya di Tanah Jawa. Sebagian berpendapat bahwa Islam sudah masuk di Kepulauan Indonesia pada abad pertama Hijriyah (sekitar abad ke-7 atau 8 Masehi). Sebagian berpendapat Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-14 Masehi. Kendati begitu, para ahli sependapat bahwa Islam masuk ke Indonesia tidak melalui cara-cara kekerasan dan lain sebagainya, melainkan dengan cara yang sangat damai. Para ahli juga tampaknya sependapat bahwa pendekatan dakwah yang dilakukan oleh para dai yang datang dari Jazirah Arab khususnya dari Hadhramaut adalah pendekatan kultural. Sehingga masyarakat khususnya di tanah Jawa tidak merasa terusik sedikitpun dalam masalah sosial budaya, sementara mereka sudah menjadi orang Islam.

Apabila kita mengamati masalah sosial budaya di kalangan masyarakat Jawa saat ini, maka tampaknya pendapat di atas dapat dibenarkan. Peninggalan-peninggalan Islam yang merupakan warisan para dai yang sering disebut dengan para wali sangat kental sekali dengan budaya-budaya lokal alias budaya Jawa. Kendati mereka banyak berasal dari Negeri Arab, namun mereka tidak serta merta mengubah secara radikal budaya lokal dengan budaya Arab. Mereka justru membaur dan meleburkan diri dengan budaya lokal alias budaya Jawa. Arsitektur masjid-masjid yang mereka tinggalkan, semisal Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya, Mesjid Agung Demak, Mesjid Menara Kudus, dan lain-lain menunjukkan bahwa para dai itu sangat arif dengan budaya-budaya lokal sehingga mereka tidak menggantinya dengan budaya Arab. Arsitek masjid-masjid tersebut sampai sekarang menjadi saksi sejarah tentang begitu bijaknya para dai dalam berdakwah sehingga bangunan-bangunan tersebut masih kental dengan budaya Jawa. Bahkan Masjid Menara Kudus, juga kental dengan arsitektur Hindu.

Bagi para dai, bangunan adalah bukan akidah dan bukan ibadah, melainkan bagian dari muamalah. Maka sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam, budaya-budauya tersebut tetap mereka lestarikan. Hasilnya, orang Jawa tidak merasa kaget untuk memasuki masjid karena mereka merasa masuk ke rumah adat mereka sendiri. Menurut catatan para ahli, para dai di samping melestarikan


(3)

budaya fisik seperti arsitektur Jawa dalam bangunan masjid, mereka juga melakukan pendekatan kultural dalam menyampaikan pesan-pesan keislaman kepada masyakat Jawa.

Dr. Purwadi M. Hum, Rektor Institut Kesenian Jawa di Jogjakarta, dalam bukunya Dakwah Sunan Kalijaga, menyebutkan bahwa para wali khususnya Kanjeng Sunan Kalijaga dalam mentransformasikan ajaran-ajaran Islam, beliau menciptakan tembang-tembang (lagu-lagu) seperti tembang Dhandang Gulo dan lain sebagainya. Dalam sastra Jawa dikenal ada Tembang Mocopat yaitu kumpulan beberapa tembang yang mencerminkan nasihat perjalanan hidup manusia. Tembang-tembang itu antara lain adalah Mijil, yang mengisahkan tentang kelahiran seorang manusia ke dunia, kemudian Sinom yang menceritakan tentang manusia yang muda, kemudian Asmoro Dono yang menceritakan tentang manusia yang sudah menginjak remaja yang sudah mencintai lawan jenisnya, Megatruh (putus nyawa) yang menceritakan tentang kematian manusia, Pucung alias menjadi pocong yang dibungkus kain kafan dan masuk liang lahat, dan lain-lain. Itu semua merupakan pesan-pesan moral ajaran Islam yang dikemas dengan budaya lokal.

