dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan upah, jaminan kesejahteraan, perlindungan kerja dan kebebasan berserikat.
33
Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu sejak tahun 2004 hingga sekarang, tampaknya ada sedikit perubahan di bidang
ketenagakerjaan, ada pemangkasan dan berbagai upaya peningkatan pelayanan dan kinerja baik pekerja maupun pegawai. Ada upaya
pemberatasan korupsi. Sayangnya tekad yang baik belum dapat diikuti oleh sebagian besar penduduk Indonesia yang sudah terlanjur korup dan tidak
amanah di segala aspek kehidupan.
34
33
Majalah hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional No.1 Tahun 2004 Jakarta: Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum, h. 173.
34
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 27.
36
BAB III KETENAGAKERJAAN MENURUT SEJARAH ISLAM DAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
A. KETENAGAKERJAAN DALAM SEJARAH ISLAM
Dalam Al- Qur’an terdapat 360 ayat yang membicarakan tentang „bekerja’
dan 190 ayat tentang ’berbuat’ yang meliputi hukum-hukum yang menyeluruh tentang bekerja, berikut ketentuan dan tanggung jawab pekerja serta hukuman dan
ganjarannya. Sebagian ayat yang menganjurkan untuk melakukan pekerjaan yang baik, memperoleh ganjaran dan ampunan dari Allah, sebagaimana ayat-ayat
lainnya yang menganjurkan untuk tetap berusaha dan berjuang dalam mendapatkan rezeki.
35
Manusia dalam bekerja dituntut keyakinan dan kesungguhannya. Keyakinan dan kesungguhan sangat berguna dalam mencari langkah-langkah baru
yang tepat. Sehingga manusia akan berusaha mencari cara-cara mudah dan efektif, apabila menjumpai suatu kesulitan. Inilah yang dimaksudkan Allah di
dalam QS. Alam Nasyrah 94 ayat 5-6 :
حارشن اا
94 :
5 -
6
35
Baqir Sharief Qorashi, Keringat Buruh Hak Dan Peran Pekerja Dalam Islam, Jakarta: Al- Huda, 2007, h. 9.
“ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
” Qs. Alam Nasyrah94 : 5 - 6
Allah memberikan motivasi dengan ungkapan “faraghta” yang berarti, apabila selesai dari suatu pekerjaan, maka terus melakukan usaha lainnya yang
lebih berat fanshab. Dengan kata lain, apabila tengah menyelesaikan suatu pekerjaan sampai letih, maka hadirkanlah persoalan baru sehingga menjadi
relaks. Dengan demikian, tidak ada istilahnya “menganggur” dan “tidak bekerja” selagi masih ada waktu.
36
Kemudian terdapat hadist pula dalam setiap putusan hakim, putusan yang menetapkan suatu hukum itu benar maupun salah tetapi hakim tersebut tetap
akan mendapatkan pahala yaitu :
“Dari Amru bin Ash R.A, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda “ Apabila seorang hakim berijtihad berupaya memutuskan hukum, kemudian
dia benar, maka hakim tersebut akan mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad dalam menetapkan suatu hukum perkara, tetapi ia salah maka ia
akan mendapat pahala
” HR. Muslim.
36
Fahmi Idris,direktor: Nurcholis majid,firdaus effendi,sudiki imawan, khamami zada, Nilai Dan Makna Kerja Dalam Islam, Jakarta:Ansa Madani, 1999, h. 152.
Maka dalam hadist ini bersangkutan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan suatu hukum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003.
37
Produktifitas kerja suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh produktivitas kerja karyawannya. Atau dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah
perbandingan antara hasil dari suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Atau juga bisa dikatakan, poduktivitas kerja karyawan
akan bisa dicapai melalui motivasi yang kuat ditopang dengan budaya kedisiplinan kerja yang tinggi. Sebagai seorang muslim yang meyakini
keniscayaan balasan hari akhir, maka produktivias kerja bisa ditumbuhkan dengan membangun keyakinan yang benar, baik menyangkut hasil maupun cara.
Allah berfirman QS. At-taubah 9 ayat 105 yaitu:
ةب وتلا 9
: 105
“dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kam
u apa yang telah kamu kerjakan.”Qs. At taubah 9 : 105
Rasulullah saw bersabda “bukan golongan kami, mereka yang meninggalkan dunianya untuk akhiratnya, dan meninggalkan akhiratnya untuk
37
Imron Rosadi, pengarang: Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka Azzam, Al-Maktab al_Islami, Beirut, 2003, h. 749
dunianya ”. Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw mendorong umatnya meraih
dunia dan akhirat sekaligus. Dalam sabdanya “Bekerjalah untuk duniamu seolah-
olah engkau hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok hari”
38
Sesungguhnya bekerja itu merupakan jalan hidup para nabi dan pembaharu. Imam Shadiq meriwayatkan dari kakeknya Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalib, yang berkata, “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepada Daud As, wahai Daud, sesungguhnya engkau adalah sebaik-baiknya hamba, seandainya
engkau tidak makan dari baitul mal dan mengerjakan sesuatu dengan tanganmu Daud menangis selama 40 hari. Maka Allah mewahyukan kepada besi, jadilah
lembut untuk hambaku Daud Besi itu pun menjadi lembut untuk Daud sehingga Daud as dapat menjadi pandai besi setiap hari. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai hamba dan nabinya, Daud menjadi seorang penganggur dan makan dari baitul mal tanpa bekerja keras, tetapi Allah menyukai Daud untuk makan
dari jerih payahnya sendiri. Karena itulah Allah melembutkan besi bagi Daud agar dapat bekerja sebagai pandai besi dan makan dari hasil kerjanya. Sebelum
Muhammad saw, diutus menjadi nabi, dia bekerja mengembala kambing dan memperdagangkan barang-barang Khadijah. Setelah diutus sebagai nabi pun
beliau bekerja bersama para sahabatnya serta ikut merasakan keletihan mereka dan membantu pekerjaan mereka. Karena beliau tidak merasa lebih unggul dan
38
Muchlis M.Hanafi, Kerja dan Ketenagakerjaan Tafsir Qur’an Tematik. Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al- Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010, h.150.