Dimensi musik dalam islam pemikiran hazrat inyah khan

(1)

DIMENSI MUSIK DALAM ISLAM

PEMIKIRAN HAZRAT INAYAT KHAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)

Oleh Ali Kemal NIM: 104033101046

PROGRAM AQIDAH FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerim sanksi sesuai yang berlaku di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 21 Maret 2011


(3)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)

Oleh:

ALI KEMAL NIM: 104033101046

Di bawah Bimbingan

Dr. Syamsuri, MA.

NIP. 19590405 198903 1003

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

Skripsi berjudul “Dimensi Musik dalam Islam; Pemikiran Hazrat Inayat Khan”. Telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 14 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.) pada Program studi Aqidah Filsafat.

Jakarta, 21 Maret 2011 Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Agus Darmaji, M,Fils. Muslim, S.Th.I

NIP. 19610827 199303 01 002

Anggota

Penguji I Penguji II


(5)

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat yang tak terhingga dari-Nya skripsi ini alhamdulillah dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW para sahabatnya serta seluruh umat Islam yang mengikuti langkah mereka hingga akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengalami beberapa kendala dan tantangan. Waktu, materi dan permasahan lain yang terkadang mengendurkan semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Namun patut disyukuri karena banyak sekali pengalaman berharga yang telah penulis dapatkan dalam penyelesaian skripsi ini.

Tugas akhir ini dapat terselelaikan berkat bantuan dan kontribusi dari berbagai pihak, oleh karena itu ucapan terima kasih yang tek terhingga penulis sampaikan kepada Bapak. Dr. Syamsuri, MA. selaku pembimbing yang meluangkan waktu, dan pikiran serta dengan sabar dan pengertian memberikan bimbingan, dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga ingin sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat., selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

2. Prof. Dr. Zainun Kamal., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran dekanat.

3. Drs. Agus Darmaji, M.Fils., selaku Ketua Jurusan Aqidah Filsafat, Dra. Tien Rahmatin, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Aqidah Filsafat, beserta seluruh staf pengajar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang membimbing penulis


(6)

Jakarta.

4. Pemimpin dan staf akademik beserta para pegawai Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Terima kasih atas bantuan dan morilnya selama penulis beraktifitas di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

5. Kedua orang tua tercinta, bunda Sopiah dan ayahanda Djuhro yang selalu mendoakan penulis agar selalu dalam keadaan sehat, dan semua kasih sayang, cinta, kesabaran, dan perhatiannya yang selama ini selalu diberikannya. Maaf jika penulis belum dapat memberikan yang terbaik.

6. Kakak-kakakku; Teh Eli,teh Ida, teh Ocha, aa Syamsul, aa Soma, dan aa Indra yang selalu ada dalam memberi bantuan penulis jika dalam keadaan masalah baik dalam materi maupun non materinya.

7. Sepupu-sepupuku yang kompak jika menghadapi masalah keluarga, Inay, Toha, Nani, evi, Sari, Nia, dan Nila. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya, walaupun kadang-kadang membuat penulis merasa jengkel hingga merasa senang, karena semua itu sangat berarti bagi penulis.

8. Fajar teman kosan yang selalu memberi teguran untuk penulis jika sedang dalam lalai, serta patnernya Mbok Sella Nurmaya yang selalu menyemangati penulis, dan hiburan-hiburannya. Teman-teman yang selalu kunjung ke kosan ku Iwan Taunuzi beserta isterinya Pyun Puaddah, jangan pernah merasa bosan untuk kunjungannya. Muammar MD, atas curcol-curcolnya.


(7)

10.Terima kasih untuk teman-teman BEMJ-AF dan BEM-FUF, yang telah kerja sama dengan baik dalam menjalankan tugas organisasi, semoga di hari mendatang kita dapat bekerja sama kembali. Teman –teman YAPENTUS yang dikomandoi oleh M. Bowo, untuk memberi semangat, dan taste di Fakultas Ushuluddin. Salam Yapentus..

11.Para penghuni Freedom Cirle yang di ketuai oleh Syiqil, terima kasih atas pemberian Pengetahuan dan masukan-masukannya. Semoga kita dapat menjaga keharmonisan dalam kehidupan kita.

12.Khomsul Amri, Mohali, dan Zubair terima kasih atas refleksi dan hiburannya yang membuat penulis bisa menghilangkan rasa stres. Iqbal, Naldhy, Rossi, Haris, Ahmad Khadafi, Jarwo, Renold, dkk. Terima kasih maen futsalnya. Kapan sparing futsal lagi?. 13.Teman-teman Biass; Qomar, Azos, Uci, Anchit, Yama, Ika, Ulfa, Yeni, dan Akang

N-chud, hingga teh Neni yang tak pernah bosan untuk mengingatkan penulis di dalam

kelalaian, walaupun dalam bentuk pertanyaan “Kapan lulusnya?”.

14.Teman-teman rumah camp Bahari; Erik, Apuy, Vikqy, Alex, Ulle, Femy, Desi, Bams, Andy, wawa, Dede, Zhola dan Bunda Dinnah, terima kasih atas tumpangan atau persinggah hidup sementara dan main Psnya. Kapan kita tanding lagi ??

15.Ka Soma dan Teh Iis serta teman-teman Mekarsari , terima kasih atas gratisan hiburan tuk kunjungannya jika penulis mengalami kebuntuan dan kebosanan aktifitasnya, serta nonton konser musiknya.


(8)

tidak mengurangi rasa hormat, saya sebagai penulis mengatakan terima kasih banyak kepada semuanya yang telah membantu dalam bentuk materi, moril dan sebagainya. Semoga bantuan, dukungan, motivasi, serta doanya dapat menjadi amal salih dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. amin. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. wallȃhu a’lam i- al-șawab.

Ciputat, 20 Maret 2011


(9)

vii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGANTAR ... ii

TRANSTERASI MANUAL ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I. PENDAHULUAN

……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ……….. 9

C. Tujuan Penelitian ………... 10

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ……….. 10

E. Tinjauan Pustaka ……… 11

F. Sistematika Penulisan ……… 13

BAB II. BIOGRAFI HAZRAT INAYAT KHAN

……….. 15

A. Riwayat Hidup Hazrat Inayat Khan ... 15

B. Karya-karya Hazrat Inayat Khan ……… ... 24

BAB III. KAITAN MUSIK DAN TASAWUF

……….. 31

A. Konsep Musik ………. 31

1. Musik Secara Umum ………... 31

2. Musik Dalam Pandangan Islam ………..... 36

B. Tasawuf ……… 50

1. Pengertian Tasawuf ………... 50

2. Hubungan Tasawuf Dengan Musik ……… . 57


(10)

BAB IV. ANALISIS TERHADAP KONSEP DIMENSI MUSIK

MENURUT HAZRAT INAYAT KHAN

………. 67

A. Landasan Musik Hazrat Inayat Khan ……….. 67

B. Dimensi Musik Pandangan Hazrat Inayat Khan ……… 71

1. Pengertian Musik ……… 71

2. Bentuk-bentuk Musik ………. 78

C. Musik Sebagai Kesatuan Makro dan Mikro Kosmos ………. 83

D. Bentuk dan Pemanfaatan Musik Spiritual Inayat Khan ... 87

BAB V. PENUTUP DAN SARAN

……… 91

A. Kesimpulan ……… 91

B. Saran ……….. 93


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah.

Keberadaan musik sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan seiring dengan perkembangan media audio (radio dan televisi) yang dapat diterima masyarakat. Banyaknya stasiun radio yang menjadikan musik sebagai program mayoritas dapat menyebabkan masyarakat selalu mengikuti perkembangan musik pada umumnya.

Perkembangan pesat seni musik dan industri musik membuat sulit dipisahkan antara musik dengan kehidupan sehari-sehari masyarakat, maka tidak salah jika orang memandang bahwa musik sebagai sarana tuntutan finansial pada era ini, di mana industri musik pun mulai meningkat pesat dengan perkembangan seni musik ini.

Indikasi lain yang menunjukkan kegandrungan masyarakat dalam bidang musik yaitu dengan perkembangan jumlah grup band yang ada. Kondisi tersebut menunjukkan kegandrungan masyarakat yang antusias terhadap perkembangan musik. Hal ini juga terjadi pada grup band solo musik yang mana mereka menyanyikan lagu-lagu yang bertema religius, sebut saja band Gigi, Ungu dan Opick yang sering mengeluarkan album bertajuk religius yang khususnya diluncurkan pada bulan tertentu yaitu bulan Ramadhan. Pada bulan tersebut lagu-lagu mereka selalu ada pada deretan hist sebagaimana lagu-lagu-lagu-lagu yang mereka nyanyikan menjadi lagu terfavorit dan andalan untuk diputarkan di berbagai program musik di stasiun televisi maupun radio. Opick sendiri mengeluarkan


(12)

Album religius yang bertajuk “Istigfar” pada tahun 2005 yang silam dengan lagu andalannya “Tomboati” lagu ini selalu selalu difavoritkan pada masa itu, sedangkan grup band Ungu dan Gigi mengeluarkan album religius musik mereka antara tahun 2006 dan 2009 yang bertema “Surga-Mu” dan “Restu Cinta-Mu”.

Lagu-lagu religi yang dinyanyikan oleh mereka memang ber-genre yang berbeda-beda mulai dari genre yang berbalut rock, pop melayu hingga berirama

shalawat sebagaimana yang dinyanyikan oleh Opick. Namun secara tidak langsung lagu-lagu tersebut memiliki hubungan dengan agama, khususnya Islam, di mana dalam lirik lagu yang mereka nyanyikan terdapat suatu pengukapan terhadap Allah swt. misalnya dalam lagu band Gigi yang di dalam syairnya sebagai berikut; “Rinduku cinta-Mu sembahku untuk-Mu dan mengharapkan ridho-Mu Tuhan”.

Musik dalam bahasa Sansakerta disebut dengan sangita, yang melambangkan tiga subjek;

1. Menyanyi.

2. Memainkan.

3. Menari.1

Sehingga bermain musik tidak hanya untuk memainkan instrumen saja akan tetapi diimbangi oleh nyanyian atau menyanyi dan menari merupakan bagian dari bermain musik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia musik diartikan dalam dua pengertian yakni: Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi suara

1 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, terj. Subagijono dan Fungky Kusnaendy Timur dari buku The mysticism of Sound and Music, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), hal. 13.


(13)

yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Maka musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa hingga mengandung irama lagu dan keharmonisan.2

Abdurrahman Al-Bagdadi memandang bahwa musik merupakan bidang seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat musik tersebut. Setiap masing-masing alat musik juga memberikan penjelasan atau membahas not dan bermacam aliran musik dapat disatukan. Instrumentalia adalah seni suara yang diperdengarkan melalui alat-alat musik, seni vokal adalah melantunkan syair yang hanya dinyanyikan dengan perantaraan oral (suara saja), tanpa iringan instrumen musik.3 Maka dapat diartikan bahwa musik tidak hanya

nyanyian saja, tetapi juga memainkan instrumen musik, menari sesuai dengan bunyi yang keluar dari instrumen yang dimainkan.