Di bidang sosial, khususnya di Kawasan Pesisir Utara Jawa Tengah, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang tidak mengonsumsi daging sapi. Di daerah Pekalongan misalnya, saaat ini kita akan melihat apa yang namanya bakso kerbau, bukan bakso sapi. Bahkan sebagai bagian dari masyarakat Pesisir Utara Jawa Tengah, kami mengonsumsi daging sapi setelah kami tinggal di Jawa Timur. Konon, ketika Islam masuk di Kawasan Utara Jawa Tengah, masyarakat yang saat itu masih beragama Hindu sangat keberatan apabila orang Islam membunuh dan mengonsumsi hewan sapi yang mereka sucikan. Maka dalam rangka dakwah, para dai melakukan pendekatan sosial dengan tidak mengonsumsi daging sapi. Inilah bentuk-bentuk kearifan lokal yang dilakukan oleh para dai dalam menjalankan dakwah pada saat itu. Dan hasilnya adalah seperti yang dipertanyakan oleh Dr. Syauqi Futaki di atas.

Saat ini, ada kecenderungan para dai tidak memperhatikan kearifan lokal seperti tersebut di atas. Dalam masalah sosial budaya, tampak ada sebuah pemaksaan harus bercorak Arab. Pakaian harus dengan jubah dan ubel-ubel surban yang membungkus kepala. Bangunan masjid juga mesti berbentuk kubah, kendati sebenarnya kubah bukan dari Arab melainkan dari gereja Byzantium. Di Bali, Kalimantan Utara, dan lain-lain, kami sempat menanyakan ketika warga

setempat membangun masjid, “Mengapa ornamen Bali dan Dayak tidak Anda masukkan dalam masjid yang sedang Anda bangun?” Kami mengatakan sekiranya

masjid di Bali memasukkan ornamen-ornamen Bali, dan masjid di Kalimantan Utara memasukkan ornamen-ornamen Dayak, maka orang Bali dan orang Dayak akan mudah dan tidak merasa terkejut saat memasuki masjid karena mereka merasa memasuki rumah adat mereka sendiri.***

29

KETELADANAN BUYA HAMKA

Beberapa hari yang lalu, seorang staf di Kantor Perdana Menteri Malaysia menghubungi kami. Ia minta agar kami mencarikan murid Buya Hamka yang dapat menceramahkan secara akademik pemikiran moderat almarhum Buya Hamka. Ceramah itu akan disampaikan dalam pertemuan berkala Institut Wasatiyyah Malaysia (IWM) yang dijadwalkan pada bulan Juni 2014 mendatang.


(4)

Dan melalui bantuan seorang kawan, akhirnya kami mendapatkan murid Buya Hamka yang dimaksud.

Kami kemudian ternostalgia dengan kiprah keislaman Buya Hamka yang patut diteladani oleh tokoh dan umat Islam Indonesia. Sekurang-kurangnya, ada dua sikap Buya Hamka yang patut diteladani. Pertama, pada tahun 1982, ketika Buya Hamka masih menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Waktu itu MUI mengeluarkan fatwa bahwa umat Islam Indonesia tidak boleh menghadiri perayaan Natal bersama. Fatwa ini menimbulkan polemik antara pro dan kontra. Konon, Buya Hamka didesak untuk mencabut fatwa itu atau mengundurkan diri. Buya Hamka akhirnya justru memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya Sebagai Ketua Umum MUI Pusat. Sikap dan perilaku Buya Hamka seperti ini barangakali sulit ditemukan di Negeri kita ini. Umumnya, orang justru mempertahankan jabatannya mati-matian. Seandainya ada tokoh yang mundur dari jabatannya, itu pun karena dia berambisi untuk mendapatkan jabatan lain yang lebih tinggi tingkatannya. Buya Hamka bukanlah tipologi seorang yang disebut ulama “ulama” alias “usia lanjut makin ambisi”, namun beliau lebih berprinsip pada penegakan yang hak sesuai tuntutan al-Qur‟an dan Hadis. Beliau lebih memilih untuk meninggalkan jabatannya dan berpegang kepada prinsip al-Qur‟an dan Hadis.

