PembelajaranBerorientasiAktivitasSiswa PBAS Pengaruh Strategi Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS) Terhadap Motivasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMA Darussalam Ciputat, Tangerang Selatan

dalam berdiskusi, belajar memecahkan masalah, dan lain sebagainya.” 15 Dalam mengimplementasikan PBAS, pendidik bukanlah satu- satunya sumber belajar yang memberikan materi pelajaran kepada peserta didik, akan tetapi bagaimana caranya agar pendidik dapat memfasilitasi peserta didik dalam belajar. Penerapan PBAS menuntut pendidik untuk kreatif dan inovatif agar gaya mengajarnya sesuai dengan karakteristik belajar peserta didik. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan pendidik dalam menerapkan PBAS, yakni: a. Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Tujuan pembelajaran tidak semata-mata ditentukan oleh pendidik, akan tetapi diharapkan peserta didik pun terlibat dalam menentukan dan merumuskannya. b. Menyusun tugas-tugas belajar bersama peserta didik. Artinya, tugas-tugas apa yang sebaiknya dikerjakan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, tidak hanya ditentukan pendidik akan tetapi melibatkan peserta didik. Hal ini penting dilakukan untuk memupuk tanggung jawab peserta didik. Biasanya manakala peserta didik terlibat dalam menentukan jenis tugas dan batas akhir penyelesaiannya, mereka akan lebih bertanggung jawab untuk mengerjakannya. c. Memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan. Dengan memberitahukan rencana pembelajaran, maka peserta didik akan semakin paham apa yang harus mereka lakukan. Hal ini mendorong peserta didik untuk belajar lebih aktif dan kreatif. d. Memberikan bantuan dan pelayanan kepada peserta didik yang memerlukannya. Pendidik perlu menyadari bahwa peserta didik memiliki kemampuan yang beragam. Oleh karena keragamannya itulah pendidik perlu melakukan kontrol kepada setiap peserta didik, terutama kepada peserta didik yang dianggap lambat dalam belajar. e. Memberikan motivasi, mendorong peserta didik untuk belajar. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan. Dalam PBAS pertanyaan tidak semata-mata berfungsi untuk menguji kemampuan peserta didik, akan tetapi lebih dari itu. Melalui pertanyaan, pendidik dapat mendorong agar peserta didik 15 Martinis Yamin, Kiat Membelajarkan Siswa, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010, h. 8 termotivasi untuk belajar, atau melalui pertanyaan pula pendidik dapat membimbing peserta didik berpikir kritis dan kreatif. Oleh karena itu, kemampuan yang berhubungan dengan berbagai keterampilan bertanya harus dimiliki oleh pendidik. f. Membantu peserta didik dalam menarik suatu kesimpulan. Dalam implementasi PBAS, pendidik tidak menyimpulkan sendiri pokok bahasan yang telah dipelajarinya. Proses dan kesimpulan apa yang dapat ditarik sebaiknya diserahkan kepada peserta didik. Pendidik berperan hanya sebagai pembantu dan pengarah dalam merumuskan kesimpulan. 16 Selain peran yang disebutkan di atas, pendidik masih memiliki tugas serta tanggung jawab lain. Contohnya, saat peserta didik memerlukan informasi tertentu dalam mencari materi pelajaran, maka pendidik sudah seharusnya dapat menunjukkan bagaimana peserta didik dapat memperoleh informasi tersebut. Dengan demikian pendidik tidak hanya sebagai sumber belajar, tetapi juga berperan sebagai fasilitator dan penunjuk dalam memanfaatkan sumber belajar. 4. Penerapan PBAS dalam Proses Pembelajaran Penerapan PBAS dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat dilakukan dengan diadakannya diskusi kelompok, penyusunan laporan, pemecahan masalah, dan kegiatan lainnya yang memerlukan keaktifan peserta didik. Tidak hanya itu, PBAS juga dapat ditentukan oleh aktivas nonfisik seperti mental, intelektual, dan emosional. Dengan demikian, penilaian kadar PBAS tidak hanya dapat ditentukan oleh penilaian aktivitas fisik saja, tetapi aktivitas fisik dan nonfisik. Akan tetapi itu semua hanya dapat diketahui oleh peserta didik itu sendiri, karena pendidik belum tentu dapat memastikan bahwa peserta didik yang sibuk mendengarkan penjelasan memiliki kadar PBAS yang tinggi. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah suatu proses pembelajaran memiliki kadar PBAS yang tinggi, sedang, 16 WinaSanjaya, StrategiPembelajaranBerorientasiStandar Proses Pendidikan, Bandung : KencanaPrenada Media, 2006, h.139-140 atau lemah, dapat kita lihat dari kriteria penerapan PBAS dalam proses pembelajaran. Kriteria tersebut menggambarkan sejauh mana keaktifan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar yang meliputi perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran, maupun evaluasi hasil pembelajaran. Jika peserta didik aktif dalam ketiga aspek tersebut maka kadar PBAS semakin tinggi. a. Kadar PBAS dilihat dari proses perencanaan 1 Adanya keterlibatan peserta didik dalam merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta pengalaman dan motivasi yang dimiliki sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kegiatan pembelajaran. 2 Adanya keterlibatan peserta didik dalam menyusun rancangan pembelajaran. 