Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
suatu kegiatan yang menghasilkan sebuah tulisan, sedangkan mengarang merupakan kegiatan yang menghasilkan sebuah tulisan yang dapat diekspresikan
ke dalam bentuk sebuah karangan. Jadi, menulis dan mengarang itu berbeda tetapi saling berkaitan. Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang
diterima dari proses menyimak dan membaca. Jadi, semakin banyak seseorang menyimak atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk
diekspresikan secara tertulis. Dengan penguasaan keterampilan menulis, diharapkan seseorang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan yang
dimiliki setelah menjalani proses pembelajaran dalam berbagai jenis tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi.
Karangan dapat dibedakan berdasarkan bobot isi dan jenis isi. Karangan berdasarkan bobot isinya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu karangan ilmiah,
semiilmiah, dan nonilmiah. Karangan ilmiah terdiri dari makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan lain sebagainya yang memiliki aturan baku dan persyaratan khusus
baik dalam sistematika penulisannya maupun penggunaan bahasanya. Karangan semiilmiah terdiri dari artikel, laporan, berita, opini, dan lain sebagainya.
Sedangkan karangan nonilmiah terdiri dari cerpen, novel, puisi, dan lain sebagainya yang memiliki aturan yang sebaliknya dari karangan ilmiah. Ketika
seseorang membuat sebuah karangan, kerangka karangan sangat diperlukan guna mempermudah membuat karangan. Dengan adanya kerangka karangan, penulis
akan dapat menulis karangannya sesuai dengan rencana untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan berdasarkan topik atau tema. Selain itu karangan pun akan
terlihat lebih rapih, terarah, dan sistematis. Karangan berdasarkan cara penyajiannya dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu karangan deskripsi,
karangan narasi, karangan eksposisi, karangan argumentasi, dan karangan persuasi.
Tulisan narasi berupaya semaksimal mungkin agar pembaca seolah-olah mengalami kejadian yang diceritakan oleh pengarang. Menceritakan adalah kata
kunci dari pengertian tulisan narasi. Dengan kata kunci tersebut dapat dipahami bahwa fungsi sosial dari tulisan narasi adalah penulis atau pengarang
menceritakan peristiwa atau suatu kejadian kepada para pembaca.
Karangan narasi merupakan jenis karangan yang bersifat menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dengan tujuan agar para pembacanya seolah-olah
mengalami kejadian yang telah diceritakan tersebut. Dalam menulis sebuah karangan penggunaan kata ganti sangat diperlukan. Sebagian besar kata ganti
orang pronomina persona dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari dua wujud. Hal ini disebabkan oleh budaya bangsa Indonesia yang sangat
memperhatikan hubungan sosial antarmanusia. Tatakrama dalam kehidupan bermasyarakat menuntut adanya urutan yang serasi dan sesuai dengan martabat
masing-masing. Pada umumnya ada tiga parameter yang dipakai sebagai ukuran: 1 umur, 2 status sosial, dan 3 keakraban.
Secara budaya orang yang lebih muda diharapkan menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua. Sebaliknya, orang yang lebih tua diharapkan
pula menunjukkan rasa tenggang rasa terhadap yang muda. Unsur timbal balik seperti itu tercermin dalam pemakaian kata ganti pronomina dalam bahasa kita.
Pronomina saya, misalnya, lebih umum dipakai daripada aku oleh orang muda terhadap orang tua. Untuk menunjukkan rasa hormat, pronomina beliau dipakai
alih-alih dia. Sebaliknya, orang tua mungkin akan merasa senang memakai sapaan seperti adik daripada kamu bila menyapa orang muda yang tidak begitu
dikenalnya atau yang bukan bawahannya. Status sosial, baik kedudukan dalam masyarakat maupun badan resmi di
suatu instansi ikut pula mempengaruhi pemakaian kata ganti pronomina. Seorang kepala kantor dapat memakai pronomina kamu, misalnya, apabila ia
berbicara dengan pengawainya, apabila jika umurnya lebih muda. Sebaliknya, ia akan memakai kata Saudara atau Bapak jika yang diajak berbicara itu adalah
tamu yang sebaya, baik dalam segi umur atau kedudukan. Parameter ketiga, yakni keakraban, dapat menyilang garis pemisah umur
dan status sosial meskipun kadang-kadang hanya dalam situasi-situasi tertentu. Dua orang yang sejak kecil telah bersahabat dapat saja tetap memakai pronomina
kamu meskipun yang satu telah menjadi menteri, misalnya, sedangkan yang lain hanyalah guru di sekolah dasar. Dalam pertemuan resmi, guru sekolah dasar itu
akan menyapa menteri itu dengan sapaan Bapak: Pendapat Bapak dalam soal ini
bagaimana? Sebaliknya, pada resepsi pengantin, dapat saja guru itu berkata Kamu tinggal di rumah pribadi atau rumah dinas? Hal seperti itu sering ditentukan oleh
pribadi dan kepribadian masing-masing. Demikian pula seorang kepala kantor yang menikah dengan seorang wanita yang menjadi bawahannya tidak akan
merasa pantas menyapa ayah mertuanya dengan kamu. Akan lebih layak baginya untuk memakai kata sapaan Bapak. Demikian pula ayah mertua yang sudah tua itu
akan menyapa menantunya dengan sapaan Bapak waktu mereka berada di kantor. Dengan gambaran di atas, pemakaian kata ganti pronomina sangatlah
penting karena pemakaian yang salah dapat menimbulkan hal yang mengganggu keserasian pergaulan. Oleh karena itu, mengingat begitu pentingnya penggunaan
kata ganti pronomina dalam mendukung gagasan atau ide yang ingin diungkapkan untuk menulis sebuah karangan, maka penulis ingin mengkaji lebih
dalam lagi penggunaan kata ganti pronomina yang dipakai siswa sudah tepat atau belum dalam penulisannya maupun penerapannya. Untuk itu penulis
mengambil judul “ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KATA GANTI
ORANG DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS XI.1 SEMESTER GANJIL SMA MUHAMMADIYAH SAWANGAN DEPOK JAWA BARAT
TAHUN PELAJARAN 20132014 ”.