Musik adalah suatu kreasi seni yang ditujukan untuk memperoleh nilai estetika,4 dengan nilai estetika tersebut orang dapat merasakan keindahan serta

merasakan apa yang telah dirasakan oleh penciptannya melalui pesan dalam bentuk musik. Keindahan merupakan naluri manusia, dengan aspek intuisi yang digunakan sebagai landasan penilaian estetika atau keindahan yang datang melaui indera-indera yang terdapat dalam diri manusia. Baik dalam indera pendengaran, indera penglihatan, dan indera-indera lainnya.

2 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 602. 3 Abdurrahman Al-Bagdadi, Seni Musik dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik dan Tari, (Jakarta: Guna Insani Pres, 1994), hal. 19.

4 Nilai estetika adalah nilai yang mengandung kapasitas untuk menimbulkan tanggapan estetik atau pengalaman estetik, yang mengartikan pengalaman yang berkaitan dengan keindahan. Lihat Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dan Seni Budaya, ( Jakarta: Pustaka Alhusna, 1988 ), hal. 75.


(14)

Musik adalah sebuah hal yang tak dapat dipisahkan oleh kehidupan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia pun belum ditemukan suatu kaum ataupun zaman yang melepaskan maupun meninggalkan musik dari kehidupan manusia5. Musik berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan

peradaban manusia. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan universal. Musik dimiliki oleh setiap masyarakat, dan setiap anggota masyarakat adalah “musical”.6

Agama sebagai salah satu tanda perkembangan peradaban manusia, memiliki hubungan yang nyata dengan musik. Dalam agama Kristen, musik dikenal sebagai salah satu bagian penting untuk melaksanakan ritual-ritual keagamaan. John Chrysostom, seorang pemuka agama Kristen yang hidup pada abad keempat setelah masehi mengatakan: “Tiada sesuatu, selain aransemen musik dan nyanyian agama, yang dapat meninggikan derajat akal, memberinya sayap untuk meninggalkan bumi dan melepaskannya dari belenggu jasmani serta menghiasinya dengan rasa cinta kepada kearifan7.

Penganut agama Hindu di India meyakini bahwa awal kehidupan adalah rūh, dengan itu maka ilmu pengetahuan, kesenian (termasuk musik), filsafat dan kebatinan diarahkan untuk satu tujuan yang sama, yaitu kehidupan spiritual.

5 Yusuf Al-Qardhawy, Nasyid Versus Musik Jahiliyah, terj. H. Ahmad Fulex Bisri, H. Awan Sumarna, H Anwar Mustafa, (Bandung: Mujahid Press, 2003), hlm. 9-10

6 Dalam budaya Barat terdapat perbedaan tajam antara siapa yamg memproduksi musik dan siapa yang secara mayoritas mengkonsumsi musik. Dan kenyataannya semua golongan mayoritas dapat mengkonsumsi musik, mendengar, menarikan dan mengembangkannya. Kemudian ada kesan bahwa mayoritas diam merupakan masyarakat musikal dalam kapasitas memahami musik. Djohan, Psikologi Musik, (Yogyakarta: Buku Baik, 2003), hlm. 7-8


(15)

Musik Kuno India, merupakan salah satu budaya yang diwariskan secara turun temurun oleh pemeluk agama Hindu8.

Perjalanan sejarah kebudayaan Islam mengantarkan perkembangan musik ke arah musik yang bercorak Islam atau musik yang bernuansa islami salah satunya musik sufi, musik tersebut musik yang memiliki aroma islam(Islami).

Musik merupakan kesenian yang keindahannya dapat dinikmati melalui indera pendengaran dan telah ada sejak zaman sebelum datangnya Islam. Di Arab, musik dinikmati dengan berbagai macam cara, sesuai dengan suasana hati para penikmatnya. Tetapi pada saat itu, mayoritas musik digunakan untuk bersenang-senang dan hura-hura. Di tempat pertunjukan musik, mereka menari-nari dalam keadaan mabuk menikmati lagu-lagu yang dilantunkan oleh para pemusik yang kesemuanya adalah wanita hamba sahaya. Tidak ada pemusik laki-laki atau orang merdeka, karena bagi mereka menjadi pemusik dianggap sebagai aib bagi orang merdeka dan kaum laki-laki9

Namun sebagaimana lahirnya musik dalam Islam yang khusus dalam kalangan tasawuf menganggap seni atau musik sebagai salah satu sarana pengenalan terhadap sumber keindahan, yakni Tuhan. Seni merupakan bagian dari keindahan Tuhan, dan bentuk pengekspresian terhadap keindahan tersebut bisa tertuang dalam musik, puisi, lukisan, dan sebagainya. Sehingga sejauh mana orang-orang memahami ataupun mengambil suatu hikmah dari apa yang mereka

8 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 67 9 Ibid.


(16)

lakukan, reaksi bahkan refleksi dari keindahan yang mereka buat dapat mencapai suatu tingkatan pendekatan terhadap Tuhan.

Musik merupakan salah satu bentuk sarana pemujaan terhadap Tuhan, dengan bermain musik adalah kegiatan dari pengungkapan pengamalan keagamaan seseorang. Baik dimainkan bersamaan dengan prosesi ritual yang dilakukan ataupun tidak adanya ritual. Sebagaimana yang terlihat dan terjadi dalam agama Kristen, musik dianggap sebagai salah satu sarana penunjang dari prosesi ritual. Kristen katolik melakukan upacara kebaktian selalu diiringi musik yang dimainkan serta dengan nyanyian, walaupun itu bukanlah menjadi suatu keharusan, namun itu merupakan suatu fenomena yang sering tampak terjadi.10

Dalam kalangan Islam juga didapatkan terjadinya pro dan kontra antara halal dan haram tentang musik. Sebut saja Ibnu Hazm, seorang ulama penganut madzhab fiqih Zhahiriyah, yang mengharamkan musik dan alat-alat musik dengan berbagai corak dan bentuknya. Tanpa disadari belasan Ulama pun langsung mengkritik tajam atas gagasan Ibnu Hazm, salah satunya Al-Ghazali yang melontarkan kritik dalam tulisannya, as-Sunnah an-Nabawiyah baina Ahli al-Fiqh wa Ahli al-Hadist (Sunnah Nabi Antara Ahli Fikih dan Hadis), setiap orang yang satu pemikiran dengannya terhadap fikih dan para ulamanya, seperti penyimpangan terhadap hadis dan para ulama hadis, Al-Ghazali telah menyebut para ulama sebagai orang-orang yang keterlaluan bodohnya karena mereka

10 Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993), hal. 66.


(17)

mengharamkan nyanyian.11 Namun banyak kalangan Islam khususnya kalangan

Islam kontemporer yang menghalalkan lagu dan musik dengan dibatasi lagu dan musik tersebut tidak menimbulkan gairah syahwat.

Dalam bermain musik terdapat bentuk pemujaan dan kultus terhadap realitas mutlak, salah satu bentuk tingkah laku keagamaan tersebut dapat terlihat dari berbagai fenomena yang tampak, contohnya adalah dilihat dari tema apapun syair lagu tersebut, maka tepat atas apa yang diungkapkan oleh Van Hogel bahwa “tingkah laku agama sebagai suatu pemujaan dari satu sisi dan juga sebagai kultus penghayatan terhadap realitas mutlak atau tertinggi”.12

Dalam sejarah Islam, untuk menyebut musik seperti yang diartikan sekarang ini, digunakan perkataan handasah al-sawt yang artinya ialah seni suara atau nyanyian. Sedangkan istilah al-musiqȃ (musik) digunakan untuk menyebut segala jenis musik bersifat hiburan (entertainment, pelipur lara). Sedangkan lagu atau nyanyian hiburan lazim disebut al-ghina’, yang terakhir ini secara umum merujuk pada musik atau nyanyian profan, yang tidak punya kaitan langsung dengan kehidupan keagamaan. Bahkan pada masa awal digunakan untuk menyebut nyanyian yang diiringi musik untuk memanggil jin atau roh halus sebagaimana dilakukan ahli-ahli sihir Arab jahiliyah atau dukun-dukun Yahudi yang disebut kahin. Misalnya seperti dilakukan orang-orang Arab Utara sebelum

11 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Siapa Bilang Musik Haram; Pro Kontra Masalah Musik dan Nyanyian,terj. Abu Umar Basyir dari buku Tahrim alat ath-Tharb, (Jakarta; Darul Haq, 2008), hal. 123-124.

12 Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama: Inti dan bentuk Pengalaman Keagamaan,


(18)

datangnya Islam, dalam upacara mengelilingi batu suci (nushb) yang dimeriahkan dengan nyanyian keagamaan yang disebut nashb.

Bermain musik merupakan salah satu bentuk dari pengekspresian atas pengalaman keagamaan. Manusia diberikan oleh Tuhan, sadar atau tidak sadar atas dorongan Tuhan yang tersembunyi itu, menanggapi-Nya dengan cara yang terbaik bukan melalui suatu gerak akal yang sederhana, tetapi melalui suatu perbuatan yang banyak dan kompleks, di mana seluruh sifatnya diperhatikan, dan dalam perkembangannya yang sempurna akan menyerupai sifat-sifat karya seni.13

Pada awal mulanya musik dipahami oleh Hazrat Inayat Khan seorang tokoh atau guru besar musik spiritual di India, sebagaimana bermusik dengan menggunakan instrumen biasa, namun dengan perkembangan spiritualnya maka perkembangan pula pemahaman Hazrat Inayat Khan terhadap musik. Dalam perkembangan selanjutnya musik dipahami sebagai salah satu sarana pengenalan terhadap Tuhan, di mana Tuhan dianalogikan sebagai sumber keindahan, dan musik merupakan hasil dari keindahan.14

Menurut Hazrat Inayat Khan musik mempunyai dimensi makro; bahwa arsitektur adalah musik, taman adalah musik, pertanian adalah musik, lukisan adalah musik, puisi adalah musik.15 Hazrat Inayat Khan mengambil pengertian

bahwa alam dengan segala keteraturan dan ketidak keteraturannya, sebagai suatu harmoni dan juga keselarasan akan ciptaan Tuhan. Keharmonisan tersebut merupakan suatu bagian dari musik mikro.

13 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik: Sebuah Pembelaan Musik Sufi oleh Ahmad al-Ghazali, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal. 15.

14 Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 8. 15 Ibid, hal. 5.


(19)

Dengan demikian setelah apa yang diungkapkannya tentu mendapatkan respons baik dalam agama Islam. Namun tentu dapat menimbulkan kontroversi, apakah sebenarnya tujuan daripada pengungkapan tersebut? Ataukah ia mengartikan musik dengan keharmonisan yang ada, merupakan salah satu sistematika spiritual terhadap Tuhan, karena musik diartikan sebagai landasan sumber ciptaan sekaligus sarana untuk menyerapnya dan juga dunia diciptakan oleh musik, dan dengan musik bila dunia ini ditarik ke dalam sumber yang telah menciptakannya.

