Pengertian Musik. Dimensi Musik Pandangan Hazrat Inayat Khan.

ketiadaan batas sebagai penyerahan diri terhadap-Nya. Selain itu harmoni terdiri dari tiga aspek diantaranya, yakni; abadi, universal, dan individual. Aspek pertama harmoni abadi adalah merupakan manifestasi dari ruh esensial semua orang, dan juga dirinya sendiri, di mana ia tidak terbentuk dan berada di dalam setiap jiwa manusia. Ia selalu akan terhalang dengan bentuk manusia itu sendiri, yakni menginginkan kesenangan yang berlebihan. Kesenangan sebenarnya pada dasarnya merupakan hasrat dari jiwa itu sendiri, namun jika melebihi kapasitasnya, dapat menimbulkan egoisme dari setiap individu, maka dari itu hilanglah harmoni yang abadi dalam menifestasinya. Aspek kedua harmoni universal, adalah merupakan sebagai sebab dari kausalitas kehidupan, baik itu alam maupun manusia. Misalnya, seperti matahari, manusia, dan bulan sebagai kelarasan dari kehidupan, matahari yang menyinari pada siang hari, dan kemudian digantikan oleh bulan yang pada malam hari. Maka manusia membutuhkan matahari di siang hari sebagai cahaya untuk aktifitasnya, dan kemudian di malam harinya bulan sebagai cahaya menyinari atau penerangnya. Demikian aktifitas tersebut dapat dikatakan sebagai penyeimbang kehidupan antara manusia dengan alam sekitarnya. Selanjutnya, selain itu antara binatang, tumbuhan, alam, dan manusia sebagai elemen dari harmoni universal, di mana seluruhnya saling membutuhkan dan saling mengisi dari kekurangannya masing-masing. Hal ini mirip dengan sebuah pasangan antara laki-laki terhadap perempuan, di mana dalam menjalin cinta, maka diperlukan keharmonisan agar supaya tercapai keindahan dalam bercinta. Dalam pandangan kosmologi Islam, alam semesta dipahami sebagai suatu bangunan raksasa yang dibangun atas prinsip ekuilibrium atau balance keseimbangan. Di mana antara satu sama lainnya saling terbentuk relasi polar yang harmonis. Dengan demikian relasi polar itu membentang dari penciptaan oleh Wujud Tunggal hingga sampai yang serba ganda, dan akan berakhir kembali ke Wujud Tunggal tersebut. Demikian relasi polar akan senantiasa berjalan sejauh perjalanan semesta dan atas relasi itulah Allah menempatkan Sunnah-Nya dalam mengembangkan alam semesta ini. 84 Maka dangan itu bila terjadinya bencana alam, hal ini merupakan hal penyesuaian dan penyeimbangan dari harmoni universal, misalnya, seperti dengan kerusakan yang diakibatkan oleh manusia, maka dengan itu alam ini perlu untuk memperoleh penyeimbangan. Dalam Al- Qur‟an surat adz-Dzaariyaat ayat 49, Allah berfirman: Artinya : Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Tuhan. 85 Maka tidaklah menjadi mengasyikkan jika manusia hidup hanya tersenyum saja. Namun jika ditambahkan kesedihan dan kesenangan, kenikmatan dengan keperihan, dan lain sebagainya. Maka akan tercapailah suatu musik yang beragam ritme ataupun harmoni. 84 Yunasril Ali, Jalan Kearifan Sufi: Sebagai Terapi Derita Manusia. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002, hal. 193. 85 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al- Qur’an dan Terjemahanya, Aspek ketiga harmoni individu, adalah merupakan penyelaras antara dirinya sendiri sebagai manusia lainnya. Nafs 86 adalah disharmoni, di mana ia muncul sebagai hijab manusia untuk memandang manusia lainnya, sebagaimana yang sama- sama hidup sehingga tidak terjadi harmoni antar individu. Harmoni kehidupan, dapat dipelajari dengan memahami harmonisasi dari musik, dan musik tanpa harmoni, maka itu adalah kekacauan irama dan menghasilkan musik yang kurang baik ataupun buruk. Demikian dengan penghayatan terhadap harmoni musik melalui pendengaran, yang kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain harmoni, musik juga dapat terdiri dari unsur irama, di mana tanpa suara yang diperoleh akan terdengar sumbang dan tidak merdu, oleh karena itu irama adalah hukum gerak. 