BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus kekerasan dikalangan siswa di Indonesia merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh Komnas Perlindungan Anak
KPA angka kekerasan disekolah pada tahun 2009 meningkat hingga 20 dibandingkan dengan tahun 2008. Menurut sekjen KPA, Arist Merdeka Sirait pada tahun 2009 terjadi aksi kekerasan
disekolah mencapai 472 kasus. Angka ini meningkat dibandingkan pada tahun 2008, jumlah kasusnya sebanyak 362 kasus.
1
Tekait maraknya aksi kekerasan di sekolah, Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak KOMNAS PA Seto Mulyadi menyatakan bahwa banyaknya aksi kekerasan
yang terjadi di beberapa sekolah menunjukkan bahwa pendidikan yang dicanangkan pemerintah belum berhasil dan fenomena kekerasan atas nama senioritas ini banyak terjadi di berbagai
sekolah di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya merespon hal ini dengan serius.
2
Kekerasan di kalangan siswa khususnya kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya sering terjadi baik di SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi. Masa Orientasi Siswa
MOS atau OSPEK ditetapkan sebagai sekolah untuk memberi waktu pada siswa baru untuk menyesuaikan diri dengan sekolah mereka. Kegiatan MOS biasanya yang menjadi panitia adalah
kelas 3 dan kelas 2, aksi senior banyak macamnya ada yang bersifat positif dan ada juga yang
1
Kerrigan, 2009. ³5XDQJNVHNXVLL=RQDQWL.HNHUDVDQ´ Artikel ini diakses pada tanggal 1 Juni 2011 dari
http:www.indowebster.web.idshowthread.php?t=549308
2
Hasyim Siregar, dkk. 2011, ³NVL.HNHUDVDQ0HUHVDKNDQ´, Artikel ini di akses pada tanggal 14 November 2011 dari http:www.seputar-Indonesia.comedisicetakcontentview43951438
bersifat negatif dengan mengatasnamakan senioritas para senior berhak untuk memberi pelajaran kepada adik-adik kelasnya atau para juniornya. Tindakan para senior biasanya dapat berupa
sindiran, ancaman dan lain-lain. Biasanya senior menerapkan tata tertib untuk juniornya dan apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi atau hukuman.
Pada dasarnya, aksi kekerasan dikalangan siswa dapat diancam dengan pasal 54 UU No 23 tahun 2002. Sanksi tersebut tidak hanya berlaku bagi para siswa yang menjadi pelaku
kekerasan, para pengajar pun dapat dikenakan sanksi seperti disebutkan dalam pasal 82 UU No 23 tahun 2002 karena dianggap melakukan pembiaran atau pelalaian.
3
Terkait potensi kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior terhadap junior, Dinas pendidikan DKI Jakarta sendiri telah
menegaskan bahwa siswa senior dilarang dilibatkan dalam kegiatan MOS. Hal ini dilakukan untuk mencegah aksi bullying disekolah dan bukan hanya kegiatan MOS tetapi seluruh kegiatan
yang dapat bersifat negatif.
4
Akan tetapi, hal ini tidak begitu saja menghilangkan tradisi kekerasan senior di sekolah, Salah satu-contoh aksi senioritas di tingkat SMP, misalnya, terjadi di SMP 10 Tangerang
Selatan. Bentuknya bermacam-macam ada yang berupa pemalakan maupun tawuran. Bagi siswa junior yang tidak mau memberi uang kepada senior akan diancam atau dipukuli. Untuk yang
tidak mau ikut tawuran akan dipukuli lalu kemudian akan ditatar oleh para senior dengan memberi teknik-teknik tawuran. Tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah apabila terjadi
kekerasan atau masalah tawuran adalah langsung mengeluarkan siswa-siswa yang melakukan
3
Kerrigan, 2009, ³5XDQJNVHNXVLL=RQDQWL.HNHUDVDQ´ Artikel ini diakses pada tanggal 1 Juni 2011 dari http:www.indowebster.web.idshowthread.php?t=549308
4
Catur Nugroho Saputra, 2011. ´HJDK XOO\LQJ6LVZD6HQLRULODUDQJ7HUOLEDW026´ Artikel ini di akses pada tanggal 14 November 2011 dari http:news.okezone.comread20111031338522940cegah-bullying-
siswa-senior-dilarang-terlibat-MOS.
perploncoan tersebut.
5
Di SMP PGRI 1 TANGSEL pun teridentifikasi terjadi kasus kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya. Kegiatan perkenalan siswa baru yang biasa
disebut Latihan Dasar Kepemimpinan LDK yang panitianya mayoritas siswa kelas 3, awalnya hanya sebuah lelucon saja untuk memberi pelajaran bagi siswa baru namun karena ada yang
tidak menerima lelucon yang dilakukan oleh panitianya maka timbulah perkelahian.
6
Tindak kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya tidak hanya masalah kasus pemalakan
atau gap-gap tetapi masalah tawuran. Apabila juniornya tidak ikut tawuran akan digojlok atau ditatar.
Ditingkat SMA, kasus kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya misalnya terjadi di SMA 70 Jakarta. Di sekolah yang merupakan unggulan di Jakarta ini terdapat
kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya. Dalam artikel majalah Tempo, tertulis bahwa salah satu korbannya adalah Dita Kristiani 16 tahun pernah ditegur oleh kakak kelasnya
karena mengenakan seragam yang ketat, karena tidak mau mencari gara-gara akhrinya Dita menuruti perintah kakak kelasnya. Para siswa SMA 70 mengaku bahwa aksi senioritas masih
terjadi hingga sekarang, aksi kekerasan sendiri sulit dihilangkan selama masih ada sekat senioritas di sekolah tersebut. Biasanya pada masa MOS, para senior menerapkan peraturan bagi
adik-adik kelasnya. Diantaranya, rambut tidak boleh digerai bagi perempuan, baju dan rok harus longgar, tas harus ransel dan sepatu harus berjenis kets.
7
Kasus senioritas juga terjadi di SMAN 82 Jakarta, hal tersebut juga dibenarkan oleh wakil kepala sekolahnya sendiri bidang Kesiswaan SMAN 82 Jakarta bahwa terjadinya aksi
5
Wawancara pribadi dengan siswa SMP 10 TANGSEL yaLWX³5´LSXWDWPHL
6
Wawancara pribadi dengan N yang merupakan salah satu guru di SMP PGRI 1, Ciputat , 4 Juni 2011
7
Aswidityo Nedwika,2010,´6LVZD60NXL7UDGLVL6HQLRULWDV6HEDJDL3HPLFX.HNHUDVDQ´ Artikel ini diakses pada tanggal 1 Juni 2011 dari
http:www.tempointeraktif.comhgkriminal20100604brk,20100604- 252718,id.html