Hubungan Hukum dan Politik

dilakukan dalam kaitan dengan manajemen konflik demi penyelesaian konflik, yang pasti muncul dalam proses pembangunan itu. ideal hukum adalah pertikaian tidak diselesaikan dengan uji kekuatan. Kemampuan menyelesaikan konflik akan menetapkan wewenang pemerintah sehingga bisa melakukan pekerjaannya. Sebagai suatu cara penyelesaian konflik, hukum berfungsi sebagai mekanisme pengendalian dan memberikan kerangka bagi tertib politik. Dalam konsep kedua, yaitu pembangunan politik sebagai partisipasi, hak-hak rakyat untuk ikut serta menentukan masa depannya juga memerlukan pelembagaan efektif. Ciri khas demokrasi adalah gagasan government of laws, not ofmen. Begitu juga dalam pengertian ketiga, pembagian kerja yang jelas antara unit- unit dalam sistem politik harus terjamin. Dalam hal ini tugas hukum adalah membuat proses bekerjanya pemerintahan menjadi tertib dan bisa diramalkan, secara tekhnis konsisten satu sama lain, dan secara moral sah. Pelembagaan itu terutama sekali sangat diperlukan dalam masyarakat yang sedang merubah struktur sosial ekonominya demi kemajuan, karena sistem politik dalam masyarakat seperti itu harus bisa mengendalikan dan memobilisasikan sumber daya manusia dan materiil, disamping juga harus mengelola konflik yang muncul akibat perubahan sosial ekonomi itu. 19 19 M.Busyro Muqaddas dkk, Politik Pembangunan Hukum Nasional, Yogyakarta:UII Press,1992, h.147. Bahwa negara adalah benar sebuah sistem hukum dibenarkan oleh fakta bahwa masalah-masalah yang biasanya digambarkan dari sudut teori politik umum ternyata menjadi masalah-masalah dalam teori hukum, masalah keabsahan dan penciptaan sistem hukum. Apa yang disebut elemen negara- kekuasaan negara, wilayah negara, dan warga negara pada hakikatnya hanyalah keabsahan sistem negara, bersama-sama dengan bidang keabsahan sistem negara. 20 Jika ada pertanyaan tentang hubungan kausalitas antara hukum dan politik atau tentang apakah hukum yang mempengaruhi politik ataukah politik yang mempengaruhi hukum, maka paling tidak ada tiga bagian jawaban yang dapat menjelaskannya. Pertama, hukum determinan atas politik dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada aturan- aturan hukum. Kedua, politik determinan atas hukum merupakan hasil kristalisasi dari kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan. Ketiga, politik dan hukum yang sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi yang derajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain, karena meskipun hukum merupakan produk keputusan politik, tetapi begitu hukum ada maka semua kegiatan politik harus tunduk pada aturan-aturan hukum. 20 Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, Bandung: Nusa Media, 2010 , h. 155. Berdasarkan perspektif yang dipilih terlihat bahwa dalam hubungan tolak tarik antara politik dan hukum, maka hukum lah yang terpengaruh oleh politik, karena subsistem politik yang memiliki konsentrasi. Energy yang lebih besar dari pada hukum. Sehingga jika harus berhadapan dengan politik, maka hukum berada dalam kedudukan yang lebih lemah. Sri soemantri pernah menjabarkan hubungan antara hukum dan politik di Indonesia ibarat perjalanan lokomotif kereta api yang keluar dari rel nya. Jika hukum diibaratkan rel dan politik diibaratkan lokomotif maka sering terlihat lokomotif itu keluar dari rel yang seharusnya dilalui. Prinsip yang menyatakan politik dan hukum harus bekerja sama dan saling menguatkan melalui ungkapan “hukum tanpa kekuasaan adalah angan- angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelalaian”. Hal itu terjadi karena di dalam praktiknya hukum kerap kali menjadi cermin dari kehendak pemegang kekuasaan politik sehingga tidak sedikit orang yang memandang bahwa hukum sama dengan kekuasaan. 21 Dalam hubungan antara hukum dan kekuasaan politik, hukum harus membatasi kekuasaan politik, agar tidak timbul penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan, sebaliknya kekuasaan politik menunjang terwujudnya fungsi hukum dengan “menyuntikan’ kekuasaan pada hukum, yaitu dalam wujud sanksi hukum. Legitimasi hukum melalui kekuasaan politik, salah satunya terwujud dalam pemberian sanksi bagi pelanggar hukum. Hukum 21 Moh. Mahfud Md. Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009 h. 21 ditegakkan oleh kekuasaan politik melalui alat-alat politik melalui alat-alat politik lain seperti polisi, penuntut umum dan pengadilan. Dalam hal ini, kita harus berani mengakui bahwa pengadilan bukan sekedar alat-hukum, tetapi juga alat politik. Dalam hal ini, tentu saja sanksi hukum tadi dapat pula mengganjar aparat kekuasaan politik yang melanggar hukum. Harus di ingat, bahwa setelah hukum memperoleh kekuasaan dari kekuasaan-politik tadi, hukum juga menyalurkan kekuasaan itu pada masyarakatnya. 22 Hukum merupakan produk politik, maka karakter produk hukum berubah jika konfigurasi politik yang melahirkannya berubah. Dalam sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia telah terjadi perubahan-perubahan politik secara bergantian berdasarkan priode sistem politik antara konfigurasi politik yang demokratis dan konfigurasi politik yang yang otoriter. Sejalan dengan perubahan-perubahan konfigurasi politik itu, karakter produk hukum juga berubah. Pada saat konfigurasi politik tampil secara demokratis, maka produk- produk hukum yang dihasilkannya berkarakter responsif, sebaliknya ketika konfigurasi politik tampil secara otoriter, hukum-hukum yang dilahirkannya berkarakter ortodoks. Hubungan kausalitas tersebut berlaku untuk hukum publik yang berkaitan dengan tingkat sensitivitas berbeda-beda. Semakin kental 22 Di akses pada tanggal 16 Juni 2011 pada jam 11;50 wib dari http:www.greasy.comkompartahubungan_antara_hukum_dan.html.202008 muatan hukum dengan masalah hubungan kekuasaan, semakin kuat pula pengaruh konfigurasi politik terhadap hukum tersebut. 23

