Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini mengkaji keragaan industri gula secara nasional. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari instansi-instansi yang terkait dengan industri gula Indonesia seperti Direktorat Jenderal Perkebunan, Dewan Gula Indonesia, Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian serta data yang berasal dari artikel berbagai media yang terkait dengan penelitian. Data yang dikumpulkan berupa data time series dengan rentang waktu tahun 1980-2010.

3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan menggunakan software Minitab version 14 untuk meramalkan data produksi dan konsumsi gula nasional. Model peramalan yang digunakan adalah ARIMA. Dari model tersebut didapat hasil peramalan produksi dan konsumsi gula nasional hingga tahun 2014. Selain itu digunakan pula software Eviews version 6 dalam melakukan analisis regresi untuk mendapatkan persamaan regresi yang tepat sehingga mampu menjelaskan dampak fluktuasi produksi dan konsumsi gula nasional terhadap pencapaian swasembada gula nasional tahun 2014.

3.2.1 Metode Box-Jenkins ARIMA

Metode peramalan Box-Jenkins adalah suatu metode yang sangat tepat untuk menangani atau mengatasi kerumitan deret waktu dan situasi peramalan lainnya Assauri, 1984. Kerumitan itu terjadi karena terdapat variasi pada pola data yang ada. Dalam metode Box-Jenkins tidak dibutuhkan adanya asumsi tentang suatu pola yang tetap, yang menjadikan metode ini berbeda dengan metode-metode lainnya.. Model Box-Jenkins atau ARIMA memfokuskan pada prinsip-prinsip regresi dan metode pemulusan smoothing. Model ARIMA merupakan gabungan dari model Autoregressive AR dan Moving Average MA. ARIMA sangat bermanfaat dalam peramalan jangka pendek. Syarat penting agar suatu data dapat dimodelkan pada metode deret waktu ARIMA adalah kestasioneran data. Kestasioneran diperlukan untuk mempermudah dalam identifikasi dan penarikan kesimpulan. Data deret waktu dikatakan stasioner jika data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu. Data yang tidak stasioner pada nilai tengah dapat diatasi dengan melakukan pembedaan atau diferensiasi derajat d pertama atau kedua. Sesuai dengan diferensiasi derajat berapa data tersebut mencapai kestasioneran. Sedangkan data yang tidak stasioner pada varian diatasi dengan melakukan transformasi. Pendekatan Box-Jenkins ini memberikan informasi secara eksplisit untuk memungkinkan memikirkan atau memutuskan apakah pola yang diasumsikan tersebut adalah tepat atau benar untuk keadaan atau situasi yang telah terjadi. Proses yang dilakukan berulang memungkinkan kita untuk sampai pada suatu model peramalan yang memberikan keoptimisan dalam ukuran pola dasar dan meminimalkan kemungkinan kesalahan. Dalam peramalannya, ARIMA menggunakan informasi dari variabelnya sendiri karena tidak mengikutsertakan variabel bebas dalam pembentukan modelnya. Peramalan model Autoregressive AR didasarkan pada fungsi dari nilai pengamatan masa lalu dalam jumlah terbatas. Sedangkan peramalan model rata-rata bergerak MA berdasarkan kombinasi linear galat masa lalu dalam jumlah terbatas pula. Gabungan dari Autoregressive p dan Moving Average q akan membentuk model ARIMA p,d,q dimana p adalah ordo dari AR, d merupakan ordo dari integrasi dan q adalah ordo dari MA. Bentuk dasar dari model ARIMA adalah Hanke, 2005: Model Autoregressive AR: 3.1 Model Moving Average MA: 3.2 Model ARMA p, q : 3.3 Dimana: : variabel dependen pada waktu ke-t , , ... , : variabel time lag , , ,...., : koefisien yang diestimasi : error term pada periode ke-t : konstanta , ,..., : koefisien yang diestimasi , ,..., : error