Maka karenanya, apa yang diungkapkan oleh Hazrat Inayat Khan mempunyai pandangan berbeda ataupun berkembang dibandingkan dengan yang lainnya, di mana ia mengungkapkan musik dalam berbagai dimensi yang luas, termasuk di dalamnya dari Islam. Maka dengan permasalahan tersebut, penulis dengan segala ketertarikannya akan hal tersebut memberi tema penelitian

“Dimensi Musik Dalam Islam: Studi Pemikiran Hazrat Inayat Khan”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah.

Demi menjaga efektifitas agar pembahasan tetap terfokus pada persoalan, maka penulis membatasi pembahasan pada konsep dimensi musik menurut Hazrat Inayat Khan.

Untuk mempermudah pembahasan masalah di atas, dalam skripsi ini penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana landasan musik menurut Hazrat Inayat Khan ?


(20)

3. Bagaimana pandangan Hazrat Inayat Khan tentang musik sebagai kesatuan makro dan mikro kosmos?

C. Tujuan Penelitian.

1. Untuk mengetahui musik sebagai sarana ekspresi keagamaan dan sarana spiritual.

2. Untuk mengetahui dimensi musik spiritual dalam pandangan Hazrat Inayat Khan.

3. Dapat memberi manfaat sebagai sumbangan pemikiran dan kekayaan khazanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu Tasawuf.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan.

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode studi pustaka (library research) terhadap karya-karya Hazrat Inayat Khan, terutama mengenai musik yang membahas dimensi musik spiritual dalam Islam dan hubungan musik dengan tasawuf sebagai data primer, seperti buku Dimensi Musik dan Bunyi (Yogyakarta: Pustaka Sufi,2002), Dimensi Spiritual Psikologi (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2000), dan Kesatuan Ideal Agama-agama (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2003). Selain itu penulis juga mengambil karya-karya orang lain sebagai data Sekunder, seperti karya Abdurrahman Al-Bagdadi, Seni Musik Dalam Pandangan Islam: Vocal, Musik dan Tari (Jakarta: Gema Insani Press, 1994)dan Sidi Gazalba dalam karyanya, Pandangan Islam Tentang Kesenian (Jakarta:


(21)

Bulan Bintang, 1977), dan Islam dan Kesenian; Relavansi Islam dan Seni Budaya

(Jakarta: Pustaka Alhusna, 1988), untuk membandingkan pengertian musik dalam pandangan Islam dengan pengertian musik secara universal serta karya-karya lainnya yang terutama membahas mengenai hubungan musik dengan agama, dan pemikiran Hazrat Inayat Khan tentang dimensi musik dalam agama.

Secara teknis, analisis data yang digunakan bersifat kualitatif dengan teknik pembahasan deskriptif analitis yang bertujuan untuk menjelaskan musik agama serta membandingkan aliran-aliran musik umum dengan musik dalam pandangan Islam. Sementara teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan Center for Quality Development and Assurance (CeQDa) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka.

Berkenaan dengan tinjauan pustaka mengenai tema yang penulis teliti, penulis hanya menemukan tiga buku dan satu karya ilmiah yang membahas dimensi musik pandangan Hazrat Inayat Khan, dan tiga buku tersebut di antaranya:

Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, terj. Subagiono dan Fungky Kusnaendy Timur dari buku The mysticism of Sound and Music. Buku ini membahas bagaimana Hazrat Inayat Khan melakukan spiritual-spiritual terhadap Ilahi melalui sentuhan-sentuhan musik. Selain itu dalam buku ini adalah sebuah


(22)

gerakan dakwah Hazrat Inayat Khan kepada masyarakat, khususnya masyarakat India.

Kesatuan Ideal Agama-agama karya Hazrat Inayat Khan yang diterjemahkan oleh Anand Krishna dari buku The Unity of Religious Ideals. Buku ini berisi tentang kreasi peribadatan universal pemikiran Hazrat Inayat Khan.

Dimensi Spiritual Psikologi karya Hazrat Inayat Khan yang diterjemahkan oleh Andi Haryadi dari Buku Spiritual Dimensions of Psychology. Buku ini menyingkap tingkatan-tingkatan katarsis menempuh jalan spiritual, selain itu Hazrat Inayat Khan memberikan proses-proses mental dalam diri manusia seperti berpikir, imajinasi, sugesti, dan sebagainya dalam buku ini.

Berbeda dengan tiga buku tersebut, pada penelitian ini penulis selain membahas tentang musik dalam pandangan Hazrat Inayat Khan, penulis juga memberikan aneka tarekat-tarekat sufisme khususnya tarekat Chistiyyah serta pemikiran-pemikiran sufisme Hazrat Inayat Khan.

Adapun dengan studi kepustakaan dalam karya ilmiah atau skripsi yang mengenai Hazrat Inayat Khan dan seni musik, penulis hanya menemukan satu karya ilmiah yaitu, Pemikiran Sufisme Hazrat Inayat Khan oleh Zainal Mutaqin. Jelas berbeda dengan skripsi diatas, di samping membahas tentang tasawufnya, penulis secara spesifik dan komprehesif mengulas konsep musik Hazrat Inayat Khan.


(23)

Dalam pembahasan lebih lanjut mengenai skripsi ini, maka penulis mencoba mendetailkan pembahasan pokok-pokok dalam skripsi ini. Penulis menggunakan sistematika pembahasan skripsi ini dalam pembahasan 5 (lima) bab: BAB I, membahas pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II diawali dengan pendekatan penulis kepada sang tokoh dalam penelitiannya yakni Hazrat Inayat Khan dengan menulis biografi Hazrat Inayat Khan di lanjutkan perjalanan hidupnya sebagai sufi sekaligus pemusik, serta karya-karya darinya yang mengenai dalam bidang tasawuf dengan musik yang mana membahas musik sebagai sarana untuk mendekatkan diri terhadap Tuhan.

BAB III, membahas tentang landasan tentang teori musik dan tasawuf, dalam bab ini penulis memperbandingkan musik yang secara umum dengan konsep musik dalam pandangan Islam mulai dari pengertian atau definisi musik itu sendiri hingga bagaimana mereka memainkan musik serta perbedaan dan persamaan di antara kedua.

Masih dalam BAB III selain perbedaan persepsi musik umum dengan pandangan Islam di mana di dalamnya terdapat warisan instrumen musik oleh Islam. bab ini juga menyajikan tentang tasawuf, di mana penulis mencoba memberi pengertian dari tasawuf di dalamnya dan hubungan musik terhadap spiritual kaum sufi sebagai ajaran tasawuf. Serta tarekat-tarekat tasawuf yang memiliki unsur musik sebagai alat media spiritualnya.


(24)

BAB IV, membahas landasan musik Hazrat Inayat Khan dan memuat tentang analisis terhadap konsep musik dalam pandangan Hazrat Inayat Khan, di mana bab ini menjelaskan konsep-konsep musik Hazrat Inayat Khan. Pengertian musik dalam pandangan Hazrat Inayat Khan kemudian bentuk-bentuk dari musik tersebut, dan musik sebagai kesatuan makro dan mikro kosmos.

Sementara BAB V, merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan penulis tentang dimensi musik agama dalam sudut pandang Hazrat Inayat Khan serta gerakan tasawuf Hazrat Inayat Khan.


(25)

(26)

15

BIOGRAFI HAZRAT INAYAT KHAN

A. Riwayat Hidup Hazrat Inayat Khan.

Hazrat16 Inayat Khan adalah seorang keturunan asli India lahir pada 5 Juli

1882 di Baroda, India17. Ayahnya bernama Rahmat Khan, berasal dari keluarga

Mashâik, Punjab, dan tinggal di Sialkot, Punjab dengan latar belakang musik, mistik dan kepenyairan. Rahmat Khan sendiri mempelajari musik klasik India di bawah bimbingan Sayn Alias, seorang composer sekaligus sufi yang hidup secara asketis dari daerah Punjab. Selanjutnya Ia belajar dan menjalin hubungan erat dengan Maula Bakhsh, hingga Rahmat Khan menikahi putrinya Fatima Bibi. Setelah wafat istri pertamanya, ia pun menikahi kembali putri dari Maula Bakhsh Khadija bibi, ibu dari Inayat Khan.18 Inayat Khan adalah seorang penyanyi

dhrupad19 besar yang berguru pada Sant Ilyas seorang musikus sekaligus sufi. Jumashah adalah leluhurnya, yang hingga saat ini masih dikunjungi sebagai tempat ziarah.

16

Istilah “Hazrat” merupakan derivasi dari kata Arab „Hâdhârät’ dan biasanya digunakan sebagai panggilan kehormatan terhadap guru sufi atau pemimpin spiritual Islam di kawasan India. Keterangan ini diperoleh pada 25 April 2010 dari, http://www.wahiduddin.net

17

Riwayat hidup Hazrat Inayat Khan diakses dari, http://www.short biography of Hazrat Inayat Khan,.htm,; http://www.wahiduddin.net/hik/_music-bio.htm.

18

Hazrat Inayat Khan, The Sufi Message: Biography. Autobiography. Journal and Anecdo, diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://wahiduddin.net

19

Dhurpad atau Dhrupad adalah bentuk popular Sanskrit untuk kata Dhruvapada, yaitu salah satu jenis lagu yang biasa dinyanyikan di kawasan Utara maupun Selatan India, atau lagu-lagu keagamaan yang dilantunkan secara khidmat


(27)

Moula Bakhs Khan20 seorang darwish Chistiyyah keturunan keluarga

Zamindar. Moula Bakhsh Khan adalah seorang yang merupakan salah satu pendiri Akademi Musik India, Universitas Gayanshala di Baroda, India. Universitas tersebut dilindungi oleh Maharaja Sayajirao Gaek dari Baroda, yang sekarang dikenal sebagai Akademi Musik India Maharaja Sayaji Rao21. Maula

Bakhsh Khan sendiri seorang pemusik terkenal, sebagai penggubah, pemain sandiwara, dan pengembangan notasi musik dengan menggabungkan notasi musik berbeda ke dalam notasi sederhana. Selain itu ia juga dikenal sebagai Beethoven

dari India, dengan menjadi seorang ahli dari musik antara Utara dan Selatan India.22

Maula Bakhsh Khan seorang yang begitu dihormati, sebab peranannya dalam sejarah musik India adalah bukan semata-mata karena dia sebagai seniman yang memiliki personalitas yang kuat, namun lebih dari itu, Bakhsh Khan telah menambah sesuatu yang amat brillian dan fanstastik bagi perkembangan musik India yaitu penggunaannya terhadap metode ilmiah dan sistematik dalam seninya. Selain itu Bakhsh Khan memberi sentuhan yang teramat berpengaruh dalam keanggunan India dan kekayaan tradisi kultural yang dimilikinya. Bakhsh Khan menyadari bahwa dirinya hidup dalam masa transisi di mana tradisi musik India yang begitu dicintainya dihadapkan pada bahaya kematian. Sebabnya Bakhsh

20

Maula Bakhsh Khan bernama asli Chole Khan adalah putra dari Ghise Khan Enver Khan yang berasal dari keluarga Zamindar (Landlord, landowner; tuan tanah). Nama aslinya diganti dengan Maula Bakhsh, yang berarti Karunia Ilahi, oleh seorang darwish Chistiyyah.

