berkepentingan dimana pada gilirannya akan mewujudkan pengelolaan Bank Syaria yang sehat. Selain itu, dengan adanya ketentuan ini dapat memberikan
kejelasan dalam pelaksanaan kegiatan Bank Syariah sehingga dapat membantu operasional Bank Syariah menjadi lebih efesien dan meningkatkan kepastian
hukum para pihak, termasuk bagi pengawas dan auditor Bank Syariah.
1. Produk Penghimpunan Dana Bank Syariah
Bagi bank konvensional selain modal, sumber dana lainnya cenderung bertujuan untuk ”menahan” uang. Hal ini sesuai dengan
pendekatan yang dilakukan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan transaksi, cadangan, dan investasi.
Berbeda dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk dalam penghimpunan dana bagi
nasabahnya. Dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri dari:
4. Modal, yaitu dana yang diserahkan oleh para pemilik owner. Pada
akhir periode tahun buku, setelah dihitung keuntungan yang didapat pada tahun tersebut, pemilik modal akan memperoleh bagian hasil
usaha yang biasa dikenal dengan deviden. 5.
Titipan, salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam mobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun
akad yang sesuai prinsip ini adalah al-wadi’ah yaitu merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya mengkehendaki.
6. Investasi, akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah mudharabah.
Tujuan dari mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana shahibul maal dan pengelola dana mudharib yang dalam hal ini
bank.
2. Produk Penyaluran Dana Bank Syariah
Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam
hubungan dengan Sang Pencipta Hablun min Allah maupun dalam hubungan sesama manusia Hablum min annas. Ada 3 tiga pilar pokok
dalam ajaran Islam yaitu: Aqidah
: Komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan
atas keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan berbagai
aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah sebagai khalifah yang mendapat amanah dari
Allah. Syariah
: Komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan
seorang muslim baik dalam bidang ibadah Hablu min Allah maupun dalam bidang muamalah Hablum min annas yang
merupakan aktualisasi dari aqidah yang menjadi keyakinannya. Sedangkan muamalah sendiri meliputi
berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut
ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah.
Akhlak :
Landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang muslim yang taat berdasarkan
syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut memiliki akhlaqul karimah sebagaimana
hadist nabi yang menjadikan akhlaqul karimah.
25
Cukup banyak tuntutan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat antara lain secara garis besar adalah sebagai
berikut: a. Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat ukur dan
bukan sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi gharar
sehingga yang ada bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai uang untuk menukar dengan barang.
b. Riba dalam segala bentuknya dilarang bahkan dalam ayat Al-Qur’an tentang pelarangan riba yang terakhir yaitu surat Al-Baqarah ayat 278-
279 secara tegas dinyatakan sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba itu jika
kamu orang beriman. Kalau kamu tiada memperbuatnya dan jika kamu bertobat maka untukmu pokok-pokok hartamu kamu tidak menganiaya
dan tidak pula teraniaya”.
25
Ausaf Ahmad, Development and Problem of Islamic Banks, IRTI-IDB, 1985. h. 34-35
c. Larangan riba juga terdapat dalam ajaran Kristen baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru yang pada intinya menghendaki pemberian
pinjaman pada orang lain tanpa meminta bunga sebagai imbalan. d. Meskipun masih ada sementara pendapat khususnya di Indonesia yang
masih meragukan apakah bunga bank termasuk riba atau bukan, maka sesungguhnya telah menjadi kesepakatan utama, ahli Fiqih dan Islamic
Banker di kalangan dunia Islam yang menyatakan bahwa bunga bank adalah riba dan riba diharamkan.
e. Tidak memperkenalkan
berbagai bentuk kegiatan yang mengandung unsur spekulasi dan perjudian termasuk didalamnya aktivitas ekonomi
yang diyakini akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat. f. Harta
harus berputar
diniagakan sehingga tidak boleh hanya berpusat pada segelintir orang dan Allah sangat tidak menyukai orang yang
menimbun harta sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai harta tidak produktif akan dikarenakan zakat
yang lebih besar dibanding jika diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan manusia di bumi sebagai
khalifah yang menerima amanah dari Allah sebagai pemilik mutlak segala yang terkandung di dalam bumi dan tugas manusia untuk
menjadikannya sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan manusia.
g. Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan wajib dilakukan sehingga tidak seorangpun tanpa bekerja yang berarti siap menghadapi
resiko dapat memperoleh keuntungan atau manfaat bandingkan dengan perolehan bunga bank dari deposito yang bersifat tetap dan
hampir tanpa resiko. h. Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi
harus dilakukan secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan dari pihak manapun.
i. Adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya yang tidak bersifat tunai dan adanya sanksi yang bisa
dipercaya simetri dengan profesi akuntansi dan notaris. j. Zakat sebagai instrumen untuk pemenuhan kewajiban penyisihan harta
yang merupakan hak orang lain yang memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga anjuran yang kuat untuk mengeluarkan infaq
dan shodaqah sebagai manifestasi dari pentingnya pemerataan kekayaan dan memerangin kemiskinan.
Dari uraian ringkas di atas memberikan gambaran yang jelas tentang prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam di mana tidak hanya
berhenti pada tataran konsep saja tetapi tersedia cukup banyak contoh- contoh kongrit yang diajarkan oleh Rasul Allah, yang untuk
penyesuaiannya dengan kebutuhan saat sekarang cukup banyak ijtma’ yang dilakukan oleh para ekonom dan praktisi lembaga keuangan Islam. Sesuai
sifatnya yang universal maka tuntutan Islam tersebut diyakini akan selalu relevan dengan kebutuhan zaman, dalam hal ini sebagai contoh adalah
pengembangan lembaga keuangan Islam seperti perbankan dan asuransi.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka dalam pelaksanaan perjanjian penyaluran dana pada Bank Syariah secara umum didasari pada
konsep Islam. Di mana dalam perjanjian penyaluran pembiayaan tersebut yang menjadi persoalan krusial adalah larangan praktek sistem bunga riba.
Dalam Penyaluran Dana secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu: 1. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli Ba’i
Prinsip Jual Beli diadakan sehubungan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda transfer of proferty. Tingkat
keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi Jual Beli dapat dibedakan berdasarkan
bentuk pembayaran dan penyerahan barangnya yakni sebagai berikut: a. Baial-Murabahah, Pembiayaan persediaan dalam usaha produksi
terdiri atas biaya pengadaan bahan baku dan penolong. Melalui proses produksi bahan baku tersebut akan menjuadi barang setengah
jadi, kemudian barang jadi yang siap untuk dijual. Bila barang jadi itu dijual dengan kredit, ia berubah menjadi piutang dan melalui
proses collection akan berubah menjadi kas kembali. b. Bai as-Salam, Untuk produksi yang prosesnya tidak dapat diikuti,
seperti produksi pertanian, bank dapat memberikan fasilitas bai as- salam.
Melalui fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran di muka secara sekaligus dan
nasabah berkewajiban men-deliver barang tersebut pada tanggal yang disepakati dalam kontrak. Pada waktu yang bersamaan, bank
dapat mencari pembeli atas produk tersebut. Kombinasi ini disebut sulam parallel.
c. Bai al-Istisha, Bila nasabah juga membutuhkan pembiayaan untuk proses sampai menghasilkan barang jadi, bank dapat memberikan
fasilitas bai al-istisha. Melalui fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak
biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntungan bagi produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual dan dengan
pembayaran di muka secara bertahap sesuai dengan tahap-tahap produksi.
2. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa Ijarah Transaksi Ijarah dilandaskan pada adanya perpindahan
manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli ba’i, tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya.
Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Pada umumnya bank-bank Islam mengoperasikan produk ijarah
tersebut dengan menggunakan ijarah muntahiya bitamlik IMB yang merupakan perpaduan antara kontrak jual beli dengan sewa, atau
lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa. Hal ini lantaran lebih sederhana dari segi pembukuan
dan bank pun tidak diperbolehkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
3. Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil Syirkah Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang
ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. a. Pembiyaan Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang
mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-
sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
b. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah
adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dimana pemilik modal shahibul maal mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola mudharib dengan suatu perjanjian keuntungan. Bentuk ini menegaskan bentuk kerja sama
dalam paduan kontribusi 100 modal shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan “akad pelengkap” yang tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, salah satunya ialah qardh, yang berarti pinjaman uang.
3. Produk Pelayanan Jasa Bank Syariah