87 Selanjutnya keteraturan dari alam raya ini merupakan unsur mutlak, di mana seperti naik dan turunnya gelombang, penggerakan bumi dan planet, dan lain sebagainya. Maka pada manusia ia harus mempunyai keteraturan, agar supaya manusia dapat menjaga dirinya dari kegagalan, kesehatan, maupun dengan tindakannya. Sedangkan irama adalah hukum mekanisme dari seluruh kegiatan yang eksis dalam kehidupan, dan tidak dapat untuk dihindari. Jika kalau dihindarkan maka akan terjadi kekacauan, misalnya seperti pergerakan kosmis antara bumi dan bulan, di mana tanpa irama yang jelas akan terjadi atau menimbulkan tabrakan yang hebat. 86 Pemahaman tentang nafs merupakan dari ajaran tasawuf, di mana rohani manusia terdiri dari empat unsur, yakni; hati, roh, nafs, dan akal. Lihat Yunasril Ali, Jalan Kearifan Sufi: Sebagai Terapi Derita Manusia, hal. 76-78. 87 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 191. Irama sifatnya abstrak, dan berada di balik aktifitas, hingga kurangnya irama maka kurang pula ritme yang diperoleh. Maka karena itu sebagaimana komposer adalah seorang yang pintar dalam menciptakan sesuatu, dan tidak jauh dengan orang suci dalam memahami keindahan Tuhan. Dalam Al- Qur‟an surat Ali „Imran ayat 190, Allah berfirman: A rtinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang- orang yang berakal”. 88 Maka dengan hati yang lembut ia mampu memahami alamnya, tanpa ada bayangan atas materi, maka ia akan menciptakan jika ingin. Sebab jika penciptaan dilakukan karena dengan unsur pemaksaan, maka tidak akan diperoleh seni yang indah, dan itu adalah bukan suatu kenikmatan. 89 Seni sebagai keindahan yang dicapai dengan atas kelarasan nada, tindakan, dan ucapan. Hazrat Inayat Khan mengungkapkan: “Musik adalah miniatur keseluruhan keharmonisan alam semesta, karena keharmonisan alam semesta adalah musik itu sendiri, dan manusia sebagai miniatur alam semesta, harus meenunjukan keharmonisan yang sama, dalam pulsasinya, dalam detak jantungnya, dan dalam vibrasinya dia menunjukan ritme dan nada, perpaduan nada harmonis atau tidak harmonis, kesehatannya atau sakitnya, kenikmatannya atau ketidaknyamanannya. Semuanya menunjukkan musik atau kurang musik dalam kehidupannya. 90 Maka demikianlah dengan musik adanya perbedaan pada diri manusia dapat disatukan. Oleh karenanya musik adalah merupakan bahasa kesatuan, dan tidak 88 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al- Qur’an dan Terjemahanya 89 Hazrat Inayat Khan, The Heart of Sufism, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002, hal. 308. 90 Ibid, hal. 300 diperlukan adanya kasta, warna kulit berbeda dan lain sebagainya, dalam menikmati musik. Maka setiap orang dapat menikmatinya, karena musik merupakan bahasa jiwa yang sudah terpatri dalam setiap jiwa manusia, secara langsung maupun tidak, kapan dan di manapun dapat tertarik oleh musik, baik itu melalui bahasa yang dimengerti maupun tidak, maka dengan keindahan dan juga keharmonisannya dapat menyatukan setiap manusia untuk mengejar keindahan dan juga kesenangan. Keindahan ditandai dengan musik, maka dengan itu ia dapat menyenangkan, dan memuaskan jiwa yang haus akan keindahan. Pada zaman dahulu di mana setelah Tuhan menciptakan jasad, dan kemudian memerintahkan roh untuk menempatkan jasad, namun roh tidak mau. Jika roh berada dalam jasad, maka ia tidak akan mempunyai kebebasan dan terpenjara, dan penyebabnya roh itu sendiri mempunyai jiwa yang bebas kemudian Tuhan memerintahkan kepada Malaikat-Nya agar supaya bernyanyi atau bermusik dengan kata-kata, maka roh pun terbuai dan masuk ke dalam jasad. Kemudian roh telah terbuai dengan keindahan, dan menginginkan memperoleh keindahan yang berada dalam kehidupan, maka ia pun masuk kedalam jasad manusia. Mitos ataupun cerita lama, baik itu tertuang dalam kitab suci, legenda, ataupun ucapan belaka, maka dapat menimbulkan pengkajian dan juga pemikiran. Demikian musik selain itu juga adalah merupakan sarana untuk dapat mengenal akan ke dalaman hakikat kebenaran, yakni dengan memahaminya sebagai bentuk yang universal. Kemudian Tuhan sebagai simbol dan kekasih, yang merupakan salah satu prinsip dari ajaran sufisme yang mengutamakan mahabah atau cinta. Cinta hakiki adalah sebagai tujuan puncak dari segala cinta . Rabia‟ah Al- „Adawiyah mengungkapkan dalam bait yang terkenal sebagai berikut: Cintaku pada-Mu adalah dua macam cinta: Cinta rindu dan cinta karena Engkau semata. Dalam cinta