21

http://wahiduddin.net. diakses pada tanggal 25, April 2010.

22

Maha karya Bakhs yang patut dicatat adalah jasanya dalam melakukan penyatuan antara corak musik India Utara yang banyak dipengaruhi oleh tradisi musik Persia dan Arab dengan corak musik India Selatan yang dianggap sacral dan merupakan bagian penting dari lembaga kultural keagamaan masyarakat India kawasan Selatan.


(28)

Khan mengupayakan untuk mengumpulkan kembali musik India dan mengklasifikasikannya berdasar corak dan aliran yang diusung sebagai warisan berharga bagi generasi India selanjutnya.23

Sisi lain Maula Bakhsh Khan memiliki kecenderungan untuk menghormati berbagai tradisi agama dan mistik yang berkembang pada masa itu, sehingga Bakhsh Khan menjadikan rumahnya sebagai tempat pertemuan untuk diskusi dan persinggahan para cendekiawan dan agamawan dari berbagai latar belakang sosial dan tradisi keagamaan yang berbeda, Hindu, Islam, Zoroaster, dan Kristen24.

Kecenderungan ini yang ditularkan Bakhsh Khan terhadap cucunya Inayat Khan dengan membawa sang cucu untuk mengunjungi banyak guru spiritual maupun para sufi Islam.

Inayat Khan dibesarkan dengan kakeknya, dan ia dihadapkan dengan sebuah pluralitas dalam lingkungan yang berbeda-beda agama, sehingga kakeknya pun membesarkan Inayat Khan dalam suasana religius. Kakeknya pernah mengajarkan dia melalui sebuah pembicaraan; “katakan kebenaran; kebenaran adalah Tuhan; pemimpin bersih dan kehidupan sederhana. Lupakan kebaikan yang pernah kamu lakukan, tetapi ingat kesalahanmu dan dosamu”, (Neki kar paam me daal: lakukan kebaikan dan lupakan. Baadi kar pallu me baandh:

ingatlah kesalahan yang pernah kamu lakukan)25.

23

Elisabet Keesing, Hazrat Inayat Khan: Abiograf. Diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://www.wahiduddin.net

24

Inayat Khan, The Sufi Message: Biography. Autobiography. Journal and Anecdot.

Diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://www.wahiduddin.net

25


(29)

Atas kecintaan kakeknya terhadap musik, puisi, dan pengetahuan, maka kakeknya pun menanamkannya kepada Inayat Khan di usia belianya, sehingga ia mengatakan kepada Inayat Khan sebagai berikut: “ My taste for music, poerty, and philosophy.” He says. “ increased daily, and I loved my grandfather’s company more than a game with boy of my age. “ 26

Hal ini merupakan salah satu aspek di mana seseorang religius ataupun tidak. Salah satunya adalah dengan adanya emosi keagamaan, yaitu aspek agama yang paling mendasar, ada dalam lubuk hati manusia, yang menyebabkan manusia beragama menjadi religius ataupun tidak religius.27 Sehingga Inayat Khan sudah terbiasa akan lingkungan religius yang mengelilinginya.

Sebelum beranjak usia ke dua puluh, ia dipercayakan untuk mengajar di Universitas Gayanshala, dengan mengajarkan Veena28 (alat musik India), dan ia juga memiliki bakat suara yang merdu yang membuatnya menjadi dikenal hampir di seluruh kawasan India. Walaupun masih belia Inayat Khan sangat mencintai bakatnya, kecintaannya terhadap musik sama besarnya terhadap spiritual, walaupun Inayat Khan sendiri masih belum dewasa. Terlihat Inayat Khan selalu mencari seorang darwish, penyihir, peramal dan ahli mistik agar ia dapat

26 “ Rasaku untuk musik. Poerty, dan filsafat, dan ia mengatakan: bahwa aku lebih

mencintai kakekku yang meningkatkan ku ketimbang aku bermain bersama teman-teman sebayaku ”. diakses dari http://www. HazratInayatKhan-Bio.htm. pada tanggal 25, April 2010.

27

Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama ,

(Bandung: Pustaka Setia, 2000) hal. 28.

28

Veena adalah salah satu alat musik instrumen dawai yang berasal dari India yang masa lampau. Suatu instrumen alat musik gesek yang mirip atau serupa dengan alat musik Harpa Grecian.


(30)

mempelajarinya.29 Maka dengan itu tidak asing apabila seseorang mengatakan

bahwa Inayat Khan ialah seorang Tansen30, ini terjadi pada saat itu Inayat Khan

sedang menyanyi di Istana Nizam di Hiderabad, dihadapan Tuan Mahebub Ali Khan.

Kesungguhannya dalam mencari pengetahuan tentang sejarah maupun suatu ajaran agama, merupakan sebagai suatu bahan perbandingan untuk menghasilkan pemahaman baginya (suatu kebenaran mutlak ), sehingga Inayat Khan sendiri menuangkannya ke dalam karyanya “Kesatuan Ideal Agama -agama”, sebagai ekspresi yang dibuat dalam bentuk tulisan. Unsur kunci menyusun cinta kepada kebijakan adalah kemauan menjaga pikiran tetap terbuka, kesediaan membaca secara luas, dan mempertimbangkan seluruh wilayah pemikiran dan memiliki perhatian terhadap kebenaran31.

Keinginan yang kuat Inayat Khan terhadap pengetahuan bidang sufisme

membuat ia hijrah ke Ajmer, salah satu wilayah di India, di Ajmer terdapat makam para tokoh-tokoh spiritual,diantaranya Nizamuddin Aulia dan Amir Khusro, ke duanya adalah musisi sekaligus seorang mistikus besar New Delhi. Ajmer merupakan tempat yang penuh dengan ketenangan dan kedamaian. Khwaja Moineddin Chishti juga dimakamkan di tempat tersebut, Moineddin merupakan

29

Diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://www.short biography of Hazrat Inayat Khan,.htm.

30

Tansen adalah seorang mistikus terkenal di India.

31

Peter Connolly (Ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: LKiS, 2002), hal.161.


(31)

seorang mistikus dari aliran Chishtiyyah32, dan Chishtiyyah adalah ajaran sufi

yang dipelajari oleh Inayat Khan.

Inayat Khan bergabung dengan sebuah grup Darwis, yang menggunakan musik sebagai sarana spiritualnya. Sebab Inayat Khan sendiri menyukai musik dan memainkannya, dengan demikian ia pun mudah untuk bergabung dengan grup tersebut. Inayat Khan pernah mimpi bertemu dengan sekelompok orang yang sedang bermain musik dan belajar ilmu pengetahuan serta filsafat, dalam suasana menyenangkan, sehingga ia pun menemui seseorang yang wajahnya bercahaya33.

Pada tahun 1904 dari sebuah mimpi yang baik, ia pun akhirnya menemui Muhammad Abu Hasim Madani, seorang mursid besar pada saat Inayat Khan berkunjung ke rumah temannya di Hidirabad. Muhammad Abu Hasim Madani adalah keturunan asli Madinah di Arab Saudi, Abu Hasim dikenal sebagai salah satu yang membawa ordo sufi ke India pada abad ke 12. Demikian tak perlu butuh waktu lama sang mursid untuk mengajak Inayat Khan untuk bergabung ke dalam ordo Chisti.

Muhammad Abu Hasim Madani mendidik Inayat Khan selama empat tahun secara tertutup, namun pada masa itu dianggap sebagai masa yang indah bagi Inayat Khan. Inayat Khan mendapat wasiat sebagai perintah dari gurunya,

32Tarekat Chistiyyah di India dirintis oleh Khawaja Mu‟in al

-Din Hasan atau yang lebih dikenal dengan nama Mu‟in al-Din Chisty (Moeiddin Chisty) (1142-1236 M). Tarekat ini memiliki silsilah yang tersambung pada Hasan al-Bashri (642-728 M). Sepanjang sejarahnya di India, tarekat Chistiyyah memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam masyarakat Muslim di kawasan India, bahkan derasnya arus saintisme dan perkembangan polotik kawasan ini tidak pernah membunuh peran penting tarekat ini dari dalam keseharian masyarakat. Bandingkan uraian Annemarie Schimmel, Dimensi Musik dalam Islam, terj. Sapardi Djoko Damono (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), cet.II., hal. 438-462.

33


(32)

untuk mempersatukan antara Barat sekaligus Eropa dan Timur ke dalam gerakan sufi dan juga musik yang dimainkannya.“ Fare forth into the world, my child, and harmonize the East and West with the harmony of the musik. Spread the wisdom of Sufism abroad, for to this end art thou gifted by God ”34.

Pada September 191035 Inayat khan berlabuh ke Amerika bersama dengan

tiga saudaranya yang bernama Magebub Khan dan sepupunya Ali Khan, sedangkan Musheraff Khan, saudara paling muda menyusulnya setahun kemudian. Inayat Khan selama berada di Amerika, ia mengajar dan juga berceramah di Unversitas Colombo dan ia mendapatkan antusias yang begitu besar dari sebagian pengajar lainnya serta mahasiswa di sana.

Selanjutnya Inayat Khan mengelilingi Eropa, dan dalam perjalanannya pada 1912 Inayat Khan menikahi seorang wanita keturunan Meksiko yang bernama Ora Ray Baker36 di London, yang kemudian namanya diganti menjadi “Sharda Ameena Begum”. Bersama dengan Sharda Ameena Begum Inayat Khan dianugrahi empat dari dua putra dan dua putri. Ke dua putra Inayat Khan bernama Vilayat, dan Hidayat Khan, sedangkan dua putrinya bernama Noor, dan Khairun Nisa. Inayat Khan bersama keluarganya menetap di Suresnes, dekat kota Paris, Perancis.

34

Wasiat Abu Hasim kepada Inayat Khan: Anakku, pergilah ke dalam dunia, harmonikan Barat dan Timur dengan kelarasan musik. Sebarkan kebijaksanaan sufi dengan bakat senimu yang hingga kini masih dikaruniai Allah.

35

Ada dua keterangan mengenai tanggal Inayat Khan berpergian ke Amerika meninggalkan India, ada yang menyatakan tanggal 10 dan ada pula yg menyatakan tanggal 13. Namun ini terjadi pada bulan September 1910. diakes dari http://www.short biography of Hazrat Inayat Khan,.htm. pada tanggal 27, April 2010.

