Musik Dalam Pandangan Islam.

manusia. Karenanya musik dianggap sebagai prilaku sosial yang kompleks dan universal, karena musik dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat dan tiap anggota masyarakat dapat disebut sebagai musikal. Sedangkan agama adalah salah satu tanda perkembangan dari peradaban manusia yang memiliki hubungan nyata dengan musik. Karena setiap agama sendiri memiliki kegiatan-kegiatan ritual atau spiritual, dan musik adalah merupakan salah satu sarana atau alat dari kegiatan spiritual di dalamnya. Dalam agama Kristen, musik dikenal sebagai salah satu bagian penting untuk melaksanakan ritual-ritual keagamaan. John Chrysostom, seorang pemuka agama Kristen yang hidup pada abad keempat setelah masehi mengatakan: “Tiada sesuatu, selain aransemen musik dan nyanyian agama, yang dapat meninggikan derajat akal, memberinya sayap untuk meninggalkan bumi dan melepaskannya dari belenggu jasmani serta menghiasinya dengan rasa cinta kepada kearifan 50 . Penganut agama Hindu di India meyakini bahwa awal kehidupan adalah rūh, dengan itu maka ilmu pengetahuan, kesenian termasuk musik, filsafat dan kebatinan diarahkan untuk satu tujuan yang sama, yaitu kehidupan spiritual. Musik Kuno India, merupakan salah satu budaya yang diwariskan secara turun temurun oleh pemeluk agama Hindu 51 . Sedangkan Islam menanggapi musik sebagai alat purifikasi atau penyucian jiwa seseorang dan pengenalan unsur rohani diri seseorang, karena dengan 50 Alwi Shihab, Islam Inklusif, hal. 234 51 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, terj. Muhammad Fau r „Abd Al-Baqi dari Buku The mysticism of Sound and Music, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002, hal. 67 bermusik jiwa manusia dapat menjulang tinggi ke dalam alam rohani jika mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah. Ini yang merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh kalangan sufi yang menggunakan musik dengan as- s ama’ yaitu mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah. Diluar dari itu, berbicara tentang musik dalam pandangan Islam, berarti membahas tentang kedudukan musik yang memiliki batasan-batasan dalam agama Islam, seperti kesenian-kesenian lainnya yang memiliki batasan-batasan dalam mengekpresikan kesenian atau seni. Seni termasuk di dalamnya musik dengan Islam adalah merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan, karena ke duanya mempunyai keterkaitan atau hubungan erat antara satu sama lain, akan tetapi dari ke duanya merupakan garis bidang yang memiliki jalur tersendiri. Namun pada saat ini, perkembangan musik secara umum sangat pesat dan sangat manggiurkan generasi muda. Banyak sekali bermunculan aliran musik yang berbeda-beda; rock, heavy metal, reggae, jazz, pop, hip metal, hip hop, RB dan lain-lain. Musik semacam ini ada juga yang syairnya bertema kriminal, pemujaan terhadap obat-obatan terlarang, kebebasan seksual, serta pengkultusan perilaku bunuh diri dan keputus-asaan. Ada pula yang secara terang-terangan memproklamirkan anti Tuhan 52 . Musik juga telah menjadi sebuah industri untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Seperti yang terjadi di Barat yang telah memiliki 52 Alwi, Shihab, Islam Inklusif, hal. 234. pasar di dunia internasional. Musik kembali menjadi sesuatu yang identik dengan perbuaatan-perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat jahīliyah. Sekarang tidak sulit menemukan sajian musik yang digunakan untuk menari erotis, melupakan norma-norma masyarakat dan hanya menuruti hawa nafsu. Dari keterangan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa musik dapat digunakan manusia untuk berbagai macam tujuan. Dari tujuan untuk mendekatkan manusia kepada Tuhan, sekedar hiburan, untuk mencari uang, bahkan ada juga orang menggunakan musik untuk pemenuhan hawa nafsu yang menyebabkan manusia lupa akan dirinya sebagai makhluk Tuhan. Hal inilah yang mengundang permasalahan dalam masyarakat muslim masa kini. Permasalahan ini diawali dengan pertanyaan ; “bagaimanakah hukum musik menurut Islam ?”