yang pertama, yang ku kenang hanyalah Engkau. Tiada yang lain. Adapun cinta yang kedua, cinta yang patut Engkau terima, Maka harapanku: bukan lah hijab-Mu, Agar aku dapat melihat Engkau. Tak ada puji yang patut bagiku, atas kedua cinta ini. Segala puji hanyalah untuk-Mu. 91 Musik dapat menjadikan suatu kesalihan pada manusia, yang sebagaimana lebih baik dibandingkan dengan agama, jika yang menggunakannya dari sisi eksoteris-nya saja. Dalam pemahaman musik, hal ini diperlukan keselarasan yang kentara antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan. Sehingga tidak ada lagi suatu kejadian yang saling menyalahkan satu dengan satu sama lainnya, dengan itu manusia dituntut untuk berfikir dewasa dan bertanggung jawab sebagai makhluk sosial dan makhluk ciptaan Tuhan. Sebuah kesadaran mengangkat ide menjadi suatu wujud yang kongkrit dan merupakan sebuah proses yang tidak pernah selesai. Semakin digali semakin banyak yang bersua dan semakin memberi isyarat pada kita bahwa Allah itu sungguh Maha Besar. Dengan demikian karya musik ini bukanlah hasil akhir dari sebuah proses kreatifitas kesenian. Hal ini mungkin bisa jadi sebagai awal dari pencarian nilai 91 Fazlur Rahman, Islam, hal. 187. musik yang merujuk pada nilai spiritual dan estetika Islam yang dilandasi dengan tawakal dan tauhid. 92 Maka dengan itu setidaknya manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan dengan diberi akal oleh Tuhan, dapat memanfaatkannya untuk mencari kebenaran hakiki. Menganalisis musik diperlukan agar supaya manusia itu sendiri tidak hanya terpaku ke dalam keterbatasan, maka ia harus menyadari bahwa semua itu tidak terbatas, dan ia dituntut senantiasa memperoleh pengetahuan tentang kehidupan.

2. Bentuk-Bentuk Musik.

Dalam bahasa Yunani musik diambil dari kata “Muse” yang memiliki makna Dewa. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer musik dapat dikatakan sebagai panduan bunyi dari beberapa alat atau instrumen musik yang bernada secara teratur dan berkesesuaian atau seni susun padu nada. Sidi Gazalba menyebutkan bahwa “Seni secara sederhana dan biasanya dita‟rifkan sebagai usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan”. Hal ini mengartikan sebuah kelebihan manusia bila dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti hewan. Dengan keharmonisan akal dan hati manusia dapat berkreasi sedemikian rupa dengan menciptakan bentuk-bentuk atau hal-hal yang menyenangkan, baik itu yang berbentuk nyata ataupun abstrak. 92 Elizar, Dzikirullah Spirit Islam, Jurnal pengkajian dan penciptaan seni. Di unduh dari http:www.kompas.co.idkompas-cetak050302Bentara1592602.htm , pada tanggal 29, Mei 2010. Musik dapat dikatakan suatu hasil kreatifitas dari manusia, lahirnya musik keluar atas dorongan dari ide-ide atau emosi-emosi yang ada di dalamnya, kemudian dituangkan dalam bentuk usaha menyusunkan nada, ritme, lagu, dan keharmonisan secara bersamaan sehingga dapat melahirkan keindahan dan kesenangan. Hazrat Inayat Khan mengungkapkan: “Musik adalah miniatur keseluruhan keharmonisan alam semesta, karena keharmonisan alam semesta adalah musik itu sendiri, dan manusia sebagai miniatur alam semesta, harus menunjukan keharmonisan yang sama, dalam pulsasinya, dalam detak jantungnya, dan dalam vibrasinya dia menunjukan ritme dan nada, perpaduan nada harmonis atau tidak harmonis, kesehatannya atau sakitnya, kenikmatannya atau ketidaknyamanannya. Semuanya menunjukkan musik atau kurang musik dalam kehidupannya. 93 Selanjutnya Hazrat Inayat Khan membagi musik ke dalam dua bentuk, yakni musik esoterik dan musik duniawi. a. Musik Esoterik. Kata musik berasal dari kata sansakerta yaitu “sangita” , yang mana hal ini terdapat melambangkan tiga subjek, diantaranya yaitu; menyanyi, memainkan, dan menari. 94 Sedangkan dengan kata esoterik mengandung pengertian, yaitu; merupakan sifat rahasia, dan hanya untuk ditasbihkan, atau hanya diketahui dan dimengerti oleh orang-orang yang tertentu saja. 95 93 Hazrat Inayat Khan, The Heart of Sufism, hal. 308. 94 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 13 95 M. Dahlan Yakub Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, hal 160.