Daerah Jelajah Home Range dan Inti Core Area

Rata-rata luas daerah inti di areal Mentoko adalah 0.045 km 2 selang 0.007 km 2 -0.113 km 2 , dan di Prefab adalah 0.038 km 2 selang 0.009 km 2 -0.079 km 2 . Core area yang paling luas di Mentoko dimiliki individu Darwin, sedangkan di Prefab dimiliki individu Bayur. Gambar 4.5 Daerah jelajah dan inti Bayur Prefab dengan fixed kernel 95 dan 50, bandwith SCV Square Cross Validation grid cell 1 x 1m Jantan remaja Darwin memiliki daerah jelajah paling luas 0.401 km 2 di Mentoko dan betina dewasa-anak Bayur 0.197 km 2 di Prefab, namun demikian luasnya masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan luas daerah jelajah orangutan yang dilaporkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya Tabel 4.3. Tabel 4.3 Perbandingan luas daerah jelajah orangutan dari beberapa penelitian di Mentoko No Peneliti Tahun Waktu bln Betina dewasa km 2 Jantan dewasa km 2 Metode 1 Rodman 1977 15 0.4-0.6 0.8-1.20 Grid 2 Mitani 1989 18 1.50 1.50 Grid 3 Cambell 1992 12 1.38 0.425 Grid Adanya nilai luas jelajah yang bervariasi dari tiap penelitian, memeperlihatkan bahwa orangutan tidak memiliki luas daerah jelajah yang tetap. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa lama waktu penelitian, luas areal penelitian, keberadaan sumber pakan dan metode yang digunakan sangat mempengaruhi estimasi luas daerah jelajah orangutan. Sehingga diperlukan penelitian jangka panjang secara berkelanjutan dengan menggunakan metode yang sesuai untuk dapat memperoleh estimasi luas yang benar-benar dapat mewakili. Berdasarkan frekuensi kunjungan dalam core area diketahui beberapa pohon dan liana yang secara aktif dikunjungi oleh orangutan seperti sengkuang Dracontomelon dao, ara Ficus sp., serapet Mucuna sp. dan belaran Meremmia mammosa untuk areal pinggir sungai dan nayup Geunsia pentandra dan leban Vitex pinnata untuk areal lebih ke dalam hutan. Pada penelitian sebelumnya jenis- jenis tersebut merupakan pakan penting orangutan yang dijadikan salah satu indikator untuk menemukan keberadaan orangutan Rodman 1977; Cambell 1992; Krisdijantoro 2007. Penelitian sebelumnya di Mentoko dan Prefab, tidak dilakukan perhitungan sampai ke core area sehingga tidak bisa dilakukan perbandingan. Gambar daerah jelajah dari empat individu lainnya disajikan dalam Lampiran7-10.

4.4 Daerah Tumpang Tindih Overlapping

Hasil analisis dengan ArchGIS 10.1 menggunakan metode kernel, menggambarkan bahwa tumpang tindih daerah jelajah tidak terjadi pada setiap individu yang diamati baik di Mentoko maupun di Prefab. Di Mentoko tumpang tindih daerah jelajah terjadi antara individu Darwin dengan Putri yaitu seluas 0.039 km 2 Gambar 4.6. Individu JP4 tidak bersinggungan sama sekali baik dengan individu Darwin maupun Putri karena berada pada lokasi yang sedikit lebih jauh ± 1 km ke Timur. Di Prefab, tumpang tindih terjadi antara individu Bayur dengan Labu seluas 0.052 km 2 dan Bayur dengan Mawar seluas 0.058 km 2 . Namun, antara Labu dan Mawar tidak terjadi tumpang tindih Gambar 4.7. Rodman 1977 melapokan bahwa overlapping juga terjadi di Mentoko dengan betina dewasa seluas 0.4-0.6 km 2 dan pada jantan bisa dua kali lebih besar dari betina. Namun metode yang digunakan Rodman masih dasar yaitu dengan menggambar batas keliling areal terkecil di atas grid yang mencakup semua observasi tiap unit. Adanya tumpang tindih daerah jelajah memungkinkan terjadinya interaksi sosial. Dari data perilaku di Mentoko diketahui bahwa Darwin bertemu Putri ketika mendatangi sumber pakan berdekatan sengkuang. Darwin mencoba mendekat dan berinteraksi langsung dengan Putri namun Putri memilih untuk menghindar dan pergi, begitu juga yang terjadi di Prefab. Hal menarik dari pertemuan yang terjadi tidak sengaja antar betina dewasa dengan anak ini adalah adanya perilaku yang saling menghidar atau mengacuhkan satu sama lain ketika bertemu. Satu kali, Bayur bertemu dengan Labu ketika keduanya tiak sengaja sama-sama mendatangi sumber pakan yang sama serapet yang banyak terdapat di pohon-pohon pingir sungai, sangat jelas terlihat bahwa keduanya mencoba untuk saling menghindar namun karena anak Bayur mendatangi anak Labu untuk bermain kedua induk mencoba untuk bertoleransi dengan tetap berbagi tempat makan namun posisi tubuh saling membelakangi sampai Bayur memutuskan untuk pergi lebih dulu. Bayur terlihat memiliki posisi kuat di areal Prefab pada saat itu, karena dari ketiga betina yang diikuti, Bayur terlihat memiliki akses paling luas untuk masuk ke daerah jelajah betina yang lain. Hal tersebut menguatkan pernyataan Singleton dan van Schaick 2001 bahwa daerah tumpang tindih terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi seperti sumber pakan, luas habitat dan keberadaan orangutan betina. Gambar 4.6 Tumpang tindih daerah jelajah Darwin-Putri di Mentoko Gambar 4.7 Tumpang tindih daerah jelajah Bayur-Labu dan Bayur-Mawar di Prefab

4.5 Pemanfaatan Strata Ketinggian dan Tajuk

Aktifitas penggunaan strata tajuk pada orangutan kurang lebih dipengaruhi oleh kondisi habitat yang meliputi keberadaan pakan, kondisi pohon dan struktur tajuk. Dari hasil analisa plot profil menunjukkan bahwa struktur vegetasi hutan Mentoko dan Prefab rata- rata memiliki 4 strata yaitu A 30 m, B 20-30 m, C 4-20 m dan D 1-4. Orangutan di Mentoko maupun di Prefab paling aktif menggunakan strata C Gambar 4.8. Pohon- pohon yang membentuk strata C diketahui banyak berasosiasi dengan liana dan epifit, dimana dari data pakan diketahui bahwa orangutan pada saat itu baik di Mentoko maupun di Prefab lebih banyak memgkonsumsi kulitkambium dari liana Mucuna sp. dan Merremia mammosa Tabel 4.3, bedanya di Mentoko orangutan masih dominan memilih buah dan di Prefab lebih dominan memilih kulitkambium. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Cambell 1992 dimana orangutan di Mentoko paling aktif melakukan aktifitas di ketinggian 15 m. Namun sedikit berbeda dengan hasil