Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-undang Nomor 13

tersebut menimbulkan beban yang tidak adil dan berat bagi buruhpekerja untuk membuktikan ketidaksalahannya, sebagai pihak yang secara ekonomis lebih lemah yang memperoleh perlindungan hukum yang lebih dibandingkan pengusaha, Pasal 159 tentang hal tersebut juga menimbulkan kerancuan berfikir dengan mencampuradukkan proses perkara perdata secara tidak pada tempatnya.

a. Pendapat Berbeda Dissenting Opinion

Pendapat berbeda dinyatakan juga oleh Prof. H. Abdul Mukhtie Fadjar S,H.M.S dan Prof. Dr. H.M Laica marzuki, S.H. Mereka adalah Hakim Konstitusi, mereka menyesalkan lahirnya Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena pembaharuan Undang-undang di bidang Ketenagakerjaan melalui Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan kurang ramah kemanusiaan dan kurang memberi pengayoman, khususnya terhadap buruhtenaga kerja, seperti ditunjukan oleh berbagai kebijakan yang tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan antara lain kebijakan outsourcing, telah mengganggu ketenangan kerja bagi buruhpekerja yang sewaktu-waktu dapat terancam pemutusan hubungan kerja dan hanya sekedar sebagai sebuah komuditas, sehingga berwatak kurang protektif terhadap pekerja. Kedua hakim ini menyimpulkan Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak sesuai dengan paradigma proteksi kemanusiaan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan bertentangan dengan pasal 27 ayat 2 UUD 1945. Dan seharusnya yang dikabulkan dari permohonan Undang-undang Ketenagakerjaan masih lebih banyak lagi dari pada sekedar yang disebutkan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi.

b. Respon Publik :

Masyarakat, pengusaha, dan pemerintah merespon Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu: - Respon Masyarakat Budhi Pratomo, Sekretaris Serikat Pekerja Nasional, mengatakan penyebab maraknya pemutusan hubungan kerja karena dua faktor, yaitu diberlakukanya sistem outsourching dan tenaga kontrak yang tidak dihapus dalam putusan Mahkamah Konstitusi serta akibat kondisi pasar lesu. Namun, dia lebih condong menilai penyebab pemutusan hubungan kerja akibat adanya sistem outsourcing. Kenyataan di lapangan, banyak buruh yang menjadi korban PHK oleh perusahaan dengan tujuan pemilik industri bisa mendapatkan tenaga kerja baru untuk mengganti tenaga buruh yang lama. 46 46 Valentino Verri, diunduh pada tanggal 21 Agustus 2011 pukul 22.17 wib, dari situs http:www.wartakota.co.iddetilberita47472Aduh-Puluhan-Buruh-Perusahaan-Di-PHK Selain itu Muhammad Nur seorang warga berpendapat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tentang outsourcing sangat tidak bisa memperoleh kesejahteraan yang setara atau paling tidak mendekati kesejahteraan karyawan tetap. Bahkan tidak jarang ada insentif apapun selain gaji. Asuransi kesehatan dan sejenisnya sering kali tidak diperhatikan, walaupun beberapa perusahaan penyedia outsourcing yang masih relatif baik mengikutsertakan dalam program Jamsostek. Sehingga nasib tenaga kerja tergantung pada kebaikan hati penentu kebijakan di institusi yang bersangkutan. Jika masih berkenan, maka tenaga kerja outsourcing masih dipakai, jika sebaliknya maka ancaman PHK ada di depan mata. - Respon Pengusaha Beberapa perusahaan berpendapat bahwa mempekerjakan karyawan dengan sistem outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya produksi cost of production. Dengan menggunakan sistem outsourcing ini, pihak perusahaan berusaha untuk menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjaburuh pada perusahaan penerima pekerja sekurang- kurangnya sama dengan pekerjaburuh pada perusahaan pemberian kerja. Hal ini berguna agar terdapat perlakuan yang sama terhadap pekerjaburuh baik diperusahaan pemberi maupun perusahaan penerima pekerja karena pada hakikatnya bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehingga tidak ada lagi syarat kerja, upah, dan perlindungan kerja yang lebih rendah. 47 Hubungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjaburuh dengan pengusaha penerima pekerjaan dituangkan dalam perjanjian kerja secara tertulis. Hubungan kerja tersebut pada dasarnya perjanjian kerja waktu tak tertentu atau tetap dan buka kontrak, tetapi dapat pula dilakukan perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak apabila yang memenuhi semua persyaratan baik formal maupun materil sebagai mana diatur dalam pasal 59 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan demikian, hubungan kerja outsourcing tidak selalu dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu, apalagi akan sangat keliru jika ada yang beranggapan bahwa selalu sama dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Pengusaha di dalam perusahaan penyedia jasa pekerja bertanggung jawab dalam hal perlindungan upah dan kejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan hubungan industrial yag terjadi. 48 - Respon Pemerintah Pemerintah tidak sependapat pernyataan buruh yang mengatakan rumusan pasal 64 Undang-undang Ketenagakerjaan mengakomodir kenyataan yang ada dalam praktek sehari-hari bahwa ada pekerjaan yang 47 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h.217. 48 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, .. h.222. menurut jenis dan sifat pekerjaan itu merupakan penunjang bagi kegiatan usaha yang tertentu pada umumnya dilakukan melalui pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerjaburuh. Dalam hukum perdata hal tersebut merupakan sesuatu yang lazim dan diperbolehkan. Dalam pasal 65 Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bagi pekerja buruh. Mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi pasal 158 jenis-jenis tindakan buruh yang dikategorikan sebagai kesalahan berat menurut Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sesuatu yang wajar. Di dalam pelaksanaan hubungan kerja di perusahaan, faktor kepercayaan, dan ketentraman kerja sangat dominan. Oleh karena itu, pekerja buruh yang nyata melakukan tindakan sebagaimana diatur pasal 158 Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menimbulkan dampak negatif terhadap suasana kerja. Dapat dibayangkan apabila di tempat kerja terdapat pekerjaburuh yang telah nyata melakukan penganiayaan terhadap pengusaha atau teman sekerja atau melakukan pencurian, atau meminum minuman keras. Sehingga dalam kasus ini tidak diperlukan proses pembuktian pengadilan. 49 49 Lihat Putusan Perkara Nomor 012PUU-I2003, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

C. Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-undang

Ketenagakerjaan Putusan Mahkamah Konstitusi banyak menimbulkan dampak negatifnya terhadap buruhpekerja Indonesia. Banyak pengamat sudah mengatakan bahwa ketenagakerjaan lebih di pengaruhi oleh ideologi neoliberalisme, yaitu sebuah ideologi yang menekankan kepada pelaksanaan pasar bebas dan efisiensi untuk semata-mata pembangunan ekonomi, di mana “efisiensi” yang dimaksudkan adalah kebijakan upah murah melalui strategi ekonomi yang disebut dengan “pasar tenaga kerja yang fleksibel”. Putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak mengabulkan dihapuskannya sistem kerja kontrak yaitu outsourcing yang dianggap sebagai bagian terkejam dari sistem ketenagakerjaan di Indonesia mengkibatkan masa depan pekerja kurang terjamin. Tenaga kerja outsourcing mendapat beban terberat dalam pekerjaan, tetapi kesejahteraannya ternyata paling rendah di perusahaan. Sehingga tenaga kerja sekarang tidak akan membawa masa depan yang terjamin. Sudah banyak penelitian yang menunjukan bahwa penekanan terhadap efesiensi secara berlebihan untuk semata-mata meningkatkan investasi guna mendukung pembangunan ekonomi melalui kebijakan upah murah berakibat kepada hilangnya keamanan kerja bagi buruhpekerja tetap tetapi hanya menjadi buruhpekerja kontrak yang akan berlangsung seumur hidupnya. Hal inilah dikatakan sebagian kalangan sebagai satu bentuk “perbudakan zaman modern”. Status sebagai buruhpekerja kontrak pada kenyataannya berarti juga hilangnya hak-hak dan tunjangan-tunjangan kerja maupun jaminan-jaminan kerja dan sosial yang biasanya dinikmati oleh mereka yang mempunyai status sebagai buruhpekerja tetap, sehingga potensial menurunkan kualitas hidup dan kesejahteraan buruhpekerja Indonesia dan karena buruhpekerja merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia pada akhirnya juga akan menurunkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya. 50

