Faktor Biologi-Fisik Alternatif Rencana Pengelolaan

terpenuhi jika penduduk dapat meningkatkan kelayakan usaha pertaniannya. Hal ini akan tercapai jika didukung oleh tingkat pendidikan masyarakat. Responden berpendapat bahwa meningkatnya jumlah penduduk seharusnya diikuti dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan keterampilan agar dapat mengelola usaha pertaniannya dengan lebih baik lagi.

4.2.3. Faktor Biologi-Fisik

Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa aksesibilitas dengan bobot 0,58 merupakan kriteria yang paling berpengaruh di dalam faktor biologi-fisik. Selanjutnya diikuti oleh kriteria kesesuaian penggunaan lahan dengan bobot 0,23 dan perubahan penutupan dan penggunaan lahan dengan bobot 0,19. Tabel 21. Penilaian bobot dan tingkat pengaruh kriteria di dalam faktor biologi- fisik Kriteria Bobot Tingkat pengaruh Aksesibilitas 0,58 1 Kesesuaian penggunaan lahan 0,23 2 Perubahan penutupan dan penggunaan lahan 0,19 3 Sumber: Hasil survei 2008 Aksesibilitas menjadi kriteria pendorong yang pertama karena aksessibilitas merupakan infrastruktur yang penting di dalam pengelolaan lanskap agroforestri. Pendistribusian produk-produk agroforestri tentunya sangat tergantung pada aksesibilitas. Aksesibilitas berupa jalan tanah, jalan batu, dan jalan aspal telah dibangun di Kota Samarinda sepanjang 1.164,1 km. Rencana pembangunan jalan masih terus dilakukan oleh pemerintah, baik Pemerintah Kota Samarinda maupun Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Selain itu, pemanfaatan sungai Karang Mumus sebagai aksesibilitas seharusnya juga menjadi perhatian pemerintah. Kesesuaian penggunaan lahan dan perubahan penutupan dan penggunaan lahan menjadi kriteria kedua dan ketiga karena responden berpendapat bahwa penggunaan lahan seharusnya dilakukan berdasarkan kesesuaian penggunaan lahannya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kesesuaian penggunaan lahan akan mengakibatkan barbagai dampak lingkungan, ditambah lagi dengan teknik pengelolaannya yang kurang tepat.

4.2.4. Alternatif Rencana Pengelolaan

Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa mengkombinasikan beberapa tujuan dalam satu kegiatan pengelolaan, seperti relokasi dan konsolidasi lahan, reboisasi dan rehabilitasi lahan-lahan kritis, dan memperindah kawasan dengan bobot 0,57 merupakan alternatif pengelolaan yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan lanskap agroforestri. Selanjutnya diikuti oleh alternatif pengelolaan dengan melakukan konsolidasi lahan dan menambah ruang terbuka hijau terutama kawasan konservasi dan mempertahankan penggunaan lahan yang ada dengan mengoptimalkan pengelolaannya. Tabel 22. Penilaian bobot dan tingkat pengaruh alternatif pengelolaan terhadap tujuan Alternatif Pengelolaan Bobot Tingkat pengaruh Mengkombinasikan beberapa tujuan dalam satu kegiatan pengelolaan relokasi dan konsolidasi lahan, reboisasi dan rehabilitasi lahan, dan memperindah kawasan 0,57 1 Melakukan konsolidasi lahan dan menambah ruang terbuka hijau terutama kawasan konservasi 0,22 2 Mempertahankan penggunaan lahan yang ada dengan mengoptimalkan pengelolaannya 0,21 3 Sumber: Hasil survei 2008 Diantara ketiga alternatif pengelolaan yang telah disebutkan di atas, responden memilih alternatif mengkombinasikan beberapa tujuan dalam satu kegiatan pengelolaan, seperti relokasi dan konsolidasi lahan, reboisasi dan rehabilitasi lahan-lahan kritis, dan memperindah kawasan sebagai alternatif pertama. Responden berpendapat bahwa pengelolaan lanskap agroforestri di DAS Karang Mumus akan berhasil jika terdapat kegiatan pengelolaan, seperti relokasi permukiman tepi sungai, konsolidasi lahan, reboisasi dan rehabilitasi lahan-lahan kritis, dan kegiatan memperindah kawasan. Kegiatan pengelolaan yang telah disebutkan di atas sangat perlu untuk dilakukan oleh pemerintah.dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat dan pengusaha. Menurut DPU 2003, upaya pemulihan kondisi DAS karang Mumus merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pengusaha, termasuk dalam hal pendanaannya.

4.3. Pengelolaan Lanskap Agroforestri