36

Ora Ray Baker meninggal di Paris pada tahum 1949, Ora Ray Baker adalah seorang kemenakan dari pendiri gerakan Christian Science Mrs. Mary Eddy Baker. Diakses dari


(33)

Inayat Khan di sana mengadakan sebuah sekolah musim panas. Sekolah ini hanya berlangsung sepuluh tahun, dan diikuti oleh para murid atau pendengar seluruh dunia, dengan mengikuti ceramah, menerima pemberkatan dan bimbingan. Selama di sana Inayat Khan menetap agar tetap intens dalam mengajar. Ceramahnya dipublikasikan dalam dua belas bab, yang diberi tema “

The Sufi Message Of Hazrat Inayat Khan ( Pesan Sufi Inayat Khan) ”.

Inti pokok dari ceramah tersebut, berisi tentang musik, psikologi, kesehatan, kehidupan yang terdalam, kesatuan ideal agama-agama dan lainnya. Menurutnya tidaklah pantas agama yang bertujuan untuk kedamaian, keadilan, dan juga untuk mencapai sesuatu yang ideal atau kebenaran hakiki, menjadi suatu alat pemicu terjadinya pertengkaran. Baginya semua agama mengandung kebenaran, dengan kendaraan yang berbeda namun memuat satu muatan yang sama, yaitu menuju kebenaran hakiki. Merupakan cahaya dari kehidupan, sebagai pemelihara semua jiwa adalah pesan dari cinta, harmoni, dan keindahan Tuhan yang Esa37.

Dari tahun 1910 hingga 1926, kehidupan Inayat Khan dilakukan dengan mengunjungi seluruh Eropa, dan hingga akhirnya kembali ke Amerika. Di Amerika Inayat Khan memberikan ceramah tentang “Filosofi India, Mistisisme, Sufisme, dan mempertunjukan Musik India”. Selama mengunjungi Eropa Inayat Khan bertemu dengan beberapa orang yang tertarik dengan musik maupun gerakan sufi di India, di antaranya; di Inggris pada tahun 1912 Inayat Khan

37

Diakses pada tanggal 29, April 2010 dari


(34)

bertemu Poet Tagore dan Fox Strangways, mereka berdua seorang penulis terkenal di Inggris yang menulis tentang musik India. Selain itu Inayat pun berkenalan dengan musisi seperti Cesil Scott, Percy Grainger, dan August Holmes dari Royal Acedemy of Music England. Inayat Khan juga bertemu dengan Count Serge Tolstoy (seorang yang tertarik dengan gerakan sufi Inayat Khan), di Rusia. Ketika ajarannya diterima di Rusia, Inayat Khan menulis: “Kehangatan dating dari hati dai orang yang menjaga kita tetap hangat di Negara yang dingin”38

. Ceramahnya tentang sufisme dipublikasikan sebagai buku “The Inner Life (Hidup Sejati)”. Pada tahun 1920 Inayat Khan mendirikan markas gerakan sufinya di Geneva, Swiss dan pada tahun berikutnya 1921 Inayat Khan berlabuh ke Negara Belanda.

Sufisme telah dimulai di Inggris, Belanda, Jerman, dan Amerika pada tahun 1926. Inayat Khan merasa sangat ingin untuk kembali pulang ke tanah lahirnya India, dan berharap bisa untuk beristirahat di sana. Pada awal tahun 1927, Inayat Khan mengunjungi makam Hazrat Khwaja Muinuddin Chishti di Ajmer. Inayat Khan sendiri adalah seorang yang tak kenal kata letih, selama tujuh belas tahun ia tetap menulis dan terus mengajar.

Pada akhirnya Inayat Khan melakukan keinginannya untuk kembali ke kampung halamannya India untuk beristirahat dan bermeditasi. Sekembalinya Inayat Khan ke India pada 1926, ia pun dimintai untuk mengisi ceramah, dan dengan senang hati Inayat Khan pun menyanggupi permintaan tersebut.

38


(35)

Pada tanggal 5, Febuari 1927 Inayat Khan meninggal dunia di New Delhi, India, pada usia 45 tahun karena suatu penyakit parah39. Jasadnya dimakamkan

dekat Dargah Sharif dari Hazrat Khwaja Nizamuddin Aulia di New Delhi. Namun gerakannya dilanjutkan oleh putranya Pir Vilayat. Vilayat menyebarkan sufisme di daratan Barat. Ia juga berjelajah sama halnya dengan ayahnya Inayat Khan, dan mengajar secara ekstensif dan menulis beberapa buku.

Salah satu muridnya adalah seorang pendiri dari Omega Institut, institut pendidikan “ New Age “ yang besar di Rhinebeck, New York. Para muridnya pun sangat menghormati, sehingga manganggap tanggal 5 Juli di jadikan sebagai perayaan hari ulang tahun dari hari Vilayat, dan dari Inayat Khan dilakukan dengan hal yang sama dengan 13 September sebagai hari di mana Inayat Khan meninggalkan India untuk membawa sufi ke Barat.40

B. Karya-Karya Hazrat Inayat Khan.

Inayat Khan meninggalkan banyak karya-karya tulis yang merekam pemikiran dan spiritualitasnya, Inayat Khan juga adalah seseorang yang mencoba memperkenalkan pemahaman sufi di Barat. Inayat Khan melakukannya dengan memberikan ceramah, pengajaran, dan pertunjukan dengan bermain musik dan

39

Ada dua pendapat yang menyebut kan tentang penyakit yang diderita Inayat Khan; menderita flu berat dan lainya menyebutkan bahwa Inayat Khan menderita radang paru-paru. Sumber dari http://www.shortbiographyofHazratInayatKhan.htm. yang diakses pada tanggal 29, April 2010.

40

Riwayat hidup Hazrat Inayat Khan diakses dari, http://www.short biography of Hazrat Inayat Khan,.htm,; http://www.wahiduddin.net/hik/_music-bio.htm.


(36)

bernyanyi. Inayat Khan banyak mengungkapan tentang seputar ajaran sufinya ke dalam karya-karyanya, di antaranya adalah:

1. The Complete Sayings of Hazrat Inayat Khan (New Lebanon, Omega, 1979 dan 1991)

2. The Heart of Sufism: Esensial writing of Hazrat Inayat khan (Boston-London: Shambala, 1999)

3. The Sufi of Message of Hazrat Inayat Khan (London and Service, Katwitjk, Barrie and Jenkins, 1960-1982). Karya ini terdiri dari 14 volume, antara lain:

Volume I. The Way of Illumination.

Dalam volume ini, Hazrat Inayat Khan berupaya mengekspresikan kembali pandangan pandangan tradisioanal sufi tentang nilai dan tujuan hidup dalam pengertian yang bersifat universal dan kontemporer. Volume ini membawahi beberapa judul; The Way of Illumination; The Inner Life; The Soul; Whence and whither; dan The Purpose of Life.

Volume II. The Mysticism of Music, sound and World.

Secara tradisional, tidak jarang sufisme mempergunakan musik sebagai alat untuk mentransmisikan esensi dari pengetahuan mistik (mystical insight). Dalam volume ini, Hazrat Inayat Khan mengintergrasikan peran musik dengan sejumlah elemen lain seperti suara dan keheningan (sound and silence), geteran dan perkataan (vibration and the words), pemikiran dan inspirasi (thoughts and inspiration), mengkreasikan dimensi baru


(37)

bagi kehiduan, dengan cara demikian Inayat Khan mengkomposisikan kembali konsep musik yang memlampaui batasan ruang dan waktu.

Volume III. The Art of Personality.

Volume ini mengandung sejumlah isi dari ajaran Hazrat Inayat Khan mengenai warisan yang maha agung dan relasi manusia, termasuk pengetahuan mengenai daya-daya hidup. Inayat Khan menegaskan bahwa seni kepribadian adalah kontemplasi tentang alam raya dan pencapaian puncak keturunan. Penciptaan kepribadian (yang baik) dilakukan sebelum kelahiran dengan menggunakan aspek-aspek kesadaran. Volume ini membawahi sejumlah judul; Education; Rasa Shastra; Character-Building and The Art of Personality; Moral Culture.

Volume IV. Mental Purification and Healing.

Dalam volume ini, prinsip-prinsip sufi dijelaskan berkaitan dengan pengaruh akal pikiran (mind) yang boleh jadi menekan tubuh (body), terutama dalam kaitannya dengan kekuatan spiritual dalam diri manusia. Di samping itu, penjelasan ini juga berkaitan dengan sains modern. Volume ini terdiri dari; Health Purification, The Mind World.

Volume V. Spiritual Liberty.

Volume ini memuat banyak informasi mengenai aspek-aspek berbeda dalam mistisisme sufi. Beberapa judul termuat antara lain; A Sufi Message of Spiritual Liberty; Akibat; Live After Death; The


(38)

Phenomenon of The Soul; Love, Human and Divine; Pearls from the Ocean Unseen.

Volume VI. The Alchemy of Happiness.

Hazrat Inayat Khan senantiasa menekankan bahwa cita-cita spiritual atau mistik adalah tidak akan menghasilkan manfaat apapun selama seseorang tidak hidup dalam jalan kehidupan yang dituntut spiritualitas. Volume ini terdiri dari empat belas ceramah yang disampaikan oleh Hazrat Inayat Khan.

Volume VII. In an Eastern Rose Garden.

Volume ini dalam edisi bahasa Indonesia berjudul “Taman Mawar dari Timur” dan diterjemahkan oleh Nizamuddin Sadiq (Yogyakarta: Putra Langit, 2001). Volume ini merupakan kumpulan ceramah yang diberikan oleh Hazrat Inayat Khan tentang berbagai persoalan. Kemampuannya untuk mengkomunikasikan kesatuan dan relativitas pandangan-pandangannya tentang berbagai persoalan yang sekaligus mengilustrasikan esensi persepsi mistiknya tentang kehidupan.

Volume VIII. Sufi Teachings.

Volume ini merupakan kumpulan ceramah Hazrat Inayat Khan di dalamnya berisi mengenai beragam praktek dan aspek esoterik


(39)

ajaran-ajaran sufi tradisional yang diproyeksikan dalam konteks yang bersifat universal dan modern.

Volume IX. The Unity of Religious Ideals.

Volume ini merupakan kumpulan-kumpulan pemikiran Hazrat Inayat Khan yang disusun secara sistematis. Volume ini menunjukkan bagian paling penting dari ajaran sufistiknya, yaitu pendasaran kesatuan seluruh pengalaman dan pemikiran ke agamaan.

Volume X. Sufi Mysticism.

Dalam volume ini Hazrat Inayat Khan meletakkan konsep tradisional mengenai inisiasi (initiation; bay’at), kemuridan (discipleship), ajaran spiritual dan aspek-aspek sufisme dalam dunia saat ini. Titik tekan volume ini adalah membawahi beberapa judul; Sufi Poetry; Art; Yesterday, Today and Tomorrow; The Problem of the Day.

Volume XI. Philosophy, Psychology and Mysticism.