. 53 Para Ulama yang menyatakan haramnya bermain musik, mereka menganggap bahwa musik merupakan sesuatu hal yang tidak memiliki manfaat. Dalam hal ini mereka bersandar pada firman Allah dalam al- Qur‟an surat Lukman ayat: 6 Artinya: Di antara mereka ada yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna 54 untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan 53 Yusuf Qardhawi, Islam dan Seni, hal. 39. 54 Lahw al-Hadits ditafsirkan sebagai perkataan yang tidak berguna, dengan lagu-lagu atau bermain musik menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. 55 Ayat ini adalah salah satu rujukan atas pengharaman terhadap musik, khususnya lagu. Ibn Hazm yang memberi penjelasan-penjelasan dalam ayat ini, sebagaimana ia pun mengatakan bahwa pendapat mereka ini tidak ada yang perlu dijadikan hujjah dengan beberapa alasan: 1. Seseorang tidak dapat dijadikan keterangan atau hujjah, kecuali Rasulullah Saw. 2. Pendapat tersebut bertentangan dengan para sahabat yang lain. 3. Secara tekstual, ayat itu tidak dapat dipergunakan sebagai hujjah, karena yang tercantum di dalamnya berbunyi: di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. 56 Pengharaman tersebut atas dasar ketidak ada gunaan musik dalam aktifitas, dan mudharat atas implikasi orang yang memainkan ataupun yang mendengarkan musik. 55 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al- Qur’an dan Terjemahanya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran al- Qur‟an, 1971, hal. 653. 56 Lihat Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Islam dan Seni, Bandung: Pustaka Hidayah, 2000, hal. 45. Para Ulama lain yang memperbolehkan untuk bermain musik, dengan beberapa alasan antara lain: 1. Pada dasarnya segala sesuatu itu halal boleh, namun memiliki batasan-batasan sehingga muncul dalil yang meperjelas atas keharamannya. Sebab belum ada penjelasan hukum terhadap orang yang memainkan musik boleh atau tidak bolehnya, maka dapat saja dikatakan halal atau haram untuk bermain musik. 2. Menikmati musik dan nyanyian tersebut mempunyai batasan yang sesuai dengan fitrah manusia sebagai human nature dan ghazirahnya atau insting dan naluri, yang memang menyukai kepada hal-hal yang enak dan lezat, indah dan menyenangkan, mempesona, mengasyikan, dan memberi kedamaian dan ketenangan dalam hati, seperti musik dan nyanyian. 3. Islam tidak membunuh ataupun mematikan fitrah manusia dengan ghazirahnya, akan tetapi Islam mengaturnya, menyalurkannya serta mengarahkannya mengarah ke arah hal-hal yang positif serta diridhai oleh Allah, dan tidak sampai melanggar batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah. 57 Andaikan orang memiliki bakat dalam bentuk seni musik atau seni suara, maka Islam tidak melarangnya. Apabila ia mengembangkan bakatnya, lalu ia 57 Majfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT. Gunung Agung, 1997, hal. 99-100. menekuni musik atau nyanyiannya, sehingga ia menjadi seorang musikus atau penyanyi yang hebat. Bahkan Islam sangat menghargai kalau orang yang menggunakan bakat seni dan ahli dalam bidang seni musik sebagai sarana dakwah Islam. Lebih baiknya lagi bakat seni musiknya sebagai sarana kehidupan spiritualnya Ulama yang memperbolehkan seni musik, menyandarkan terhadap firman Tuhan dalam kitab suci al- Qur‟an pada surat Ahqaaf ayat: 7. Artinya: Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang menjelaskan, berkatalah orang-orang yang mengingkari kebenaran ketika kebenaran itu datang kepada mereka: “Ini adalah sihir yang nyata”. 