Model ARIMA untuk Produksi dan Konsumsi Gula Nasional

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Model ARIMA untuk Produksi dan Konsumsi Gula Nasional

5.1.1 Penstasioneran Data

Identifikasi data dilakukan dengan cara plot data historis dengan menggunakan software Minitab versi 14. Data produksi dan konsumsi menunjukkan angka yang cukup tinggi maka untuk mempermudah pemodelan, data terlebih dahulu dibuat dalam nilai logaritma natural ln dari satuan ton. Perubahan data ke dalam bentuk logaritma natural dipilih karena nilai logaritma natural mempunyai rentang yang lebih kecil namun tetap dapat memperlihatkan fluktuasi data sehingga tidak memengaruhi terhadap pemodelan dan hasil analisisnya. a. Produksi Gula Grafik plot data dari produksi gula nasional tahun 1980-2010 menunjukkan pola trend yang meningkat meskipun terjadi penurunan yang cukup besar pada tahun 1998 dan 2003 Gambar 5.1. Data produksi tersebut sangat berfluktuasi dan memiliki trend yang semakin meningkat sehingga termasuk ke dalam data nonstasioner. Data nonstasioner harus distasionerkan terlebih dahulu dengan pembeda satu kali atau first difference untuk memudahkan dalam pemodelan. Dari hasil first difference dapat dilihat bahwa data sudah stasioner yang ditunjukkan pada Lampiran 4. Gambar 5.1 Perkembangan Produksi Gula di Indonesia Tahun 1980-2010 diolah Data produksi gula menunjukkan adanya fluktuasi dan trend. Penurunan produksi gula dalam negeri yang cukup tajam terjadi pada tahun 1998 dan 2003 diakibatkan oleh beberapa masalah yang terjadi pada industri gula. Pada tahun 1998 produksi gula mengalami penurunan sebesar 32,34 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 1997 produksi gula mencapai 2.189.967 ton dan pada tahun 1998 menjadi 1.481.685 ton. Hal ini dikarenakan adanya penghapusan Inpres No. 9 Tahun 1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi TRI. Peraturan tersebut diganti dengan Inpres No. 5 Tahun 1998 yang intinya memberikan kebebasan kepada petani untuk menanam komoditas apa saja tidak lagi terikat TRI yang memberikan peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan. Dengan adanya penghapusan peraturan tersebut, masyarakat dapat bebas memilih komoditi yang akan dibudidayakan yang dapat mendatangkan keuntungan maksimal, tidak ada paksaan dari pemerintah untuk menanam tebu. Petani menganggap komoditi tebu tidak menguntungkan bagi mereka, meskipun 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Produksi Gula di Indonesia Produksi harga gula pada saat itu tergolong cukup tinggi. Hal ini berdampak pada kurangnya pasokan tebu ke pabrik gula sehingga produksi gula menurun tajam. Pada tahun 2002, Departemen Pertanian menetapkan program akselerasi peningkatan produktivitas gula nasional yang meliputi program rehabilitasi atau peremajaan perkebunan tebu bongkar ratoon guna memperbaiki komposisi tanaman dan varietas sehingga produktivitasnya mendekati produktivitas potensial. Selain itu, pemerintah mulai menata ulang kebijakan tata niaga dalam negeri termasuk kebijakan mengenai sistem pergulaan nasional. Kebijakan mengenai bea masuk dan importir gula mulai diterapkan. Hal ini dilakukan demi melindungi industri gula dalam negeri yang kondisinya kian terpuruk. Dengan pemberlakuan peraturan mengenai impor gula tersebut, pada tahun 2004 industri gula dalam negeri mulai tumbuh dan berkembang. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan produksi gula dari tahun ke tahun secara signifikan. b. Konsumsi Gula Grafik plot data konsumsi gula nasional tahun 1980-2010 menunjukkan trend yang meningkat Gambar 5.2. Pada tahun 1998-2005 produksi gula cenderung stabil namun trend yang terjadi tetap meningkat. Data konsumsi gula tersebut merupakan data yang nonstasioner, sehingga perlu dilakukan tahap penstasioneran data. Tahap ini dilakukan dengan melakukan pembeda pertama atau first difference pada data tersebut, dan hasilnya data sudah stasioner pada first difference yang dapat dilihat pada lampiran 10. Gambar 5.2 Perkembangan Konsumsi Gula di Indonesia Tahun 1980-2010 diolah Peningkatan konsumsi gula nasional terjadi seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan industri makanan dan minuman yang menggunakan gula sebagai inputnya. Beberapa faktor yang terkait dengan konsumsi gula diantaranya Dewan Gula Indonesia, 2006: 1 Harga gula, dimana harga gula dalam negeri dipengaruhi oleh harga gula Internasional, 2 Pendapatan per kapita yang merupakan salah satu parameter kesejahteraan masyarakat dan sangat erat kaitannya dengan daya beli masyarakat, 3 jumlah penduduk yang merupakan faktor penting dalam analisis konsumsi karena konsumsi gula akan semakin meningkat jika jumlah penduduk semakin meningkat terutama kaitannya dengan konsumsi langsung, 4 harga barang lain terutama kebutuhan pokok, 5 faktor kesehatan, 6 perubahan selera dan sebagainya. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan industri makanan, minuman dan farmasi yang menggunakan gula sebagai inputnya juga ikut memengaruhi fluktuasi konsumsi gula dalam negeri. 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Konsumsi Gula di Indonesia Konsumsi