Kedua, pada akhir tahun 1970-an, Buya Hamka juga melakukan sebuah kejutan besar yang dinilai bersebrangan dengan kelompoknya. Selama itu, dalam menetapkan awal bulan Ramadan dan awal bulan Syawal, ada kelompok yang bersikukuh menggunakan metode hisab. Pada waktu itu, tampaknya Buya Hamka juga mengikuti metode kelompok tersebut. Namun, setelah mengetahui petunjuk Nabi saw. bahwa dalam menetapkan awal bulan Ramadan dan awal bulan Syawal haruslah menggunakan rukyat (melihat bulan), Buya Hamka kemudian

mengeluarkan pernyataan yang sangat mengejutkan di mana beliau berkata, “Saya

kembali ke rukyat.” Pernyataan Buya Hamka ini, juga menimbulkan kegoncangan di kalangan umat Islam Indonesia. Tidak sedikit orang yang mencemoohkan, melecehkan, dan mengolok-olokkan Buya Hamka karena sikap dan perilakunya itu. Namun Buya Hamka tetap memegang prinsip rukyat itu sampai beliau wafat pada tahun 1984. Buya Hamka tidak merasa bahwa dengan sikapnya untuk kembali ke rukyat itu gengsinya akan jatuh, justru dengan sikap itulah Buya Hamka merasa yakin atas kebenaran yang dipegangnya. Bandingkan dengan ustaz-ustaz bawahan yang apabila memiliki pendapat, mereka pertahankan matian-matian pendapat itu kendati bertentangan dengan petunjuk Rasulullah saw. Ustaz-ustaz bawahan lebih mempertahankan gengsinya karena arogansi pribadi atau kelompok daripada kembali mengikuti petunjuk Nabi saw.

Kami sungguh merasa terharu, ketika Buya Hamka telah meninggalkan kita 30 tahun yang yang lalu, Negeri Jiran Malaysia mencari murid Buya Hamka yang dapat memaparkan pemikiran moderat Buya Hamka dalam Islam. Kami teringat dengan sebuah pepatah yang menyatakan, “Seorang Nabi tidak dihormati di Negerinya sendiri.” Betapapun, tokoh dan umat Islam Indonesia lebih berhak untuk meneladani sikap dan perilaku Buya Hamka, kendati kita tidak dapat melarang tokoh dan umat Islam di Malaysia dan di Negara lain juga akan meneladani sikap dan perilaku Buya Hamka.


(5)

Semoga Allah swt. menerima amal ibadah Buya Hamka, mengampuni dosa-dosanya, dan menjadikan tokoh dan umat Islam Indonesia meneladani sikap dan perilakunya.***

30

MEMBERDAYAKAN IMAM MASJID

Sekurang-kurangnya, ada dua perhelatan yang berkaitan dengan imam masjid yang diselenggarakan pada tahun 2013. Pertama, silaturahmi dan konferensi imam masjid se-Indonesia yang diselenggarakan pada 27-29 Juni 2013 di Batam, Kepulauan Riau. Acara yang disponsori oleh Gubernur Kepulauan Riau dan dibuka oleh Menteri Agama Republik Indonesia ini, melahirkan sebuah organisasi nasional imam masjid yang bernama IPIM (Ikatan Persaudaraan Imam Masjid). Acara ini dihadiri oleh kurang lebih 250 orang mewakili imam-imam masjid seluruh Indonesia. Perhelatan imam masjid yang kedua adalah konferensi imam masjid se-Dunia yang diselenggarakan pada 2-6 Desember 2013 di Pekanbaru, Riau, yang disponsori oleh Gubernur Provinsi Riau dan dibuka oleh Menteri Agama Republik Indonesia.