3 Adanya keterlibatan peserta didik dalam menentukan dan memilih sumber belajar yang diperlukan. 4 Adanya keterlibatan peserta didik dalam menentukan dan mengadakan media pembelajaran yang akan digunakan. b. Kadar PBAS dilihat dari proses pembelajaran 1 Adanya keterlibatan peserta didik baik secara fisik, mental, emosional, maupun intelektual dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari tingginya perhatian serta motivasi peserta didik untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. 2 Peserta didik belajar secara langsung experiental learning. Dalam proses pembelajaran secara langsung, konsep dan prinsip diberikan melalui pengalaman nyata seperti merasakan, mengoperasikan, dan melakukan sendiri. Demikian juga pengalaman itu bisa dilakukan dalam bentuk kerja sama dan interaksi dalam kelompok. 3 Adanya keinginan peserta didik untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif. 4 Keterlibatan peserta didik dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar yang tersedia yang dianggap relevan dengan tujuan pembelajaran. 5 Adanya keterlibatan peserta didik dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang diajukan atau yang timbul selama proses pembelajaran berlangsung. 6 Terjadinya interaksi yang multi-arah, baik antar peserta didik dengan peserta didik lainnya atau antara peserta didik dengan pendidik. Interaksi ini juga ditandai dengan keterlibatan semua peserta didik secara merata. c. Kadar PBAS ditinjau dari kegiatan evaluasi pembelajaran 1 Adanya keterlibatan peserta didik untuk mengevaluasi sendiri hasil pembelajaran yang telah dilakukannya. 2 Keterlibatan peserta didik secara mandiri untuk melaksanakan kegiatan semacam tes dan tugas-tugas yang harus dikerjakannya. 3 Kemauan peserta didik untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan berkenaan hasil belajar yang diperolehnya. 17 5. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan PBAS a. Pendidik Pada proses belajar mengajar di kelas pendidik merupakan titik tumpu yang menentukan keberhasilan penerapan PBAS. Pendidik merupakan orang yang berhadapan langsung dengan peserta didik. Ada beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan pendidik dalam menerapkan PBAS, yakni: 1 Kemampuan pendidik Faktor pertama ialah kemampuan pendidik. Pendidik yang mempunyai kemampuan tinggi akan pasti memiliki kreatifitas yang tinggi serta inovatif dalam menerapkan metode belajar di kelas. Pendidik juga tak hanya mampu membuat perencanaan pembelajaran, tetapi juga harus mampu dalam proses pembelajaran serta evaluasi pembelajaran. 2 Sikap profesional pendidik Pendidik yang memiliki sikap profesional yang tinggi sudah pasti memiliki motivasi yang tinggi pula dalam mengajar. Jika sudah memiliki motivasi yang tinggi, pendidik akan berusaha untuk mencapai hasil yang optimal agar tercapai tujuan pembelajaran. Terkadang dengan semangat tingginya itu pendidik tak pernah merasa puas sehingga ia akan selalu terus belajar serta menambah wawasannya dan meningkatkan kemampuan mengajarnya. 17 Ibid, h. 141-142 3 Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar pendidik Dalam penerapan PBAS, latar belakang serta pengalaman pendidik dalam mengajar juga memiliki pengaruh yang besar. Latar belakang pendidikan yang tinggi, memungkinkan pendidik memiliki wawasan yang luas tentang dunia pendidikan. Sama halnya pula dengan pengalaman. Jika pendidik sudah memiliki pengalaman mengajar, maka ia tidak perlu susah untuk beradapatasi dengan lingkungan sekolah, khususnya dengan hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran. b. Sarana Belajar Selain pendidik, ketersediaan sarana belajar juga memiliki pengaruh dalam implementasi PBAS. Yang termasuk sarana belajar meliputi: 1 Ruang kelas Bentuk serta kondisi ruang kelas merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan PBAS. Jika ruang kelas terlalu sempit serta tidak dilengkapi dengan jendela ataupun ventilasi maka peserta didik tidak akan nyaman dalam belajar. 2 Media dan sumber belajar PBAS adalah pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan multimedia karena dalam penerapan PBAS peserta didik belajar tidak hanya dari pendidik tetapi juga dari berbagai sumber informasi, baik dari media grafis seperti buku dan surat kabar atau dari media elektronik seperti komputer, televisi, atau internet. Keberhasilan penerapan PBAS sangat dipengaruhi oleh pemanfaatan dan ketersedian media dan sumber belajar. 3 Lingkungan belajar Faktor selanjutnya yang mempengaruhi keberhasilan PBAS adalah lingkungan belajar. Lingkungan belajar terbagi menjadi dua, yakni lingkungan belajar secara fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik meliputi keadaan dan kondisi sekolah, seperti jumlah kelas, jumlah pendidik, jumlah toilet, perpustakaan, kantin serta lokasi sekolah tersebut. Lingkungan psikologis adalah iklim sosial yang terdapat di lingkungan sekitar sekolah. Seperti hubungan antara pendidik dengan kepala sekolah, pendidik dengan pendidik lainnya, atau hubungan antara pihak sekolah dengan wali peserta didik. PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang memerlukan usaha dari setiap orang yang terlibat.

