43
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah kendaraan atau sarana transportasi yang dimiliki oleh penduduk banyak hingga mencapai 288 kendaraan. Di kecamatan ini hampir
tiap rumah tangga memiliki sepeda motor, sedangkan mobil gerobak sering digunakan untuk mengangkat sawit maupun getah karet. Dari tabel di atas juga menunjukkan bahwa mobil
pribadi termasuk ke dalam jumlah yang dominan di bawah jumlah mobil penumpang.
4.1.6 Sejarah Singkat Etnis Tionghoa hingga Sampai di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat
Keadaan negeri Tiongkok yang semakin memburuk akibat adanya perebutan kekuasaan antar dinasti, yaitu antara Dinasti Manchu dan Dinasti Tan yang menyebabkan
berdatangannya sejumlah orang-orang Tionghoa di Indonesia. Orang-orang Tionghoa ini pada umumnya berasal dari Tionghoa Selatan dan kebanyakan dari mereka berjenis kelamin
laki-laki. Mereka melakukan perjalanan ke Indonesia sekitar abad ke-18 dengan tujuan mengadu nasib dalam hal berdagang, tepatnya di daerah Sriwijaya dan Majapahit
Nurhadiantomo, 2004: 107. Situasi Negeri Tiongkok yang semakin memburuk, membuat hubungan dengan tanah
kelahiran mereka terputus, maka para pedagang dari negeri Tiongkok itu banyak melakukan perkawinan dengan perempuan lokal. Sejak itu muncullah sebuah ras campuran baru, yaitu
golongan peranakan yang umumnya dibesarkan oleh ibu bangsa pribumi tersebut, sedikit banyaknya kehilangan kebudayaan negeri Tiongkok. Djin, 2000
Kedatangan laki-laki
orang Tionghoa ke Indonesia, berlangsung sampai Perang Dunia
I dan para pendatang Tionghoa selanjutnya membawa pula kaum perempuan keluarga dan kaum kerabat lainnya yang kebanyakan berasal dari daerah Fukkien dan Kuangtung. Mereka
pada umumnya terdiri dari suku bangsa Hokkian, Kuangtung, dan Hakka yang pada
Universitas Sumatera Utara
44
perkembangannya menetap dan berdomisili ke berbagai daerah lain di berbagai penjuru Indonesia.
Keadaan Tiongkok yang hancur telah memberikan kesempatan kepada bangsa asing seperti Eropa untuk mulai mengeksploitasi wilayah Tiongkok. Bertolak dari kepemilikan sifat
pekerja keras, rajin, hemat, dan ahli di bidang ekonomi yang etnis Tionghoa miliki, pada akhirnya telah mempertajam keinginan Eropa untuk menguasai masyarakat Tiongkok dengan
cara mempekerjakan tenaga kerja asal Tiongkok pada perkebunan yang mereka dirikan. Setelah berhasil menguasai Tiongkok, dalam rangka pembenahan jumlah penduduk, ratusan
ribu warga Tionghoa dikirim ke lokasi jajahan Eropa lainnya, seperti Indonesia untuk dijadikan tenaga kerja pada sistem cultuur stelsel tanam paksa yang pada pengaplikasiannya
sangat memberikan keuntungan bagi kerajaan Belanda. Pengiriman ini berlangsung secara terus menerus selama beberapa dekade ke seluruh
pelosok tanah air, khususnya pada perkebunan karet, teh, tembakau, dan sayur-sayuran seperti yang terdapat di daerah Sumatera Utara. Perkebunan dengan jenis tanaman di atas
memang masih banyak terdapat di daerah Sumatera termasuk bagian Utara. Salah satu bukti keberadaan perkebunan tersebut dapat dilihat pada peninggalan kantor perkebunan dan
perumahan Belanda yang bernama Avros, yang ternyata masih bisa ditemukan di lokasi ini. Kedatangan etnis Tionghoa ke Sumatera Utara memiliki pengaruh yang cukup besar.
Pengiriman etnis Tionghoa secara faktual merupakan awal perkembangan Sumatera Utara, tepatnya sekitar tahun 1860-an. Situasi ini semakin berkembang ketika Belanda menambah
pembebasan tanah untuk perkebunan yang akhirnya menciptakan Sumatera Utara menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perdagangan, sekaligus menjadi daerah yang paling
mendominasi perkembangan Indonesia bagian barat.
Universitas Sumatera Utara
45
Seperti yang disebutkan sebelumnya, kedatangan etnis Tionghoa dalam jumlah yang besar dari negeri Tiongkok untuk membantu usaha perkebunan pada awalnya disambut
dengan baik oleh Belanda. Dalam praktek perkebunan, Belanda mengangkat para mandor yang berasal dari etnis Tionghoa peranakan untuk mengepalai urusan kerja perkebunan
sekaligus diberi hadiah istimewa yaitu hak untuk memonopoli pemungutan pajak dan perdagangan candu. Posisi ini dikuasai mereka sampai 3 generasi, sedangkan di sisi lain etnis
Tionghoa totok tetap terus berdatangan. Ridho, 2011 Keahlian di bidang ekomomi serta sifat pekerja keras, rajin, dan hemat yang dimiliki
oeleh etnis Tionghoa tetap menjadi modal utama bagi mereka untuk bisa bertahan hidup ketika pemerintah Belanda mulai menerapkan peraturan yang mengharuskan hengkangnya
seluruh etnis Tionghoa dari kehidupan perkebunan. Situasi yang selalu berada dalam ruang gerak hidup yang terbatas baik di perkebunan maupun beberapa aspek kehidupan lainnya
menghendaki perasaan puas bagi etnis Tionghoa untuk hidup bersahaja dan berusaha dalam lingkungan bisnis ekonomi sampai sekarang. Nurhadiantomo, 2004: 108
Keharusan etnis Tionghoa hengkang dari kehidupam perkebunan pada dasarnya telah menghantarkan perolehan kepuasan sendiri di lingkungan bisnis ekonomi, di samping
diperkuat dengan tidak adanya larangan dari pihak pemerintah. Atas dasar inilah mereka memutuskan untuk tetap bermukim di Indonesia, seperti Kecamatan Rantau Utara Kota
Rantau Prapat. Kini menurut data yang diperoleh, Kecamatan Rantau Utara memiliki penduduk keturunan Tionghoa sebanyak 6,35 dari 116.340 jiwa atau sebanyak 7.389 jiwa
Kantor Camat Kecamatan Rantau Utara 2013
4.1.7 Pelaksanaan Pemilu di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat