Lanskap Agroforestri Rencana pengelolaan lanskap agroforestri di daerah aliran sungai karang mumus, Kalimantan Timur

adanya pemanenan kayu. Metode COMAP memerlukan input biomassa hutan yang diperoleh dengan pengukuran diameter pohon langsung di lapangan, sedangkan destructive sampling hanya dilakukan pada satu pohon kedawung. De Foresta et al. 2000 mengemukakan bahwa keanekaragaman jenis tanaman dalam agroforest sangat menakjubkan. Pada agroforest-agroforest yang terletak di dekat hutan alam, sangat sulit memperoleh daftar lengkap tanamannya. Di wilayah dekat desa dengan lahan yang umumnya lebih terawat, jumlah tanaman utama dapat dihitung. Semakin mendekati hutan, semakin besar dan beragam komponen tumbuhan liar. Mendaftar tanaman di agroforest semacam ini sama sulitnya dengan mendaftar tanaman di hutan primer. Sebagai contoh, kekayaan jenis dalam pekarangan dengan rata-rata luas lahan 188,2 m 2 , 218,7 m 2 , dan 562 m 2 terdapat rata-rata jenis tanaman sebanyak 26,7 jenis, 40,4 jenis, dan 44 jenis Arifin et al., 2001, sementara kurang lebih 300 jenis tanaman dapat ditemukan di lingkungan desa sekitar Bogor, Jawa Barat Michon Mary, 1994 diacu dalam Manurung, 2005.

2.3. Lanskap Agroforestri

Pada suatu bentang lahan perdesaan di beberapa wilayah di Indonesia, dapat ditemukan tata guna lahan yang bervariasi antartapak. Bahkan pada beberapa kelompok masyarakat perdesaan, alokasi lahan dimusyawarahkan sebaik-baiknya berdasarkan kebutuhan bersama serta kesesuaian terhadap kondisi atau karakteristik tapak berdasarkan pengalaman tradisional. Sebagai contoh, pada masyarakat Dayak Kenyah di Batu Majang Kalimantan Timur, selain areal yang digunakan sebagai permukiman yang akan berkembang kebun pekarangan terdapat juga kawasan desa yang dipertahankan sebagai hutan lindung istilah setempat adalah Tana’ Ulen. Hutan lindung ini berfungsi sebagai pengatur tata air dan menyediakan bahan baku kayu secara terbatas untuk keperluan komunal. Di samping Tana’ Ulen, terdapat pula lokasi yang diperuntukkan bagi kegiatan berladang. Beberapa lahan pertanian pada masyarakat Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung dialokasikan bagi pengembangan perkebunan karet Hevea brasiliensis, sehingga dalam skala bentang lahan, terdapat mosaik agroforestri Sardjono, 1990 diacu dalam Sardjono et al., 2003. Interaksi antar sistem penggunaan lahan atau kegiatan produksi tersebut terjadi atas dasar pertimbangan kebutuhan komunal dan karakter lingkungan yang dikenal baik oleh masyarakat Sardjono et al., 2003. Agroforestri pada tingkat bentang lahan dewasa ini dalam lingkup kehutanan masyarakat community forestry seringkali disebut dengan istilah Sistem Hutan Kerakyatan SHKcommunity based forest system management. Meskipun penekanan SHK diberikan pada wilayah-wilayah masyarakat adat atau tradisional Mushi, 1998, tetapi mengingat sub-elemennya, antara lain, ladang, kebun, sawah, pekarangan, tempat-tempat yang dikeramatkan sebagai satu kesatuan yang integral dalam upaya komunal dari satu komunitas atau lebih, sistem ini dapat dikatakan sebagai suatu agroforestri. Dengan terjadinya interaksi dalam suatu bentang lahan di atas, maka agroforestri lebih dari sekedar pengkombinasian dua atau lebih elemen pemanfaatan lahan. Agroforestri juga dapat dilihat sebagai suatu jembatan politis untuk mengakomodasi kepentingan berbagai sektor terutama kehutanan dan pertanian von Maydell, 1978 diacu dalam Sardjono et al ., 2003. Dengan demikian, agroforestri dapat mengubah dari situasi yang disosiatif menjadi yang bersifat asosiatif kooperasi, kolaborasi, ataupun koordinasi Sardjono et al., 2003. Isu spasial dari pengaturan tipe penutupan lahan agroforestri pada tingkat bentang lahan mengarah kepada isu segregate-integrate. Pada konsep sederhana ini, penutupan lahan secara segregate terpisah cocok untuk pencapaian tujuan yang ekstrim, yaitu sebagian area disediakan khusus untuk pelestarian keanekaragaman hayati dan sebagian lagi khusus untuk pemenuhan tujuan produksi pertanian. Jika yang ingin dicapai keduanya, integrate-lah jawabannya Van Noordwijk et al., 2001 diacu dalam Widianto et al., 2003. Keberadaan tipe penutupan lahan segregate-integrate ini digambarkan secara skematis pada Gambar 1. Gambar 1. Strategi sistem pengelolaan lahan secara segregate terpisah atau integrate terpadu pada skala bentang lahan Van Noordwijk et al., 2001 diacu dalam Widianto et al., 2003. Secara teori, segregate merupakan lahan pertanian dan hutan yang secara jelas terpisah satu sama lain, sedangkan integrate merupakan peleburan dari beberapa tipe penutupan dan penggunaan lahan McNeely Scherr, 2001.

2.4. Faktor-Faktor Pendorong