Hubungan Tasawuf dengan Musik.
Sedangkan musik adalah suatu kreatifitas manusia sehingga ia dapat memperoleh kesenangan, baik itu bersifat materi ataupun bukan materi, dan tidak hanya untuk
mencapai keindahan. Terlepas da
ri kontroversi boleh atau tidaknya musik dalam tataran Syar‟i, dia hadir dalam dimensi yang berbeda pada suatu ketika dengan pembimbing
manusia menuju Tuhan, dengan bunyi-bunyian dan irama lagu dapat membawa seseorang tidak hanya mendengarkan melalui indera pendengar, namun juga
dengan akal dan hati sehingga ia dapat membuka tabir dan membaca realitas kehidupan.
Musik dapat diperuntukkan untuk tiga golongan. Pertama, untuk orang awam, di mana ia hanya mendengar melalui sifat dasar manusia, yaitu sifat yang
lebih dikuasai oleh hawa nafsunya sendiri. Kedua, untuk kaum elit, di mana berarti dia seolah-olah dalam pencarian. Ketiga, untuk kaum elitnya elit, orang
tersebut mendengarkan dengan jiwa yang berada dalam dunia cinta. Sehingga dalam memahami musik, seseorang bisa menggunakan seluruh inderanya agar
dapat membukakan realitas kehidupan musik itu, tidak hanya pemuasan lahir semata, namun juga batin. Tarekat sufi Malawiyyah dan Chishtiyyah keduanya
mengambil musik sebagai sarana ekstase, sehingga dapat merasakan kehadiran Tuhan.
Musik tersebut adalah musik spiritual Sama’i. Menurut Sayyed Hossein
Nasr, musik spiritual berasal dari Tuhan yang dapat diperoleh dari percakapan dan keheningan akan keindahan. Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai
keindahan, dengan menggunakan hati dan juga jiwa, maka ia akan merenungkan dan juga menghidupkan musik tersebut.
79
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa Sama’ adalah “ mendengarkan suara
yang baik berirama dan dimengerti maknanya, serta menggerakkan hati dan hal itu berarti kenikmatan yang dirasakan oleh indera pendengaran dan hati seperti
kenikmatan oleh indera penglihatan dengan memandang kepada tanaman hijau seta kenikmatan yang
dirasakan hati”.
80
Para sufi menggunakan musik sebagai sarana ektase, di mana mereka mencurahkan seluruh kemampuannya dengan berkosentrasi dan berdzikir, dengan
bantuan musik sehingga dapat mencapai kedekatan dengan Tuhan. Melatih pendengaran bisa membantu memahami nuansa makna yang sangat tajam dari
makna harfiah suatu bahasa yang tidak terekpresikan dan selanjutnya, dalam hati menerjemahkan atau mentransformasikan material sekuler ke dalam spiritus yang
sakral.
81
Beradanya Al-Wajdi,
dapat menguatkan
cinta dan
keasyikan membangkitkan kerinduan, dalam hati muncul Mukasyafat dan Mulatafat yang
tidak dapat digambarkan. Orang dapat menjangkaunya, jika tidak dihalangi tabir rasa. Sayyed Hossein Nasr menyatakan: “musik tidak diperuntukan bagi mereka
79
Sayyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, Bandung: Mizan, 1993, hal. 170.
80
Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Jakarta: Pustaka Amani, 1995, hal.
136
81
Leonard Lewisohn Ed, Warisan Sufi: Warisan Sufisme Persia Abad Pertengahan 1150-1500, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003, hal. 495
yang masih tingkat dasar, apalagi hatinya telah beku, karena akan menyebabkan mereka hancur”.
82
Maka dengan demikian, tasawuf ialah keyakinan Ilahiah yang berasal dari karunia Tuhan. Ia menjadi kunci pembuka manusia terhadap rahasia
kehidupannya, memperoleh apa yang terpendam dan terabaikan dalam diri. Musik sebagai salah satu cara pengungkapannya, karena musik tinggal di dunia bentuk
yang mau tidak mau menggunakannya dengan dibimbing tasawuf, sehingga dapat terarah terhadap dunia spiritual.
Manusia dapat mengekspresikan apa yang ada di dalam jiwanya, termasuk dalam mengungkapkan kehadiran akan Tuhan, salah satunya dengan bermain
musik. Sufismelah yang lebih mendalami aspek esoteris keagamaan, sehingga mereka dikenal sebagai golongan yang lebih mendekatkan diri terhadap Tuhan,
atau asketisisme.