1. Hukum Islam
Hukum Islam mengatur pula masalah azas-azas dari suatu perjanjian, yang mana azas-azas tersebut sangat berpengaruh pada status
akad dari perjanjian yang dilaksanakan. Dimana ketika azas ini tidak terpenuhi maka akan berakibat pada batalnya atau tidak sahnya perikatan
perjanjian yang dibuat. Azas-azas itu adalah sebagai berikut: a.
Al-Hurriyah Kebebasan Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak yang melakukan
akad mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian dari segi yang diperjanjikan atau menentukan persyaratan-persyaratan lain, termasuk
menetapkan cara-cara penyelesaian bila terjadi sengketa. Kebebasan menentukan persyaratan dalam perjanjian ini dibenarkan selama tidak
bertentangan dengan Syariat Islam. Hal ini agar tidak terjadi penganiayaan sesama manusia melalui akad dan syarat-syarat yang
dibuatnya. Azas ini pula menghindari semua bentuk paksaan, penipuan dan tekanan dari pihak manapun. Adanya unsur paksaan dan
pemasungan kebebasan dalam akad perjanjian mengakibatkan tidak sahnya suatu akad. Landasan azas ini terdapat dalam:
15
QS. al-Maidah5:l
15
T.M. Hasbi Ashshiddiqi, et. al., AI-Quran dan Terjemahnya, Madinah-Saudi Arabia: Mujarnma al-Malik Fahd Li Thibaat al-Mushhaf Asy syarif.
1990 M1410 H, h. 64. 156
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu [388] dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. yang demikian itu dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan
haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”.
Q.S.al-Ahzab33:72
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.
b. Al-Musawah Persamaan atau Kesetaraan
Azaz ini memberikan arti bahwa kedua belah pihak yang melakukan perjanjian kedudukan yang sama antara satu dan yang
lainnya. Sehingga, pada saat menentukan hak dan kewajiban masing- masing pihak didasarkan pada azaz al-musawah ini. Landasan azas ini
terdapat dalam al-qur’an al-Hujarat49: 13
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal”.
16
c. Al-Adalah keadilan
16
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan Penyelenggara PenterjemahPenafsir Al-Qur’an, 1971. Bank Indonesia,
Kamus Perbankan, 1999
Keadilan salah satu sifat tuhan dan al-qur’an menekankan agar manusia menjadikannya sebagai ideal moral. Bahkan al-qur’an
menempatkan keadilan lebih dekat kepada takwah, seperti diisyaratkan dalam Q.S al-Maidah5:8-9
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-
orang yang selalu menegakkan kebenaran Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Allah Telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, bahwa untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar”.
17
Pelaksanaan azas ini dalam akad, dimana para pihak yang melakukan akad dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan
kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya.
d. Al-Ridha Kerelaan
Azas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak. Jika
dalam
1
transaksi tidak terpenuhi azas ini, maka itu sama artinya dengan memakan sesuatu dengan cara yang bathil al-akl bil bathil. Transaksi
17
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan Penyelenggara PenterjemahPenafsir Al-Qur’an, 1971. Bank Indonesia,
Kamus Perbankan, 1999
yang dilakukan tidak dapat dikatakan telah mencapai sebuah bentuk usaha yang saling rela antara pelakunya jika didalamnya ada tekanan,
paksaan. penipuan dan mis-statement. Jadi. azas ini mengharuskan tidak adanya paksaan dalam proses transaksi dari pihak manapun.
Dasar azas ini adalah QS. An-Nisaa4:29:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama- suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
18
e. Ash-Shidq Kejujuran dan Kebenaran
Kejujuran adalah suatu nilai etika yang mendasar dalam Islam, dan Islam adalah nama lain dari kebenaran. Islam dengan tegas
melarang kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Allah berbicara benar dan memerintahkan semua Muslim untuk jujur dalam
segala urusan dan perikatan, seperti diungkapkan dalam firman-Nya Q.S. al-Ahzab33:70, yaitu:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar”.
19
18
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan Penyelenggara PenterjemahPenafsir Al-Qur’an, 1971. Bank Indonesia,
Kamus Perbankan, 1999
19
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan Penyelenggara PenterjemahPenafsir Al-Qur’an, 1971. Bank Indonesia,
Kamus Perbankan, 1999
Nilai kebenaran ini memberikan pengaruh kepada pihak- pihak yang melakukan perjanjian untuk tidak berdusta, menipu dan
melakukan pemalsuan. Pada saat azas ini tidak dijalankan, maka akan merusak legalitas akad yang dibuat. Dimana pihak yang merasa
dirugikan dapat menghentikan proses perjanjian tersebut. f.
Al-kitabah Tertulis Prinsip lain yang tidak kalah pentingnya dalam
melakukan akad sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. al- Baqarah2:282-283, yaitu:
⌧ ☺
☺ ☺
⌧ ⌧
☺ ☺
☺ ☺
⌧ ☺
☺
⌧ ⌧
☺ ⌧
⌧ ⌧
⌦
⌧ ☺
☺ ☺
⌦ ☺
☺
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan
benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang akan ditulis itu, dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,
Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki di antaramu. jika tak ada dua oang lelaki, Maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-
saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan
memberi keterangan apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun
besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan
lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguanmu. Tulislah muamalahmu itu, kecuali jika muamalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika
kamu lakukan yang demikian, Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. Jika kamu dalam perjalanan dan
bermuamalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang[180] oleh yang berpiutang. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya hutangnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu para saksi
menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ayat ini mengisyaratkan agar akad yang dilakukan benar- benar berada dalam kebaikan bagi semua pihak yang melakukan akad,
maka akad itu harus dilakukan dengan melakukan kitabah penulisan perjanjian. Disamping itu, diperlukan juga adanya saksi-saksi
syahadah, rahn, gadai, untuk kasus tertentu, dan prinsip tanggung jawab individu.
2. Hukum Positif