Akibat Hukum Faktor dan Akibat Pemalsuan Identitas 1.

d. Karena salah satu pihak atau masing-masing pihak belum mencapai umur yang ditentukan menurut Undang-undang dan belum mendapat izin e. Karena adanya larangan perkawinan f. Karena perkawinan yang dilangsungkan akibat dari suatu hubungan zina g. Karena tidak adanya izin dari pihak yang berkepentingan, antara lain orang tua dan wali. 48 Untuk melakukan pembatalan perkawinan harus dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan tersebut. Pembatalan perkawinan tersebut baru terjadi setelah dinyatakan dalam putusan pengadilan yang telah in kracht van gewijsde. Pasal 85 Burgerlijk Wetboek menegaskan batalkan suatu perkawinan hanya dapat dinyatakan oleh hakim. 49 Setiap penduduk harus mencatatkan perkawinannya di Pegawai Kantor Catatan Sipil agar terhindar dari masalah-masalah yang menyangkut perceraian suatu perkawinan. Catatan sipil adalah catatan tentang peristiwa penting mengenai keperdataan seseorang seperti kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian. Dalam pencatatan ini, pemerintah menugaskan kepada kantorlembaga pencatatan sipil dengan tujuan agar setiap warga masyarakat dapat memiliki bukti-bukti otentik 48 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek dengan tambahan Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Pokok Agraria, Jakarta: Pradnya Paramitha. h. 46. 49 Rusdiana, Kama dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007, h. 14. tentang peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sehubungan dengan dirinya, untuk memperlancar aktifitas pemerintah di bidang kependudukan, untuk mendapatkan data-data selengkap mungkin agar status warga masyarakat dapat diketahui. Petugas yang melakukan pencatatan adalah Pegawai Kantor Pencatatan Sipil yang merupakan sebuah lembaga. Ia mencatatnya dalam daftar-daftarregister-register tertentu untuk selanjutnya dibuat akta catatan sipil akta kelahiran, akta perkawinan, akta perceraian dan akta kematian. 50

C. Hikmah Pembatalan Nikah

1. Bagi suami dan istri

Masalah pembatalan perkawinan ini merupakan suatu upaya yang bersifat ekstra hati-hati terhadap kedua mempelai, bahkan apabila diketahui terdapat unsur atau syarat perkawinan yang tidak memadai, maka perkawinan bisa dibatalkan. Proses pembatalan ini menunjukkan bahwa perkawinan tidak semena-mena tetapi perlu adanya kesepakatan dan kebersamaan masing-masing kedua mempelai baik dari pihak calon isteri, suami dan kedua belah pihak keluarga. Adanya pembatalan pekawinan ini merupakan upaya untuk menjaga keharmonisan dan ketentraman kehidupan berumah tangga di masyarakat. 51 Hikmah dari dibatalkannya nikah itu sendiri dapat dilihat dari tujuan utama dilangsungkannya pernikahan, yaitu terjadinya hubungan keluarga yang harmonis, 50 Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, h. 154. 51 Supriyadi, Dedi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, Bandung: Pustaka Al Fikri, 2009, h.59. damai, kekal dan abadi. Saat hal tersebut tidak lagi dapat dicapai, maka perceraian adalah satu-satunya jalan untuk meredam pertengkaran tersebut. Karena dilihat dari tujuan utama pernikahan yang berupa hal-hal positif. Adapun motivasi atau tujuan seseorang dalam melaksanakan pernikahan itu berbagai macam keragamannya, hal tersebut tidak dilarang oleh Islam, asalkan saat melakukannya dengan cara yang benar, sebagaimana telah diajarkan dalam banyak buku-buku fikih. Ada yang melakukannya karena cinta, ada yang melakukannya karena harta, ada yang melakukannya hanya ingin terjalin hubungan mahromiyah, ada yang ingin menolong seseorang karena iba dengan nasib yang dideritanya, ada yang hendak menjaga dirinya dari keharaman, ada yang berkeinginan untuk mendapatkan keturunan, ada juga yang tidak berkeinginan sama sekali, karena anak adalah beban yang menyusahkan, ada yang nikah hanya mengharapkan bimbingan spiritualnya, ada yang hanya mengharapkan kepuasan biologisnya dan ada juga yang hanya membutuhkan uang mas kawinnya dan sebagainya. 52

2. Bagi masyarakat

Pada dasarnya, suatu akad seperti akad nikah bilamana ternyata batal, tidak mempunyai akibat hukum. Akad nikah seperti itu hanya terwujud pada lahirnya saja, sedangkan menurut hukum Islam dianggap tidak ada sama sekali. Namun, kadang- kadang disebabkan adanya akad nikah yang tidak nikah yang tidak mencukupi ketentuan syariat itu, terjadi hubungan suami istri yang ada kaitannya dengan aspek 52 Al- Amili, Ja‟َar Murtadho, Nikah Mut’ah dalam Islam, Surakarta:Yayasan Abna AlHusain, 2002, h. 176. lain, misalnya telah sempat bersenggama. Di sini terdapat beberapa masalah hukum lainnya berkaitan langsung dengan hubungan seksual tersebut, yaitu masalah apakah perbuatan tersebut dianggap zina atau tidak dan jika menghasilkan anak, apakah anak tersebut dianggap anak zina atau bukan anak zina dan bagaimana kaitannya dengan hak mewarisi. Dalam masalah ini, hukum Islam memberikan perhatian untuk mengatur hal-hal nyata terjadi diakibatkan adanya akad nikah yang kemudian di nyatakan batal. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah, nikah yang dinyatakan batal dalam sebagian hal mempunyai akibat hukum terutama bilamana terjadi senggama di antara pasangan tersebut. 53 Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadist, yaitu: ها وس ق سو ي ع ها ا ع ي , ء ب ي ع , ضغأ إف ص , ج صحاو , وص ب ي عف ء ا عّتسي ف , وص ا إف ٌء جو . ت ا ا او . 54 Hadits tersebut memiliki makna bahwasanya sangat rentan seorang laki-laki yang telah dewasa itu untuk melakukan senggama terutama seorang duda, karena dalam hadits itu disebutkan apabila seseorang sudah tidak tahan untuk melakukan 53 Supriyadi, Dedi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, Bandung: Pustaka Al Fikri, 2009, h. 70. 54 Imam Tirmidzi, Al- Jami’ Al-Shahih Wa Huwa Sunan Tirmidzi, Kairo: Darul Hadits, 2005, Juz 3, Nomor Hadist 1081, h. 254. pernikahan, maka menikahlah terkecuali orang-orang yang belum memenuhi syarat- syarat untuk menikah. Terjadinya senggama dalam pernikahan yang batal bisa jadi setelah diketahui bahwa pernikahan itu adalah batal sehingga diketahui tidak halal berhubungan suami istri. Dalam masalah seperti ini, perbuatan tersebut dianggap perbuatan zina dan terhadap diri pelakunya diancam dengan hukuman zina. Dan sebagai konsekuensinya, jika hubungan seksual itu menghasilkan anak, maka anak itu dianggap tidak sah atau anak zina. 55 55 M Zein, Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta, Kencana, 2004, h. 26