Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
unit politik ini warga saling merasa terikat bukan karena kepentingan materiil, tetapi lebih karena ikatan-ikatan yang lebih emosional, karena itu komunitas adalah unit
politik yang paling terintegrasi. Karena unsur-unsur menonjol dalam suatu komunitas adalah kepatuhan warganya kepada hukum, maka pengembangan komunitas juga
menjadi pengembangan hukum. Pembangunan politik, juga secara sangat menyederhanakan, bisa diartikan sebagai : pertama, upaya pembinaan wewenang
atau kapasitas suatu sistem politik, kedua, pengembangan partisipasi warga sistem itu dan ketiga, pemantapan pembagian kerja. Ketiga upaya ini merupakan ukuran
kemajuan suatu masyarakat. Dan dalam proses ini hukum berperan sangat penting, karena pada dasarnya wujud konkrit pelembagaan itu adalah aturan main.
4
Tuntutan atau harapan yang relevan yakni perubahan sistem politik yang memberi kebebasan pada jumlah dan asas yang dianut oleh partai politik. Selain itu
juga terbentuknya hukum nasional dengan mengakomodasi berbagai hukum lokal yang plural, termasuk hukum agama hukum Islam.
5
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia Tahun 1945,
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat,
4
Moh Busyro Muqoddas dkk, Politik Pembangunan Hukum Nasional, Yogyakarta: UII Press, 1992, h. 147.
5
Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di Indonesia Malang:Bayumedia Publishing, 2005, h. 223.
martabat, dan harga diri serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual.
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja
buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan tenaga kerja mempunyai banyak dimensi
keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum, dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan
pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Untuk itu diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencangkup pengembangan sumber daya
manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan kerja, dan pembinaan hubungan
industrial.
6
Produktifitas kerja suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh produktivitas kerja karyawannya. Atau dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan
antara hasil dari suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Atau juga bisa dikatakan, poduktivitas kerja karyawan akan bisa dicapai
melalui motivasi yang kuat ditopang dengan budaya kedisiplinan kerja yang tinggi. Pasca Indonesia merdeka, dihasilkan dua Undang-undang yaitu UU No. 12
Tahun 1948 tentang kerja dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1948 tentang
6
Undang-undang No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pengawasan Perburuhan, yang memuat banyak aspek perlindungan terhadap buruh. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 misalnya memuat larangan terhadap
diskriminasi kerja; jam kerja yang 40 jam dalam seminggu, kewajiban pengusaha untuk menyediakan fasilitas perumahan bagi buruhpekerja, termasuk sebuah pasal
yang melarang mempekerjakan anak dibawah usia 14 tahun. Selain itu Undang- undang ini juga menjamin hak perempuan buruh untuk mengambil cuti haid dua hari
dalam sebulan, dan pembatasan kerja malam bagi perempuan. Sedangkan dalam UU No.13 Tahun 2003 mengatur tentang ketenagakerjaan,
tetapi sejak awal mulai pembahasannya hingga pengesahan, Undang-undang Ketenagakerjaan, yang awalnya disebut RUU Pembinaan dan Perlindungan
Ketenagakerjaan PPK, sudah banyak menimbulkan kontroversi, karena pertama- tama dianggap telah tidak berpihak kepada kepentingan buruhpekerja dan cenderung
lebih mengadopsi kepentingan pemilik modal, nasional dan terutama internasional, serta tidak cukup mempertimbangkan dampak negatifnya terhadap buruhpekerja
Indonesia. Didalam Undang-undang ini diantaranya juga mengatur tentang kebijakan seperti Upah minimum, Outsourcing kontrak kerja, mogok kerja, pemutusan
hubungan kerja.
7
Meliputi hubungan kerja yang terjadi dibadan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum,
baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha
7
Lihat Putusan Perkara Nomor 012PUU-I2003, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
8
Seperti diketahui bahwa tujuan hukum perburuhan adalah melaksanakan keadilan sosial dalam bidang perburuhan yang diselenggarakan dengan jalan
melindungi buruh terhadap kekuasaan majikan. Perlindungan buruh dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan-peraturan dalam bidang perburuhan yang
mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat di
ukur secara yuridis saja, tetapi juga diukur secara sosiologis, dan filosofis.
9
Dalam Pengujian Materi Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang- Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang terdapat pada lampiran
jelas bahwa Mahkamah dapat menyetujui dalil para Pemohon dalam sebagian putusan yang menimbang bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili dan
memutus permohonan pengujian Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Pemohon memiliki hak konstitusional yang dirugikan oleh berlakunya Undang-undang yang
dimaksud, sehingga para pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing untuk bertindak sebagai para pemohon dihadapan Mahkamah Konstitusi. Menimbang
bahwa adanya dalil yang menyatakan bahwa Undang-undang Ketenagakerjaan yang diundangkan tanggal 25 Maret 2003 berbeda dengan draft Undang-undang
8
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta:PT. Raja Grafindo, 2007, h. 177.
9
Zaenal Asikin, Dasar-dasar Hukum Perburuhan Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h.1.
Ketenagakerjaan yang disahkan oleh sidang paripurna DPR R.I tanggal 25 Februari 2003, oleh Mahkamah Konstitusi dipandang tidak dapat dibuktikan secara sah oleh
para pemohon, sehingga harus dikesampingkan, dan Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan para pemohon dapat dikabulkan untuk sebagian, dan
akan menolak permohonan yang selebihnya, karena dipandang tidak cukup beralasan, putusan mengabulkan sebagian pasal didalam Undang-undang No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yaitu : Pasal 158 tentang pemutusan hubungan kerja, Pasal 159 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial, Pasal 160 ayat 1 tentang
upah kepada pekerja, Pasal 170 tentang pembayaran seluruh upan dan hak pekerja, Pasal 171 PHK tanpa penetapan lembaga PPhi, Pasal 186 mengenai sanksi pidana
dan denda karena Undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
10
Dengan demikian perkara ketenagakerjaan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Dalam Undang-undang tersebut ada beberapa pemohon yang
tidak puas dengan adanya Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka pemohon tersebut dapat mengajukan kepada Mahkamah
Konstitusi untuk menguji Undang-undang tersebut dengan menunjukan bukti-bukti bahwa Undang-undang tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang 1945.
Politik yang adil dalam setiap umat Islam adalah mengatur urusan dalam negeri dan luar negeri dengan sistem dan peraturan yang menjamin keamanan
10
Lihat Putusan Perkara Nomor 012PUU-I2003, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
terhadap individu dan golongan serta asas keadilan di antara mereka, merealisasikan kemaslahatan, menghantarkan mereka agar lebih maju dan mengatur hubungan
dengan orang lain. Islam menjamin politik agar dasar-dasar Islam dijadikan acuan sistem asas keadilan, merealisasikan kemaslahatan manusia di setiap zaman dan
tempat. Hal itu terdapat dua bukti pertama yaitu, bahwa dasar dan sumber utama Islam adalah Al Qur’an, meskipun tidak menjelaskan sistem tersebut secara rinci,
tetapi menetapkan dasar-dasar tentang sistem mengatur urusan umat dalam pemerintahan.
11
Penulis juga ingin melihat dalam Analisis Politik Hukum Islam terhadap pandangan Putusan Mahkamah Konstitusi, Oleh karena itu dalam masalah ini
menarik untuk dikaji, Bagaimana respon dan langkah-langkah yang diambil
pemerintah dan khususnya dunia usaha menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi. Apakah dampak dari putusan tersebut terhadap pemerintah, pengusaha, dan tenaga
kerja di Indonesia. Apakah putusan Mahkamah Konstitusi itu merugikan kepentingan pengusaha dan menguntungkan posisi pekerjaburuh atau sebaliknya, Atau justru
keduanya yang dirugikan karena disatu sisi pekerjaburuh akan melalui proses hukum pidana yang panjang dan terkadang melelahkan. Sedangkan bagi pengusaha harus
menunggu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap sebelum memutuskan hubungan kerja karena alasan melakukan kesalahan berat, dan
bagaimana Analisis Politik Hukum Islam dalam memberikan kebijakan untuk masalah putusan Mahkamah Konstitusi terhadap masyarakat.
11
Abdul Wahab Khallaf, Politik Hukum Islam Yogyakarta: Tiara Wacana,1994, h.11.
Beranjak dari beberapa persoalan diatas, maka penulis menuangkannya dalam
skripsi yang berjudul Analisis Politik Hukum Islam Mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003