58 Kata menghiasi dapat bermakna mempercantik dan memperindah, dan keindahan sebagai tujuan dari adanya perhiasan, dan musik hadir dalam tatanan yang menghasilkan suatu kreatifitas seni, yaitu; keindahan dalam bentuk suara atau bunyi. Selanjutnya ditambahkan dengan keterangan yang terdapat dalam surat Fahtir ayat pertama: ` 58 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al- Qur’an dan Terjemahanya. hal. 823. B ahwa “Allah akan menambahkan ciptaan-Nya apa yang dikehendaki- Nya”. Para Ulama menafsirkan maka dengan suara yang baik, namun dalam hal pembolehan ini ada suatu pembatasan sehingga musik tidak berubah dari tujuannya sebagai sesuatu yang bermanfaat. Demikian dalam al- Qur‟an surat Al- A‟raf ayat 31. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas. 59 Apabila seseorang telah berlebihan maka akan menimbulkan lupa terhadap Allah. Menurut Abdullah bin Nuh, bahwa kesenian dikatakan haram apabila terkait pada al-Malahi atau hal-hal yang membuat orang lupa terhadap akan Allah. 60 Tidak dapat dipungkiri bahwa musik adalah sebagai salah satu alat media dakwah yang mudah, hal ini terjadi karena musik dengan irama dan nada dapat mudah diserap oleh para pendengar ataupun penikmat musik itu sendiri. Selain itu juga pada dasarnya menikmati musik merupakan ghazirahnya, menyukai hal-hal indah, dan menyenangkan. Dalam al-Q ur‟an surat Al-Imron ayat 14 Allah berfirman: 59 Ibid . hal. 823. 60 Sidi Gazalba, Pandangan Islam Tentang Kesenian, hal. 78. Artinya: Dijadikannya indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkannya, yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik Surga. 61 Lebih jauh musik dapat pula berperan sebagai sarana spiritual bagi seseorang ataupun komunitas yang menggunakannya, khususnya para pengikut tarekat sufi, diantaranya yaitu; tarekat Malawiyyah, dan tarekat Chishtiyyah. Dalam pandangan Sayyed Hoessein Nasr, musik religius ini yang berada dalam tarekat sufi tersebut, dimensi esoteris agama yang lebih kuat dibandingkan dari pada dimensi eksoterisnya. 62 Baik itu dalam pengahayatan terhadap lirik ataupun sya‟ir, lalu juga irama lagunya. Sebagai contoh dapat diambil seperti; para sufi yang mengambil seni musik sebagai penggugah kesadaran mereka sendiri. Salah satu tokoh sufi yang amat terkenal dan sering menyanyi pada masanya ialah Jalal Al-Din Rumi. Dia sering bernyanyi ataupun menyanyi dari kedai-kedai minuman Anatolia. Jalal Al-Din Rumi mengubahnya bakat musik atau lagu yang dimilikinya sebagai sarana untuk mengungkapkan kerinduan yang sangat mendalam terhadap Tuhan. 63 61 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al- Qur’an dan Terjemahanya. hal. 77 62 Sayyed Hoesein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, Bandung: Mizan, 1993, hal. 166. 63 Ibid, hal. 166 Apakah semua penyanyi atau pemusik dapat mengkebangkan pikirannya, sehingga musik tidak hanya bermanfaat untuk hal-hal yang bersifat eksoteris saja, akan tetapi segi eksoterisnya? Sejauh mana orang tersebut sungguh-sungguh bisa mencapai hakikat kehidupan, dan juga ke Tuhahan dari apa yang mereka lakukan dengan bermusik? Maka musik dalam pandangan Islam cenderung diperbolehkan, dengan catatan tidak menimbulkan mudharat yakni melupakan Allah dan juga tidak mengandung unsur-unsur yang menyia-nyiakan waktu. Islam hanyalah melarang musik dijadikan sebagai profanasi yang tereksternalisasi, sementara di tingkat eksoterisnya dia tetap dibatasi hanya untuk saat dan keadaan tertentu. Musik dengan