30 Tingginya akumulasi hara P khususnya yang diberikan melalui
pemupukan berubah menjadi bentuk yang tidak tersedia diretensi ataupun difiksasi di dalam tanah, diduga bahwa faktor tanah yang paling mempengaruhi
fiksasi P adalah pH dan liat di dalam tanah. Ardjasa et al. 2000, menyatakan P yang diberikan melalui pupuk umumnya terfiksasi dan tertimbun dalam tanah,
hanya sebagian kecil yang hilang melalui proses pencucian dan terangkut panen. Menurut Satari 1987, bahwa tanaman hanya mengambil sebagian kecil dari
jumlah P yang diberikan. Sisa P yang diberikan tidak hilang sebagaimana nitrogen melainkan terakumulasi dalam tanah. Selain pemupukan yang intensif, faktor
yang paling menentukan lainnya adalah pH, tipe, dan kadar liat dalam tanah, pada pH tanah yang lebih rendah dari 6,0 – 6,5 maka aktifitas fosfat akan berkurang
akibat retensi R
2
O
3
dan di atas pH ini diretensi oleh ion-ion Ca dan Mg maupun CaCO
3
, sementara tanah-tanah dengan mineral liat tipe 1:1 meretensi P lebih banyak daripada tanah-tanah dengan tipe 2:1, sebab adanya muatan variabel pada
tipe 1:1 dan juga karena pengaruh dari oksida atau hidrus oksida Fe dan Al. Untuk kadar liat, jika komposisi liatanya sama semakin tinggi kadar liat semakin besar
daya retensi fosfatnya, sedangkan Alofan juga dikenal sebagai yang terbesar daya fiksasinya terhadap P Leiwakabessy et al. 2003.
4.4.2. P-tersedia pada Tanah Pertanian Lahan Kering
Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada Tabel 10, menunjukkan bahwa provinsi yang memiliki kandungan hara P-tersedia tertinggi pada tanah
pertanian lahan kering adalah Jawa Timur sebesar 274 ppm, lalu Jawa Tengah sebesar 137 ppm, dan terendah adalah Jawa Barat sebesar 115 ppm, sedangkan
daerah yang memiliki kandungan P tersedia tertinggi adalah daerah Tulungagung di Jawa Timur sebesar 578 ppm dan yang terkecil adalah daerah Batang dengan
nilai sebesar 78,5 ppm di Jawa Tengah. Menurut kriteria PPT 1983, status P-tersedia dari 20 lokasi tanah pertanian lahan kering yang diambil di Pulau Jawa
seluruhnya berstatus sangat tinggi, begitupun untuk rata-rata ke-3 provinsi dan Pulau Jawa. Diduga sangat tingginya kadar P-tersedia pada tanah pertanian lahan
kering adalah dari pemupukan P yang sangat tinggi akibat dari pertanian yang
31 sangat intensif di Pulau Jawa. Hal ini mengingat bahwa sebenarnya ketersediaan
fosfor dalam tanah sangat sedikit Soepardi 1983. Nurjaya et al. 1995, menyatakan bahwa selain dari bahan induk yang
menyebabkan kadar P dalam tanah sangat tinggi juga ditentukan oleh pemberian pupuk P baik alami, buatan, organik, ataupun anorganik. Menurut Nursyamsi dan
Heryadi 1994, bahwa pemberian pupuk P ke dalam tanah dapat meningkatkan kadar P dalam tanah baik terekstrak Bray 1 maupun HCl 25 sehingga
ketersediaannya meningkat. Melihat status hara P yang rata-rata berstatus sangat tinggi pada tanah sawah dan tanah pertanian lahan kering di Pulau Jawa, maka
efesiensi dalam pemupukan P sangatlah penting untuk segera dilakukan, antara lain pengurangan jumlah maupun intensitas pemupukan P ataupun tidak
memberikan pupuk P pada tanah untuk beberapa waktu. Seperti yang dikemukakan oleh Rochayati dan Adiningsih 2002, serta Purnomo et al. 1994,
yang menyatakan apabila tanah di suatu lokasi mempunyai kadar P yang tinggi sebaiknya pupuk P yang diberikan hanya bertujuan untuk perawatan dimana
takaran yang diberikan setara dengan jumlah yang terangkut panen, sehingga produktivitas tanah dan tanaman dapat tetap terjaga. Selain itu P yang diberikan
ke tanah tidak harus pada setiap musim tanam, tetapi cukup hanya sekali untuk beberapa musim tanam, sehingga dapat mengurangi biaya pemberian. Menurut
Adiningsih 1992, mengungkapkan bahwa upaya mengacu produktivitas dengan menambah takaran pupuk merupakan suatu pemborosan dan bahkan dapat
mengakibatkan menurunnya ketersediaan hara lain serta menurunnya kualitas lingkungan.
4.4.3. Korelasi Hara P pada Tanah Pertanian Lahan Kering Terhadap Sifat-sifat Tanah Lainnya