5.1.2 Identifikasi Model Sementara

Model ARIMA merupakan model yang terdiri dari Autoregressive p, Moving Average q dan differencing d yang menentukan kombinasi dari model ARIMA tersebut. Identifikasi model sementara dilakukan dengan menganalisis fungsi autokorelasi ACF dan fungsi parsial autokorelasi PACF untuk menentukan ordo dari AR dan MA. Ordo AR dapat dilihat dengan menganalisis parsial autocorelation function PACF, sedangkan untuk mengetahui ordo MA optimum dapat dilihat dari autocorelation function ACF. a. Produksi Gula Pada langkah sebelumnya telah dilakukan plot data produksi gula nasional. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa data stasioner pada first difference yang menunjukkan nilai d adalah 1 Lampiran 4. Analisis selanjutnya meliputi analisis plot pada Auto Correlation Function ACF dan Partial Auto Correlation Function PACF dari data yang hasil analisisnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6 Gambar 5.3. Analisis ACF dan PACF menunjukkan model ARIMA optimum untuk data produksi gula nasional yaitu model ARIMA 3,1,3. Penentuan model ARIMA optimum diperlukan untuk memudahkan mencari kombinasi dari model yang akan dipilih. Model ARIMA yang akan dipilih merupakan salah satu dari kombinasi model pada lag optimum yang memenuhi syarat sebagai model yang mampu memberikan gambaran yang mewakili pergerakan data produksi gula di Indonesia. Lag A u t o c o r r e la t io n 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Autocorrelation Function for Dproduksi with 5 significance limits for the autocorrelations Lag P a r t ia l A u t o c o r r e la t io n 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Partial Autocorrelation Function for Dproduksi with 5 significance limits for the partial autocorrelations Gambar 5.3 Plot ACF dan PACF Data Produksi diolah b. Konsumsi Gula Identifikasi model sementarma dilakukan dengan cara melihat autokorelasi data baik fungsi autokorelasi ACF maupun fungsi parsial autokorelasi PACF. Hasil dari analisis ACF dan PACF dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Hasil tersebut menunjukkan model ARIMA optimal yaitu model ARIMA 1,1,3. Gambar 5.4 Plot ACF dan PACF Data Konsumsi diolah Lag A u t o c o r r e la t io n 8 7 6 5 4 3 2 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Autocorrelation Function for DLNKONSUMSI with 5 significance limits for the autocorrelations Lag P a r t ia l A u t o c o r r e la t io n 8 7 6 5 4 3 2 1 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Partial Autocorrelation Function for DLNKONSUMSI with 5 significance limits for the partial autocorrelations