C. Motivasi Belajar

1. Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Surya mengatakan bahwa motivasi dapat dikatakan sebagai “suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah pada kepada suatu tujuan tertentu. ” 18 Sedangkan menurut Nana Syaodih, motivasi merupakan “suatu kondisi yang terbentuk dari berbagai tenaga pendorong yang berupa desakan, motif, kebutuhan dan keinginan.” 19 Pengertian motivasi lainnya juga dikemukakan oleh Carole Wade, yaitu motivasi merupakan “suatu proses dalam diri manusia atau hewan yang menyebabkan organisme tersebut bergerak menuju tujuan yang dimiliki, atau bergerak menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan.” 20 Dari ketiga pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang ditimbulkan 18 Mohamad Surya, Psikologi Konseling, Bandung : C.V. Pustaka Bani Quraisy, 2003, h. 99 19 Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 64 20 Carole Wade, Psikologi Edisi Kesembilan, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 144 suatu desakan atau kebutuhan untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau pun menghindari hal yang tidak diinginkan.

b. Bentuk Motivasi

Motivasi merupakan faktor kunci bagi kesuksesan pembelajaran. “Idealnya motivasi haruslah intrinsik yakni, pembelajar memiliki motivasi diri self motivating .” 21 Sebagai manusia memang sudah seharusnya memiliki motivasi dalam diri meskipun motivasi tak hanya dapat ditimbulkan dalam diri melainkan dapat pula ditimbulkan dari luar diri kita. Kita pun dapat tergerak untuk mencapai suatu tujuan jika terdapat motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik dalam diri kita. Edward Deci juga mengatakan bahwa, “secara konsep umum motivasi adalah derajat di mana para pembelajar secara intrinsik atau ekstrinsik termotivasi untuk berhasil dalam suatu kegiatan.” 22 Dapat disimpulkan jika motivasi memang terbagi menjadi dua, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. 1 Motivasi intrinsik Carol Wade berpendapat, motivasi intrinsik merupakan “suatu keinginan untuk melakukan sesuatu karena memang menikmati kepuasan dalam melakukan tindakan tersebut.” 23 Sedangkan Edward Deci mendefinisikan motivasi intrinsik sebagai “aktivitas yang untuk itu tidak ada imbalan jelas kecuali aktivitas itu sendiri.” 24 Artinya, motivasi intrinsik merupakan suatu keinginan melakukan tindakan yang memang atas dasar kemauan tersendiri untuk merasakan kepuasaan dari tindakan yang telah dilakukan tanpa perlu dijanjikan suatu imbalan. 21 Gavin Reid, Memotivasi Siswa di Kelas : Gagasan dan Strategi, Jakarta: PT Indeks, 2009, h.19 22 H.Douglas Brown, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Edisi Kelima, Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat, 2008, h. 188 23 Carole Wade, Psikologi, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 144 24 H.Douglas Brown, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Edisi Kelima, Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat, 2008, h. 188 Dalam kegiatan pembelajaran, motivasi intrinsik biasanya timbul jika peserta didik ingin memecahkan suatu permasalahan, ingin mengetahui mekanisme sesuatu berdasarkan hukum atau rumus, dan ingin menjadi seorang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan. “Motivasi intrinsik tersebut hadir karena adanya dorongan yang mengalir dari dalam diri seseorang akan kebutuhan untuk belajar, ia percaya tanpa belajar hasilnya tidak akan maksimal.” 