C. Kebijakan Ketenagakerjaan di Indonesia

Wajah Tenaga Kerja Indonesia dari waktu ke waktu terus berada dalam lingkaran kemuraman dan ketidakpastian, baik secara politik maupun hukum dan selalu pada posisi yang paling menyedihkan sekaligus memilukan. Kasus kekerasan yang menimpa tenaga kerja, terutama tenaga kerja wanita TKW selalu menjadi catatan kelam bagi bangsa ini di mata dunia internasional. Kasus-kasus kekerasan ini pun bersamaan dengan berbagai kasus pemutusan hubungan kerja pada sektor-sektor industri maupun pengangguran. Yang tak kalah prihatin, ternyata pengiriman tenaga kerja kebanyakan menjadi pembantu rumah tangga di negara penerima, yang berarti, mutu tenaga kerja Indonesia demikian rendah untuk berkompetisi dengan tenaga kerja negara lain pada sektor-sektor yang menentukan. 24

1. Kebijakan Ketenagakerjaan Pada Masa Kemerdekaan

Pada masa kemerdekaan, ketenagakerjaan Indonesia pada prinsipnya dapat dibagi dalam dua priode, yaitu masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Apabila melihat sejarah pembentukan hukum perburuhan di Indonesia dapat ditemukan banyak bukti nuansa perlindungan terhadap buruh. 23 Moh. Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h. 373. 24 Di akses pada tanggal 18 juni 2011 pada pukul 10.00 wib dari http:malutpost.comberitaindex2.phpoption=com_contentdo_pdf=1id=113 Pada masa pemerintahan Soekarno tidak banyak terdapat kebijaksanaan tentang ketenagakerjaan mengingat masa itu adalah masa mempertahankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dari jajahan Hindia Belanda. Di bidang hukum ketenagakerjaan, pemerintah membuat produk hukum sebagian besar dengan cara menerjemahkan peraturan Hindia Belanda yang dianggap sesuai dengan alam kemerdekaan atau dengan mengadakan perbaikan dan penyesuaian. Meskipun demikian, produk hukum dimasa pemerintahan Soekarno justru lebih menunjukan adanya penerapan teori hukum perundang-undangan yang baik, yaitu hukum yang baik apabila berlaku sampai 40 atau 50 tahun yang akan datang. 25 Kemudian pada tahun 1948 dihasilkan dua Undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 tentang kerja dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan, yang memuat banyak aspek perlindungan terhadap buruh. Rangkaian Undang-undang perburuhan ini menegaskan bahwa sistem hukum perburuhan yang ingin dibangun adalah sistem hukum perburuhan yang melindungi terhadap buruhpekerja, sebagai pihak yang senantiasa akan berada pada posisi yang lemah dalam sebuah relasi perburuhan yang karena terlalu proteksi. Dalam konteks inilah pemerintah memainkan peran untuk menjamin perlindungan tersebut dengan cara aktif terlibat dalam isu perburuhan. Melalui Undang-undang ini pemerintah mengambil peran untuk menentukan batas dan lingkup dari pengerahan tenaga kerja labour Supply. 26 Undang-undang No. 12 Tahun 1948 tentang kerja dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan, yang memuat banyak aspek perlindungan terhadap buruh. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948, misalnya memuat larangan terhadap diskriminasi kerja; jam kerja yang 40 jam dalam seminggu, kewajiban pengusaha untuk menyediakan fasilitas perumahan bagi buruhpekerja, termasuk sebuah pasal yang melarang mempekerjakan anak dibawah usia 14 tahun. Selain itu Undang-undang ini juga menjamin hak perempuan buruh untuk mengambil cuti haid dua hari dalam sebulan, dan pembatasan kerja malam bagi perempuan. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 adalah Undang-undang Perburuhan yang paling maju di Asia Tenggara dari segi perlindungan terhadap buruh. Ketentuan kerja 40 jam seminggu misalnya, jauh lebih baik dibanding negara-negara tetangga dengan 44 hingga 48 jam seminggu. Demikian pula dengan ketentuan larangan buruh anak, yang relatif belum dikenal pada waktu itu. 25 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 22. 26 Surya Tjandra, Makin Terang Bagi Kami Belajar Hukum perburuhan Jakarta: TURC, 2006 h. xv Rangkaian Undang-undang perburuhan awal ini juga menegaskan bahwa sistem hukum perburuhan yang ingin dibangun adalah sistem hukum perburuhan yang melindungi protektif terhadap buruh pekerja, sebagai pihak yang senantiasa akan berada pada posisi yang lemah dalam sebuah relasi perburuhan yang karenanya perlu proteksi. Dalam konteks ini pemerintah memainkan peran untuk menjamin perlidungan terebut dengan cara aktif terlibat dengan isu perburuhan. Melalui Undang-undang ini pemerintah mengambil peran untuk menentukan batas dan lingkup dari pengerahan tenaga kerja labour supply. Ini antara lain melakukan dengan mendefinisikan kapan orang dapat memasuki pasar kerja usia lulus sekolah; kapan mereka diharapkan berhenti bekerja usia pensiun serta dengan mengatur syarat-syarat dimana kelompok masyarakat tertentu bekerja misalnya: perempuan, orang muda, buruh migran. 27 Kemudian pada masa Soeharto keadaan Indonesia sudah lebih baik, politik hukum ditekankan pada pembangunan ekonomi. Kesejahteraan nasional akan cepat terwujud apabila pembangunan ekonomi berjalan dengan baik. Untuk mewujudkan suksesnya pembangunan ekonomi maka ditetapkanlah repelita. Namun sejalan dengan berkembangnya waktu pembangunan ekonomi, akhirnya tertuju pada tindakan penguasa yang sewenang-wenang. Seperti pengerahan TKI keluar negeri pada masa 27 Lihat Putusan Perkara Nomor 012PUU-I2003, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Dokumen yang terkait

Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003-Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang)

4 62 98

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XI/2012 PERIHAL PEMBATALAN PASAL 96 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

1 12 23

Wacana Pemberlakuan Hukum Pidana Islam Dalam Kompetensi Absolut Peradilan Agama (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/Puu-Vi/2008)

0 27 119

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS HUKUM MAJELIS KEHORMATAN HAKIM KONSTITUSI PASCA PUTUSAN PEMBATALAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2014

0 3 77

ANALISIS POLITIK HUKUM ISLAM TERHADAP UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

0 1 114

ANALISIS HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG MENOLAK PENGUJIAN MATERIL TErHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN.

0 0 6

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 MENGENAI PENGHAPUSAN PASAL OUTSOURCING DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KET.

0 0 1

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 7/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI (KAJ.

0 1 1

4 PELAKSANAAN KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

0 1 65

Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang (Studi Putusan Tahun 2003-2012)

0 0 34