hutan campuran di Camp Tanjung Harapan dan hutan rawa sekunder di Beguruh dicirikan adanya jenis Tropidolaemus wagleri. Asosiasi yang terjadi pada tiap
komunitas tersebut terbentuk karena adanya kemiripan tipe penutupan lahan dan
letak antar habitat pada tiap komunitas yang berdekatan. Namun, jika dilihat secara keseluruhan kesamaan jenis ular antar habitat di
TNTP tergolong rendah. Rendahnya nilai kesamaan jenis ular tersebut disebabkan karena terdapat perbedaan ketersediaan sumberdaya bagi ular pada masing-
masing habitat, sehingga jenis ular yang dijumpai relatif berbeda. Jenis ular di TNTP memiliki kesamaan dengan jenis ular di Malinau,
TNBK, serta Batu Apoi. Terdapat tujuh jenis ular yang sama dengan jenis ular di Malinau, satu jenis ular yang sama dengan jenis ular di TNBK, serta lima jenis
ular yang sama dengan jenis ular di Batu Apoi Lampiran 8. TNTP dan Malinau memiliki kesamaan jenis ular yang tertinggi
dibandingkan lokasi lainnya. Kesamaan jenis pada kedua lokasi ini diduga disebabkan adanya kemiripan karakteristik habitat pada tiap lokasi penelitian.
TNBK membentuk komunitas dengan TNTP dan Malinau karena terdapatnya masing-masing 1 jenis ular yang sama, yaitu jenis Xenochrophis trianguligera
sama dengan di TNTP dan jenis Boiga jaspidea sama dengan di Malinau. Ketiga lokasi ini memiliki nilai kesamaan jenis ular yang lebih rendah
dengan Batu Apoi. Hal ini disebabkan karena lokasi penelitian di Batu Apoi dan ketiga lokasi lainnya memiliki letak geografis yang berbeda dan saling berjauhan
serta diduga memiliki kondisi habitat yang berbeda. Hal ini mengakibatkan jenis ular yang dijumpai relatif berbeda. Selain itu, rendahnya kesamaan jenis ular yang
dijumpai antara Batu Apoi dengan TNTP, Malinau, dan TNBK diduga dipengaruhi pula oleh perbedaan usaha pencarian effort yang dilakukan.
5.2.5 Peluang Perjumpaan Jenis Ular
Peluang perjumpaan ular pada lokasi penelitian di TNTP tergolong rendah. Selama total waktu 288 jam pengamatan, jumlah individu ular yang dijumpai
adalah sebanyak 44 individu. Jenis ular yang memiliki peluang perjumpaan tertinggi adalah Psammodynastes pictus, yaitu sebesar 0,073 individujam. Hal ini
berarti untuk dapat menemukan 1 individu Psammodynastes pictus, rata-rata diperlukan waktu pencarian minimal selama 13,7 jam.
Tingginya nilai peluang perjumpaan jenis Psammodynastes pictus disebabkan karena jumlah individu Psammodynastes pictus yang dijumpai jauh
lebih banyak daripada jumlah individu dari jenis lainnya. Kondisi lokasi penelitian yang sebagian besar merupakan hutan rawa dan terdapat aliran sungai
yang menggenangi daerah di sekitarnya, serta memiliki vegetasi yang rapat dengan ukuran pohon yang tidak terlalu besar, diduga merupakan habitat ideal
bagi Psammodynastes pictus untuk mencari mangsa. Menurut Stuebing dan Inger 1999, Psammodynastes pictus umumnya
dijumpai pada vegetasi rendah sepanjang sungai untuk memangsa katak dan ikan kecil dengan posisi sedang menggantung pada ranting kecil di atas permukaan air.
Perilaku yang khas dari Psammodynastes pictus ini membuat jenis ini lebih dikenal dengan nama “ular pemancing” oleh masyarakat sekitar karena posisinya
saat menunggu mangsa seperti sedang memancing Gambar 21.
Gambar 21 Posisi Psammodynastes pictus sedang menunggu mangsa. Jenis ular lainnya memiliki peluang perjumpaan yang lebih rendah dari
Psammodynastes pictus . Jenis ular yang memiliki peluang perjumpaan terendah,
antara lain Boiga cynodon, Chrysopelea paradisi, Dendrelaphis caudolineatus, Dryophiops rubescens
, Naja sumatrana, Python reticulatus, dan Xenochrophis maculata
. Jenis ular tersebut hanya dijumpai sebanyak 1 individu dengan peluang
perjumpaan sebesar 0,003 individujam. Perjumpaan jenis tersebut lebih disebabkan karena faktor perjumpaan insidental, dalam hal ini perjumpaan secara
tidak disengaja saat jenis ular tersebut beraktivitas.
Boiga cynodon dijumpai sedang melintas jalan setapak menuju hutan rawa
saat peneliti akan kembali menuju hutan campuran di Camp Tanjung Harapan. Chrysopelea paradisi
dijumpai sedang “terbang” dari tajuk pohon ke pohon lainnya. Jenis ini memiliki kemampuan untuk memipihkan tubuhnya secara
horizontal dan melompat dari satu pohon ke pohon lain sehingga tampak seperti terbang. Pergerakan jenis ini, menurut Socha dan Sidor 2005, merupakan salah
satu perilaku untuk menghindari pemangsa. Dendrelaphis caudolineatus dijumpai sedang bergerak diantara cabang pohon dan diduga sedang mencari
mangsanya, yaitu cicak pohon dan kadal. Jenis lainnya, yaitu Naja sumatrana dijumpai sedang berjemur basking di bawah sinar matahari.
Perjumpaan jenis ular dapat lebih maksimal apabila telah diketahui habitat, ketersedian mangsa, serta pola aktivitas dari jenis ular tersebut. Hal tersebut
diperlukan untuk meminimalkanmengurangi gangguan atau ancaman yang dapat terjadi, baik terhadap ular maupun habitatnya.
5.2.6 Gangguan dan Ancaman Kelestarian Jenis Ular