tegas di batasi oleh peraturan untuk menjaganya dari pembangkitan hawa nafsu. Namun banyak para u lama‟ yang mempertahankan kehalalan musik juga sangat banyak sekali, di antaranya adalah para filosof Islam dan para tokoh spiritual Islam. Al-Kindi filosof Islam abad 9, merupakan seorang pemikir yang pertama kali memiliki perhatian khusus mengenai musik. Ia menggunakan musik tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga sebagi obat untuk penyakit jiwa dan raga. Al- Farābi filosof Islam abad ke 10, pernah membuat buku tentang teori musiknya yang berjudul Kitāb al-Musīqa al-Kabīr. Ibn Sina filosof Islam abad ke 11, dalam dua buah bukunya, yaitu asy- Syifā’ dan an-Najdāt, menulis satu bab khusus yang membicarakan tentang musik. Kemudian Ibn Bajjah filosof Islam abad ke 12, seorang filosof Islam dari Andalusia, pernah mengarang sebuah buku tentang musik yang juga diberi judul Kitab al- Musīqa, yang menurut sejarah buku ini sangat terkenal di Barat sebagaimana Kitab al- Musīqa karangan al-Farabi yang terkenal di Timur. Sedangkan para ulama‟ sufi yang membahas musik dan menggunakannya antara lain: Abū Naşr as-Sarāj, Abd al-Kārim Ibn Hawāzīn, al- Qusyairi, al- Hujwīri, Abū Hāmid al-Gazāli, Ahmād al-Gazāli, Jalāl ad-Dīn Rūmi dan masih banyak lagi. 64 Ini merupakan bukti, bahwa tidak ada kaum yang meninggalkan musik di dunia, sebagaimana yang disebutkan diatas, juga karena musik yang diracik sedemikian rupa merupakan kesenian yang memiliki pengaruh yang luar biasa dalam perkembangan kehidupan spiritual manusia. Untuk itu maka para sufi menggunakan musik, sebagai salah satu kreatifitas seni masyarakat yang setiap kaum di dunia ini mengenalnya, untuk menyucikan jiwa. Bahkan al- Gazāli menyebut orang yang tidak normal, kurang akal dan jauh dari rohani kepada orang yang hatinya tidak tergerak oleh keindahan musik yang dikembangkan oleh para sufi as- samā„. 65 Tokoh spiritual Islam masa lalu menggunakan musik untuk memunculkan keseimbangan dalam hidup setelah aktifitas keseharian mereka. Bagi para sufi kesenian ini adalah kesenian paling suci; dengan bantuan musik mereka bermeditasi, dengan memainkan musik tertentu yang memberikan efek tertentu bagi perkembangan individu. Penyair besar dari Persia yang bernama Jalāl ad-Dīn Rūmi, biasa menggunakan musik untuk meditasinya. Dengan bantuan musik dia menenangkan diri dan mengendalikan aktifitas tubuh dan pikiran. 66 64 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik, Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh Ahmad Al- Gazāli, Yogyakarta: Gama Media, 2003, hal. 7-10. 65 Al- Gazāli, Mutiara Ihya’ „Ulum ad-Din, terj. Irwan Kurniawan, Bandung: Mizan, 2002, hlm. 172 66 Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 63 Para sufi menggunakan musik bukan untuk kesenangan, tapi pemurnian, do‟a kepada Tuhan. Sebuah tarekat terbesar di India, yaitu Tarekat Sufi Chistiyah, bahkan kini ajarannya sudah sampai ke Rusia, menggunakan musik sebagai cara utama untuk pemurnian penyucian jiwa. 67 Al- Gazāli, seorang pemikir Islam yang memiliki kekhasan dalam pemikirannya karena ia berhasil menyajikan dua hal pemikirannya, yaitu dunia mistik dan teologis dalam konteksnya dengan mempertahankan konsep sufi, 68 membicarakan musik as- samā„ secara rinci dan menyeluruh dalam salah satu bab dari sebuah buku karya besarnya; Ihyā’ „Ulūm ad-Dīn. Secara historis musik dalam Islam masih hangat tuk diperincangkan, di mana terdapat pro dan kontra dengan status musik di tubuh Islam itu sendiri. Akan tetapi sebagian besar ulama atau tokoh besar Islam sendiri tak ingin melepaskan musik dari kehidupannya, sebagaimana terlihat dari deskripsi singkat di atas bahwa mereka sebagian