Karakteristik Produksi Tebu TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Karakteristik Produksi Tebu

Tebu Sacharum officanarum merupakan bahan baku utama produksi gula. Oleh karena itu, peningkatan produksi gula sangat erat kaitannya dengan pengembangan tanaman tebu. Mengetahui karakteristik produksi dan komoditi tebu sangat penting untuk dapat meningkatkan produktivitas dan produksi tebu. Komoditi tebu dihasilkan dalam jumlah yang besar yang tidak dapat disimpan lama Mochtar, 1982. Penanaman tebu dilakukan pada bulan-bulan tertentu dengan mempertimbangkan kesesuaian iklim atau lingkungan yang tepat pada masa giling pabrik. Tebu biasanya ditanam pada akhir musim kemarau setelah panen padi musim hujan. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap mutu tebu khususnya kondisi lahan dan curah hujan. Tanaman tebu membutuhkan banyak air pada masa vegetatif dan membutuhkan lingkungan yang kering pada saat proses pemasakannya. Apabila masa tanam tidak sesuai dengan jadwal tanam yang telah direncanakan, maka kemungkinan akan terjadi resiko keterlambatan tebang atau tebang lebih awal, sehingga tingkat rendemen tebu yang dicapai tidak optimal. Tanaman tebu ditebang pada umur rata-rata 12-14 bulan untuk mencapai kadar sukrosa 10 persen. Semakin lama masa panennya, kadar sukrosa bisa meningkat 14 sampai 15 persen Mubyarto, 1984. Setelah dipanen sekali, tebu bisa dibiarkan tumbuh kembali untuk dipanen kedua kalinya dengan rumpun tanaman yang sama rattooning. Pemanenan tebu merupakan serangkaian kegiatan penebangan dan pengangkutan dari kebun ke pabrik. Dalam pelaksanaannya memerlukan perencanaan yang matang dan koordinasi yang baik untuk mencapai hasil yang maksimal. Penebangan adalah kegiatan penyiapan tebu untuk diangkut ke pabrik, dimana kegiatannya sendiri terdiri dari penebangan, pembersihan dari segala kotoran dan penyiapan tebu ke pengangkutan. Tebu ditebang jika telah masak dan memiliki rendemen cukup tinggi. Kegiatan pengangkutan tebu harus dilakukan dengan cepat dan aman dalam arti tidak menimbulkan kerusakan atau kehilangan nira pada tebu selama pengangkutan, memenuhi target giling setiap harinya, tidak merusak lingkungan dan dalam jangkauan biaya Mochtar, 1982 Tebu memerlukan pengangkutan yang cepat agar segera dapat digiling. Sifatnya yang tak tahan lama ini berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas gula yang dihasilkan. Tebu yang telah dipotong harus segera sampai di pabrik untuk diproses. Keterlambatan akan mengakibatkan sulitnya kristalisasi atau pembusukan dan pengasaman tebu Mubyarto, 1984. Proses tebang, muat, dan angkut dapat mengakibatkan susut rendemen gula yang dihasilkan. Notojoewono 1984 menyatakan bahwa kehilangan gula dari saat tebang sampai akhir pengolahan dapat mencapai 35 persen. Kehilangan yang terjadi pada saat tebang sampai giling berkisar 5 sampai 25 persen. Kehilangan ini terutama disebabkan keterlambatan giling sehingga tebu menjadi rusak. Kerusakan tebu tidak hanya menyebabkan kehilangan gula, tetapi juga menyebabkan pengolahan tebu menjadi lebih sulit. Menggiling tebu merupakan kegiatan musiman, dimulai bulan Mei atau Juni dan diteruskan sampai September atau Oktober, tetapi beberapa pabrik hanya menggiling beberapa saat saja selama musim giling. Industri gula merupakan industri yang menggunakan labor intensif. Namun kebutuhan tenaga kerjanya terpusat hanya dalam periode tertentu dan jangka waktu yang pendek. Selama masa giling, penanaman dan pemungutan hasil semuanya dikerjakan oleh manusia, hanya sedikit yang menggunakan mesin. Tebu diproses melalui beberapa tahap untuk menghasilkan gula Gambar 2.1. Akibat pengolahan ini identitas tebu hilang. Kualitas gula yang dihasilkan relatif berbeda antara satu pabrik dengan pabrik lain. Sumber: Soekartawi 2006 Gambar 2.1 Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula

2.2 Konsumsi dan Produksi Gula