P-potensial pada Tanah Sawah

22 Jawa Tengah dan Jawa Timur. Diduga salah satu faktor yang menyebabkan hal ini ialah curah hujan yang lebih tinggi di Jawa Barat dibandingkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nurwadjedi 2011, mengungkapkan bahwa distribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian barat Jawa memiliki bulan basah lebih banyak daripada bagian timur atau semakin ke timur lebih kering, sedangkan Leiwakabessy et al. 2003 menyatakan bahwa di Indonesia dijumpai juga daerah yang relatif kering dengan 3 – 4 bulan kering. Bulan-bulan kering ini biasanya terdapat antara bulan Juni, Juli, Agustus, dan September sebagai akibat pengaruh udara kering dari Australia seperti yang dijumpai di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan daerah Indonesia Timur. Intensitas pelapukan dan pencucian di daerah-daerah beriklim basah lebih besar daripada di daerah-daerah beriklim kering yang panjang, ini sebabnya mengapa di daerah tropik basah umumnya terbentuk tanah- tanah masam sedangkan di daerah kering umumnya pH tanah tinggi Hardjowigeno 2007; Leiwakabessy et al. 2003.

4.3. Hasil Analisis Status Hara Fosfor pada Tanah Sawah di Pulau Jawa

4.3.1. P-potensial pada Tanah Sawah

Berdasarkan hasil analisis jumlah P-potensial tanah sawah di Tabel 6 menunjukkan bahwa ratar-rata kadar P-potensial yang tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Tengah sebesar 1.320 ppm, lalu Jawa Timur sebesar 784 ppm, dan Jawa Barat menjadi yang terendah yaitu sebesar 721 ppm. Rata-rata keseluruhan kadar P-potensial di Pulau Jawa adalah sebesar 1.021 ppm, sementara untuk daerah dengan kadar P-potensial tertinggi adalah Jekulo di Jawa Tengah sebesar 3.273 ppm dan yang terkecil adalah daerah Karawang di Jawa Barat sebesar 153 ppm . Untuk status hara P-potensial pada tanah sawah, dari 23 lokasi yang diambil di Pulau Jawa, 19 lokasi berstatus sangat tinggi, dua lokasi berstatus tinggi yaitu Pamanukan di Jawa Barat dan Kutuarjo di Jawa Tengah, serta dua lokasi berstatus rendah yaitu Karawang dan Palimanan di Jawa Barat. Status yang diperoleh dari rata-rata ke-3 provinsi dan Pulau Jawa ialah sangat tinggi. Secara umum sangat tingginya nilai-nilai P-potensial pada tanah sawah di Pulau Jawa, baik di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur PPT 1983 diduga 23 adalah akibat adanya fiksasi P yang berasal dari akumulasi pemupukan P yang berlangsung secara terus-menerus akibat dari pertanian yang sangat intensif. Seperti yang ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian pada lahan sawah intensifikasi di Pulau Jawa menunjukkan bahwa pemupukan P yang terus- menerus dan berlebih selama ini telah mengakibatkan terjadinya akumulasi residu P yang tinggi serta tidak diikuti dengan peningkatan hasil dan efisiensinya sangat rendah. Hal ini terjadi karena hara P mempunyai mobilitas yang kecil dan efisiensinya hanya sekitar 10 - 15 pada lahan kering dan 15 - 20 pada lahan sawah, sementara sisanya tinggal di dalam tanah sebagai residu dalam bentuk senyawa P Adiningsih 2004; Rochayati et al. 1990. Menurut Moersidi et al. 1989, menyatakan bahwa hasil penelitian pada lahan sawah di Jawa-Madura, data analisis tahun 1974 dibandingkan dengan tahun 1988, menunjukkan bahwa pemupukan terus-menerus menyebabkan terjadinya akumulasi fosfor. Selain pemupukan yang intensif, pH juga sangat berpengaruh terhadap daya fiksasi fosfor, pada tanah sawah bereaksi masam, ketersediaan hara P sangat rendah karena tingginya kandungan Al dalam kondisi kering tidak tergenang dan tingginya kandungan Fe dalam kondisi basah tergenang, sehingga terjadinya fiksasi P oleh Al dan Fe dalam bentuk Al-P dan Fe-P Ardjasa et al. 2000, sedangkan Leiwakabessy et al. 2003, mengungkapkan bahwa ketersediaan fosfat yang tertinggi terjadi pada selang pH 6,0 – 6,5 di atas pH ini akan diretensi oleh ion-ion Ca dan Mg maupun CaCO 3 . Faktor yang paling menentukan lainnya adalah tipe dan kadar liat dalam tanah. Tanah-tanah dengan mineral liat tipe 1:1 meretensi P lebih banyak daripada tanah-tanah dengan tipe 2:1 Leiwakabessy et al. 2003. Faktor-faktor tersebut selaras dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh ke-3 jenis tanah pada tanah-tanah sawah tersebut. Ultisols adalah tanah yang memiliki pH tergolong masam, terjadi penimbunan liat di horizon bawah Rachim dan Suwardi 1999, serta liat tanah ini tergolong tipe 1:1 Soepardi 1983. Vertisols adalah tanah dengan kandungan liat yang tinggi 30 Hardjowigeno 2007, pH tanah yang cukup tinggi yaitu 7 - 8.5, mengandung unsur-unsur Ca dan Mg yang tinggi serta memiliki kandungan liat tipe 1:2 yaitu montmorilonit, sementara Inceptisols adalah tanah yang mulai 24 berkembang tetapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan profil yang lebih lemah Rachim dan Suwardi, 1999. Tabel 6. Hasil Analisis Status Hara Fosfor pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi Ordo Tanah P 2 O 5 potensial Harkat P 2 O 5 tersedia Harkat USDA 2010 ppm ppm Jawa Barat Karawang Inceptisols 153 R 31,4 T Jatisari Inceptisols 1.092 ST 50,1 ST Pamanukan Inceptisols 523 T 52,7 ST Indramayu Inceptisols 817 ST 62,3 ST Palimanan Inceptisols 185 R 10,6 R Cicalengka Inceptisols 1.126 ST 83,8 ST Cikarawang Ultisols 1.146 ST 121 ST Rata-rata Jawa Barat 721 ST 58,8 ST Jawa Tengah Brebes Inceptisols 1.155 ST 84,8 ST Suradadi Inceptisols 633 ST 69,0 ST Batang Ultisols 1.349 ST 54,8 ST Kendal Inceptisols 1.765 ST 82,9 ST Demak Vertisols 1.127 ST 115 ST Jekulo Vertisols 3.273 ST 154 ST Jogjakarta Vertisols 1.595 ST 121 ST Borobudur Inceptisols 1.366 ST 107 ST Kutoarjo Inceptisols 500 T 89,6 ST Karanganyar Inceptisols 639 ST 92,6 ST Buntu Inceptisols 1.118 ST 110 ST Rata-rata Jawa Tengah 1.320 ST 98,3 ST Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 707 ST 186 ST Tambak Rejo Vertisols 612 ST 149 ST Nganjuk Vertisols 615 ST 169 ST Jombang Inceptisols 702 ST 89,6 ST Ponorogo Vertisols 1.283 ST 100 ST Rata-rata Jawa Timur 784 ST 139 ST Rata-rata Keseluruhan 1.021 ST 95,1 ST Keterangan: Harkat berdasarkan PPT 1983. SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi 25

4.3.2. P-tersedia pada Tanah Sawah