menanggapi musik sebagai sesuatu kesenian yang memiliki daya tarik tersendiri secara esoterik maupun spiritualnya. Secara norma atau nilai keseluruhan musik dapat di pergunakan dalam Islam, namun seperti apa bentuk musik dalam Islam itu sendiri? Dan bagaimana memebedakannya antara islam dan tidak Islam dalam bermusik? Dalam sejarah ataupun histori Islam musik pun dapat dikatakan sebagai media untuk menyiarkan agama Islam, khususnya di penjuru Arab, Persia, Turki, hingga India. Di India sendiri musik mewarnai ke dalam tradisi mereka. Dalam 67 Ibid, 70-71 68 Idries Shah, Mahkota Sufi, terj. M. Hidayatullah dan Roudlon S.Ag., Surabaya: Risalah Gusti, 2000, hlm. 197 sejarah peradaban Islam, Islam telah banyak melahirkan musisi-musisi ternama pada zamanya, di antaranya; seperti Sa‟ib Khathir wafat 683 M, Tuwais wafat 710 M, Ibnu Mijjah wafat 714 M, Ishaq Al- Mausili 767 M-850 M, serta Al- Kindi 800 M-877 M, 69 Islam sendiri memiliki beberapa warisan akan instrumen-instrumen musik yang bisa dikatakan amat berjasa terhadap masyarakat musik modern. Instrumen- instrumen warisan Islam di antaranya sebagai berikut; 1. Alboque atau Alboka. 2. Oud gitar atau kecapi. 3. Hurdy Gurdy atau organ hidrolik atau Instrumen Keyboard Gesek. 4. Timpani, Naker, dan Naqareh Alat musik timpani tambur atau genderang. 5. Rebab rebec atau biola. 70 Alboque atau Alboka adalah merupakan alat musik tiup terbuat dari kayu berkembang di era keemasan Islam. Alboka dan alboque berasal dari bahasa Arab, „albuq‟, yang berarti terompet. Inilah cikal bakal klarinet dan terompet modern. Lalu gitar, kecapi, dan oud adalah yakni guitarra morisca gitar orang Moor yang bagian belakangnya bundar, papan jarinya lebar, dan memeliki beberapa lubang suara. Jenis yang kedua adalah guitarra latina gitar Latin yang menyerupai gitar modern dengan satu lubang suara. Hurdy Gurdy atau organ hidrolik merupakan instrumen musik yang dapat dibilang sebagai nenek moyang 69 Parto, Suhardjo, Musik Seni Barat dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996 hal. 55 70 http:www.republika.co.idberita40...eradaban_Islam alat musik piano, dikarena piano sendiri terinfikasi dari bunyi atau suara Hurdy Gurdy atau organ hidrolik. Sedangkan Timpani adalah alat atau instrumen musik tabuh yang menyerupai instrumen gendang berbeda dengan drum. Serta R ebab rebec adalah alat musik yang mirip dengan biola instrumen musik gesek. 71 Terlihat bahwa warisan peninggalan instrumen-instrumen dari Islam adalah merupakan instrumen-instrumen musik yang memiliki rata-rata unsur musik berdawai. Artinya jenis musik yang digunakan oleh Islam secara instrumental adalah jenis musik yang memiliki nada ataupun suara yang lembut dan merdu dalam dawaian irama atau ritme dari musik. Mungkin untuk saat ini jenis musik yang diperagakan atau digunakan oleh kelompok musik “Debu”, di mana instrumen-instrumen yang mereka mainkan adalah suatu merupakan instrumen yang hampir sama dengan instrumen yang diwariskan oleh Islam, di antaranya; Oud yang berbentuk gitar Arab, dan Timpani, Naker dan Naqareh adalah suatu alat-alat instrumen musik tabuh, tetapi tak menyerupai instrumen musik seperti drum, dan serta Rebab, instrumen musik yang sekarang berbentuk biola. Sekiranya kita dapat melihat perbedaan yang mencolok terhadap jenis musik-musik yang ada pada zaman modern saat ini. Di mana Islam menaruh perhatiaanya terhadap musik khususnya dalam instrumental musik itu sendiri. Salah satunya dalam ritme yang mana dimain oleh pemusik, pemusik yang di inginkan Islam sendiri memainkannya dengan petikan lalui di barengkan atau di 71 Ibid iringi dengan lantunan suara vokal yang memiliki syair-syair pemujian terhadap Tuhan.

