Mekanisme Koagulasi di dalam Air

27 pembagi yang berfungsi untuk mengalirkan air yang datang dari Cidanau maupun Waduk Pump Station II ke instalasi pengolahan air dan jika debitnya melebihi kebutuhan pengolahan maka sebagian akan dialirkan ke waduk. Dari bak pembagi air baku masuk ke Distribution Chamber, pada bak ini ditambahkan larutan koagulan alumunium sulfat. Setelah diberi koagulan air masuk ke Accelator 3 unit dan terjadi proses koagulasi,flokulasi serta sedimentasi dan menghasilkan lumpur slurry yang ditampung di sludge field sebanyak 3 unit dengan kapasitas tampung 12.000 m 3 unit, dengan cara diuapkan secara alami maka akan didapatkan lumpur padat. Kemudian lumpur padat secara berkala diambil dan dikumpulkan ditempat penampungan akhir limbah padat yang berada di sekitar Waduk Krenceng. Air dari Accelator mengalir secara gravitasi masuk ke Green Leaf Filter 5 unit filter, tiap unit filter memiliki 4 sel filter sehingga total filter sebanyak 20 sel filter terjadi proses aerasi, disini air proses mengalami kontak langsung dengan udara luar guna mengurangi bau, warna dan kation yang terlarut Fe, Al, Mn dalam air proses. Pada proses filtrasi di Green Leaf Filter digunakan media filter pasir yang berfungsi untuk menyaring sisa partikel yang tidak mengendap pada proses sedimentasi, setelah pasir jenuh oleh partikel, maka filter harus dicuci dengan sistem cuci balik backwash. Air backwash sebanyak 600 m 3 sel mengalir melewati kanal ditampung dalam bak penampungan air backwash yang berfungsi untuk menampung air backwash yang akan diproses kembali masuk dalam Distribution Chamber. Air setelah mengalami proses filtrasi secara fisik sudah jernih namun perlu ditambahkan larutan kapur untuk proses netralisasi dan penambahan gas klorin untuk membunuh kuman dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan sepert bakteri E. Coli. Air bersih ditampung dalam bak penampungan air bersih reservoir dan sebelum air bersih didistribusikan ke konsumen, air dianalisa secara rutin di laboratorium PT. Krakatau Tirta Industri sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.416MENKESPERIX1990 mengenai syarat – syarat dan pengawasan kualitas air.

4.2 Dosis Aluminium Sulfat dengan Kualitas Air

4.2.1 Mekanisme Koagulasi di dalam Air

Koloid adalah sekelompok atom atau molekul berukuran sangat kecil yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi namun tetap terlarut dalam air. Karena terlarut, koloid bersifat stabil. Stabilitas ini disebabkan oleh terjadinya tolak - menolak diantara partikel koloid Sincero, 2003. Secara umum koagulasi merupakan proses kimia dimana ion- ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid dimasukkan ke dalam air, sehingga meniadakan kestabilan koloid. Dalam suatu suspensi koloid mengendap bersifat stabil dan terpelihara dalam keadaan terdispensi karena memiliki gaya elektrostatis yang diperoleh dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion – ion dari larutan sekitar. Bila koagulan ditambahkan kedalam air, reaksi yang terjadi antara lain: a. Pengurangan zeta potensial potensial elektrostatis sehingga suatu titik dimana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok b. Agresi partikel melalui rangkaian inter partikulat diantara berbagai kelompok reaktif pada koloid c. Penangkapan partikel kolid negatif oleh flok – flok hidroksida yang mengendap Pada penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku harus memilki alkanitas yang memadai agar dapat bereaksi dengan alumunium sulfat menghasilkan flok hidriksida. Reaksi kimia sederhana pada pembentukan flok adalah sebagai berikut: 28 Al 2 SO 4 3 . 14 H 2 o + 3 Ca HCO 3 2  2 Al OH 3 + 3 CaSO 4 + 14 H 2 O + 6 CO 2 Pemilihan koagulan sangat penting agar tercapainya proses koagulasi yang baik. Jenis koagulan yang biasanya digunakan adalah koagulan garam logam dan koagulan polimer kationik. Contoh dari koagulan logam diantaranya adalah a. Aluminium sulfat Al 2 SO 4 3 . 14 H 2 O, nilai 14 bervariasi dari 13 – 18 b. Feri klorida FeCl 3 c. Fero klorida FeCl 2 d. Feri sulfat Fe 2 SO 4 3 Koagulan garam logam yang biasa digunakan adalah tawas atau aluminium sulfat dan koagulan polimer atau sintesis contohnya adalah a. Poli Aluminium Klorida PAC b. Sitosan c. Currie flock Koagulan yang digunakan oleh PT. KTI adalah aluminium sulfat bubuk dengan konsentrasi 8 dan aluminium sulfat cair dengan konsentrasi 17 yang merupakan koagulan baru yang digunakan sejak Juli 2011. Pembubuhan dosis koagulan pada proses koagulasi mengacu pada hasil dari jar test yang dilakukan di laboratorium kualitas air PT. KTI setiap harinya dengan batas toleransi peningkatan dosis di bak koagulasi sebesar 5 – 10 ppm. Prosedur jar test yang dilakukan oleh PT. KTI sama seperti prosedur jar test yang biasa dilakukan. Terdapat enam buah batang pengaduk yang masing – masing mengaduk satu buah gelas dengan kapasitas satu liter. Satu buah gelas berfungsi sebagai kontrol dan kondisi operasi dapat bervariasi diantara lima gelas yang tersisa. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan 65 rpm. Pengujian dilakukan setiap harinya, sejak tahun 2007 jar test dalam satu hari dilakukan sebanyak 3 shift yang awalnya hanya dilakuakn 1 shift per hari. Pencatatan hasil jar test berupa beberapa parameter seperti pH, turbiditas, konduktivitas dan warna serta dosis koagulan yang diberikan.

4.2.2 Penentuan Dosis Aluminium Sulfat Bubuk