dari time lag Model ARIMA dibentuk melalui rangkaian tahapan sebagai berikut: 1. Identifikasi model Dilakukan dengan menentukan kestasioneran data. Deret waktu nonstasioner terindikasi apabila deret muncul dengan pertumbuhan atau penurunan sepanjang waktu dan autokorelasi sampel tidak dapat menghilang dengan cepat. Deret nonstasioner dapat diubah menjadi deret stasioner melalui proses differencing yaitu dengan mengganti deret asli menjadi deret selisih. Kestasioneran data dapat dilihat dari uji Augmented Dicky Fuller ADF melalui pengamatan pola ACF dan PACF. Tabel 3.1 Pola ACF dan PACF pada Model ARIMA Model ACF PACF MA q Terpotong cut off setelah lag q q=1 atau q=2 Perlahan-lahan menghilang dies down AR p Perlahan-lahan menghilang dies down Terpotong cut off setelh lag q q=1 atau 2 ARMA p,q Perlahan-lahan menghilang dies down Perlahan-lahan menghilang dies down Sumber: Hanke 2005 Apabila data yang menjadi input model tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu metode yang digunakan adalah metode differencing. Second order difference dilakukan apabila pada first order difference data belum juga stasioner Firdaus, 2006. First order difference : 3.4 Second order difference : 3.5 2. Estimasi Parameter Model Setelah melalui proses identifikasi model melalui uji ADF, dilakukan estimasi parameter model dengan menentukan terlebih dahulu ordo maksimum dari AR dan MA dengan melihat ACF untuk ordo MA q dan PACF untuk ordo AR p. Ordo dari integrasi d juga harus ditentukan. Ada dua cara mendasar yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi terhadap parameter-parameter tersebut, yaitu: a. Dengan cara mencoba-coba trial and error Melakukan pengujian terhadap beberapa nilai yang berbeda dan memilih diantaranya yang memiliki jumlah kuadrat nilai sisa galat yang minimum sum of squared residuals. b. Perbaikan secara iteratif pengulangan Cara ini dilakukan dengan memilih nilai taksiran awal dan membiarkan program komputer untuk memperhalus penaksiran dengan cara iteratif berulang. Metode ini lebih banyak dilakukan dan telah tersedia algoritma proses komputer yang kuat dan dapat digunakan. 3. Pengujian Parameter Model Sebelum menggunakan model untuk peramalan, model hendaknya diperiksa terlebih dahulu kecukupannya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan model-model yang telah diestimasi pada tahap sebelumnya, sesuai dengan kombinasi model ARIMA. Pengujian parameter model terdiri dari: a. Pengujian masing-masing parameter model secara parsial b. Pengujian model secara keseluruhan 4. Pemilihan model terbaik Model harus memenuhi beberapa kriteria untuk dapat menjadi model yang terbaik, yaitu Firdaus, 2006: a Residual bersifat acak dan tersebar normal Model yang sesuai dengan data dapat diindikasikan oleh error yang bersifat acak yang ditunjukkan dengan ACF dan PACF dari residual secara statistik harus sama dengan nol. Untuk menguji autokorelasi residual dapat menggunakan uji statistik Ljung Box Q. Hipotesis: H :  1 =  2 = ..... =  m = 0 H 1 :  1   2 ......  m  0 Statistik uji: Q = 3.6 Dimana: n = jumlah observasi k = selang waktu m = jumlah selang waktu diuji r k = fungsi autokorelasi sampel dari residual berselang k kesimpulan: bila Q  2 αm-p-q disimpulkan tolak H0. Atau apabila nilai p p-value terkait dengan statistik Q kecil misalkan : P 0,05, maka tolak H dan model dipertimbangkan tidak memadai. b Berlaku prinsip parsimonious Model yang dipilih merupakan model yang paling sederhana, yang memiliki jumlah parameter terkecil. c Semua parameter estimasi harus berbeda nyata dari nol Dengan menggunakan t-ratio. Hipotesis: H : tidak terdapat