Volume ini adalah ceramah terakhir Hazrat Inayat Khan yang disampaikan dua tahun sebelum meninggal dunia. Memuat ulasannya yang lebih jelas mengenai persoalan-persoalan psikologi, filsafat dan mistisisme dalam konstruksi pandangan sufistiknya. Sering tulisan ini dapat dianggap sebagai magnum opas dari keseluruhan karya Hazrat Inayat Khan. Pada bagian terakhir , dimuat aphorisma-aphorisma yang


(40)

diucapkannya dalam berbagai tempat dan kesempatan dan dikumpulkan oleh sejumlah muridnya.

Volume XII. The Divinity of The Human Soul.

Bagian pertama volume ini menguraikan relasi manusia dengan Tuhan. Bagian ke dua memuat autobiografi Inayat Khan. Adapun bagian ke tiga memuat empat lakon (sandiwara) pendek yang ditulis untuk murid-muridnya. Volume ini membawahi judul; The Vision of God and Man; Confessions; Four Plays.

Volume XIII. Sacred Readings: The Gatha’s.

Volume ini memuat ajaran-ajaran Hazrat Inayat Khan yang disampaikannya dalam bebagai kelas kepada murid-muridnya yang masih berada dalam tahap awal pelatihan spiritual.


(41)

Volume ini diterbitkan untuk memenuhi kepentingan para pemula yang ingin belajar sufi.41

4. Spiritual Dimensions of Psychology (Omega Publications, New York, 1981). 5. Education: from Before Birth to Maturity (Hunter House Ins, USA, 1989). 6. Rass Shastra; Inayat Khan on The Mysteries of Love, Sex, and Marriage, by

Hazrat Inayat Khan.

7. Art Of Being and Becoming.

8. The Music of Life.

9. Mistery: Developing Inner strength for Life’s Challenges, by Hazrat Inayat khan.

10.Complete Sayings by Hazrat Inayat Khan.

11.Awakening of the Human Spirit.

12.Creating The Person: A Practical Guide to The Development of Self.

13.Notes from the Unstruck Music from the Gayan.

Selain menghasilkan karya-karya tulis yang ke dalam bentuk buku dan lain-lainnya, Hazrat Inayat Khan juga meninggalkan karya lainnya berupa; rekaman suaranya yang sedang menyanyikan sejumlah raga (lagu tradisional India). The Voice of Inayat Khan yang dipublikasikan pada 1909.

41

Keterangan inii disadurkan sepenuhnya untuk memberi gambaran yang cukup mengenai kompleksitas pemikiran spiritual Hazrat Inayat Khan. Lihat Hazrat Inayat khan, Index to Volume I-XIII (Delhi: Motilal banarsidass Publishers, 1995), p. 129-131.


(42)

31

KAITAN MUSIK DAN TASAWUF

A. Konsep Musik.

1. Musik Secara Umum.

Musik dalam bahasa Yunani diambil dari kata “Muse” yang memiliki makna Dewa. Pengertian musik dalam Kamus Ilmiah Populer dapat dikatakan sebagai panduan bunyi dari beberapa alat atau instrumen musik yang bernada secara teratur dan berkesesuaian atau seni susun padu nada.42

Budilinggo dalam pandangannya, mengatakan bahwa musik adalah perwujudan ide-ide atau emosi-emosi yang tidak hanya tersusun atas nada, ritme, tempo, dinamik, warna suara, dan unsur-unsur lainnya. Bahkan Budilinggo yakinkan diri bahwa musik; adanya musik itu sendiri pada akhirnya memiliki suatu makna.43 Sehingga musik dapat diketahui dari suatu paduan suara atau juga

yang terdiri dari susunan nada yang diatur oleh ritme, tempo, warna suara dan sebagainya.

Musik dapat dikatakan suatu hasil kreatifitas dari manusia, lahirnya musik keluar atas dorongan dari ide-ide atau emosi-emosi yang ada di dalamnya, kemudian dituangkan dalam bentuk usaha menyusunkan nada, ritme, lagu, dan

42

M. Dahlan Yakub Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, ( Surabaya: Penerbit Arkola, 1994 ), hal. 501.

43

I. Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik, ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993 ), hal. 1


(43)

keharmonisan secara bersamaan sehingga dapat melahirkan keindahan dan

kesenangan. Menurut Sidi Gazalba, “Seni secara sederhana dan biasanya

dita‟rifkan sebagai usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang

menyenangkan”.44

Hal ini mewujudkan sebuah kelebihan manusia bila dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti hewan. Dengan keharmonisan akal dan hati manusia dapat berkreasi sedemikian rupa dengan menciptakan bentuk-bentuk atau hal-hal yang menyenangkan, baik itu yang berbentuk-bentuk nyata ataupun abstrak.

Musik adalah suatu kreasi seni yang ditujukan untuk memperoleh nilai estetika,45 dengan nilai estetika tersebut orang dapat merasakan keindahan serta

merasakan apa yang telah dirasakan oleh penciptannya melalui pesan dalam bentuk musik. Keindahan merupakan naluri manusia, dengan aspek intuisi yang digunakan sebagai landasan penilaian estetika atau keindahan yang datang melaui indera-indera yang terdapat dalam diri manusia. Baik dalam indera pendengaran, indera penglihatan, dan indera-indera lainnya.

Musik dalam indera pendengaran, melaluinya musik dapat dirasakan, yang kemudian melanjutan ke dalam hati. Dengan indera pendengaran, manusia merasakan unsur-unsurnya ke dalam hati, perenungan di dalamnya dapat melahirkan rasa yang berbeda-beda dalam diri manusia, baik itu rasa yang

44

Sidi Gazalba, Pandangan Islam Tentang Kesenian, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1977 ), hal. 20.

45

Nilai estetika adalah nilai yang mengandung kapasitas untuk menimbulkan tanggapan estetik atau pengalaman estetik, yang mengartikan pengalaman yang berkaitan dengan keindahan. Lihat Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dan Seni Budaya, ( Jakarta: Pustaka Alhusna, 1988 ), hal. 75.


(44)

menyenangkan bisa juga sebaliknya rasa yang tidak menyenangkan, hal ini tergantung dalam keharmonisan antara musik dengan manusia itu sendiri. Bila musik tersebut dapat dirasakan yang menyenangkan, maka ia menikmati keindahan musik tersebut berawal dari nilai estetika, sebut saja suara musik yang merdu. Namun jika perhatian yang kurang dalam menikmati musik, dapat menimbulkan minus atau kurangnya nilai-nilai seni dari musik, hal ini dapat disebabkan dengan menghubungkannya dengan perkara-perkara lain yang terdapat di luarnya.

Unsur dasar struktur musik terdapat 2 kategori, yaitu; Ujud dan Motif. Ujud adalah satuan bunyi terkecil dalam sebuah komposisi musik yang belum mengandung pengertian musikal yang terdiri atas satu, dua, atau tiga nada. Sedangkan Motif adalah satuan terkecil dalam sebuah komposisi musik yang mengandung pengertian musikal; bunyi-bunyian yang keluar, dan dapat diketauhi atau ditangkap nilai musiknya.46

Musik secara besar dapat dicapai dengan menggabungkan kedua unsur tersebut “Ujud dan Motif” ke dalam satu kesatuan, namun terdapat beberapa persyaratan untuk dapat menghasilkan motif yang bagus, yaitu:

1. minimal terdiri dari dua nada. 2. memiliki ritme yang jelas.

3. memiliki loncatan interval yang jelas.

46


(45)

4. memiliki gambaran ide yang jelas.47

Motif-motif di atas, terdapat atau mengandung penjelasan. Pertama, apabila musik terdiri dari satu nada maka hanya akan memperoleh musik yang terdiri dari satu suara saja. Dengan itu satuan terkecil dari unsur musik ialah dengan adanya atau memiliki dua nada, dan lebih baik jikalau terdiri dari dua nada. Ke dua, penjelasannya adalah ada suatu aturan tertentu dalam musik agar terdapat lantunan yang harmonis. Dengan adanya ritme yang terarah atau teratur, sehingga enak dan merdu untuk didengar. Ke tiga, musik terdiri dari interval ataupun frase-frase tertentu, sebagai keseimbangannya dari ritme yang telah dibuat. Ke empat atau yang terakhir, bahwa dalam setiap penuangan hasil karya, harus ada gambaran yang jelas sehingga orang lain dapat menangkap dan merasakan nilai keindahan.

Musik diharuskan memiliki nilai komunikasi antara pemusik (orang yang memainkan musik) dengan orang yang mendengarkannya. Nilai komunikasi tersebut dengan tujuan agar ke duanya dapat memperoleh pengalaman estetika. Memperoleh nilai komunikasi, caranya serupa atau sama dengan menggunakan bahasa agar dapat dipahami; yakni dengan menyusun atau merangkai kata-kata atau frase, kemudian dijadikannya dengan kalimat, dan dari kalimat yang diucapkan orang lain dapat memahami tujuan dan maksudnya. I. Budilinggono mangatakan bahwa, kata-kata dirangkai menjadi frase dan dari frase menjadi

47


(46)

kalimat. Sama halnya dengan musik diawali dari rangkaian motif-motif yang ada, menjadi suatu bentuk musik secara keseluruhan.48

Terdapat dua frase dalam musik, yaitu; frase tanya, dan frase jawab. Pertama, frase tanya ditandai dengan sebuah batas akhir yang memberi kesan berhenti sementara. Sedangkan yang ke dua, frase jawab ditandai dengan batas akhir yang mempunyai kesan selesai.

Selain itu musik bisa pula disajikan ke dalam beberapa jenis, di antaranya:

a. Musik Vokal.

Kata vokal berasal dari kata vocoal (Belanda), voca (Italia), voix

(Perancis), voice (Inggris), yang memiliki makna suara. Musik vokal memiliki arah terhadap semua suara manusia. Dengan demikian musik vokal itu hanya mempergunakan suara manusia atau nyanyian saja, tanpa diiringi alat musik. Hidangan musik vokal disebut dengan kata vokalia, dan mereka yang mendendangkan musik vokal disebut dengan sebutan vokalis.

b. Musik Instrumental.

Instrumental berasal dari sebuah kata instrument (Italia), yang mempunyai arti alat. Maksud dalam musik instrumental di sini adalah alat musik seperti biola, terompet, dan alat musik lain-lainnya. Musik instrumental dalam penyajiannya, hanya menggunakan alat-alat musik saja

48


(47)

tanpa ada nyanyian. Hidangan musik instrumental disebut dengan kata

instrumentalia, sedangkan yang menghidangakannya disebut dengan sebutan instrumentalis.

c. Musik Campuran.

Musik campuran adalah musik yang disatukan dari ke duanya, yaitu musik vokal dan musik instrumental yang disajikan secara bersamaan atau bersama-sama. Pada umumnya yang dipentingkan adalah vokalnya, sedangkan instrumental hanya pengiring saja. Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh banyak orang, dua orang, hingga satu orang, jika ia memainkan musik sambil bernyanyi.49

Jadi bermain musik tidak hanya memainkan alat musik atau instrumennya saja, akan tetapi dengan mengeluarkan nyanyian juga merupakan bagian dari bermain musik. Dengan menyatukan kedua penyajian tersebut, akan diperoleh permainan musik yang lengkap dan beragam menjadi satu kesatuan yang terpadu.

