6 1.
Sawah beririgasi atau sawah tadah hujan merupakan pengusahaan tanah yang menerapkan kaidah konservasi lahan. Erosi yang terjadi
sangat minimum. Tanaman yang di tumbuhkan terbatas pada yang tahan genangan seperti padi dan di musim tidak tergenang ditanami
palawija. 2.
Sawah lebak adalah suatu bentuk pengusahaan tanah yang mengandalkan airnya dari banjir. Air sungai yang meluap
menggenangi hamparan lahan yang ada di kiri kanan sungai. 3.
Sawah pasang surut hampir serupa dengan sawah lebak, hanya berbeda dalam irama naik turunnya permukaan air, pada sawah
pasang surut permukaan air berubah tiap hari, sedangkan pada sawah lebak adalah musiman.
Proses-proses yang terjadi pada tanah sawah adalah gleisasi, eluviasi, iluviasi besi dan mangan, grayasi, pembentukan tapak bajak, pembentukan kutan
pemupukan suatu bahan pada permukaan tertentu yang membentuk selaput, akumulasi atau dekomposisi, alterasi bahan organik, dan proses-proses lain yang
menyebabkan difrensiasi profil tanah sawah Situmorang dan Sudadi, 2001.
2.4. Lahan Kering Up Land
Istilah lahan kering yang digunakan masyarakat umum banyak mengarah kepada lahan kering dengan kebutuhan air tanaman tergantung sepenuhnya pada
air hujan dan tidak pernah tergenang air secara tetap Notohadiprawiro 1989. Lahan kering selalu dikaitkan dengan pengertian bentuk-bentuk usaha tani bukan
sawah yang dilakukan oleh masyarakat di bagian hulu suatu daerah aliran sungai DAS sebagai lahan atas upland atau lahan yang terdapat di wilayah kering
kekurangan air yang tergantung pada air hujan sebagai sumber air Manuwoto, 1991; Satari et al. 1977. Menurut Rukmana 1995, lahan kering adalah sebidang
tanah yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan atau memanfaatkan air secara terbatas dan biasanya bergantung dari air hujan,
sedangkan definisi dari konvensi internasional PBB mengenai lahan kering adalah lahan yang menerima curah hujan tahunan kurang dari duapertiga dari evaporasi
potensial, dimana produksi tanamannya dibatasi oleh ketersediaan air. Kategori
7 lahan kering ini termasuk lahan budidaya, semak belukar, padang rumput, dan
padang pasir. Menurut penggunaannya BPS 2006, mengelompokkan lahan kering ke
dalam sembilan jenis penggunaan, meliputi usaha tani lahan kering tegalankebun, padang rumput, tanah tidak diusahakan, tanah hutan rakyat dan
perkebunan, dan usaha tani lainnya pekaranganbangunan, tanah rawa, tambak, dan kolamempang. Secara umum, lahan kering daerah tropika basah dan
setengah kering didominasi oleh jenis tanah yang termasuk dalam golonganordo Alfisol, Ultisol, dan Oksisol. Golonganordo Oksisol meliputi 35 luasan, diikuti
oleh Ultisol 28, dan sisanya Alfisol 4 NAP, 1982; cit Syekhfani, 1991. Utomo 2002, melaporkan bahwa lahan kering di Indonesia cukup luas
dengan taksiran sekitar 60,7 juta ha atau 88,6 dari luas lahan, sedangkan luas lahan sawah hanya 7,8 juta ha atau 11,4 dari luas lahan. Sebagian besar banyak
tersebar pada dataran rendah yakni hamparan lahan yang berada pada ketinggian 0 – 700 m dpl 60,65 dan dataran tinggi yang terletak pada ketinggian 700 m
dpl 39,35 dari total luasan lahan kering di Indonesia Hidayat dan Mulyani, 2002. Data terbaru menyebutkan bahwa Indonesia memiliki lahan kering sekitar
148 juta ha 78 dan lahan basah wet lands seluas 40,20 juta ha 22 dari 188,20 juta ha total luas daratan Abdulrachman dan Sutono, 2005.
Lahan kering masam umumnya dicirikan oleh sifat reaksi tanah masam pH rendah 5,5 yang berkaitan dengan kadar alumunium tinggi, fiksasi P tinggi,
kandungan basa-basa dapat ditukar dan KTK rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas meracuni, peka erosi, miskin elemen biotik, dan kendala
teknis pada ketersediaan air terutama di musim kemarau, sehingga indeks pertanaman di lahan kering relatif masih rendah dibandingkan di lahan sawah
yang tersedia fasilitas air irigasinya. Namun demikan, kendala teknis di lahan kering tersebut relatif mudah diatasi yaitu dengan pemberian pupuk fosfor,
pengapuran, dan pengelolaan bahan organik, sehingga produktivitas tanah-tanah masam di lahan kering dapat meningkat Hartono et al. 2006; Mulyani 2006.
Berdasarkan jumlah dan distribusi hujan, Las et al. 1991, membagi lahan kering menjadi lahan kering beriklim basah dan lahan kering beriklim kering.
Lahan kering beriklim basah adalah lahan dengan curah hujan 2.000 mm tahun
-1
8 dengan masa tanam sistem tadah hujan 6 bulan, sedangkan lahan kering
beriklim kering adalah lahan dengan curah hujan 2.000 mm tahun
-1
dan masa tanam 6 bulan. Curah hujan sebesar 1.000 mm tahun
-1
bila dimanfaatkan secara efesien akan dapat menunjang proses produksi untuk dua musim tanam dengan
asumsi bahwa kebutuhan air secara umum untuk tanaman semusim lahan kering adalah 120 mm bulan
-1
Oldeman et al. 1980.
9
III. BAHAN DAN METODE