25 2 Motivasi ekstrinsik Jika motivasi intrinsik tidak memerlukan suatu imbalan lain halnya dengan motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik merupakan “motivasi yang dirangsang oleh pengharapan terhadap imbalan dari luar diri.” 26 Secara detail, motivasi ekstrinsik dapat dikatakan sebagai “suatu keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan yang bersifat eksternal seperti uang, atau popularitas. 27 Beberapa bentuk motivasi .ekstrinsik dalam pembelajaran menurut Winkel di antaranya adalah; “1 belajar demi memenuhi kewajiban; 2 belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan; 3 belajar demi memperoleh hadiah material yang disajikan; 4 belajar demi meningkatkan gengsi; 5 belajar demi memperoleh pujian; 6 belajar demi tuntutan jabatan yang diinginkan.” 28

c. Teori Motivasi

“Teori motivasi dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu teori dengan pendekatan: 1 isi content, 2 Proses, 3 25 Martinis Yamin, Desain Baru pembelajaran Konstruktivistik, Ciputat: Referensi, 2012, h.128 26 Ibid, h. 188 27 Carole Wade, Psikologi, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 144 28 Martinis Yamin, Desain Baru pembelajaran Konstruktivistik, Ciputat: Referensi, 2012, h.127 Penguatan. ”29 Teori dengan pendekatan isi lebih banyak menekankan pada faktor apa yang membuat individu melakukan suatu tindakan dengan cara tertentu. Teori yang termasuk pada kelompok teori ini dalah teori jenjang kebutuhan dari Maslow. Teori pendekatan proses, tidak hanya menekankan pada faktor apa yang membuat individu bertindak dengan cara tertentu, tetapi juga bagaimana individu termotivasi. Contoh teori ini misalnya, teori motif berprestasi dari McClelland. Teori dengan pendekatan penguatan, lebih menekankan pada faktor-faktor yang dapat meningkatkan suatu tindakan dilakukan atau yang dapat mengurangi suatu tindakan. Teori yang tergolong dalam teori ini adalah teori Operant Conditioning Skinner. Ada beberapa teori motivasi menurut Wortmen 1981 yang dapat diterapkan untuk membangkitkan motivasi belajar. Motivasi tersebut, yakni sebagai berikut: 1 Teori Maslow Maslow adalah seorang pelopor teori motivasi yang didasarkan pada “Teori Kebutuhan Manusia.” Menurutnya, kebutuhan manusia dapat digambarkan berbentuk hierarki yang semakin meningkat semakin kompleks. Hierarki ini dinamakan “Hierarki Kebutuhan.” Dalam hierarki kebutuhan banyak manusia yang masih tidak puas terhadap kebutuhan fisik saja, tapi mereka terus berusaha memenuhi tingkatan terakhir dalam hierarki kebutuhan. “Maslow described five categories of basic human needs based on his observations. These categories are typically represented in triangular model .” 30 Maslow menggambarkan lima kategori motivasi dasar dalam diri manusia, yakni: 29 Carole Wade, Psikologi, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 101-102 30 Hugh Wagner, The Psychobiology of Human Motivation, London: Routledge, 1999, h.34