2. Musik Dalam Pandangan Islam.

Musik memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana dalam sejarah peradaban manusia bahwa tak ada satu kaum ataupun zaman yang meninggalkan ataupun melepaskan musik dari kehidupan manusia. Sebagaimana terlihat dari perkembangan musik yang sejalan dengan perkembangan kehidupan

49

Murodi, Muatan-muatan Dakwah Dalam Lagu-lagu Ebiet G. Ade (Studi Analisis Tentang Muatan Dakwah Dalam Lagu Ebiet G. Ade), (Karya Ilmiah Mahasiswa IAIN Sunan Gunung Jati), hal. 31-32. di unduh dari Ref. : http://parapemikir.com/tradisi-ilmiah-islam, pada tanggal 17, Mei 2010.


(48)

manusia. Karenanya musik dianggap sebagai prilaku sosial yang kompleks dan universal, karena musik dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat dan tiap anggota masyarakat dapat disebut sebagai musikal.

Sedangkan agama adalah salah satu tanda perkembangan dari peradaban manusia yang memiliki hubungan nyata dengan musik. Karena setiap agama sendiri memiliki kegiatan-kegiatan ritual atau spiritual, dan musik adalah merupakan salah satu sarana atau alat dari kegiatan spiritual di dalamnya.

Dalam agama Kristen, musik dikenal sebagai salah satu bagian penting untuk melaksanakan ritual-ritual keagamaan. John Chrysostom, seorang pemuka agama Kristen yang hidup pada abad keempat setelah masehi mengatakan: “Tiada sesuatu, selain aransemen musik dan nyanyian agama, yang dapat meninggikan derajat akal, memberinya sayap untuk meninggalkan bumi dan melepaskannya dari belenggu jasmani serta menghiasinya dengan rasa cinta kepada kearifan50.

Penganut agama Hindu di India meyakini bahwa awal kehidupan adalah rūh, dengan itu maka ilmu pengetahuan, kesenian (termasuk musik), filsafat dan kebatinan diarahkan untuk satu tujuan yang sama, yaitu kehidupan spiritual. Musik Kuno India, merupakan salah satu budaya yang diwariskan secara turun temurun oleh pemeluk agama Hindu51.

Sedangkan Islam menanggapi musik sebagai alat purifikasi atau penyucian jiwa seseorang dan pengenalan unsur rohani diri seseorang, karena dengan

50

Alwi Shihab, Islam Inklusif, hal. 234

51

Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, terj. Muhammad Faur „Abd Al-Baqi dari Buku The mysticism of Sound and Music, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), hal. 67


(49)

bermusik jiwa manusia dapat menjulang tinggi ke dalam alam rohani jika mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah. Ini yang merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh kalangan sufi yang menggunakan musik dengan as-sama’ yaitu mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah.

Diluar dari itu, berbicara tentang musik dalam pandangan Islam, berarti membahas tentang kedudukan musik yang memiliki batasan-batasan dalam agama Islam, seperti kesenian-kesenian lainnya yang memiliki batasan-batasan dalam mengekpresikan kesenian atau seni.

Seni termasuk di dalamnya musik dengan Islam adalah merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan, karena ke duanya mempunyai keterkaitan atau hubungan erat antara satu sama lain, akan tetapi dari ke duanya merupakan garis bidang yang memiliki jalur tersendiri.

Namun pada saat ini, perkembangan musik secara umum sangat pesat dan sangat manggiurkan generasi muda. Banyak sekali bermunculan aliran musik yang berbeda-beda; rock, heavy metal, reggae, jazz, pop, hip metal, hip hop, R&B dan lain-lain. Musik semacam ini ada juga yang syairnya bertema kriminal, pemujaan terhadap obat-obatan terlarang, kebebasan seksual, serta pengkultusan perilaku bunuh diri dan keputus-asaan. Ada pula yang secara terang-terangan memproklamirkan anti Tuhan52.Musik juga telah menjadi sebuah industri untuk

pemenuhan kebutuhan ekonomi. Seperti yang terjadi di Barat yang telah memiliki

52


(50)

pasar di dunia internasional. Musik kembali menjadi sesuatu yang identik dengan perbuaatan-perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat jahīliyah. Sekarang tidak sulit menemukan sajian musik yang digunakan untuk menari erotis, melupakan norma-norma masyarakat dan hanya menuruti hawa nafsu.

Dari keterangan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa musik dapat digunakan manusia untuk berbagai macam tujuan. Dari tujuan untuk mendekatkan manusia kepada Tuhan, sekedar hiburan, untuk mencari uang, bahkan ada juga orang menggunakan musik untuk pemenuhan hawa nafsu yang menyebabkan manusia lupa akan dirinya sebagai makhluk Tuhan. Hal inilah yang mengundang permasalahan dalam masyarakat muslim masa kini. Permasalahan ini diawali

dengan pertanyaan ; “bagaimanakah hukum musik menurut Islam ?”.53

Para Ulama yang menyatakan haramnya bermain musik, mereka menganggap bahwa musik merupakan sesuatu hal yang tidak memiliki manfaat. Dalam hal ini mereka bersandar pada firman Allah dalam al-Qur‟an surat Lukman ayat: 6

Artinya: Di antara mereka ada yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna54 untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan

53

Yusuf Qardhawi, Islam dan Seni, hal. 39.

54

Lahw al-Hadits ditafsirkan sebagai perkataan yang tidak berguna, dengan lagu-lagu atau bermain musik


(51)

menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.55

Ayat ini adalah salah satu rujukan atas pengharaman terhadap musik, khususnya lagu. Ibn Hazm yang memberi penjelasan-penjelasan dalam ayat ini, sebagaimana ia pun mengatakan bahwa pendapat mereka ini tidak ada yang perlu dijadikan hujjah dengan beberapa alasan:

1. Seseorang tidak dapat dijadikan keterangan atau hujjah, kecuali Rasulullah Saw.

2. Pendapat tersebut bertentangan dengan para sahabat yang lain.

3. Secara tekstual, ayat itu tidak dapat dipergunakan sebagai hujjah, karena yang tercantum di dalamnya berbunyi: di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.56

Pengharaman tersebut atas dasar ketidak ada gunaan musik dalam aktifitas, dan

mudharat atas implikasi orang yang memainkan ataupun yang mendengarkan musik.

55

R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur’an dan Terjemahanya. (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsiran al-Qur‟an, 1971), hal. 653.

56

Lihat Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Islam dan Seni, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), hal. 45.


(52)

Para Ulama lain yang memperbolehkan untuk bermain musik, dengan beberapa alasan antara lain:

1. Pada dasarnya segala sesuatu itu halal (boleh), namun memiliki batasan-batasan sehingga muncul dalil yang meperjelas atas keharamannya. Sebab belum ada penjelasan hukum terhadap orang yang memainkan musik boleh atau tidak bolehnya, maka dapat saja dikatakan halal atau haram untuk bermain musik.

2. Menikmati musik dan nyanyian tersebut mempunyai batasan yang sesuai dengan fitrah manusia sebagai human nature dan

ghazirahnya atau insting dan naluri, yang memang menyukai kepada hal-hal yang enak dan lezat, indah dan menyenangkan, mempesona, mengasyikan, dan memberi kedamaian dan ketenangan dalam hati, seperti musik dan nyanyian.

3. Islam tidak membunuh ataupun mematikan fitrah manusia dengan

ghazirahnya, akan tetapi Islam mengaturnya, menyalurkannya serta mengarahkannya mengarah ke arah hal-hal yang positif serta diridhai oleh Allah, dan tidak sampai melanggar batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah.57

Andaikan orang memiliki bakat dalam bentuk seni musik atau seni suara, maka Islam tidak melarangnya. Apabila ia mengembangkan bakatnya, lalu ia

57


(53)

menekuni musik atau nyanyiannya, sehingga ia menjadi seorang musikus atau penyanyi yang hebat. Bahkan Islam sangat menghargai kalau orang yang menggunakan bakat seni dan ahli dalam bidang seni musik sebagai sarana dakwah Islam. Lebih baiknya lagi bakat seni musiknya sebagai sarana kehidupan spiritualnya

Ulama yang memperbolehkan seni musik, menyandarkan terhadap firman Tuhan dalam kitab suci al-Qur‟an pada surat Ahqaaf ayat: 7.

Artinya: Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang menjelaskan, berkatalah orang-orang yang mengingkari kebenaran ketika kebenaran itu datang

kepada mereka: “Ini adalah sihir yang nyata”.58

Kata menghiasi dapat bermakna mempercantik dan memperindah, dan keindahan sebagai tujuan dari adanya perhiasan, dan musik hadir dalam tatanan yang menghasilkan suatu kreatifitas seni, yaitu; keindahan dalam bentuk suara atau bunyi.

Selanjutnya ditambahkan dengan keterangan yang terdapat dalam surat Fahtir ayat pertama:


(54)

Bahwa “Allah akan menambahkan ciptaan-Nya apa yang

dikehendaki-Nya”. Para Ulama menafsirkan maka dengan suara yang baik, namun dalam hal

pembolehan ini ada suatu pembatasan sehingga musik tidak berubah dari tujuannya sebagai sesuatu yang bermanfaat. Demikian dalam al-Qur‟an surat Al

-A‟raf ayat 31.

Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas.59

Apabila seseorang telah berlebihan maka akan menimbulkan lupa terhadap Allah. Menurut Abdullah bin Nuh, bahwa kesenian dikatakan haram apabila terkait pada al-Malahi atau hal-hal yang membuat orang lupa terhadap akan Allah.60

Tidak dapat dipungkiri bahwa musik adalah sebagai salah satu alat media dakwah yang mudah, hal ini terjadi karena musik dengan irama dan nada dapat mudah diserap oleh para pendengar ataupun penikmat musik itu sendiri. Selain itu juga pada dasarnya menikmati musik merupakan ghazirahnya, menyukai hal-hal indah, dan menyenangkan. Dalam al-Qur‟an surat Al-Imron ayat 14 Allah berfirman:

59

Ibid . hal. 823.

60


(55)

Artinya: Dijadikannya indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkannya, yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (Surga).61

Lebih jauh musik dapat pula berperan sebagai sarana spiritual bagi seseorang ataupun komunitas yang menggunakannya, khususnya para pengikut tarekat sufi, diantaranya yaitu; tarekat Malawiyyah, dan tarekat Chishtiyyah. Dalam pandangan Sayyed Hoessein Nasr, musik religius ini (yang berada dalam tarekat sufi tersebut), dimensi esoteris agama yang lebih kuat dibandingkan dari pada dimensi eksoterisnya.62 Baik itu dalam pengahayatan terhadap lirik ataupun sya‟ir, lalu juga irama lagunya. Sebagai contoh dapat diambil seperti; para sufi yang mengambil seni musik sebagai penggugah kesadaran mereka sendiri.