autokorelasi pada deret waktu H :  k = 0 H 1 : terdapat autokorelasi yang nyata pada selang ke-k H 1 :  1  0 Statistik uji: t =  , atau sama dengan t = 3.7 dimana: k= lag atau selang n= jumlah observasi kriteria uji: Statistik H menyebar dengan derajat bebas n- 1. Untuk α tertentu dari tabel T α2 n-1 atau pada tingkat signifikan 0,05. Berdasarkan pengalaman dapat menggunakan t-table = 2 sebagai nilai kritis untuk menguji  k Kesimpulan: Bila t hitung T α2 n-1 disimpulkan tolak H0 atau jika nilai absolut dari t hitung 2 berarti tidak ada autokorelasi. d Harus memenuhi kondisi invertibilitas dan stasioneritas Z t adalah fungsi linier dari data stasioner yang lampau Z t-1 , Z t-2 , ..... dengan mengaplikasikan analisis regresi pada nilai lag deret stasioner, maka dapat diperoleh autoregresi karena komponen trend sudah dihilangkan. Data stasioner Z t saat ini adalah fungsi linear dari galat masa kini dan masa lampau. 3.8 Jumlah koefisien MA harus kurang dari 1 Θ 1 + Θ 2 +...+ Θ q 1 kondisi invertibiliti 3.9 Z t = + Θ 1 Z t-1 – Θ 2 Z t-2 +..+ t 3.10 Jumlah koefisien AR harus selalu kurang dari 1  1 +  2 +....+  p 1 kondisi stasioner 3.11 e Proses iterasi harus konvergen Prosesnya harus terhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter dengan SSE terkecil. Jika telah memenuhi syarat tersebut maka pada session akan terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010. f Nilai MSE model harus kecil MSE = 3.12 Semakin kecil nilai MSE, menunjukkan model secara keseluruhan lebih baik. Suatu model dikatakan baik apabila model tersebut memenuhi kriteria- kriteria yang telah diuraikan. Model tersebut dianggap sebagai model terbaik yang mampu menggambarkan hubungan antar variabelnya baik variabel dependen dengan variabel independen maupun hubungan antar variabel independen. 5. Peramalan Proses peramalan dilakukan dengan menggunakan model terbaik yang memenuhi kriteria pada poin 4 untuk menjadi model terbaik. Peramalan dilakukan untuk mengetahui nilai pada masa yang akan datang sehingga membantu memberi gambaran keadaan pada masa yang akan datang yang berguna dalam merencanakan suatu kebijakan atau perencanaan.

3.2.2 Metode Regresi Berganda

Metode ini merupakan suatu teknik dengan menggunakan analisis hubungan antara variabel yang dicari atau yang diramalakan dengan satu atau lebih variabel bebas yang memengaruhinya. Metode regresi berganda dapat melihat faktor-faktor apa saja yang memiliki pengaruh nyata dan tidak nyata pada produksi dan konsumsi gula. Metode ini digunakan untuk menganalisis pencapaian swasembada gula. Dalam metode regresi berganda, yang digunakan sebagai variabel dependen adalah produksi dan variabel independennya adalah luas areal, produktivitas dan rendemen. Pencapaian swasembada gula dapat diketahui dengan memasukkan hasil dari ramalan konsumsi gula sebagai pengganti nilai produksi pada persamaan regresi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan minimal swasembada dapat tercapai yaitu jika produksi gula dalam negeri mampu mencukupi 90 persen dari kebutuhan gula baik gula konsumsi langsung GKP maupun gula rafinasi GKR. Ramalan didasarkan pada penggunaan analisis hubungan sebab akibat yang bersifat konstan antara variabel yang akan diramal dengan satu atau beberapa variabel lain yang memengaruhinya. Metode regresi bertujuan untuk menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari variabel tak bebas. Persamaan umum untuk metode regresi linear berganda produksi gula adalah: 3.13 Dimana: Y : Produksi Gula ton : Intersep X 1 : Luas Areal ha X 2 : Produktivitas tonha X 3 : Rendemen 1 , 2 , 3 : koefisien variabel bebas Model