Konferensi imam masjid yang pertama se-Dunia ini kemudian melahirkan organisasi imam masjid internasional yang disebut al-Majlis al-„Alami li „Aimmat al-Masajid atau ICIM (International Council of Imam Masjid). Apabila IPIM berkantor pusat di Jakarta, maka ICIM berkantor pusat di Pekanbaru, Provinsi Riau. Deklarasi pembentukan ICIM yang tertuang dalam Piagam Pekanbaru ditandantangani oleh wakil-wakil dari 12 Negara peserta, yaitu Malaysia, Kuwait, Palestina, Perancis, Irak, Sinegal, Singapura, Afrika Selatan, Tunisia, Brunei Darussalam, Pakistan, dan Indonesia. Sebagai ketua ICIM terpilih wakil dari Kuwait, sementara Indonesia diamanati menjadi Sekretaris Jenderal. Beberapa Negara yang siap hadir namun berhalangan adalah Mesir, Rusia, Jepang, dan Australia.

Ada kesepakatan dari para peserta maupun para narasumber, baik dalam konferensi IPIM maupun konferensi ICIM, semuanya bersepakat bahwa imam masjid memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis karena ia selalu berhadapan langsung dengan para jamaah minimal lima kali dalam satu sehari. Peran dan fungsi ini dapat dimanfaatkan untuk mentrasformasi ajaran Islam yang merupakan rahmat bagi semua penghuni alam kepada para jamaah masjid. Di banyak Negara, peran imam masjid juga lebih dominan karena ia tidak hanya mengimami salat berjamah tetapi juga menjadi khatib, baik untuk Salat Jumat, Hari Raya, dan lain-lain. Dari sinilah kemudian, konferensi, baik IPIM maupun ICIM, menyepakati untuk meningkatkan kualitas sumber daya imam masjid sehingga imam masjid tidak menjadi sebatas seorang tukang yang menjalankan tugas menjadi imam, tetapi juga menjadi pembina umat sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Maka imam masjid haruslah seorang yang memiliki kreatifitas dan inovatif dalam membina umat. Imam masjid juga bukan sebatas memimpin salat berjamaah, tetapi juga memimpin masyarakat. Dalam konteks inilah beberapa Negara, seperti Saudi Arabia misalnya, imam masjid menjadi sebuah icon pemimpin umat, sebut saja misalnya imam-imam Masjid al-Haram di Makkah dan imam Masjid Nabawi di Madinah. Karenanya, imam masjid tidak hanya seorang yang hafal al-Qur‟an, memiliki kemampuan membaca al-Qur‟an dan vokal yang memadai, namun juga memiliki kapasitas keilmuan untuk menjawab persoalan-persoalan umat.


(6)

Di sisi lain, peran yang demikian penting bagi imam, tentu tidak dapat terlaksana secara maksimal manakala imam harus juga sibuk memikirkan asap dapur. Di sejumlah Negara seperti Kuwait, Saudi Arabia, Turki ,dan lain-lain, imam masjid menjadi tanggung jawab Negara. Ia diangkat oleh Negara dan mendapatkan jaminan kesejahteraan dari Negara. Bahkan, Imam Masjid al-Haram misalnya di Saudi Arabia, memiliki pengawal dan ajudan seperti layaknya seorang pejabat tinggi Negara. Sementara di beberapa Negara, termasuk Indonesia, imam masjid belum sampai kepada level itu. Karenanya, dalam konferensi pertama IPIM kemarin, muncul wacana bahwa seyogianya imam masjid diangkat oleh pejabat tinggi Negara. Untuk mesjid Negara, imam masjid diangkat oleh Presiden; untuk masjid raya (tingkat provinsi), imam masjid diangkat oleh Gubernur; untuk masjid agung (tingkat kabupaten/kota), imam

masjid diangkat oleh Bupati/Walikota; untuk masjid jami‟ (tingkat kecamatan),

imam masjid diangkat oleh Camat; dan untuk masjid (tingkat desa), imam masjid diangkat oleh Kepala Desa.

Apabila imam memiliki kapasitas ilmiah yang memadai, maka diharapkan ia dapat mencerahkan umat, melalui transformasi ajaran Islam sesuai tuntunan Nabi saw. sehingga dengan demikian imam memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah munculnya paham-paham radikalisme, apatisme, liberalisme, dan paham-paham sesat lainnya.***