Salah satu tokoh sufi yang amat terkenal dan sering menyanyi pada masanya ialah Jalal Al-Din Rumi. Dia sering bernyanyi ataupun menyanyi dari kedai-kedai minuman Anatolia. Jalal Al-Din Rumi mengubahnya bakat musik atau lagu yang dimilikinya sebagai sarana untuk mengungkapkan kerinduan yang sangat mendalam terhadap Tuhan.63

61

R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur’an dan Terjemahanya. hal. 77

62

Sayyed Hoesein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung: Mizan, 1993), hal. 166.

63


(56)

Apakah semua penyanyi atau pemusik dapat mengkebangkan pikirannya, sehingga musik tidak hanya bermanfaat untuk hal-hal yang bersifat eksoteris saja, akan tetapi segi eksoterisnya? Sejauh mana orang tersebut sungguh-sungguh bisa mencapai hakikat kehidupan, dan juga ke Tuhahan dari apa yang mereka lakukan dengan bermusik? Maka musik dalam pandangan Islam cenderung diperbolehkan, dengan catatan tidak menimbulkan mudharat yakni melupakan Allah dan juga tidak mengandung unsur-unsur yang menyia-nyiakan waktu.

Islam hanyalah melarang musik dijadikan sebagai profanasi yang tereksternalisasi, sementara di tingkat eksoterisnya dia tetap dibatasi hanya untuk saat dan keadaan tertentu. Musik dengan tegas di batasi oleh peraturan untuk menjaganya dari pembangkitan hawa nafsu.

Namun banyak para ulama‟ yang mempertahankan kehalalan musik juga sangat banyak sekali, di antaranya adalah para filosof Islam dan para tokoh spiritual Islam. Al-Kindi(filosof Islam abad 9), merupakan seorang pemikir yang pertama kali memiliki perhatian khusus mengenai musik. Ia menggunakan musik tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga sebagi obat untuk penyakit jiwa dan raga.

Al-Farābi (filosof Islam abad ke 10), pernah membuat buku tentang teori

musiknya yang berjudul Kitāb al-Musīqa al-Kabīr. Ibn Sina(filosof Islam abad ke 11), dalam dua buah bukunya, yaitu asy-Syifā’ dan an-Najdāt, menulis satu bab khusus yang membicarakan tentang musik. Kemudian Ibn Bajjah (filosof Islam abad ke 12), seorang filosof Islam dari Andalusia, pernah mengarang sebuah buku tentang musik yang juga diberi judul Kitab al-Musīqa, yang menurut sejarah buku ini sangat terkenal di Barat sebagaimana Kitab al-Musīqa karangan al-Farabi yang


(1)

92

dan penyebabnya eksistensi, serta merupakan sarana antara manusia dengan Tuhan. Sebagaimana musik yang dianggap miniatur dari alam sebagai jembatan antara manusia terhadap Tuhan.

Inayat Khan mengungkapkan jika seseorang ingin meraih spiritualitas maka seseorang tersebut harus menyadari bahwa alam semesta adalah simfoni, yang mana setiap simfoni tersebut adalah merupakan sebuah nada. Karena alam semesta mengekpresikan dari gerakan-gerakannya yaitu gerakan yang termulia yang menghasilkan suara atau bunyi yang mempunyai lantunan yang berasal dari sang Pemilik-Nya. Karena lantunan dari gerakan-gerakan mulia alam memiliki sebuah keharmonisan yang dimainkan oleh sang Pencipta-Nya. Sehingga Inayat Khan mengkuatkan pandangannya dengan menganggap bahwa musik adalah gambaran dari seorang kekasih, di mana seorang kekasih ini adalah merupakan sumber dan tujuan dari spiritual Inayat Khan, yaitu; Tuhan.

Ketiga, dari keharmonisan musik dari alam, maka Inayat Khan memandang bahwa musik memiliki kesatuan antara makro dan mikro kosmos. Dalam dimensi musik makro, Inayat Khan mengatakan bahwa arisektur adalah musik, taman adalah musik, pertanian adalah musik, lukisan adalah musik, dan puisi adalah musik serta sebagainya, tetapi Inayat Khan sendiri menyimpulkan bahwa alam dengan segala keteraturan dan ketidak keteraturanny adalah merupakan sebuah keharmonisan dan juga keselarasan atas ciptaan Tuhan. Karena keharomisan itu sendiri merupakan suatu bagian dari musik mikro kosmos.

Karena musik itu hanya miniatur dari segenap alam semesta yang memiliki keharmonisan, dan manusia juga sebagai miniatur dari alam, harus


(2)

menunjukan keharmonisan yang sama dengan musik. Karena kesenangan ataupun kedamaian akan tercapai jika seseorang berada dalam kondisi yang benar-benar harmoni dari segenap alam.

Demikian Inayat Khan menanggapi musik adalah sesuatu kesenian yang sakral dan menjadikan suatu dimensi spiritualnya untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan, karena musik merupakan unsur sarana pengenalan terhadap Tuhan. dan Tuhan dianggap sebagai sumber keindahan, dan keindahan itu juga yang dimiliki oleh musik.

B. Saran-Saran.

Pemikiran Hazrat Inayat khan tentang musik, merupakan suatu fenomena yang dapat membuka khasanah kehidupan manusia khususnya di kalangan ataupun kehidupan maupun dalam ajaran tasawuf, karena musik sendiri adalah sesuatu yang dimiliki oleh naluri manusia. Dengan dimensi musik yang luas, dapat menjadi suatu pelajaran bagi manusia dalam menjalani kehidupan yaitu dalam kalangan sufi. Terutama bagi mereka yang menyukai musik, baik itu yang memainkannya, maupun hanya sebagai pendengar saja, karena musik sendiri dapat mengangkat jiwa manusia ke dalam alam rohani jika ia mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah atau musik (as-sama’).

Namun ada beberapa macam kendala yang dialami penulis dalam menuangkan hal lainnya yang diperoleh dari pemahaman-pemahaman ini. Musik tidak hanya bermanfaat sebagai ekspresi keagamaan dan juga saran spiritual saja,


(3)

94

namun ia juga dapat menjadi manfaat bagi hal-hal lainnya. Baik itu bersifat praktis maupun teoritis.

Dalam hal teoritis, kajian ini dapat dijadikan suatu sumber pengetahuan tentang musik yang terlihat, terasa dan terdengar, dengan musik yang dilupakan oleh manusia, yang bukan bersifat fenomena namun nomena, baik itu yang bersifat sosial, politik, kebudayaan dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam tatanan praktis, adalah bagi seorang pemusik, sebagai pencipta seni harus bisa menciptakan keindahan dalam irama musik, sehingga orang bisa mendengarkan dengan nikmat atas suaranya. Musik tidak akan terasa indah apabila antara pendengar dan pemain musik tidak ada hubungan yang intim dalam merasakan keindahan. Walaupun hal ini didasari akan selera orang yang berbeda-beda, harmoni, tidak akan tercapai hanya dengan menggunakan satu pihak, atau sama halnya dengan bertepuk sebelah tangan, dan tepukan tidak akan tercapai.

Dalam kehidupan tidak akan terasa damai apabila seseorang saja yang berlaku damai, sedangkan yang lainnya tidak, maka dengan demikian tidak akan ada musik yang indah ataupun kedamaian.


(4)

95

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Siapa Bilang Musik Haram; Pro Kontra Masalah Musik dan Nyanyian. terj. Abu Umar Basyir dari buku Tahrim alat ath-Tharb. Jakarta: Darul Haq, 2008.

Armstrong. Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, terj. Amatullah dari buku The Mystical language of Islam. Cetakan ke III. Bandung: Mizan, 2000. As, Asraman. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. Bagdadi, Abdurrahman. Seni Musik dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik,

dan Tari. Jakarta: Gema Insani Press, 1994.

Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.

Burckhardt, Titus. Mengenal Ajaran kaum Sufi. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984. Connolly (Ed.), Peter. Aneka Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta: LKiS, 2002. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Gazalba,Sidi. Pandangan Islam Tentang Kesenian. Jakarta: Bulan Bintang, 1977 ---, Islam dan Kesenian; Relavansi Islam dan Seni Budaya, Jakarta: Pustaka

Alhusna, 1988.

Hamka. Tasawuf Perkembangan dan Kemurniannya. Cetakan ke XIX. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994.

Jabbar, Muhammad Abdul. Seni Dalam Kebudayaan Islam. Bandung: Mizan, 1988.

James, William. The Varieties of Religious Experience; Pengalaman-pengalaman Religius. Yogyakarta: Jendela, 2003.

Kalabadzi, Abu Bakar M. Ajaran-ajaran Sufi. Bandung: Mizan, 1995.

Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, terj. Subagiono dan Fungky Kusnaendy Timur dari buku The mysticism of Sound and Music, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002)


(5)

96

---, Kesatuan Ideal Agama-agama, terj. Anand Krishna dari buku The Unity of Religious Ideals, Yogyakarta: Pustaka sufi, 2003.

---, The Heart of Sufism. London-The Hague: East-West Publications, 1982. ---, Dimensi Spiritual Psikologi, terj. Andi Haryadi dari buku Spiritual

Dimensions of Psychology. Jakarta:Pustaka Hidayah, 2000. Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Tasawuf. Penerbit Erlangga, 2006. Lewishon (Ed), Leonard. Warisan Sufi; Warisan Sufisme Persia Abad

Pertengahan (1150-1500). Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003.

Mahaya, Abdul. Bersufi Melalui Musik: Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh Ahmad al-Ghazali. Yogyakarta: Gama Media, 2003.

Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1999.

Nurbakhsh, Javad. Tenteram Bersama Sufi. Penerjemah Zainul AM. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.

Qardhawi, Yusuf. Islam Bicara Seni. Solo: Era Intermedia, 2004.

Salad, Hamdi. Agama Seni: Refleksi Teologis Dalam Ruang Estetik. Yogyakarta: Yayasan Semesta, 2000.

Sarraj, Abu Nashr. Al-Luma’ Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf. Surabaya: Risalah Gusti, 2002.

Shihab, Alwi. Islam Inklusif, Bandung: Mizan, 1999.

Shihab, Quraish. Fatwa-Fatwa Seputar Wawasan Agama. Bandung: Mizan, 1988.

Simuh, Tasawuf dan Perkembangan Dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996

Singh, Nagendra Kr. Encyclopedia of Muslim Biography: India, Pakistan, and Bangladesh. New Delhi: A.P.H. Publishing Corporation, 2001.

Siregar, Rivay A. Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000


(6)

Wach, Joachim, Ilmu Perbandingan Agama: Inti dan bentuk Pengalaman Keagamaan. Jakarta: Rajawali Pers, 1996.

Yunasri, Ali. Jalan Kearifan Sufi; Sebagai Terapi Derita Manusia. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002.

Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995. Zaini, Fudoli. Sepintas Sastra Sufi: Tokoh dan Pemikirannya. Cetakan ke I.