D. Analisis Politik Hukum Islam Terhadap Undang-undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasca Putusan Makamah Konstitusi Undang-undang Ketenagakerjaan pasca putusan Mahkamah Konstitusi merupakan kebijakan politik sebagai arah kebijakan hukum legal policy yang harus dijadikan pedoman untuk membangun atau menegakan sistem hukum yang diinginkan oleh suatu negara. Judicial review dapat dipandang sebagai salah satu instrumen untuk menjamin ketepatan arah itu atau sebagai pengawal ketepatan isi dalam pembuatan hukum. Oleh karena itu yang dimaksud dengan judicial review dan constitusional review, secara umum pengujian oleh lembaga yudisial atas peraturan peraturan 50 Lihat Putusan Perkara Nomor 012PUU-I2003, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. perundang-undangan yang lebih tinggi, sedangkan maksud dari constitusional review secara umum yaitu pengujian oleh lembaga yudisial khusus untuk konsistensi Undang-undang terhadap UUD. 51 Dalam keinginan untuk membangun dan menegakkan sistem hukum tertentu dapat menggunakan judicial review salah satu instrumen untuk menjamin ketepatan arah atau sebagai pengawal ketepatan isi dalam pembuatan hukum dalam negara. Pembentukan hukum dalam semua peraturan perundang-undangannya harus sesuai dengan desain tujuan negara yang kemudian melahirkan sistem hukum. Dasar-dasar dari sistem hukum biasanya diletakkan di dalam Undang-undang Dasar atau konstitusi. Jika ada isi peraturan perundang- undangan yang salah satunya menyimpang dari UUD, maka harus ada cara untuk membenarkan peraturan Undang-undang itu, agar semua produk hukum sesuai dengan sistem hukum yang dapat dibangun. Judicial review yakni pengujian oleh lembaga yudisial atas sesuatu peraturan perundang- undangan di Indonesia mengenai Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak seluruhnya sejalan dengan peraturan perundang undangan yang secara hirarkis lebih tinggi. Dan lembaga yudisial Mahkamah Konstitusi berhak mengatakan bahwa suatu peraturan 51 Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan konstitusi, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, anggota Ikapi, 2006, h. 125. perundangan-undangan batal atau dibatalkan karena isinya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Adapun politik hukum Islam merupakan arah kebijakan hukum Islam yang sesuai dengan aspirasi seluruh masyarakat muslim. Dalam realitas politik, Indonesia secara konstitusional adalah bukan negara Islam melainkan negara Pancasila, sehingga secara formal kelembagaan tidak memungkinkan bagi umat Islam untuk mewujudkan seutuhnya prinsip- prinsip Islam tentang hukum terutama dalam bentuknya yang resmi pula. Negara Pancasila adalah “religious nation state” yakni negara kebangsaan yang bukan negara agama berdasarkan agama tertentu dan bukan negara sekuler. Ada yang mengatakan konsep ini sebagai negara teo-demokrasi. Hukum publik merupakan campuran aspirasi dari gagasan hukum masyarakat tentang hukum barat, hukum adat, dan juga hukum Islam. Untuk memberlakukan hukum Islam berdasarkan sistem politik yang ada sekarang ini, yang perlu dilakukan oleh umat Islam adalah berjuang dalam bingkai politik hukum agar nilai islami dapat mewarnai, bahkan dapat menjadi materi, dalam produk hukum terutama dalam lapangan hukum hukum privat. 52 Karena di negara Indonesia mayoritas muslim sudah merupakan bagian terbesar yang merupakan aspirasi dari gagasan hukum publik di masyarakat. 52 Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan konstitusi, …h. 288

Dokumen yang terkait

Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003-Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang)

4 62 98

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XI/2012 PERIHAL PEMBATALAN PASAL 96 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

1 12 23

Wacana Pemberlakuan Hukum Pidana Islam Dalam Kompetensi Absolut Peradilan Agama (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/Puu-Vi/2008)

0 27 119

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS HUKUM MAJELIS KEHORMATAN HAKIM KONSTITUSI PASCA PUTUSAN PEMBATALAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2014

0 3 77

ANALISIS POLITIK HUKUM ISLAM TERHADAP UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

0 1 114

ANALISIS HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG MENOLAK PENGUJIAN MATERIL TErHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN.

0 0 6

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 MENGENAI PENGHAPUSAN PASAL OUTSOURCING DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KET.

0 0 1

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 7/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI (KAJ.

0 1 1

4 PELAKSANAAN KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

0 1 65

Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang (Studi Putusan Tahun 2003-2012)

0 0 34