yang baik merupakan model yang memenuhi asumsi klasik yaitu tidak ada multikolinearitas, homoskedastisitas, tidak ada autokorelasi dan error term menyebar normal. Pengujian untuk memastikan model tersebut memenuhi asumsi klasik dilakukan melalui pengujian ekonometrika yang terdiri dari: 1. Uji Multikolinearitas Menurut Gujarati 2003 masalah multikolinearitas dapat terlihat dari correlation matrix dengan uji akar unit sesama variabel bebas dimana batas tidak terjadi korelasi sesama variabel yaitu tidak lebih dari . Melalui correlation matrix ini dapat pula digunakan uji Klein dalam mendeteksi multikolinearitas. Apabila terdapat nilai korelasi yang lebih dari , maka menurut uji Klein multikolinearitas dapat diabaikan selama nilai korelasi tersebut tidak melebihi nilai R-squared adj atau R-squared-nya. Multikolinearitas juga dapat dideteksi dengan melihat nilai VIF variance inflation factor antar variabel bebasnya. 2. Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan White Heteroscedasticity Test. Penentuannya dilakukan dengan cara melihat probabilitas ObsR-squared-nya. Hipotesis: H : =0 H 1 : 0 Kriteria uji: Probability ObsR-squared taraf nyata α, maka terima H Probability ObsR-squared taraf nyata α, maka tolak H Jika hasil menunjukkan tolak H maka persamaan tersebut tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Sedangkan jika hasil menunjukkan terima H maka persamaan tersebut mengalami gejala heteroskedastisitas. 3. Uji Autokorelasi Masalah autokorelasi dapat diidentifikasi dengan menggunakan Breusch- Godfrey Serial Correlation Test. Autokorelasi menyebabkan regresi semu yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam interpretasi hasil regresi. Hipotesis: H : H 1 : Kriteria uji: Probability ObsR-squared taraf nyata α, maka terima H Probability ObsR-squared taraf nyata α, maka tolak H Apabila nilai probabilitas ObsR-squared-nya lebih besar dari taraf nyata tertentu tolak H , maka persamaan tersebut tidak mengalami autokorelasi. Bila nilai ObsR-squared-nya lebih kecil dari taraf nyata tertentu terima H maka persamaan tersebut mengalami autokorelasi. 4. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk melihat distribusi dari error term. Hipotesis: H : error term terdistribusi normal H 1 : error term tidak terdistribusi normal Kriteria uji: Probability P-value taraf nyata α maka tolak H 0. Probability P-value taraf nyata α maka terima H . Jika terima H maka persamaan tersebut memiliki error term yang terdistribusi normal, sedangkan jika tolak H maka persamaan tersebut memiliki error term yang tidak terdistribusi normal. Untuk mengetahui bagaimana pencapaian swasembada gula dilakukan analisis kombinasi skenario kebijakan yang dapat diterapkan guna membantu pencapaian swasembada gula nasional. Terdapat dua skenario yang akan dibahas yaitu: 1 tanpa penambahan pabrik gula, dan 2 dengan penambahan pabrik gula. Dari kedua skenario tersebut, akan dianalisis hasil peramalan terhadap upaya pencapaian swasembada gula nasional dengan melihat kemungkinan luas areal, produkktivita tebu, rendemen dan penambahan pabrik gula yang dapat dilakukan guna mencapai tingkat produksi dan konsumsi yang tepat. Dalam menyatakan keakuratan hasil ramalan pencapaian swasembada gula digunakan dua kriteria yaitu nilai koefisisen determinasi R-squared dan nilai MSE terkecil. Koefisien determinasi adalah proporsi ragam pada variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. Semakin besar nilai R-squared berarti model semakin akurat dalam meramalkan dan semakin baik suatu model digunakan.

IV. PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA DI INDONESIA