Landasan Yuridis Putusan ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

syarat dalam melaksanakannya demi terciptanya ketertiban masyarakat dengan tidak memandang golongan. 84 Mengenai bukti P2 yang menyatakan bahwa antara Tergugat I dengan tergugat II telah memiliki akta nikah yang otentik dan mempunyai kekuatan hukum yang sempurna serta mengikat sedangkan bukti P2 yaitu foto copy Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Jatinegara dibuat kemudian dan tidak memenuhi syarat dan rukun pernikahan maka yang berlaku adalah pernikahan yang terdahulu yaitu yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Matraman. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat dan tidak ada pencatatan kedua kalinya, karena hal tersebut akan menimbulkan efek yang tidak baik bagi masyarakat dan pernikahan yang dicatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Jatinegara tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum. 85 Mengenai peraturan perundang- undanُan yanُ berlaku dan dalil syar‟I yang berkaitan dengan perkara ini maka majlis hakim menetapkan: 1. Mengabulkan gugatan penggugat 2. Menyatakan buku kutipan Akta Nikah Nomor: 1178133VIII2009 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Jatinegara tertanggal 19 Agustus 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum 84 Ibid. h. 10 85 Ibid. h. 10. 3. Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 841.000,- delapan ratus empat puluh satu ribu rupiah 86 Dengan dijatuhkannya putusan tersebut maka majlis hakim telah memberlakukan hukum baru, dengan mengabulkan gugatan dari penggugat maka pernikahan kedua itu batal dan akta nikah kedua itu tidak memiliki kekuatan hukum.

D. Analisa Penulis

Adapun analisa penulis terhadap kasus perkara permohonan pembatalan perkawinan atas pemalsuan identitas yang dilakukan oleh tergugat II ini, Majelis Hakim memutuskan mengabulkan gugatan penggugat untuk melindungi penggugat dari jerat hukuman pidana, karena Penghulu Kantor Urusan Agama yang mencatatkan akta nikah kedua itu melakukan tindakan yang tidak diperbolehkan. Hal ini memang tidak ada dalam Undang-undang akan tetapi hal tersebut diqiyaskan oleh majlis hakim terhadap menjaga ketertiban masyarakat dan menjaga hal-hal lain yang berhubungan dengan ketertiban pencatatan akta nikah keluarga-keluarga di Indonesia. 87 Hukum baru yang dilakukan oleh Majelis Hakim dengan membatalkan pernikahan kedua saja dan akta nikah keduanya tidak berkekuatan hukum, tetapi pernikahan tergugat I dan tergugat II tetap berlangsung dengan menggunakan akta 86 Ibid. h. 10. 87 Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ketua majlis hakim, Ibu Hj Yustimar B.SH., ketika penulis melakukan wawancara dengan beliau. nikah pertama. Pemalsuan identitas yang dilakukan oleh tergugat II ini bukan disebabkan oleh wanita lain, melainkan karena istri dan suami ingin cepat-cepat melangsungkan pernikahan, sehingga tergugat II tidak sempat untuk memperbaharui Surat Izin Kawin SIK yang sudah kadaluarsa, sehingga status suami dalam akta nikah pertama itu adalah selaku orang biasa dan bukan POLRI. 88 Pengajuan akta nikah kedua dari tergugat I kepada penggugat disebabkan oleh keinginannya untuk mendapatkan tunjangan gaji dari pemerintah karena setiap anggota ABRI memiliki tunjangan gaji dari pemerintah. Akan tetapi cara yang dilakukan oleh tergugat I ini kurang tepat, solusi yang dilakukan oleh istri seharusnya membicarakannya terlebih dahulu dengan suaminya lalu memperbaharui Surat Izin Kawin SIK kepada atasannya, hal tersebut akan membentuk ketertiban pernikahan dalam lingkungan masyarakat. Dalam hal ini pun pihak penghulu mengajukan perkara permohonan pembatalan perkawinan adalah sesuai dengan peraturan, karena pihak-pihak yang bisa mengajukan perkara permohonan perkawinan itu adalah suami, istri dan pejabat yang berwenang yaitu pemerintah, termasuk di dalamnya penghulu Kantor Urusan Agama. Hal ini diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada BAB IV. 89 88 Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ketua majlis hakim, Ibu Hj Yustimar B.SH., ketika penulis melakukan wawancara dengan beliau. 89 Ibid.