5.1.3 Estimasi dari Diagnostic Checking

Model ARIMA terdiri dari berbagai macam kombinasi p, d, q, yang merupakan simbol dari AR, MA dan differencing sehingga perlu dilakukan diagnostic checking dengan cara mencoba berbagai macam kombinasi p, d, q, dari model ARIMA untuk mendapatkan model yang terbaik yang memenuhi beberapa kriteria evaluasi model Box-Jenkins berikut Firdaus, 2006: a Residual bersifat acak dan tersebar normal Model yang sesuai dengan data dapat diindikasikan oleh error yang bersifat acak yang ditunjukkan dengan ACF dan PACF dari residual secara statistik harus sama dengan nol. Untuk menguji autokorelasi residual dapat menggunakan uji statistik Ljung Box Q. b Berlaku prinsip parsimonious Model yang dipilih merupakan model yang paling sederhana, yang memiliki jumlah parameter terkecil. c Semua parameter estimasi harus berbeda nyata dari nol. Hal ini dapat diamati dengan melihat nilai P-value koefisien yang nilainya harus kurang dari 0,05. d Harus memenuhi kondisi invertibilitas dan stasioneritas. Hal tersebut dapat terlihat dengan mengamati jumlah koefisien MA atau AR yang masing-masing harus kurang dari 1. e Proses iterasi harus konvergen Prosesnya harus terhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter dengan SSE terkecil. Jika telah memenuhi syarat tersebut maka pada session akan terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010. f Nilai MSE model harus kecil Semakin kecil nilai MSE, menunjukkan model secara keseluruhan lebih baik. a. Produksi Gula Dari hasil evaluasi model didapat bahwa model yang memiliki kriteria paling baik adalah model ARIMA 2,1,2 dengan nilai SS = 0,280198 yang dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Model ARIMA 2,1,2 untuk Data Produksi Gula Nasional Tipe Koefisien SE Koefisien T P AR 1 -0,3425 0,0228 -15,00 0,000 AR 2 -0,9954 0,0294 -33,87 0,000 MA 1 -0,3464 0,2079 - 1,67 0,108 MA 2 -0,9341 0,2188 - 4,27 0,000 Const 0,04132 0,04417 0,94 0,358 Persamaan model ARIMA 2,1,2 untuk produksi gula adalah: 5.1 b. Konsumsi Gula Evaluasi terhadap beberapa model menghasilkan model terbaik untuk menggambarkan pola konsumsi gula di Indonesia adalah model ARIMA 1,1,3 dengan nilai SS = 0,153592 yang dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Model ARIMA 1,1,3 untuk Data Konsumsi Gula Nasional Tipe Koefisien SE Koefisien T P AR 1 0,3248 0,2807 1,16 0,258 MA 1 1,0724 0,2524 4,25 0,000 MA 2 - 0,9108 0,1993 - 4,57 0,000 MA 3 0,7535 0,1861 4,05 0,000 Const 0,024278 0,002618 9,27 0,000 Persamaan model ARIMA 1,1,3 untuk konsumsi gula adalah: 5.2

5.1.4 Peramalan Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia

Hasil pengujian model menunjukkan model terbaik untuk produksi ARIMA 2,1,2 dan konsumsi gula ARIMA 1,1,3. Setelah dilakukan pemilihan model terbaik yang dapat mewakili keragaan produksi dan konsumsi gula, langkah selanjutnya adalah melakukan peramalan guna mengetahui tingkat produksi dan konsumsi dimasa yang akan datang dan implikasinya terhadap pencapaian swasembada gula yang telah direncanakan pemerintah. Hasil peramalan model ARIMA 2,1,2 untuk produksi ditunjukkan pada Lampiran 8 dan model ARIMA 1,1,3 untuk konsumsi ditunjukkan pada Lampiran 14. Nilai pada hasil peramalan tersebut masih dalam bentuk logaritma natural Tabel 5.3. Tabel 5.3 Hasil Peramalan Produksi dan Konsumsi Gula dalam bentuk logaritma natural ln. Tahun Produksi Gula Konsumsi Gula 2011 14,7253 15,4259 2012 14,7399 15,4864 2013 14,6614 15,4979 2014 14,7151 15,5258

5.2 Implikasi Hasil Peramalan Terhadap Pencapaian Swasembada Gula