d. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pembaca, para
ahli hukum, terutama hukum Islam.
D. Kerangka Teori
Hal yang berkaitan dengan pemalsuan identitas dapat membahayakan terhadap keluarga-keluarga di Indonesia, oleh sebab itu maka harus dibuat hukum
yang tegas dari semua pihak, mulai dari pihak pegawai pancatat pernikahan, pihak hakim pengadilan, bahkan para pemerhati hukum pernikahan di Indonesia. Lalu
aturan-aturan yang mempersulit untuk melakukan perkawinan hendaknya dikaji ulang, melihat realita di masyarakat akan pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan. Pemalsuan identitas akan berdampak negatif karena tidak melakukan
syarat-syarat dan rukum pernikahan secara sistematis dan secara aturan yang berlaku, dikarenakan ada hal yang menghalangi seseorang untuk bisa
melangsungkan pernikahan, dampak negatifnya akan berdampak terhadap berbagai pihak, mulai dari istri, anak, pihak pegawai KUA dsb.
Seorang pegawai pencatat perkawinan harus bertindak aktif artinya tidak hanya menerima saja yang dikemukakan oleh pihak yang akan melangsungkan
perkawinan itu, maka pegawai pencatat menulis dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu. Dalam hal ternyata terdapat suatu halangan atau belum
dipenuhinya suatu syarat untuk melangsungkan perkawinan, maka pegawai pencatat harus segera memberitahukan hal itu kepada yang bersangkutan.
18
E. Review Studi Terdahulu
Tema mengenai pembahasan pembatalan perkawinan telah banyak dikaji dalam bentuk artikel dan karya ilmiah. Namun demikian sejauh penelusuran
penulis pembahasan mengenai penelitian pemalsuan identitas sebagai penyebab pembatalan perkawinan terkait dengan sanksi hukum bagi pelakunya, nyaris belum
ada yang membahas. Namun ada beberapa penelitian yang dapat penulis temukan terkait dengan pembatalan perkawinan dan pemalsuan identitas. Adapun beberapa
penelitian itu diantaranya : Upaya Pembatalan Perkawinan oleh Istri Akibat Perbuatan Suami
Berpoligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Studi Kasus Pengadilan Agama Bogor Nomor 171PDT.G2007PA.BOGOR
Nurul Fitri
2003.200.039 – Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Jakarta Dalam skripsi ini dibahas tentang hal-hal yang diupayakan oleh istri
terkait dengan pembatalan perkawinan karena suaminya berpoligami. Tergugat 1 suami melakukan poligami tanpa adanya persetujuan dari istri pertama baik
secara lisan maupun tulisan dan pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi
18
Watjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976, h. 19.
penipuan atau salah sangka mengenai diri suami, maka berdasarkan putusan Pengadilan Agama Nomor 171PDT.G2007PA.BOGOR perkawinan tersebut
dibatalkan. Lalu dalam skripsi tersebut dijelaskan pula tentang pemikiran hakim terhadap hal tersebut tentang upaya istri tersebut tentang perbuatan suami.
Penyelesaian Cerai Gugat Tanpa Akta Nikah Analisis Putusan Nomor 28PDT.G2007PA.CIBINONG
Faridah 104044201464 – Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam
Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada skripsi ini dijelaskan bahwasanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, suatu perceraian tidak boleh tidak harus ada akta
nikah, karena akta nikah merupakan bukti otentik bagi suami istri dalam melakukan perbuatan hukum guna mempertahankan hak-haknya. Akan tetapi pada
kenyatannya sesuai penelitian penulis di Pengadilan Agama Cibinong, masih terdapat cerai gugat yang diselesaikan oleh Pengadilan Agama tanpa ada akta
nikah. Hal tersebut yang menjadi pokok bahasan penulis dalam skripsinya. Problematika Nikah Bawah Tangan dan Urgensi Pencatatan KUA
tentang Nikah, Talak dan Rujuk