Pendapat lain mengungkapkan “Narasi merupakan suatu bentuk wacana
yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Sebab itu,
unsur yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan
.”
32
Menurut Mahsusi pengertian narasi adalah bentuk karangan yang menceritakan, mengisahkan, atau menyejarahkan. Bentuk ini mementingkan
urutan kejadian kronologis dan tokoh, baik manusia ataupun binatang.
33
Pendapat lain mengatakan narasi atau kisahan adalah “jenis wacana yang
sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengalaman dan pengamatan maupun berdasarkan rekaan pengarang.”
34
Selanjutnya definisi lain mengungkapkan “Narasi ialah tulisan yang tujuannya menceritakan kronoligis peristiwa kehidupan
ma nusia.”
35
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang
dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain: narasi adalah suatu
bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.
1. Karakteristik Karangan Narasi
36
Istilah narasi atau sering juga disebut naratif berasal dari kata bahasa Inggris narration cerita dan narrative yang menceritakan. Karangan yang
disebut narasi menyajikan serangkaian peristiwa. Karangan ini berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya kronologis,
dengan maksud memberi arti kepada sebuah atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Dengan kata lain, karangan
32
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi Komposisi Lanjutan III. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm.135-136, cet. Ke-18
33
Op Cit, hlm. 230
34
Gunawan, dkk., Belajar Mengarang: Dari Narasi Hingga Argumentasi untuk SMU dan Umum. Jakarta: Erlangga, 1997, hlm. 26, cet. Ke-1
35
Op cit, hlm. 60, cet. Ke-1
36
Op cit, hlm. 4.31-4.32, cet. Ke-11
semacam ini hendak memenuhi keingintahuan pembaca yang selalu bertanya, “Apa yang terjadi?”.
Tujuan menulis narasi secara fundamental ada dua, yaitu 1 hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca, dan
2 hendak memberikan pengalaman estetis kepada pembaca. Tujuan pertama menghasilkan jenis narasi yang lazim disebut narasi informasional atau narasi
ekspositoris; sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca karangan tersebut, sedangkan tujuan hendak
memberikan pengalaman estetis menghasilkan jenis narasi yang lazim disebut narasi artistik atau narasi sugestif; sasaran utamanya bukan memperluas
pengetahuan seseorang tetapi berusaha memberikan makna atas peristiwa atau kejadian sebagai suatu pengalaman.
“Narasi sugesti merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sedemikian rupa sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Melalui
narasi sugestif kita dapat menyampaikan peristiwa pada suatu waktu dengan makna yang tersirat atau tersurat dengan bahasa yang lebih condong ke
bahasa figuratif dengan menitikberatkan penggunaan kata-kata konotatif. Narasi sugestif berupa wacana fiktif seperti dongeng, cerpen, novel, dan
roman. Narasi ekspositoris, berbeda dengan narasi sugestif yang menyajikan
karangan dengan bahasa konotasi dan menimbulkan daya imajinasi, ekspositoris adalah bentuk karangan yang sebaliknya dari karangan narasi
sugestif. Narasi ekspositoris bersifat nonfiktif yang disajikan dengan bahasa denotatif dan tujuan utama bukan menimbulkan daya imajinasi, melainkan
menambah pengetahuan pembaca dengan pemaparan yang rasional”.
37
2. Perbedaan Pokok Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif
38
Supaya perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif lebih jelas, maka di bawah ini akan dikemukakan sekali lagi secara singkat perbedaan antara
kedua macam narasi tersebut. Perbedaan yang terpenting adalah:
37
Niknik M. Kuntarto, Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010, hlm. 222-227, cet. Ke-8
38
Op cit, hlm. 138-139, cet. Ke-18