B. Tasawuf.

1. Pengertian Tasawuf.

Tasawuf dalam segi bahasa istilah tasawuf berasal dari kata shafa yang berarti bening, selain itu kata tasawuf ada pula yang mengartikannya dari kata shaff yang memiliki makna barisan. Kata shaff ini disandarkan oleh para sufi bahwa, para sufi selalu berada pada barisan pertama di hadapan Allah swt. Selanjutnya istilah sufi sendiri juga dapat berarti ahlus suffah, yaitu kelompok miskin dari kaum Muhajirin dan Anshor yang tinggal dalam sebuah ruangan masjid dan dikenalnya mereka sebagai orang-orang yang tekun beribadah. Menurut Abu Wafa Al-Ghanimi Al-Taftazani, kata sufi berasal dari kata shuf atau bulu domba. Bagi Abu Wafa Al-Ghanimi Al-Taftazini pengertian- pengertian seperti di atas adalah pengertian yang kurang tepat, baginya sufi berasal dari kata shuf atau bulu domba di dasari perkembangan asketisisme, memakai pakaian bulu domba adalah merupakan suatu symbol para hamba Allah yang tulus dan asketis. 72 Pengertian Abu Wafa sendiri dari berbagai macam pengertian yang diambil dari berbagai asal katanya, dikaji terlebih dahulu dari sudut sejarah 72 Abu Wafa Al-Ghanimi Al- Taftazani, Suif Dari Zaman Ke Zaman, Bandung: Pustaka hal. 21. perkembangan munculnya tasawuf, dan juga aspek asketisme menjauhkan diri dari kehidupan duniawi. Asketisme ini muncul dari berbagai macam latar belakang, diantaranya ialah aspek kejenuhan dalam diri seseorang sehingga dia merasa jauh akan kehidupan dunia yang tidak sesuai dengan watak dirinya, hal tersebut atas dorongan dari dirinya sendiri. Selain itu bisa juga atas dorongan dari luar, yakni atas dasar dogma agama yang melarang seseorang untuk menjalani hidup mewah atau bersenang-senang dengan cara berlebihan. Sehingga semuanya itu akan menghilangkan atas kesadarannya akan Tuhan sebagai maha pencipta dan manusia sebagai makhluk sosial. Dalam hal ini Fazlur Rahman menjelaskan bahwa dengan menggunakan konsep tawakal, yakni aspek penyerahan diri terhadap Tuhan kemudian secara ekstrim dipahami sebagai doktrin dalam pengingkaran atas dunia dan suatu terbebasnya rasa dendam dari sebab-sebab alamiah. 73 Dalam perkembangannya, terjadi perbedaan pemahaman tentang tawakal ini. Asketisme muncul sebagai landasan dan pegerakan sufisme, atas berbagai pendapat tentang gerakan sufisme itu berasal? Yakni bahwa sufisme ini terpengaruh atas unsur dari Islam itu sendiri, unsur filsafat, agama Hindu, agama Kristen dan lain-lain sebagainya. Salah satu contoh dari unsur Islam yang diambil dari al- Qur‟an adalah terdapat dalam surat Al-Hadid pada ayat 20 yang berbunyi: 73 Fazlur Rahman, Islam, Bandung: Pustaka, 2000, hal. 186.